Titrasi Redoks Titrasi yang melibatkan Iodium

2.3.1.2. Titrasi Redoks

Titrasi redoks dapat dibedakan berdasarkan cara pemakaiannya : 1. Na 2 S 2 3 sebagai titran, dikenal juga sebagai titrasi tak langsung Iodometri 2. I 2 sebagai titran, dikenal sebagai titrasi langsung Iodimetri 3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, yang paling sering digunakan adalah: a KMnO 4 b K 2 Cr 2 O 7 c Ce IV 4. Suatu reduktor kuat sebagai titran. Banyak pengerjaan titrasi redoks yang dilakukan dengan menggunakan indikator warna. Ada beberapa macam indikator yang dapat digunakan dalam titrasi redoks yaitu : 1. Suatu zat berwarna yang dapat bekerja sebagai indikator sendiri. Contoh : KMnO 4 2. Indikator spesifik yaitu suatu zat yang bereaksi dengan membentuk warna yang khusus dengan salah satu pereaksi dalam suatu reaksi. contoh : Amilum, KSCN 3. Indikator luar atau uji noda, indikator ini digunakan apabila tidak ada diperoleh indikator dalam. Contoh : ion feri sianida untuk meneliti adanya ion besi II dengan pembentukan warna biru turnbull diatas sebuah piring noda diluar bejana titrasi. 4. Potensial redoks dapat diikuti selama titrasi dan titik ekivalennya ditemukan dari perubahan yang besar dari potensial pada kurva titrasi. contoh : pada titrasi potensiometri 5. Suatu indikator yang sendirinya mengalami oksidasi-reduksi, zat demikian dapat ditunjuk sebagai suatu indikator indeks yang benar R.A.Day dan A.L.Underwood, 1992. Biasanya dua jenis indikator digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi redoks, dimana indikator tersebut adalah indikator eksternal maupun indikator internal. Indikator redoks ini tidak terlalu banyak karena molekul organik dapat mengalami perubahan yang lebih radikal dalam titrasi tersebut S.M.Khopkar, 2008.

2.3.1.3. Titrasi yang melibatkan Iodium

Titrasi yang melibatkan Iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: a Titrasi langsung iodimetri Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Dalam metode ini, analat dioksidasi oleh I 2 sehingga I 2 tereduksi menjadi ion Iodida. Iod I 2 merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat, sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat dapat dititrasi, salah satu penggunaan dari titrasi ini memanfaatkan kesanggupan ikatan rangkap zat organik untuk meng-addisi Iod, misalnya untuk penentuan bilangan Iod lemak dan minyak. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dapat dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan menghasilkan warna biru pada titik akhir titrasi Abdul Rohman, 2007. b Titrasi tidak langsung Iodometri Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metoda ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terbentuk I 2 : Oks analat + I - Red analat + I 2 2S 2 O 3 = + I 2 S 4 6 = + 2I - W.Hardjadi, 1985 Reaksi S 2 O 3 = dengan I 2 berlangsung baik dari segi kesempurnaannya, berdasarkan potensial redoks masing-masing : S 4 O 6 = + 2e - 2S 2 O 3 = E = 0,08 volt I 2 + 2e - 2I - E = 0,536 volt Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I 2 yang dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda dan seterusnya sampai akhirnya lenyap. Namun lebih mudah dan lebih jelas bila ditambahkan amilum sebagai indikator W.Hardjadi, 1985. Pada titrasi ini, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan Kalium Iodida berlebih yang akan membebaskan Iodium yang selanjutnya akan dititrasi dengan larutan baku Natrium Tiosulfat. Banyaknya volume Natrium Tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel. Reaksi ini lambat dalam larutan netral, tetapi lebih cepat dalam larutan asam dan dipercepat dengan adanya cahaya matahari. Setelah penambahan Kalium iodida pada larutan yang asam dari suatu pereaksi oksidasi, larutan tidak boleh dibiarkan terlalu lama berhubungan dengan udara, karena iodium akan terbentuk oleh reaksi terdahulu. Kalium Iodida yang digunakan harus bebas Iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam suasana asam menghasilkan Iodium. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam titrasi Iodometri yang dapat bertindak sebagai sumber kesalahan titrasi adalah: 1. Kesalahan Oksigen, adanya Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi tidak akurat terlalu tinggi, karena Oksigen dapat mengoksidasi ion Iodida menjadi I 2 dan reaksi ini mengarah pada pH rendah. Selain hal itu reaksi ini dikatalisis oleh cahaya dan panas. O 2 + 4I - + 4H + ↔ 2I 2 + 2H 2 O 2. Pada pH tinggi akan muncul bahaya lain, yaitu bereaksinya I 2 yang terbentuk dengan air hidrolisa dan hasil reaksinya bereaksi lanjut: 4 × {I 2 + H 2 O ↔ HOI + I - + H + } a 4 × HOI + S 2 O 3 = + H 2 O ↔ 2SO 4 = + 4I - + 6H + b Tentu saja hal ini akan menyebabkan penggunaan Na 2 S 2 3 menurun. Konstanta kesetimbangan reaksi a lebih kecil, yaitu 10 -13 , namun pada pH tinggi kesetimbangan akan bergeser ke kanan sehingga pada pH sekitar 11,5 terjadi kesalahan sampai 4. 3. Penambahan Amilum terlalu awal Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan agak lambat, karena itu perlu ditunggu agar mencapai reaksi yang optimum sebelum dititrasi, tetapi tidak disarankan untuk membiarkan larutan terlalu lama karena akan menyebabkan Iodium menguap. Iodium merupakan zat padat yang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam larutan KI membentuk ion I 3 - . Jadi KI yang ditambahkan selain mereduksi analat, juga melarutkan I 2 dari hasil reaksi, oleh karena itu KI ditambahkan berlebih W. Harjadi, 1985.

2.3.2. Analisis Instrumental