Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kecamatan Medan Johor
ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERAWATAN DIRI PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI
KECAMATAN MEDAN JOHOR
SKRIPSI OLEH
ANNISAH SEPWIKA SARI 091101014
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
Title : The Analysis of Factors Affecting Self Care of Diabetes Mellitus Type-2 Patient in Medan Johor Subdistrict Name : Annisah Sepwika Sari
Student’s Reg.No : 091101014
Major : Faculty of Nursing Academic Year : 2013
Abstract
Self care of DM Type-2 patient is the patients’ ability to do a self care to meet their basic needs as well as to maintain their health which is affected by a variety of factors. The main purpose of DM Type-2 patient’s self care is to control a good metabolic status, to minimize complication and achive a good quality of life of DM Type-2 patients. The aim of this research was to analyze factors affecting the self care DM Type-2 patients. The design of this research was correlational descriptive with a total number sample as many of 50 respondents which was chosen by using accidental sampling technique. Data analysis used in this research was Spearman Correlation and Double Linear Regression. Finding showed the period of suffering, complication, knowledge, family supports had nothing to do with DM Type-2 patient’s self care. On the other hand, self-efficacy was associated with self care with the score of P value 0.001. The test proceeds of Double Liniar Regression showed tha only self-efficacy became the factor which affected self care. 35% of self efficacy affects self care of DM Type-2 patients. Each individual who has goog self efficacy has chance 0.6 times of having goog self care. It is expected that nurses can improve DM Type 2 patients’ self care while providing nursing treatment by trying to increase patients’ self efficacy Keywords : factors of self care, self efficacy, DM Type-2
(3)
Judul :Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kecamatan Medan Johor Nama : Annisah Sepwika Sari
NIM : 091101014
Jurusan : Keperawatan Tahun Akademik : 2013
Abstrak
Perawatan diri pasien DM Tipe 2 adalah kemampuan pasien dalam melakukan perawatan diri untuk memenuhi kebutuhan dasarnya serta dapat mempertahankan kesehatannya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Tujuan utama perawatan diri bagi pasien DM Tipe 2 adalah mengontrol status metabolik yang baik, meminimalkan komplikasi, dan mencapai kualitas hidup yang baik bagi pasien DM Tipe 2.. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe2. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan jumlah sampel sebanyak 50 responden yang diambil dengan teknik accidental sampling. Analisa data yag digunakan pada penelitian ini adalah Korelasi Spearman dan Regresi Linier Ganda. Hasil penelitian menunjukkan lama menderita, komplikasi, pengetahuan, dukungan keluarga tidak berhubungan dengan perawatan diri pasien DM Tipe2. Sedangkan self-efficacy berhubungan dengan perawatan diri dengan nilai P value 0.001. Hasil uji regresi linier ganda didapatkan bahwa hanya self-efficacy yang menjadi faktor yang paling mempengaruhi perawatan diri. Bahwa sebesar 35% self-effiacacy mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe 2. Setiap individu yang memiliki self-efficacy yang baik, berpeluang 0.6 kali memiliki perawatan diri yang baik. Diharapkan perawat dapat meningkatkan perawatan diri pasien DM Tipe2 pada saat memberikan asuhan keperawatan dengan berusaha untuk meningkatkan self-efficacy yang dimiliki oleh pasien.
(4)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kecamatan Medan Johor” yang merupakan salah satu syarat bagi penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr . Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
2. Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
3. Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
4. Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
5. Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan arahan selama pembuatan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik
6. Ikram, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I yang memberikan saran dan krtitiknya dalam perbaikan penulisan skripsi ini
(5)
7. Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji II yang memberikan saran dan krtitiknya dalam perbaikan penulisan skripsi ini
8. Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku validator instrument dalam penelitian ini
9. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
10.Kepala Dinas dan staf pegawai Dinas Kesehatan Kota Medan
11.Kepala Puskesmas Kecamatan Medan Johor dan Kepala Puskesmas Kampung Baru
12.Seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini
13.Orang tua, almarhum ayah Rendra Yanuar yang tercinta dan terkasih , mama tercinta Ernawati yang selalu memberikan dukungan dan do’anya, yang terus memberi semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
14.Hanifah Wita Utami , Muthia Au Dina, Muhammad Fadly Hafidz, dan Muhammad Abrar kakak dan adik-adik terkasih, terima kasih atas semua dukungannya
15.Sahabat-sahabat terkasih, Silvi, Katri, Putri Mariati, Alisha, Dini, Putri Purnama, Siti, Maya, Yuli, Indah, Irma, terima kasih atas saran, kritik dan dukungannya. Hal terindah bisa bertemu dengan kalian dan bersama-sama berjuang di Fakultas Keperawatan
16.Rekan-rekan seperjuangan Program S-1 Reguler stambuk 2009, terima kasih atas dukungan teman-teman semua. Semoga perjuangan kita selama 4 tahun akan menuai hasilnya
(6)
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis berharap masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan di masa yang akan datang. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita terutama bagi pendidikan keperawatan, pelayanan kesehatan, dan penelitian keperawatan.
Medan, Juli 2013
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR SKEMA ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I Pendahuluan ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II Tinjauan Pustaka ... 9
2.1 Diabetes Melitus ... 9
2.2 Perawatan Diri Pasien DM Tipe 2 ... 18
2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Diri Pasien DM Tipe 2 ... 30
BAB III Kerangka Penelitian ... 35
3.1 Kerangka Penelitian ... 35
3.3 Definisi Operasional ... 36
3.3 Hipotesis ... 40
BAB IV Metodologi Penelitian ... 41
4.1 Desain Penelitian ... 41
4.2 Populasi dan Sampel ... 41
(8)
4.4 Pertimbangan Etik ... 44
4.5 Alat Pengumpulan Data ... 44
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 47
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ... 48
4.8 Analisa Data ... 49
BAB V Hasil dan Pembahasan 5.1 Hasil Penelitian ... 52
5.1.1 Analisa Univariat ... 52
5.1.2 Analisa Bivariat ... 54
5.1.3 Analisa Multivariat ... 58
5.2 Hasil Pembahasan ... 59
5.2.1 Interpretasi Hasil Penelitian ... 59
5.2.2 Keterbatasan Peneliti ... 76
BAB VI Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan ... 77
6.2 Saran ... 78
Daftar Pustaka ... 79 Lampiran
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai PatokanPenyaring dan Diagnosis DM menurut Suyono (2009) ... 13 Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 28 Tabel 4.1 Analisa Data Bivariat ... 42 Tabel 5.1 Distribusi Responden berdasarkan Umur, Penghasilan, Lama Menderita ... 52 Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Komplikasi DM, dan Status Pernikahan ... 53 Tabel 5.3 Hasil Analisis Dukungan Keluarga dan Pengetahuan Pasien DM Tipe2 ... 54 Tabel 5.4 Hasil Analisis Self Efficacy dan Perawatan Diri Pasien DM Tipe2 ... 54 Tabel 5.5 Hasil Analisis Korelasi Lama Menderita dengan Perawatan Diri Pasien ... 55 Tabel 5.6 Hasil Analisis Komplikasi DM dan Perawatan Diri Pasien DM Tipe2 . ... 56 Tabel 5.7 Hasil Analisis Pengetahuan DM dan Perawatan Diri Pasien DM Tipe2 ... 56 Tabel 5.8 Hasil Analisis Dukungan Keluarga dan Perawatan Diri Pasien DM . 57 Tabel 5.9 Hasil self-efficacy dan Perawatan Diri Pasien DM Tipe2 ... 57 Tabel 5.10 Hasil seleksi Bivariat Uji Regresi Linear Variabel Bebas dengan Variabel Perawatan Diri………...58
(10)
DAFTAR SKEMA
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Penjelasan Penelitian Lampiran 2 Inform Consent Lampiran 3 Kuisioner Penelitian Lampiran 4 Taksani Dana
Lampiran 5 Surat Penelitian
Lampiran 6 Surat Validasi Instrument Lampiran 7 Riwayat
(12)
Title : The Analysis of Factors Affecting Self Care of Diabetes Mellitus Type-2 Patient in Medan Johor Subdistrict Name : Annisah Sepwika Sari
Student’s Reg.No : 091101014
Major : Faculty of Nursing Academic Year : 2013
Abstract
Self care of DM Type-2 patient is the patients’ ability to do a self care to meet their basic needs as well as to maintain their health which is affected by a variety of factors. The main purpose of DM Type-2 patient’s self care is to control a good metabolic status, to minimize complication and achive a good quality of life of DM Type-2 patients. The aim of this research was to analyze factors affecting the self care DM Type-2 patients. The design of this research was correlational descriptive with a total number sample as many of 50 respondents which was chosen by using accidental sampling technique. Data analysis used in this research was Spearman Correlation and Double Linear Regression. Finding showed the period of suffering, complication, knowledge, family supports had nothing to do with DM Type-2 patient’s self care. On the other hand, self-efficacy was associated with self care with the score of P value 0.001. The test proceeds of Double Liniar Regression showed tha only self-efficacy became the factor which affected self care. 35% of self efficacy affects self care of DM Type-2 patients. Each individual who has goog self efficacy has chance 0.6 times of having goog self care. It is expected that nurses can improve DM Type 2 patients’ self care while providing nursing treatment by trying to increase patients’ self efficacy Keywords : factors of self care, self efficacy, DM Type-2
(13)
Judul :Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kecamatan Medan Johor Nama : Annisah Sepwika Sari
NIM : 091101014
Jurusan : Keperawatan Tahun Akademik : 2013
Abstrak
Perawatan diri pasien DM Tipe 2 adalah kemampuan pasien dalam melakukan perawatan diri untuk memenuhi kebutuhan dasarnya serta dapat mempertahankan kesehatannya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Tujuan utama perawatan diri bagi pasien DM Tipe 2 adalah mengontrol status metabolik yang baik, meminimalkan komplikasi, dan mencapai kualitas hidup yang baik bagi pasien DM Tipe 2.. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe2. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan jumlah sampel sebanyak 50 responden yang diambil dengan teknik accidental sampling. Analisa data yag digunakan pada penelitian ini adalah Korelasi Spearman dan Regresi Linier Ganda. Hasil penelitian menunjukkan lama menderita, komplikasi, pengetahuan, dukungan keluarga tidak berhubungan dengan perawatan diri pasien DM Tipe2. Sedangkan self-efficacy berhubungan dengan perawatan diri dengan nilai P value 0.001. Hasil uji regresi linier ganda didapatkan bahwa hanya self-efficacy yang menjadi faktor yang paling mempengaruhi perawatan diri. Bahwa sebesar 35% self-effiacacy mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe 2. Setiap individu yang memiliki self-efficacy yang baik, berpeluang 0.6 kali memiliki perawatan diri yang baik. Diharapkan perawat dapat meningkatkan perawatan diri pasien DM Tipe2 pada saat memberikan asuhan keperawatan dengan berusaha untuk meningkatkan self-efficacy yang dimiliki oleh pasien.
(14)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
World Health Organization (WHO, 2011) menyatakan bahwa penyakit tidak menular (noncommunicable disease) yang disingkat PTM adalah penyebab kematian utama secara global. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan bentuk penyakit secara epidemiologi dari penyakit menular yang cenderung prevalensinya menurun menjadi penyakit tidak menular yang prevalensinya cenderung meningkat baik secara global maupun nasional (Depkes RI, 2008).
Data statistik dari WHO (2008) didapatkan bahwa dari 57 juta kematian di dunia, sebanyak 36 juta (60%) kematian disebabkan karena PTM. Data WHO (2008) menunjukkan bahwa angka kematian penduduk Indonesia akibat PTM adalah 582.277 kematian yang terjadi pada pria dan sebesar 481.666 kematian terjadi pada wanita.
Penyebab utama kematian akibat PTM sebagaimana yang disampaikan WHO (2008) sebesar 1,3 juta kematian (4%) disebabkan karena penyakit diabetes melitus (DM). Pada 2003 WHO memperkirakan jumlah penderita DM di dunia sebanyak 194 juta jiwa atau 5,1% dari jumah penduduk dunia (3,8 miliar) dengan usia antara 20-79 tahun. Data statistik WHO (2012) menunjukkan pervalensi penderita DM di seluruh dunia dari berbagai usia yaitu sebanyak 171.000.000
(15)
yaitu 366.000.000 penderita. Sedangkan jumlah penderita DM di Indonesia menurut data WHO (2012) adalah 8.426.000 penderita, yang diprediksi pada 2030 akan mengalami peningkatan tiga kali lipat yaitu 21.257.000 penderita. Data statistik ini menjadikan Indonesia sebagai peringkat keempat negara terbanyak penderita DM setelah India, China, dan Amerika. Dan angka statistik WHO (2008) menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit DM di Indonesia sebanyak 400 angka kematian per 100.000 populasi dan 300 angka kematian per 100.000 populasi.
Smeltzer & Bare (2008) menganalisa bahwa penyakit DM dibagi menjadi empat jenis yaitu DM tipe 1, DM Tipe 2, DM karena kehamilan, dan DM karena penyebab lain. Empat klasifikasi ini juga telah disahkan oleh WHO dan telah dipakai di seluruh dunia (Price & Wilson, 2005). DM Tipe 2 merupakan jenis yang paling banyak dari semua kasus DM (90%-95%) (Smeltzer & Bare, 2008). DM Tipe 2 adalah penyebab utama keenam kematian di Amerika Serikat dan jumlah penderitanya hampir 16 juta (90%-95%) dari seluruh kasus DM yang ada (CDC, 2005, Gumbs, 2012).
Di Indonesia sendiri berdasarkan penelitian yang masih dilakukan hingga saat ini angka kejadian DM Tipe 2 berkisar antara 1,4 sampai 1,6 % kecuali di dua tempat yaitu 2,3% di Pekajangan dan 6% di Manado. Pada 2006 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia melakukan surveilans tentang resiko PTM dengan melibatkan subjek peneliti 1591, maka didapat data sebesar 12,1% menderita DM Tipe 2 yang terdiagnosis 3,8% dan yang tidak terdiagnosis sebesar
(16)
Berdasarkan data yang ada, tidak hanya di seluruh dunia tetapi juga di Indonesia bahwa jumlah penderita DM Tipe 2 selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena faktor resiko terjadinya DM Tipe 2 adalah faktor usia, faktor kegemukan, serta faktor kurang melalukan latihan fisik selalu meningkat setiap tahunnya (Yusra, 2010). Seperti yang sudah dijelaskan bahwa DM merupakan salah satu penyakit metabolik kronik, dan jika tidak dilakukan pengobatan dan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kondisi yang membahayakan bahkan dapat menyebabkan komplikasi (Yusra, 2010).
Untuk mencegah terjadinya komplikasi dan untuk menurunkan angka kematian yang tinggi akibat DM Tipe 2 dilakukan suatu usaha yaitu melakukan perawatan diri (self care) bagi penderita DM Tipe 2. Mc Collum et al (2005) menekankan bahwa keefektifan melakukan perawatan diri adalah komponen yang paling penting dari perawatan DM (Bai, Chiou, & Chang, 2009). Pengontrolan yang efektif dari DM Tipe 2 yang merupakan penyakit kronik utama adalah tergantung pada perawatan diri yaitu pengaturan diet, latihan fisik, monitoring kadar glukosa, dan manjemen obat. (Agurs-Collins, Kumanyika, Have, & Adams- Campbell, 1997; Ohkubo etal., 1995; The Diabetes Control and Complicatonn Trial Research Group |DCCT], 1993; The United Kingdom Prospective Diabetes Study |UKPDS], 1998; Sousa & Zauszniewski, 2005).
Dari hasil laporan ADA (2008) menyatakan bahwa perawatan diri utama ini yang jika dilakukan oleh penderita DM Tipe 2 dapat menurunkan terjadinya efek lebih lanjut dari DM Tipe 2. Berdasarkan hasil laporan ADA (2008) terjadi penurunan
(17)
penurunan kebutaan yang berhubungan dengan retinopati diabetik, sebanyak 50% penurunan penyakit ginjal yang berperan utama sebagai penyebab gagal ginjal, sebanyak 90% terjadi penurunan penyakit vaskular yang berperan utama sebagai penyebab amputasi, sebanyak 40% terjadi penuruna kematian yang dihubungkan dengan penyakit kardiovaskular (Gumbs, 2012).
Dari hasil penelitian yang dilakukan Bai, Chiou dan Chang (2009) di Taiwan pada 165 responden didapat 7 responden (4,2%) yang hanya mematuhi diet dalam pengobatan DM Tipe 2, 101 responden (62,2%) telah mengalami komplikasi dan 130 responden (78,8%) mengalami penyakit kronik lainnya. Sedangkan di China hanya 33% pasien DM Tipe 2 yang melakukan perawatan kaki setiap harinya, dan hanya 13% yang melakukan pemeriksaan kadar gula darah setiap hari (Xu, Deets, Whitmer, & Pan, 2005; Xu , Toobert, Whitmer, & Pan, 2008).
Di Kota Medan terdapat beberapa penelitian yang berkaitan langsung dengan perilaku perawatan diri penderita DM Tipe 2. Hasil penelitian Rachmawaty (2005) menemukan bahwa lebih dari 50% penderita DM Tipe 2 tidak mengetahui penyakit dan komplikasi lanjut DM Tipe 2, sehingga datang ke rumah sakit dengan kadar glukosa yang tinggi. Selain itu dari hasil penelitian Soebari, dkk (2003) menemukan bahwa 75 % penderita DM Tipe 2 tidak mentaati diet yang dianjurkan serta sebanyak 50% mempunyai kontrol kadar gluosa darah yang buruk (Hendro, 2010 ).
Hasil perawatan diri pasien DM yang masih rendah menunjukkan bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi penderita DM Tipe 2 dalam melakukan
(18)
perawatan dirinya. Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian untuk menemukan hubungan antara faktor yang mempengaruhi perawatan diri DM Tipe 2 seperti variabel demografi, pengetahuan tentang DM, self efficacy, keyakinan akan kesehatan, perasaan akan keadaan sehat dan sejahtera (Xu,Toobert, Whitmer, & Pan, 2008).
Pengetahuan tentang DM juga akan menjadi faktor yang akan mempengaruhi perawatan diri DM Tipe 2. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti (Sousa dan Zauszniewski, 2005 dan Sigurdardo’ttir, 2005,) walaupun penelitian Xu,Toobert, Savage, Pan, dan Whitmer (2009) menyatakan bahwa pengetahuan tidak akan secara langsung mempengaruhi perawatan diri, akan tetapi pengetahuan secara langsung akan mempengaruhi self efficacy. Sebaliknya Coates dan Boore (1995) dan Chan dan Molassiotis (1999) tidak menemukan hubungan diantara pengetahuan tentang DM dengan kepatuhan melakukan perawatan diri (Xu,Toobert, Savage, Pan, Whitmer, 2009).
Dukungan sosial secara positif juga akan mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe 2 sesuai dengan hasil penelitian Toaljamo dan Hentinen (2001), Wang dan Fenske (1996) dan Albright et al (2001) (Bai, Chiou & Chang, 2009). Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Xu,Toobert, Savage, Pan, Whitmer (2009). Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Murphy et al (1994) yang menemukan bahwa dukungan sosial dari anggota keluarga tidak memberikan hasil yang baik dalam proses mengontrol nilai status metabolik (Toljamo&Hentinen, 2001).
(19)
Maka berdasarkan angka kematian yang tinggi yang disebabkan karena DM setiap tahunnya di Indonesia, serta prevalensi penderita DM Tipe 2 yang cukup tinggi di Indonesia dan Medan. Serta didukung dengan fakta bahwa perawatan penderita DM Tipe 2 yang masih sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Diri Penderita Diabetes Melitus Tipe 2”
1.2Pertanyaan Penelitian?
Berdasarkan uraian dalam latar belakang dapat diambil pertanyaan penelitian dalam penelitian ini yaitu apa faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2).
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum :
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe 2.
1.3.2 Tujuan Khusus :
a. Mendeskripsikan karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan, status pernikahan lama menderita DM, dan komplikasi DM
b. Mendeskripsikan pengetahuan responden tentang DM, dukungan keluarga, self- efficacy dan perawatan diri DM Tipe 2
c. Mengetahui hubungan antara lama menderita DM dengan perawatan diri DM Tipe 2
(20)
d. Mengetahui hubungan antara komplikasi DM dengan perawatan diri DM Tipe 2
e. Mengetahui hubungan antara pengetahuan responden tentang DM dengan perawatan diri DM Tipe 2
f. Mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan perawatan diri pasien DM Tipe 2
g. Mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan perawatan diri pasien DM Tipe 2
h. Mengetahui faktor yang paling mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe 2
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1.4.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan sebagai evidance based dalam praktek pelayanan keperawatan, sehingga dapat digunakan sebagai referensi dalam pembuatan tulisan ilmiah.
1.4.2 Praktek Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan seorang perawat sebagai informasi dasar ketika memberikan asuhan keperawatan dan untuk meningkatkan kemampuan perawatan diri penderita DM Tipe 2 dengan meningkatkan efek faktor yang paling dominan mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe 2.
(21)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti hubungan salah satu faktor dengan permasalahan keperawatan yang terjadi pada penderita DM Tipe 2.
(22)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Diabetes Melitus (DM)
2.1.1 Pengertian DM
DM adalah salah satu kelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik yaitu terjadinya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) dengan faktor penyebabnya adalah kerusakan dalam mensekresikan insulin, kerusakan dalam fungsi insulin atau disebabkan karena keduanya. (ADA, 2003 ; Smeltzer & Bare, 2008). Sedangkan Utaminingsih (2009) menyatakan bahwa DM adalah suatu penyakit dengan kondisi kadar glukosa darah tinggi di dalam tubuh disebabkan karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin atau bahkan tidak dapat menghasilkan insulin secara adekuat. Menurut Price & Wilson (2005) DM merupakan suatu gangguan metabolik yang dapat terjadi pada seseorang yang disebabkan karena genetik atau klinis yang memiliki gejala yaitu tubuh seseorang tersebut kehilangan toleransi terhadap karbohidrat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa DM adalah sebuah penyakit metabolik yang disebabkan karena adanya faktor genetik atau penyebab lainnya yang mengakibatkan insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas tidak diproduksi dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh atau insulin diproduksi dalam jumlah yang adekuat tetapi reseptor pada sel tubuh tidak bisa menggunakan insulin.
(23)
a. DM Tipe 1 atau dikenal istilah Insulin Dependent Diabetes Melitus
DM Tipe 1 dapat terjadi disebabkan karena autoimun pada tubuh penderita yang mengakibatkan terjadinya kekurangan insulin secara absolut. Selain itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Price & Wilson (2005) bahwa DM Tipe 1 adalah suatu penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik yang memiliki gejala-gejala yang akan berakhir pada tahap proses perusakan imunologik sel penghasil insulin.
Prevalensi DM Tipe 1 banyak terjadi pada anak-anak. Akan tetapi dapat terjadi pada semua usia, biasanya dibawah usia 30 tahun. Cenderung terjadi pada orang yang memiliki tubuh kurus. Etiologinya genetik, imunologik, atau idiopatik. Sering memiliki antibodi pulau lagerhans atau antibodi terhadap insulin sehingga penderita DM Tipe 1 akan memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Smeltzer & Bare, 2008).
b. DM Tipe 2 (DM Tipe 2) atau dikenal dengan istilah Noninsulin Dependent Diabetes Melitus
DM Tipe 2 biasanya disebabkan karena faktor lingkungan sehingga penderita mengalami resisten insulin. (Smeltzer & Bare, 2008). Selain itu menurut Price & Wison (2005) DM Tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi dan kerja insulin sehingga terjadi resisten pada insulin. DM Tipe 2 juga merupakan salah satu gangguan metabolik dengan kondisi insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak cukup jumlahnya atau cukup jumlahnya akan tetapi reseptor insulin di jaringan tidak berespon terhadap insulin tersebut (Lewis, 2004 ; Yusra, 2011). DM Tipe
(24)
resisten insulin. (Smeltzer & Bare, 2008). Selain itu menurut Price & Wison (2005) DM Tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi dan kerja insulin sehingga terjadi resisten pada insulin.
DM Tipe 2 dapat terjadi di segala usia, akan tetapi biasanya menyerang usia di atas 30 tahun. Cenderung terjadi pada orang yang obesitas pada saat didiagnosis. Membutuhkan agen hipogligemik atau terkadang mmebutuhkan insulin dalam waktu yang singkat (Smeltzer & Bare, 2008). DM Tipe 2 berhubungan dengan obesitas, penuruan kegiatan fisik, serta diet yang tidak sehat. Sama seperti DM Tipe 1, pasien dengan DM Tipe 2 berisiko tinggi mengalami kompllikasi mikrovaskular dan maskrovaskular (WHO, 2012).
c. DM Gestational
DM gestational merupakan DM yang terjadi pada masa kehamilan biasanya terjadi trisemester kedua atau ketiga hidup (Smeltzer & Bare, 2008). Sebesar 2-5 % DM merupakan gestational. (, 2009). Penyebab DM gestational adalah karena hormon yang disekresikan oleh plasenta yang menghambat keja insulin, sehingga beresiko terjadinya bayi makrosmia. Diatasi dengan diet dan insulin jika diperlukan (Smeltzer & Bare, 2008).
d. DM Penyebab Lain
DM Penyebab Lain biasanya terjadi karena kelainan genetik pada fungsi sel beta, penyakit eksokrin pankreas, penggunaan obat-obatan atau zat kimi, infeksi, endokrinopati seperti akromegali, sindrom chusing (Soegondo, 2004). Penderita DM tipe lain ini mungkin memerlukan terapi insulin atau hanya
(25)
dengan obat oral, tergantung pada kemampuan pankreas menghasilkan insulin (Smeltzer & Bare, 2008).
2.1.3 Diagnosis DM
Diagnosa penyakit DM selalu mengalami perkembangan baik yang dilakukan oleh WHO, ADA, maupun PERKENI. Menurut WHO kriteria diagnosis DM ditegakkan dengan cara sebagai berikut :
1. Gejala Klasik DM + glukosa darah plasma sewaku ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mol/L), puasa
diartikan bahwa pasien tidak mendapatkan kalori tambahan minimal selama 8 jam
3. Glukosa plasma 2 jam pada Toleransi Terhadap Glukosa Oral ≥ 200 mg/dl (11,0 mmol/L). TTGO dilakukan dengan melakukan sesuai standart WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidurs yang dilarutkan dalam air.
Nilai TTGO setelah 2 jam pembebanan adalah jika nilainya kurang dari 140 mg/dL berarti kadar glukosa darah dalam keadaan normal. Jika berada pada rentang nilai 140-199 mg/dL berarti dalam kondisi Toleransi Glukosa Terganggu, dan jika berada pada nilai lebih besar atau sama dengan 200 mg/dL maka didiagnosa DM.
(26)
Tabel 1. Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM menurut Suyono (2009) adalah
Bukan DM
Belum Pasti DM
DM
Konsentrasi glukosa darah sewaktu (mg/dL)
Plasma Vena < 100 100-199
≥ 200 Darah Kapiler < 90 90-199 ≥ 200 Konsentrasi glukosa darah
puasa (mg/dL)
Plasma Vena < 100 100-125
≥ 126 Darah Kapiler < 90 90-99 ≥ 100
Selain dengan cara tersebut diatas ada dua cara lagi untuk mendiagnosa DM, yaitu a. Indeks Penentuan Derajat Kerusakan Sel Beta
Hal ini dapat dinilai dengan konsentrasi insulin, proinsulin, sekresi peptida penghubung (C-Peptide). Nilai glycosilated hemoglobin (HbA1C), tergantung dengan metode pengukuran yang dipakai, namun nilainya berkisar antara 3.5% hingga 5.5% (Schteingart,2006) atau dibawah 7% (Black & Hawaks,2005) (Yusra, 2010).
b. Indeks Proses Diabetogenik
Untuk penilaian proses diabetagonik dilakukan dengan pemeriksaan tipe dan subtipe HLA, adanya titer dan titr antibodi dalam sirkulasi yang ditunjukkan oleh pulau lagerhans (Suyono, 2009).
2.1.4 Faktor Resiko
Faktor resiko adalah sesuatu atau faktor pencetus yang akan mempengaruhi terjadinya DM baik dalam bentuk kegiatan, zat / bahan, atau kondisi tertentu (Depkes RI, 2008). Faktor resiko pada DM terdiri dari :
(27)
a. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi seperti berat badan, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT <140-199 mg/dL) atau Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT <140 mg/ dL) (Depkes RI, 2008).
b. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu ras, genetik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan DM, riwayat melahirkan bayi dengan BB > 4000 gram (Depkes RI, 2008).
Menurut Izucchi (2005) faktor resiko terjadinya DM Tipe 2 adalah sebagai berikut:
1. Keluarga
Seseorang yang memiliki orang tua atau saudara yang menderita DM maka orang tersebut memiliki resiko yang nyata untuk menderita DM sebesar 2-6 kali lebih tinggi. Walaupun keluarga sendiri tidak dipastikan secara nyata memiliki faktor genetiknya.
2. Umur dan jenis kelamin
Prevalensi DM Tipe 2 akan meningkat sejalan dengan usia, walaupun bentuk kejadiannya sangat beragam. Pada populasi dengan frekuensi penyakit yang tinggi angka kejadianya akan tinggi dan mungkin meningkat pada usia dewasa muda. Pada kondisi lain angka kejadian meningkat seiring dengan banyaknya individu di usia dewasa lanjut. Sedang pada sebagian populasi akan terjadi penurunan angka kejadian jika dilihat dari kelompok usia tua diatas 75 tahun. 3. Obesitas
Obesitas sering secara bersamaan menjadi penyebab terjadinya DM Tipe 2. Pada banyak studi longitudinal obesitas telah ditunjukkan sebagai faktor
(28)
prediksi yang paling kuat. Pada individu yang tidak obesitas angka kejadian DM Tipe 2 sangat rendah. Angka kejadian DM Tipe 2 karena obesitas juga bisa dihubungkan dengan faktor resiko lainnya. Seperti contoh di Pima India angka kejadian lebih banyak dan cenderung meninggi pada mereka dengan body index mass (BMI) yang memiliki orang tua menderita DM dibandingkan yang tidak menderita. Obesitas dengan cepat meningkat pada banyak populasi pada tahun terbaru. Peningkatan ini telah disertai oleh peningkatan prevalensi DM Tipe 2.
4. Ketidakaktifan Kegiatan Fisik
Banyak penelitian yag telah mengindikasikan peranan penting dari ketidakatifan melakukan kegiatan fisik pada perkembangan kejadian DM Tipe 2. Walaupun kata relative penting mungkin dipahami pada sebagian dari hasil penelitian karena adanya ketidaksamaan dalam pengukuran. Beberapa peneliti melakukan penelitian sebagai dasar dari penyebab peran dari ketidakaktifan kegiatan fisik pada penderita DM Tipe 2.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin (Price&Wilson, 2005). Gejala utama DM biasanya disebabkan oleh krena efek langsung dari nilai glukosa darah yang tinggi di dalam tubuh penderita (Utaminingsih, 2009). Penderita dengan defisiensi insulin tidak akan dapat mempertahankan nilai kadar glukosa darah puasa yang normal atau nilai toleransi glukosa setelah mengkonsumsi karbohidrat (Price & Wilson, 2005). Jika kondisi hiperglikemianya berat sehingga ginjal tidak bisa mentoleransi glukosa, maka
(29)
akan terjadi glikosuria. Glikosuria akan mengakibatkan terjadinya diuresisi osmotik sehingga akan terjadi peningkatan pengeluaran urine (poliuria), dan timbul rasa haus (polidipsia). Oleh karena penderita mengalami pengeluaran glukosa yang hilang bersama urine, mengakibatkan penderita mengalami keseimbangan kalori negatif sehingga terjadi penurunan berat badan. Akibatnya akan timbul polifagia (rasa lapar yang besar) yang mungkin sebagai kompensasi akibat kehilangan kalori. Dan penderita akan mengeluh lelah dan mengantuk (Price & Wilson, 2005).
Pasien DM Tipe 2 mungkin sama sekali tidak akan menunjukkan gejala apa pun dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium serta tes toleransi glukosa. Akan tetapi pada keadaan yang berat pasien akan mengalami polidipsi, polifagia, poliuria, lemah dan mengantuk (Yusra, 2010).
2.1.6 Komplikasi DM
Penderita diabetes melitus mengalami kondisi kadar gula darah yang tidak terkontrol yang cenderung menyebabkan kadar zat lemak dalam darah meningkat yang mempercepat terjadinya aterosklerosis. Kondisi ini dapat menyebabkan sirkulasi ke berbagai organ dapat memburuk yang mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi berupa mikrovaskular seperti retinopati dan nefropati dan makrovaskular berupa gangguan pada pembuluh darah seperti penyakit arteri perifer dan jantung korener serta komplikasi dari mikovaskular dan makrovaskular yaitu neuropati (Utaminingsih, 2009).
(30)
Menurut (Schteingart, 2006, Yusra, 2010) kompllikasi DM yang sering terjadi pada pasien adalah :
a. Komplikasi Akut 1. Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetik (DKA) merupakan komplikasi akut yang serius pada pasien DM. Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien akan mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat penurunan lipogenesis dan peningkatan liposis serta peningkatan oksidasi asam lemak bebas yang akan disertai dengna pembentukan badan keton (asetosetat, hidroksibutirat dan aseton). Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hydrogen dan asidosis metabolik. Glikosuria dan ketouria yang jelas sudah mengakibatkan diuresis osmotik dengna hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalamai syok yang akhirnya dapat mengakibatkan perubahan perfusi ke jaringan otak sehingga terjadi koma.
2. Komplikasi Lain
Komplikasi lain yang sering terjadi dari DM adalah hipoglikemia akibat reaksi insulin dan syok insulin, terutama komplikasi terapi insulin. Hipoglikemia juga berakibat fatal karena apabila terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan otak permanaen dan menimbulkan kematian.
b. Komplikasi Vaskuler
Komplikasi Vaskuler jangka panjang dari DM melibatkan pembuluh-pemuluh darah kecil (mikroangioapati) dan pembuluh darah besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan
(31)
arteiola retina sehingga mengakibatkan retino diabetik dan menyerang syaraf-syaraf perifer sehingga mengakibatkan neurpati diabetik.
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologi arteriokleroasis. Gangguan ini disebbakan oleh insufisiensi insulin. Makroangiopati diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika mengenai arteri-arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler dan perifer dan gangren pada ekstremitas, serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika mengenai arteri koronaria dan aorta maka dapat menyebabkan angina dan infark miokard.
2.2Perawatan Diri DM Tipe 2 (Self care DM Tipe 2) 2.2.1 Pengertian Perawatan Diri
Berdasarkan Teori Keperawatan Self Care yang dikemukan oleh Dorothea Elizabeth Oerm bahwa perawatan diri adalah kemampua pasien dalam melakukan kegiatan perawatan diri untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan (Asmadi, 2008). Teori orem bertujuan untuk memandirikan pasien agar pasien dapat melakukan perawatan dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhannya (Potter & Perry, 2009). Pada penderita DM akan trejadi self care defisit atau penurunan perawatan diri akibat penyakit DM yang diderita (Kozier, 2011).
2.2.2 Perawatan Diri DM Tipe 2
Manajemen perawatan diri merupakan modal perawatan yang paling tepat untuk seseorang yang menderita penyakit kronik (Sousa&Zauszniewski, 2005). Perawatan diri pada pasien DM merupakan sesuatu yang sangat penting sebab berperan sebagai pengontrol penyakit (Sigurdardottir, 2004). Tujuan utama
(32)
komplikasi akibat DM dan untuk mencapai kualitas hidup yang baik (Krans et al, 1992, Toljamo & Hentinen, 2001).
Menurut Sigurdardottir (2005) pewaratan diri pada pasien DM terfokus pada empat aspek yaitu memonitoring kada glukosa darah, variasi nutrisi yang dikonsumsi setiap hari, pengaturan insulin, serta latihan fisik secara regular. Sedangkan Mc Collum et al (2005) menyatakana bahwa pasien DM harus memanajemen diet, latihan, obat DM, memonitoring glukosa dan rutin mengunjungi pelayanana kesehatan profesional (Bai, Chiou, Chang, 2009). Pengontrolan yang efektif dari DM Tipe 2 yang merupakan penyakit kronik utama adalah tergantung pada perilaku perawatan diri yaitu pengaturan diet, latihan fisik, monitoring kadar glukosa, dan manjemen obat. (Agurs-Collins, Kumanyika, Have, & Adams- Campbell, 1997; Ohkubo etal., 1995; The Diabetes Control and Complicatonn Trial Research Group |DCCT], 1993; The United Kingdom Prospective Diabetes Study |UKPDS], 1998; Sousa & Zauszniewski, 2005). Sedangkan menurut Gumbs (2012) manajemen perawatan diri pasien DM terdiri dari pendidikan manajemen perawatan diri, mengunjungi pelayanan kesehatan, pengukuran nilai HbA1c oleh tenaga kesehatan, pemeriksaan mata, pemeriksaan kaki, pengaturan diet, manajemen latihan , dan memonitoring kadar glukosa sendiri.
Maka dapat disimpulkan bahwa self care pasien DM Tipe 2 terdiri dari : manajemen diet, latihan fisik / jasmani, monitoring kadar glukosa darah, manajemen obat serta perawatan kaki.
(33)
DM Tipe 2 umumnya terjadi saat terjadinya perubahan pola gaya hidup dan perilaku (PERKENI, 2011). Salah satu modalitas yang dilakukan dalam penatalaksanaan DM adalah terapi nonfarmakologis, salah satunya yaitu perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal dengan terapi gizi medis (Soebardi & Yunir, 2009).
Penekanan tujuan terapi gizi medis pada DM Tipe 2 ditekankan pada pengendalian glukosa, lipid, dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori (pada pasien yang gemuk) biasanya memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan mempunyai potensi meningkatkan konrol metabolik jangka panjang (Sukarji, 2004). Pada pasien DM Tipe 2 perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurunan glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2011).
Berdasarkan Konsesus yang telah disusun oleh PERKENI (2011) terkait dengan manajemen diet DM Tipe 2 berikut dijelaskan
A.Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: 1. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan pada pasien DM. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga pasien DM dapat makan bersama dengan makanan keluarga yang lain. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
(34)
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted- Daily Intake). Jadwal makan yaitu tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari
2. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori, lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
3. Protein
Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
4. Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1
(35)
2400 mg. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
5. Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
6. Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI)
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan pasien DM. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
(36)
1. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut:
a. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi : Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
2. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2). Klasifikasi IMT menurut WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:RedefiningObesity and its Treatment : Berat badan kurang jika nilai IMT kurang dari 18,5, berat badan normal jika nilai IMT 18,5-22,9, berat badan lebih jika nilai IMT lebih besar atau sama dengan 23,0, berat badan lebih dengan resiko jika nilai IMT 23,0-24,9,berat badan obesitas I jika nilai IMT 25,0-29,9, berat badan obesitas II jika nilai IMT lebih dari 30.
C.Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1. Jenis Kelamin : kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
2. Umur : untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
(37)
diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
4. Berat Badan : bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Dengan sumber karbohidrat dikonsumsi 3-7 porsi/penukar sehari (tergantung status gizi), sumber vitamin dan mineral: sayuran 2-3 porsi/penukar, buah 2-4 porsi/penukar sehari, sumber protein: lauk hewani 3 porsi/penukar, lauk nabati 2-3 porsi/penukar sehari. Batasi konsumsi gula, lemak / minyak dan garam.
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk pasien DM Tipe 2 yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
2. Latihan Fisik / Jasmani
Latihan jasmani adalah bagian yang sangat penting dari rencana manajemen perawatan diri pasien DM. Latihan jasmani yang teratur telah menunjukkan peningkatan terhadap kontrol kadar glukosa darah, mengurangi faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular, berkontribusi dalam proses penurunan berat badan, dan meningkatkan kesejahteraan (ADA, 2012).
(38)
Masalah utama pada DM Tipe 2 adalah kurangnya reseptor terhadap insulin sehingga terjadi resisten insulin. Karena adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel. Kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin (insulin like effect). Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi, sehingga resisten insulin menghilang dan akan terjadi sensitivitas insulin yang akan mengakibatkan kebutuhan insulin pada pasien DM Tipe 2 akan berkurang (Ilyas, 2004). Respon ini hanya akan terjadi setiap melakukan latihan jasmani, sebab pengambilan glukosa oleh jaringan otot pada keadaan istirahat membutuhkan insulin, sedangkan pada otot aktif, walau terjadi peningkatan kebutuhan glukosa, tapi kadar insulin tidak meningkat oleh karena itu latihan jasmani bagi pasien DM Tipe 2 harus dilakukan terus menerus dan teratur (Soebardi & Yunir, 2009).
Prinsip latihan jasmani bagi pasien DM Tipe 2 adalah memenuhi prinsip frekuensi, intensitas, durasi, dan jenis latihan jasmani.
a. Frekuensi
Untuk mencapai hasil yang optimal, latihan jasmani sebaiknya dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali dalam seminggu (Soebardi & Yunir, 2009). Dari hasil penelitian latihan jasmani dalam mengontrol kadar glukosa darah akan berefek jika latihan jasmani dilakukan rata-rata 3 atau 4 kali dalam seminggu, selain itu sedikitnya dilakukan 3 kali dalam seminggu, dengan tidak boleh lebih dari dua hari berturut-turut tanpa latihan jasmani (ADA, 2012). b. Intensitas
(39)
Intensitas latihan jasmani dapat dinilai dari denyut nadi, dengan intensitas ringan-sedang 50-70% maximum heart rate (MHR) (ADA, 2012). Sedangkan menurut Soebardi dan Yunir (2009) intensitas ringan-sedang 60-70% MHR. MHR didapat dari rumus 220-umur. Setelah MHR didapat, maka dapat ditentukan Target Heart Rate (THR). Sebagai contoh intensitas yang diprogramkan bagi seorang pasien DM Tipe 2 dengan usia 50 tahun sebesar 60%, maka THR = 60% x (220-50)=102. Dengan demikian bila pasien ini ingin melakukan latihan jasmani denyut nadi harus mencapai 102 kali/menit (Ilyas, 2004).
c. Durasi
Durasi selama melakukan latihan jasmani yaitu 5-10 menit untuk pemanasan (Ilyas, 2004), sedangkan untuk latihan inti durasinya 30 – 60 menit (Ilyas, 2004). Sedangkan menurut ADA (2012) latihan jasmani akan efektif jika dilakukan rata-rata selama 49 menit.
d. Jenis latihan jasmani
Latihan jasmani sebaiknya melibatkan otot-otot besar, serta merupakan latihan jasmani yang disenangi. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah jenis latihan jasmani endurans (aerobik) yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jonging, berenang, dan bersepeda.
PERKENI (2011) menyatakan bahwa kegiatan atau aktivitas sehari-hari harus tetap dilakukan oleh seorang pasien DM Tipe 2. Adapun aktivitas sehari-hari yang harus tetap dilakukan yaitu : mengurangi atau menghindari aktivitas sedenter seperti menonton televisi, bermain game komputer, bermain internet;
(40)
mempersering aktivitas dengan mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas tinggi pada saat liburan, misalnya, bersepeda, golf, olah otot, jalan cepat dan olahraga; melakukan aktivitas harian yaitu kebiasaan hidup sehat, misalnya berjalan kaki ke pasar (tidak menaiki mobil), menaiki tangga (tidak menggunakan lift), jalan dari tempat parkir.
3. Monitoring Kadar Glukosa Darah
Monitoring kadar glukosa darah yang baik dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi kronik diabetes (Soewondo, 2004). Menurut Soewondo (2004) manfaat monitoring kadar glukosa darah yang dilakukan secara mandiri adalah : 1. Memberikan informasi kepada pasien mengenai keadaan kadar glukosa
darahnya dari hari ke hari yang memungkinkan pasien melakukan penyesuaian diet, pengobatan, pada saat sakit dan saat latihan jasmani
2. Memberikan informasi kepada dokter atau perawat mengenai keadaan kadar glukosa darah pasien, sehingga dapat mengevaluasi kondisi pasien dan dapat memberikan pendidikan kesehatan yang tepat.
3. Mendeteksi hipoglikemia : pemeriksaan kadar glukosa darah sendiri yang dilakukan oleh pasien dapat memastikan atau mencegah terjadinya hipoglikemia
Profil kadar glukosa darah pasien DM Tipe 2 cenderung lebih stabil dibandingkan pasien DM Tipe 1. Sehingga pada pasien DM Tipe 2 yang terkendali dengan perencanaan makan saja, cukup melakukan pemeriksaan kadar glukosa sendiri ketika akan berkonsultasi kembali dengan dokter. Sedangkan pada pasien DM
(41)
mempunyai resiko terjadinya hipoglikemik. Pemeriksaan kadar glukosa darah satu kali sehari sebelum sarapan pagi atau sebelum tidur sudah cukup. Namun, bila kadar glukosa darahnya lebih stabil, satu kali pemeriksaan sudah cukup (Soewondo, 2004).
4. Manajemen Obat
Manajemen diet dan latihan fisik / jasmani sebenarnya sudah sangat cukup efektif untuk dapat mengontrol keadaan metabolik pasien DM Tipe 2, akan tetapi kebanyakan dari pasien DM Tipe 2 kurang disiplin dalam mengikuti program manajemen diet dan latihan fisik yang telah dirancang oleh tenaga kesehatan, sehingga dokter harus memberikan pengobatan farmakologi untuk memperbaiki keadaan hiperglikemik pasien DM Tipe 2. Sehingga diperlukan manajemen obat bagi pasien DM Tipe 2 (PERKENI, 2011).
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid, peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion, penghambat glukoneogenesis (metformin), penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa, DPP-IV inhibitor (PERKENI, 2011).
Cara Pemberian OHO, terdiri dari: OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal. Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan, Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan, Metformin : sebelum /pada saat / sesudah
(42)
makan, Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama, Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan., DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
5. Perawatan Kaki
Perawatan kaki pada pasien DM Tipe 2 merupakan salah satu manajemen perawatan diri yang bertujuan untuk menghindari terjadinya ulkus diabetik yang dapat terjadi pada kaki. Hal yang menjadi penyebab seorang pasien dengan DM beresiko lebih tinggi mengalami masalah pada kaki yaitu sirkulasi darah kaki dari tungkai yang menurun, berkurangnya perasaan pada kedua kaki, dan berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi (Tambunan, 2004).
Perawatan kaki pada pasien DM merupakan sebagian upaya pencegahan primer yang bertujuan untuk mencegah terjadinya resiko ulkus diabetik. Untuk seluruh pasien dengan DM, pengkajian yang komprehensive pada kaki bertujuan untuk mengidentifikasi resiko terjadinya ulkus (ADA, 2012). Pengkajian kaki yang seharusnya dilakukan inspeksi, pengkajian tekanan nadi kaki, pengukuran kehilangin sensasi (10g monofilament) dan refleks tumit (ADA, 2012).
Perawatan kaki yang harus dilakukan pasien DM berdasarkan PERKENI (2011) dan Tambunan (2004) adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pemeriksaan kaki setiap hari, yang perlu dilihat adalah kulit retak, melepuh, luka, terkelupas, kemerahan dan perdarahan. Dapat menggunakan cermin untuk melihat bagian bawah kaki, atau bisa meminta bantuan orang lain untuk memeriksa.
(43)
2. Membersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih dan sabun mandi. Mengeringkan kaki dengan handuk bersih dan lembut, dan mengeringkan sela-sela jari setiap kali keluar dari kamar mandi.
3. Menjaga kaki dalam keadaan bersih dan tidak basah, serta menggunakan krim pelembab pada daerah kaki yang kering berfungsi untuk menjaga agar kulit tidak retak.
4. Menggunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, lalu kuku dikikir agar tidak terlalu tajam. Membersihkan kuku setiap hari dan menggunting kuku secara teratur. 5. Memakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak terjadi
luka, jika berada di luar rumah. Menggunakan sepatu atau sandal yang baik sesuai dengan ukuran dan nyaman digunakan, dengan ruang sepatu yang cukup untuk jari-jari. Menggunakan kaus kaki yang berasal dari bahan katun. 6. Memeriksa sepatu sebelum digunakan, apakah ada kerikil, benda-benda tajam
seperti jarum dan duri. Melepaskan sepatu setiap 4-6 jam serta menggerakkan pergelangan dan jari-jari kaki agar sirkulasi darah tetap baik terutama pada pemakaian sepatu baru.
7. Melakukan pemeriksaan kaki secara rutin ke dokter, dan yang paling utama segera memeriksakan kaki ke dokter jika terjadi luka.
2.3Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan diri (self care ) Penderita DM Tipe 2
Karena penderita DM Tipe 2 harus cukup mampu dan dapat dipercaya untuk melakukan perawatan diri mereka sendiri (Anderson, 1996; Moon & Baker, 2000;
(44)
Wang, 1997, Sousa&Zauszniewski, 2005) sehingga untuk melakukan perawatan diri mereka membutuhkan kekuatan yang bersumber dari kepribadian dan lingkungan seperti pengetahuan tentang DM, dukungan sosial, dukungan finansial, konsep diri atau kepercayaan pada kemampuan diri mereka sendiri untuk melakukan perawatan diri, dan kemampuan melakukan perawatan diri sendiri (Sousa & Zauszniewski, 2005). Maka hal inilah yang akan menjadi faktor-faktor yang akan mempengaruhi seseorang dengan DM Tipe 2 untuk melakukan manajemen perawatan diri secara mandiri. Ada berbagai konsep dan penelitian yang telah dilakukan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri penderita DM Tipe 2, diantaranya yaitu :
a. Toward a Theory of Diabetes Self Care Management
Teori Toward tentang manajemen perawatan diri DM ini dikemukan oleh Sousa dan Zauszniewski pada 2005. Toward a Theory dibangun berdasarkan konsep Teori Orem tentang Self Care dan berdasarkan pada Teori Bandura tentang teori self efficacy.
Berdasarkan kerangka konsep yang dibangun pada teori tersebut, faktor yang mempengaruhi perawatan diri pasien DM ada dua yaitu :
1. Faktor Personal
Faktor personal merupakan faktor yang berasal dari internal individu yang akan mempengaruhi individu dalam melakukan perawatan diri, kesehatan dan kesejahteraan individu (Sousa & Zauszniewski, 2005). Karakteristik individu ditentukan dari interaksinya dengan lingkungannya. Faktor lingkungan akan berkontribusi dalam perkembangan faktor personal (Orem, 1991, 1995,
(45)
Bandura, 1986, 1997). Ada tiga variabel sebagai faktor personal dalam model penelitian manajemen perawatan diri pasien DM yaitu :
a. Pengetahuan Tentang Diabetes
Pengetahuan tentang diabetes adalah pengetahuan yang dimiliki individu tentang penyakit, pengetahuan tentang diet diabetes, monitoring kadar glukosa darah, dan manajemen obat atau insulin. Pengetahuan tentang diabetes juga menunjukkan kepada alternatif yang akan dipilih individu untuk mengevaluasi diri mereka sendiri dan menentukan apa intervensi utama yang dibutuhkan ketika bertemu kebutuhan yang harus segera dipenuhi serta mencegah atau memperlambat terjadinya komplikasi dari penyakit (Sousa, & Zauszniewski, 2005). Pengkajian tentang pengetahuan diabetes merupakan aspek yang penting dalam pengkajian individu dengan DM (Firagerald et al, 1998, Sousa & Zauszniewski, 2005).
b. Self Care Agency
Orem (1991) mendefinisikan self care agency sebagai kemampuan individu untuk melakukan kegiatan perawatan diri ketika bertemu dengan kondisi untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri individu sendiri sebagai usaha promosi, pengaturan struktur, fungsi dan perkembangan individu (Sousa & Zauszniewski, 2005).
c. Self Efficacy
Self efficacy merupakan integrasi dari kemampuan sosial, kognitif, dan skill yang menjadi dasar bagi seseorang untuk melakukan suatu kegiatan (Bandura, 1986, Sousa & Zauszniewski, 2005). Self efficacy adalah didasarkan pada keyakinan individu terhadap kemampuannya melakukan
(46)
suatu bentuk perilaku yang spesifik dan berharap ada hasil yang positif dari perilaku yang ditampilkan (Bandura, 1986, 1987, Sousa & Zauszniewski, 2005). Self efficacy terdiri dari efficacy expectancy dan outcome expentancy. Efficacy expectancy adalah menunjukkan pada keyakinan dari kemampuan individu, sedangkan outcome expentancy menunjukkan kepada hasil dari perilaku yang telah dilakukan (Sousa & Zauszniewski, 2005)
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor eksternal yang berasal dari luar individu yang akan memengaruhi individu, faktor personal, kemampuan perawatan diri, kondisi sehat dan sejahtera (Sousa & Zauszniewski, 2005). Faktor lingkungan termasuk kondisi psikososial dan fisik yang akan mempengaruhi motivasi individu untuk memperoleh perilaku sesuai dengan hasil yang diinginkan (Orem, 1991, 1995, Sousa & Zauszniewski, 2005).
Dukungan Sosial
Dukungan sosial meliputi pada pertukaran sumber diantara dua individu dan yang termasuk pertukaran sumber itu adalah penetapan cinta, kepercayaan, empati, kepedulian, bantuan, nasehat, pelayanan yang nyata dan informasi (House, 1981, Shumaker & Brownell,1984, Sousa&Zauszniewski, 2005). Dukungan sosial akan memfasilitasi individu melakukan perawatan diri (Orem, 1995) dan mempengaruhi perkembangan self efficacy (Bandura,1997) (Sousa & Zauszniewski, 2005). Dukungan sosial berkontribusi untuk meningkatkan perawatan diri DM, mengontrol kadar glukosa darah, serta
(47)
dukungan sosial mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan (Sousa & Zauszniewski, 2005).
Toljamo dan Hentinen (2001) menyatakan bahwa dukungan sosial yang berasal dari dukungan keluarga dapat mendukung kepatuhan terhadap self care dan melalui kepatuhan terhadap self care akan membantu pasien untuk mengontrol keadaan metaboliknya menjadi lebih baik lagi.
Berdasarkan hasil penelitian Bai, Chiou, dan Chang (2009) menyatakan bahwa faktor yang paling penting untuk mempengaruhi self care pasien DM adalah dukungan sosial yang sesuai dengan pernyataan Tillotson dan Smith (1996) an Chiang (2003). Ketika individu didiagnosa dengan suatu penyakit kronik, salah satu dari invidu mungkin membutuhkan asisten yang peduli yang dapat berasal dari keluarga atau teman. Oleh karena itu, seorang perawat praktisi seharusnya memahami dan menyediakan dukungan sosial termasuk dari keluarga yang adekuat ketika memeberikan pengajaran dalam manajemen diabetes bagi pasien DM dengan demikian pasien akan memiliki kekuatan untuk mengontrol penyakit kroniknya (Sousa&Zauszniewski, 2005).
(48)
BAB III
KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian yang akan dibangun pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Medan Johor. Kerangka penelitian yang akan dikembangkan pada penelitian ini terdiri dari dua variabel : variabel independen yaitu faktor-faktor perawatan diri pasien DM Tipe 2 dan variabel dependen yaitu perawatan diri pasien DM Tipe 2.
Skema. 3 Kerangka Penelitian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Diri Pasien DM Tipe 2
3.2 Definisi Operasional
Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel independen yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe 2 dan variabel dependen yaitu perawatan diri pasien DM Tipe 2.
Faktor-faktor Perawatan Diri Pasien DM Tipe2
1. Lama Menderita 2. Komplikasi 3. Pengetahuan 4. Dukungan
Keluarga 5. Self -efficacy
Perawatan Diri Pasien DM Tipe 2
(49)
Tabel 2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian N
o
Variabel Defenisi Operasional
Alat Ukur Hasil Ukur Skala Variabel Independen : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Diri Penderita DM Tipe 2
Variabel independen :
Lima faktor yang mempengaruhi perawatan diri penderita DM Tipe2
Kuesioner
1 Lama menderita DM Tipe 2
Rentang waktu pasien menderita DM Tipe 2, dihitung semenjak pertama kali menderita Kuesioner lama menderita Lama DM yang dialami diukur dalam tahun Ratio
2 Komplikasi Keadaan yang merupakan
akibat dari penyakit dan pengobatan yang dijalani pasien DM Tipe 2
Kuesioner tentang penyakit lain yang diderita pasien Dikategorikan menjadi :
1.Ya : jika mengalami 0.Tidak : jika tidak
mengalami
Nominal
3 Pengetahuan Segala sesuatu dan segala informasi yang diketahui oleh pasien DM Tipe
2 tentang penyakit DM Tipe 2, pengelolaan
makan DM Tipe 2, monitoring kadar gula darah, latihan
fisik/olahraga DM Tipe 2, perawatan kaki, manajemen obat, yang akan akan menjadi dasar bagi pasien
Kuesione dari Diabetes Knowledge Qustionnaire yang terdiri dari sebelas pertanyaan dengan alternatif jawaban menggunakan multipel choice dengan nilai setiap pertanyaan Benar=1 Salah=0 Dikategorikan menjadi 1.Baik = 7-11 0.Kurang Baik =0-6
(50)
untuk tetap menjaga
perawatan dirinya 4 Dukungan
Keluarga
Dukungan yang akan diberikan keluarga kepada pasien DM Tipe
2 yang merupakan
sumber yang akan membantu pasien dalam pemberian
informasi, cinta, nasehat,
monitoring
perilaku, dan pasien menjadi percaya diri untuk
menghadapi penyakit DM Tipe 2 yang dideritanya yang terdiri dari empat dimensi yaitu dimensi emosional, dimensi penghargaan, dimensi instrumental, dan dimensi iformasi. Menggunakan kuesioner yang diadopsi dari Hensarling Diabetes Family Support Scale yang terdiri dari 14 pernyataan dengan alternatif jawaban menggunakan skla likert. Pernyataan Positif : Selalu : 4 Sering : 3 Jarang : 2 Tidak Pernah : 1
Pernyataan negatif : Selalu : 1 Sering : 2 Jarang : 3 Tidak Pernah : 4 Dikategorikan menjadi 1.Dukungan keluarga suportif = 36-56 0.Dukungan keluarga tidak suportif=14-35 Nominal
5 Self efficacy Keyakinan yang
dimiliki pasien DM Tipe 2 untuk
dapat dan mampu melakukan manajemen perawatan diri yaitu Kuesioner yang diadopsi dari Dibetes Management Self-Efficacy
Sacle yang
terdiri dari 13 pernyataan dengan Jumlah skor kumulatif jawaban pasien tentang self-efficacy. Dengan rentang nilai 0-130. Semakin Ratio
(51)
makan, pemeriksaan kadar gula darah, perawatan kaki, latihan fisik/olahraga, dan pengobatan yang teratur alternatif jawaban menggunakan skala likert Tidak mampu:0 Kadang mampu/ kadang tidak mampu : 5 Mampu
melakukan : 10
mengindikasi nilai self-efficacy yang lebih besar
Variabel Dependen : Perawatan Diri Pasien DM Tipe 2
Suatu usaha bagi pasien DM Tipe
2 untuk
memanejemen dan mengontrol status metabolik agar dalam rentang mendekati nilai normal serta mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut yang terdiri dari perawatan kaki,pengelolaan makan, pengaturan obat yang teratur, latihan fisik/olahraga, dan monitoring kadar gula darah.
Kuesioner yang diadopsi dari The Summary Of Diabetes Self Care Activities Measure (SDSA) yang terdiri dari 9 pertanyaan. Dengan penilaian dalam bentuk skala : Pertanyaan positif 0=0 1=1 2=2 3=3 4=4 5=5 6=6 7=7 Pertanyaan negatif 0=7 Jumlah skor kumulatif jawaban pasien tentang perawatan diri. Dengan nilai rentang 0-72. Semakin tinggi skor, maka semakin tinggi perawatan diri pasien. Ratio
(52)
2=5 3=4 4=3 5=2 6=1 7=0
3.3 Hipotesis
Hipotesis yang dibangun pada penelitian ini yaitu menolak hipotesis nol (Ho) dan menerima hipotesis alternatif (Ha).Hipotesis alternatifnya adalah ada hubungan antara faktor yang mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe 2 yaitu, lama menderita, komplikasi, pengetahuan, dukungan keluarga, dan self-efficacy dengan perawatan diri pasien DM Tipe 2. Sedangkan hipotesis nol (Ho) adalah tidak ada hubungan antara faktor yang mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe 2 yaitu lama menderita, komplikasi, pengetahuan, dukungan keluarga, dengan perawatan diri pasien DM Tipe 2.
(53)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian descriptive correlation study dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti melakukan pengukuran atau penelitian dalam satu waktu. Penelitian deskriptif korelasi memiliki arti bahwa peneliti fokus utamanya adalah untuk menjelaskan hubungan setiap variabel, tanpa memiliki kebutuhan untuk mencari penyebab dasar terjadinya hubungan tiap variabel (Loiselle, Mcgrath, Polit, Beck, 2004). Tujuan dari penelitian korelasi adalah untuk mengambarkan secara alami hubungan yang ada diantara variabel (Portney &Watkins, 1999).
4.2 Populasi dan Sampel a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian yang memiliki karakteristik tertentu (Sastroasmoro & Ismael, 2010; Yusra, 2010). Menurut Notoatmodjo (2010) populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien DM yang berkunjung di puskesmas Medan Johor Medan yaitu sebanyak 76 orang.
b. Sampel
Sampel adalah objek yang akan diteliti yang dianggap akan mewakili keseluruhan populasi (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling dengan jenis accidental sampling.
(54)
Pengambilan sampel dengan teknik accidental sampling, tetap menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : a. Responden yang didiagnosa DM Tipe 2
b. Responden dapat berkomunikasi verbal dengan baik c. Mampu berbahasa Indonesia
d. Usia > 30 tahun
Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien DM Tipe 2 yang mengalami masalah kesehatan yang mendadak seprerti pusing, letih, dan lemah dan masalah lain yang tidak memungkinkan untuk menjadi responden.
Peneliti menentukan besar sampel dengan menggunakan rumus perkiraan besar sampel dengan menggunakan rumus Slovin,yaitu :
�= � �.�2+ 1 �= 76
76. (0.1)2+ 1 � = 43 � = 43 + 10% � 43
� = 48
Dimana : n= ukuran sampel N = ukuran populasi d=derajat ketepatan (0.1)
(55)
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di puskesmas yang ada di Kecamatan Medan Johor. Waktu penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai bulan Juli 2013.
4.4 Pertimbangan Etik Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memperhatikan prinsip-prinsip dasar etika penelitian yang meliputi autonomy, beneficence, maleficience, anonimity, dan justice (Polit & Back, 2008, Yusra, 2010). Pertimbangan etik terkait penelitian ini dilakukan melalui perizinan dari institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Prinsip autonomy adalah peneliti memberikan kebebasan bagi calon responden menentukan keputusan sendiri apakah bersedia ikut dalam penelitian atau tidak, tanpa ada paksaan atau pengaruh dari peneliti. Prinsip beneficence adalah bahwa penelitian yang dilakukan haruslah mempunyai keuntungan baik bagi peneliti maupun bagi responden penelitian. Prinsip Malaficence bahwa penelitian ini menggunakan prosedur yang tidak menimbulkan bahaya bagi responden. Prinsip Anonimity bahwa peneliti tidak mencantumkan nama responden dan hanya menuliskan kode atau inisial nama responden pada lembar pengumpulan data. Prinsip Justice bahwa peneliti tidak akan melakukan diskriminasi saat memilih responden penelitian. Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan.
4.5 Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang disebut juga sebagai instrument, maka pada penelitian ini instrument yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner yang
(56)
digunakan terdiri lima kuesioner yaitu kuesioner demografi responden, kuesioner pengetahuan tentang DM,kuesioner dukungan keluarga, kuesioner self-efficacy dan kuesioner perawatan DM Tipe 2.
a. Kuesioner Demografi Responden
Kuesioner demografi responden terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan per bulan, status, lama menderita DM dan komplikasi DM.
b. Kuesioner Dukungan Keluarga
Kuesioner dukungan keluarga diadopsi dari Hensarling Diabetes Family Support Scale (HDFSS) yang dikembangkan oleh Hensarling (2009) dan telah dipergunakan oleh Yusra (2010). HDFSS terdiri dari 29 pernyataan, akan tetapi pada penelitian ini peneliti akan memodifikasi instrument ini menjadi 15 pernyataan mencakup dimensi emosional terdiri dari 4 item (pernyataan 4, 5, 10, 14) , dimensi penghargaan 4 item (pernyataan nomor 6, 8, 9, 11), dimensi instrumental 4 item (pernyataan nomor 7, 12, 13, 15 ) dan dimensi informasi 3 item (pertanyaan nomor 1, 2, 3). Jumlah total pernyataan dukungan keluarga adalah 15 item dengan alternatif jawaban menggunakan skala Likert yaitu : Pernyataan positif (nomor 1,2,3,4,5,6,7,8,9,11,12,13,15): Selalu : 4, Sering : 3, Jarang : 2, Tidak pernah : 1
Peryataan negatif (nomor 10 dan 14) : Selalu : 1, Sering : 2, Jarang : 3, Tidak pernah :4
Nilai validitas instrument ini adalah 0.5 dan nilai reliabilitasnya dengan Alpha
(57)
yang telah melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap 30 responden dengan hasil uji validitas (nilai r 0.395-0.856) dan nilai reliabelnya (Alpha Cronbach 0.940).
c. Kuesioner Pengetahuan DM
Kuesioner pengetahuan DM diadopsi dari Diabetes Knowledge Test yang dikembangkan oleh Fitzgerald, J.T., Andersaon, R.M., Funnell, M.M., Hiss, R.G., Hess, G.E., Davis, W.K., Barr, P.A., (1998). Peneliti menggunakan 15 pertanyaan dari penelitian ini. Hasil ukur pada kuesioner ini dengan menggunakan pilihan jawaban a, b, c, dan d. Hasil ukur pada penelitian ini menggunakan skoring, dengan jawaban benar =1 dan jawaban salah =0. Kuesioner ini telah diuji reliabilitasnya di kota Michigan dengan hasil uji reliabilitasnya pada pengetahuan DM secara umum dengan Alpha Cronbach adalah 0.71.
d. Kuesioner Self-efficacy
Kuesioner self-efficacy diadopsi dari Diabetes Management Self-efficacy Scale yang dikembangkan oleh McDowell,J., Courtney, M., Edwards, H., & Shortridge-Baggett, L., (2004). Peneliti menggunakan 15 pernyataan dari penelitian ini. Kuseioner menggunakan skala likert yaitu Tidak Mampu : 0, Kadang Mampu/Kadang Tidak Mampu : 5, Mampu Melakukan : 10. Nilai reliabilitas kuesioner ini adalah Alpha Crobach 0.91.
e. Kuesioner Perawatan Diri
(58)
Glasgow (2000). Kuesioner SDSCA terdiri dari 25 pertanyaan tetapi peneliti memodifikasi dengan mengurangi jumlah pertanyaan menjadi 15 pertanyaan mencakup subvariabel diet terdiri dari 5 pertanyaan (pertanyaan 1, 2, 3, 4, 5) subvariabel latihan fisik (pertanyaan 6, 7), subvariabel memonitoring kadar glukosa darah (pertanyaan 8), subvariabel perawatan kaki (pertanyaan 9, 10, 11, 12, 13), pengobatan (14). Hasil ukur pada kuseioner ini menggunakan skala skoring yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 yaitu :
Pertanyaan positif (1,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13) diberi nilai : 0=0, 1-1, 2=2, 3=3, 4=4, 5=5, 6=6, 7=7
Pertanyaan negatif (2,14,15) diberi nilai : 0=7, 1=6, 2= 5, 3=4, 4=3, 5=2, 6=1, 7=0
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument Penelitian
Instrument dukungan keluarga, pengetahuan, dan perawatan diri terlebih dahulu dilakukan uji validitas isi yang dilakukan oleh salah seorang dosen di Fakultas Keperawatan USU. Setelah melakukan validitas isi, instrument pengetahuan dengan dua pertanyaan yaitu nomor 2 dan 9 dikeluarkan, begitu juga dengan instrument perawatan diri, ada lima pertanyaan yang dikuarkan yaitu pertanyaan 7, 11, 12, 13 dan 14 dari instrument. Selain itu validitas instrument juga diuji dengan teknik korelasi Pearson product moment yaitu melihat nilai korelasi antara skor masing-masing variabel dengan skor totalnya.
Sedangkan reliabilitas instrument diuji dengan menggunakan Alpha Cronbach, dengan nilai reliabelnya 0.6-0799 (tinggi) dan 0.8-1.00 (sangat tinggi) (Suliyanto,
(59)
2009). Uji coba instrument dilakukan pada responden sebanyak 20 orang (Notoatmodjo, 2006).
Hasil uji validitas dan reliabilitas instrument pengetahuan, pada instrument ini ada 2 variabel yang tidak valid yaitu nomor 8 dan 10. Kedua pertanyaan ini dikeuarkan dari instrument, sehingga pernyataan yang valid dan relib sebanyak 11 dengan nilai validitas (r =0.42-0.768) dan nilai reliabelnya (alfha cronbach 0.642).
Hasil uji validitas dan reliabilitas instrument dukungan keluarga, pada instrument ini satu variabel yang tidak valid yaitu pernyataan 11. Satu pernyataan ini dikeluarkan dari instrument, sehingga pernyataan yang valid dan relib adalah 14 pernyataan dengan nilai validitas (r=0.4-0.772) dan nilai reliabelnya (alfha cronbach 0.83)
Hasil uji validitas dan reliabilitas instrument self-efficacy, pada instrument ini ada 2 variabel yang tidak valid yaitu pernyataan 1 dan 3. Kedua pernyataan ini dikeluarkan dari instrument. sehingga pernyataan yang valid dan relib sebanyak 13 dengan nilai validitas (r =0.387-0.894) dan nilai reliabelnya (alfha cronbach 0.748)
Hasil uji validitas dan reliabilitas instrument perawatan diri, pada instrument ini ada 1 variabel yang tidak valid yaitu pertanyaan 10. Satu pertanyaan ini dikeluarkan dari instrument. Sehingga pernyataan yang valid dan relib sebanyak 9 dengan nilai validitas (r =0.414-0.825) dan nilai reliabelnya (alfha cronbach 0.661)
(60)
4.7 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal peneliti mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara). Kemudian surat permohonan izin akan disampaikan ke Dinas Kesehatan. Setelah mendapat surat izin untuk melakukan penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan, surat permohonan diberikan kepada kepala Puskesmas Medan Johor. Setelah mendapatkan izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Kemudian peneliti mendapatkan jumlah populasi dan alamat dari masing-masing samapel. Peneliti mengunjungi alamat sampel dan melakukan penelitian di masing-masing rumah sampel.
Setelah mendapatkan responden, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada responden mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian. Jika responden bersedia diteliti tetapi tidak mampu untuk membaca sendiri pertanyaan dalam kuesioner, maka pengumpulan data dilakukan secara lisan. Pegumpulan data secara lisan dilakukan peneliti dengan cara menanyakan satu-persatu setiap pernyataan dan pertanyaan kuesioner, dengan waktu setiap pengumpulan kuesioner 30-60 menit. Setelah semua data terkumpul, maka data dianalisa.
4.8 Analisa Data
Setelah semua data telah terkumpul, sebelum data yang terkumpul dianalisa maka dilakukan terlebih dahulu pengolahan data. Pengolahan data yang dilakukan antara lain : editing, editing data dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data dan ketepatan data. Dilakukan dengan mengkoreksi data yang diperoleh meliputi
(61)
pengisian, kelengkapan, dan kecocokan data yang dihasilkan. Setelah itu dilakukan coding yaitu memberi kode atau simbol tertentu untuk setiap jawaban. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penulis dalam melakukan tabulasi dan analisa data.
Pada penelitian ini, setelah semua data lengkap, maka data diberi kode sesuai dengan yang telah dijelaskan dalam defini operasional. Kemudian dilakukan entry
data yaitu suatu proses memasukkan data ke dalam paket program komputer
untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan paket komputer yang sesuai. Dan yang terakhir dilakukan cleaning, data yang telah dientry dilakukan pembersihan terlebih dahulu, agar seluruh data terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan analisisi. Setelah semua pengolahan data selesai, data disimpan lalu siap untuk dianalisa
4.8.1 Analisa Univariat
Analisa univariat menggunakan analisa desktiptif, yaitu analisa yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel penelitian. Analisa data kategorik (jenis kelamin, komplikasi, tingkat pendidikan, dukungan keluarga, pengetahuan) dijelaskan dalam hasil presentasi dan ditampilkan menggunakan tabel. Sedangkan untuk analisa data numerik (usia,lama menderita, penghasilan, perawatan diri) dianalisa dengan mean, median, standar deviasi, minimal dan maksimal dengan 95% confident interval. Sebelum melakukan analisa bivariat, maka dilakukan uji kenormalitasan pada data numerik. Data umur dan dukungan keluarga terdistribusi normal, sedangkan data tingkat penghasilan, lama
(62)
menderita, komplikasi, pengetahuan, self-efficacy, dan perawatan diri tidak terdistribusi normal.
4.8.2 Analisa Bivariat
Analisa data bivariat bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara dua variabel yang diteliti (Hastono, 2007, Yusra, 2010). Uji statistik untuk analisa bivariat penelitian ini disajikan melalui tabel berikut
Tabel 4.1 Analisa Uji Bivariat
Variabel Independen Variabel Dependen Uji Statistik Lama Menderita Perawatan Diri Korelasi Spearman
Komplikasi Perawatan Diri Korelasi Spearman Dukungan keluarga Perawatan Diri Korelasi Spearman Pengetahuan DM Perawatan Diri Korelasi Spearman
Self efficacy Perawaatan Diri Korelasi spearman
4.8.3 Analisa Multivariat
Analisis multivariat dalam penelitian menggunakan uji regresi linier ganda. Uji ini digunakan untuk mencari besar pengaruh atau mengetahui hubungan dua variabel independen atau lebih dengan satu variabel dependen (Hidayat, 2009). Analisis multivariat yang digunakan adalah uji regresi linier ganda (uji korelasi ganda) karena variabel dependen penelitian ini berskala numerik. Tahapan pada uji ini meliputi seleksi kandidat dan pemodelan multivariat sebagaimana yang dijelaskan Yusra (2010) sebagi berikut :
a. Seleksi Kandidat
Variabel kandidat dimasukkan ke dalam pemodelan multivariat jika hasil uji bivariat mempunyai nilai p value < 0.25 atau secara subtansi dianggap penting
(63)
b. Pemodelan Multivariat
Pada seleksi kandidat bila didapatkan p value < 0.25 maka variabel dapat masuk dalam pemodelan multivariat. Selanjutnya untuk mendapatkan pemodelan multivariat dilakukan dengan cara memasukkan variabel utama, kemudian memasukkan variabel yang lainnya satu persatu kedalam model. Variabel yang memiliki p value < 0.05 dan perubahan nilai koefisien sebelum dan sesudah variabel dimasukkan > 10% maka variabel tersebut dipertahankan dalam pemodelan. Sebaliknya variabel yang memiliki nilai p value > 0.05 dan perubahan nilai koefisien sebelum dan sesudah variabel dimasukkan < 10%, maka variabel tersebut dikeluarkan dari model.
(64)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian akan menguraikan tentang hasil penelitian analisa faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri pasien DM Tipe2 di Puskesmas Medan Johor. Penelitian dilakukan dari bulan Mei hingga Juli 2013 dengan jumlah responden sebanyak 50 orang pasien DM Tipe 2 yang diperoleh dari Puskesmas Medan Johor. Hasil penelitian berupa analisa univariat, bivariat, dan multivariat.
5.1.1 Analisa Univariat
Hasil analisa univariat menggambarkan distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi responden (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan), komplikasi DM, lama menderita DM, pengetahuan tentang DM, dukungan keluarga, self-efficacy, dan perawatan diri. Dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.1 Distribusi Responden berdasarkan Umur, Penghasilan, Lama Menderita DM (n =50)
Variabel Mean Median SD Min-Max 95% CI Umur(tahun) 59.78 61 9.1 42-90 57.17-62.39 Penghasilan(juta) 1.07 5 1.73 0-6 0.682-1.46 Lama (tahun) 5.8 4 5.85 0.25-27 4.2-7.5
Hasil analisis pada tabel 5.1 didapatkan bahwa rata-rata umur responden adalah 59.78 tahun. Umur termuda adalah 42 tahun dan tertua adalah 90 tahun. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa rata-rata umur pasien DM adalah 57.17- 62.39 tahun.
(65)
Selanjutnya rata-rata penghasilan responden adalah 1.07 juta rupiah. Penghasilan terendah adalah 0 rupiah dan tertinggi adalah 6 juta rupiah. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa rata-rata penghasilan responden 682.000-1.460.000.
Selanjutnya rata-rata lama menderita DM Tipe 2 adalah 5.8 tahun. Lama menderita tersingkat adalah 0.25 tahun (3 bulan) dan terpanjang adalah 27 tahun. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa rata-rata lama menderita DM Tipe 2 adalah 4.2-7.5 tahun.
Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Komplikasi DM, dan Status Pernikahan (n=50)
Variabel Kategori Jumlah Presentasi (%)
Jenis Kelamin Laki-laki 17 34
Perempuan 33 66
Tingkat Pendidikan Pendidikan Rendah 24 48
Pendidikan Tinggi 26 52
Komplikasi Ada Komplikasi 30 60
Tidak ada komplikasi 20 40
Status Pernikahan Menikah 49 98
Tidak menikah 1 2
Pada tabel 5.2 menggambarkan bahwa sebagian besar responden adalah perempuan (66%), dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah pendidikan tinggi (52%) yaitu SMA dan perguruan tinggi, sisanya adalah pendidikan rendah (48%) yaitu tidak sekolah, SD, dan SMP. Sebagian besar responden ada mengalami komplikasi DM (60%), antara lain hipertensi, luka pada kaki, artritis reumatoid, TB paru, stroke, dan masalah jantung. Sebagian besar status pernikahan responden adalah menikah (98%).
(66)
Tabel 5.3 Hasil Analisis Dukungan Keluarga dan Pengetahuan Pasien DM Tipe2 (n=50)
Variabel Kategori Jumlah Presentasi (%)
Dukungan Suportif 30 60
Keluarga Tidak Suportif 20 40
Pengetahuan Baik 35 30
Kurang baik 15 70 Pada tabel 5.3 menggambarkan bahwa sebagian besar dukungan keluarga kepada responden adalah dukungan keluarga suportif (60%). Begitu juga pada analisa pengetahuan, sebagian besar responden tahu (70%) tentang pengetahuan perawatan diri pasien DM Tipe2.
Tabel 5.4 Hasil Analisis Self Efficacy dan Perawatan Diri Pasien DM Tipe2 (n=50)
Variabel Mean Median SD Min-Max 95% CI
Self efficacy 97 100 9.1 25-130 90.68-103.32
Perawatan Diri 39.16 41 9.8 8-55 36.37-41.95 Pada tabel 5.4 menggambarkan bahwa nilai rata-rata self-efficacy responden adalah 97. Nilai self-efficacy terendah adalah 25 dan tertinggi adalah 130. Berdasarkan hasil estimasi interval dapat sisimpulkan bahwa nilai rata-rata
self-efficacy adalah 90.68-103.32 dan hal ini menunjukkan bahwa pasien DM Tipe2
memiliki nilai self-efficacy yang tinggi.
Rata-rata nilai perawatan diri responden adalah 39.16. Nilai perawatan diri terendah adalah 8 dan tertinggi adalah 55. Berdasarkan hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata perawatan diri responden adalah 36.37-41.95.
(67)
5.1.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat pada penelitian ini menggunakan koefisien korelasi Spearman . Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen.
1. Hubungan Lama Menderita dengan nilai Perawatan Diri Responden
Hasil analisis hubungan antara lama menderita dengan perawatan diri ditampilkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 5.5 Hasil Analisis Korelasi Lama Menderita dengan Perawatan Diri Pasien DM Tipe2 (n=50)
Variabel r P value
Lama Menderita -0.041 0.776
Analisis hubungan antara lama menderita dengan perawatan diri responden menunjukkan pola negatif, artinya bahwa semakin lama menderita DM makan akan semakin menurun perawatan diri responden. Hubungan tersebut lemah (-0.041). Hasil uji statistik lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama menderita dengan nilai perawatan diri responden (P value 0.776 > 0.05, maka Ho gagal ditolak).
2. Hubungan antara komplikasi DM dengan Perawatan Diri Pasien DM Tipe2 Hasil analisis bivariat antara komplikasi dengan perawatan diri responden ditampilkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 5.6 Hasil Analisis Komplikasi DM dan Perawatan Diri Pasien DM Tipe2 (n=50)
(68)
Analisis hubungan antara komplikasi DM dengan perawatan diri responden menunjukkan pola korelasi positif, bahwa ada komplikasi atau tidak ada komplikasi memberikan nilai perawatan diri responden DM Tipe2 yang sama , akan tetapi hubungannya lemah (0.164). Hasil uji statistik lebih lanjut disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara komplikasi DM dengan perawatan diri responden (p value 0.254 > 0.05, maka Ho gagal ditolak).
3. Hubungan antara pengetahuan DM dengan Perawatan Diri Pasien DM Tipe2 Hasil analisis bivariat antara pengetahuan dengan perawatan diri responden ditampilkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 5.7 Hasil Analisis Pengetahuan DM dan Perawatan Diri Pasien DM Tipe2 (n=50)
Variabel r Pvalue
Pengetahuan DM 0.15 0.299
Analisis hubungan antara pengetahuan DM dengan perawatan diri responden menunjukkan pola korelasi positif, bahwa responden dengan pengetahuan yang baik dan kurang baik memberikan nilai perawatan diri responden DM Tipe2 yang sama, akan tetapi hubungannya lemah (0.15). Hasil uji statistik lebih lanjut disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan DM dengan perawatan diri responden (p value 0.299 > 0.05, maka Ho gagal ditolak).
4. Hubungan antara dukungan keluarga dengan Perawatan Diri Pasien DM Tipe2 Hasil analisis bivariat antara dukungan dengan perawatan diri responden ditampilkan dalam tabel berikut ini :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Lampiran 7
RIWAYAT HIDUP
Nama : Annisah Sepwika Sari
NIM : 091101014
Tempat/Tanggal Lahir :Padangsidimpuan / 9 September 1990
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sisingamangaraja Gg. Musyawarah No 78
Riwayat Pendidikan
1. 1996-1997 : Tk. Indra Murni Padangsidimpuan
2. !997-2003 : SD Negeri 1 Padangsidimpuan
3. 2003-2006 : SMP Negeri 5 Padangsidimpuan
4. 2006-2009 : SMA Negeri 3Padangsidimpuan
(6)