Pengertian Perawatan Diri Perawatan Diri DM Tipe 2

arteiola retina sehingga mengakibatkan retino diabetik dan menyerang syaraf- syaraf perifer sehingga mengakibatkan neurpati diabetik. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologi arteriokleroasis. Gangguan ini disebbakan oleh insufisiensi insulin. Makroangiopati diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika mengenai arteri-arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler dan perifer dan gangren pada ekstremitas, serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika mengenai arteri koronaria dan aorta maka dapat menyebabkan angina dan infark miokard.

2.2 Perawatan Diri DM Tipe 2 Self care DM Tipe 2

2.2.1 Pengertian Perawatan Diri

Berdasarkan Teori Keperawatan Self Care yang dikemukan oleh Dorothea Elizabeth Oerm bahwa perawatan diri adalah kemampua pasien dalam melakukan kegiatan perawatan diri untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan Asmadi, 2008. Teori orem bertujuan untuk memandirikan pasien agar pasien dapat melakukan perawatan dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhannya Potter Perry, 2009. Pada penderita DM akan trejadi self care defisit atau penurunan perawatan diri akibat penyakit DM yang diderita Kozier, 2011.

2.2.2 Perawatan Diri DM Tipe 2

Manajemen perawatan diri merupakan modal perawatan yang paling tepat untuk seseorang yang menderita penyakit kronik SousaZauszniewski, 2005. Perawatan diri pada pasien DM merupakan sesuatu yang sangat penting sebab berperan sebagai pengontrol penyakit Sigurdardottir, 2004. Tujuan utama perawatan diri DM adalah mengontrol status metabolik yang baik, meminimalkan Universitas Sumatera Utara komplikasi akibat DM dan untuk mencapai kualitas hidup yang baik Krans et al, 1992, Toljamo Hentinen, 2001. Menurut Sigurdardottir 2005 pewaratan diri pada pasien DM terfokus pada empat aspek yaitu memonitoring kada glukosa darah, variasi nutrisi yang dikonsumsi setiap hari, pengaturan insulin, serta latihan fisik secara regular. Sedangkan Mc Collum et al 2005 menyatakana bahwa pasien DM harus memanajemen diet, latihan, obat DM, memonitoring glukosa dan rutin mengunjungi pelayanana kesehatan profesional Bai, Chiou, Chang, 2009. Pengontrolan yang efektif dari DM Tipe 2 yang merupakan penyakit kronik utama adalah tergantung pada perilaku perawatan diri yaitu pengaturan diet, latihan fisik, monitoring kadar glukosa, dan manjemen obat. Agurs-Collins, Kumanyika, Have, Adams- Campbell, 1997; Ohkubo etal., 1995; The Diabetes Control and Complicatonn Trial Research Group |DCCT], 1993; The United Kingdom Prospective Diabetes Study |UKPDS], 1998; Sousa Zauszniewski, 2005. Sedangkan menurut Gumbs 2012 manajemen perawatan diri pasien DM terdiri dari pendidikan manajemen perawatan diri, mengunjungi pelayanan kesehatan, pengukuran nilai HbA1c oleh tenaga kesehatan, pemeriksaan mata, pemeriksaan kaki, pengaturan diet, manajemen latihan , dan memonitoring kadar glukosa sendiri. Maka dapat disimpulkan bahwa self care pasien DM Tipe 2 terdiri dari : manajemen diet, latihan fisik jasmani, monitoring kadar glukosa darah, manajemen obat serta perawatan kaki. 1. Manajemen Diet Universitas Sumatera Utara DM Tipe 2 umumnya terjadi saat terjadinya perubahan pola gaya hidup dan perilaku PERKENI, 2011. Salah satu modalitas yang dilakukan dalam penatalaksanaan DM adalah terapi nonfarmakologis, salah satunya yaitu perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal dengan terapi gizi medis Soebardi Yunir, 2009. Penekanan tujuan terapi gizi medis pada DM Tipe 2 ditekankan pada pengendalian glukosa, lipid, dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori pada pasien yang gemuk biasanya memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan mempunyai potensi meningkatkan konrol metabolik jangka panjang Sukarji, 2004. Pada pasien DM Tipe 2 perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurunan glukosa darah atau insulin PERKENI, 2011. Berdasarkan Konsesus yang telah disusun oleh PERKENI 2011 terkait dengan manajemen diet DM Tipe 2 berikut dijelaskan A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: 1. Karbohidrat Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65 total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total 130 ghari tidak dianjurkan pada pasien DM. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga pasien DM dapat makan bersama dengan makanan keluarga yang lain. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5 total asupan energi. Universitas Sumatera Utara Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian Accepted- Daily Intake. Jadwal makan yaitu tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari 2. Lemak Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25 kebutuhan kalori, tidak diperkenankan melebihi 30 total asupan energi. Lemak jenuh 7 kebutuhan kalori, lemak tidak jenuh ganda 10 , selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh whole milk. Anjuran konsumsi kolesterol 200 mghari. 3. Protein Dibutuhkan sebesar 10 – 20 total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah seafood ikan, udang, cumi,dll, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 gKgBB perhari atau 10 dari kebutuhan energi dan 65 hendaknya bernilai biologik tinggi. 4. Natrium Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram 1 sendok teh garam dapur. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai Universitas Sumatera Utara 2400 mg. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit. 5. Serat Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 ghari. 6. Pemanis alternatif Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman Accepted Daily Intake ADI B. Kebutuhan kalori Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan pasien DM. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalorikg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 1. Perhitungan berat badan Ideal BBI dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut: a. Berat badan ideal = 90 x TB dalam cm - 100 x 1 kg. b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi : Berat badan ideal BBI = TB dalam cm - 100 x 1 kg. 2. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh IMT.Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BBkg TBm2. Klasifikasi IMT menurut WHO WPRIASOIOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:RedefiningObesity and its Treatment : Berat badan kurang jika nilai IMT kurang dari 18,5, berat badan normal jika nilai IMT 18,5-22,9, berat badan lebih jika nilai IMT lebih besar atau sama dengan 23,0, berat badan lebih dengan resiko jika nilai IMT 23,0-24,9,berat badan obesitas I jika nilai IMT 25,0-29,9, berat badan obesitas II jika nilai IMT lebih dari 30. C. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : 1. Jenis Kelamin : kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kalkg BB dan untuk pria sebesar 30 kal kg BB. 2. Umur : untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10 untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20, di atas usia 70 tahun. 3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan : kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10 dari kebutuhan basal Universitas Sumatera Utara diberikan pada kedaaan istirahat, 20 pada pasien dengan aktivitas ringan, 30 dengan aktivitas sedang, dan 50 dengan aktivitas sangat berat. 4. Berat Badan : bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30 tergantung kepada tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30 sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20, siang 30, dan sore 25, serta 2-3 porsi makanan ringan 10-15 di antaranya. Dengan sumber karbohidrat dikonsumsi 3-7 porsipenukar sehari tergantung status gizi, sumber vitamin dan mineral: sayuran 2-3 porsipenukar, buah 2-4 porsipenukar sehari, sumber protein: lauk hewani 3 porsipenukar, lauk nabati 2-3 porsipenukar sehari. Batasi konsumsi gula, lemak minyak dan garam. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk pasien DM Tipe 2 yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. 2. Latihan Fisik Jasmani Latihan jasmani adalah bagian yang sangat penting dari rencana manajemen perawatan diri pasien DM. Latihan jasmani yang teratur telah menunjukkan peningkatan terhadap kontrol kadar glukosa darah, mengurangi faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular, berkontribusi dalam proses penurunan berat badan, dan meningkatkan kesejahteraan ADA, 2012. Universitas Sumatera Utara Masalah utama pada DM Tipe 2 adalah kurangnya reseptor terhadap insulin sehingga terjadi resisten insulin. Karena adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel. Kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin insulin like effect. Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi, sehingga resisten insulin menghilang dan akan terjadi sensitivitas insulin yang akan mengakibatkan kebutuhan insulin pada pasien DM Tipe 2 akan berkurang Ilyas, 2004. Respon ini hanya akan terjadi setiap melakukan latihan jasmani, sebab pengambilan glukosa oleh jaringan otot pada keadaan istirahat membutuhkan insulin, sedangkan pada otot aktif, walau terjadi peningkatan kebutuhan glukosa, tapi kadar insulin tidak meningkat oleh karena itu latihan jasmani bagi pasien DM Tipe 2 harus dilakukan terus menerus dan teratur Soebardi Yunir, 2009. Prinsip latihan jasmani bagi pasien DM Tipe 2 adalah memenuhi prinsip frekuensi, intensitas, durasi, dan jenis latihan jasmani. a. Frekuensi Untuk mencapai hasil yang optimal, latihan jasmani sebaiknya dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali dalam seminggu Soebardi Yunir, 2009. Dari hasil penelitian latihan jasmani dalam mengontrol kadar glukosa darah akan berefek jika latihan jasmani dilakukan rata-rata 3 atau 4 kali dalam seminggu, selain itu sedikitnya dilakukan 3 kali dalam seminggu, dengan tidak boleh lebih dari dua hari berturut-turut tanpa latihan jasmani ADA, 2012. b. Intensitas Universitas Sumatera Utara Intensitas latihan jasmani dapat dinilai dari denyut nadi, dengan intensitas ringan-sedang 50-70 maximum heart rate MHR ADA, 2012. Sedangkan menurut Soebardi dan Yunir 2009 intensitas ringan-sedang 60-70 MHR. MHR didapat dari rumus 220-umur. Setelah MHR didapat, maka dapat ditentukan Target Heart Rate THR. Sebagai contoh intensitas yang diprogramkan bagi seorang pasien DM Tipe 2 dengan usia 50 tahun sebesar 60, maka THR = 60 x 220-50=102. Dengan demikian bila pasien ini ingin melakukan latihan jasmani denyut nadi harus mencapai 102 kalimenit Ilyas, 2004. c. Durasi Durasi selama melakukan latihan jasmani yaitu 5-10 menit untuk pemanasan Ilyas, 2004, sedangkan untuk latihan inti durasinya 30 – 60 menit Ilyas, 2004. Sedangkan menurut ADA 2012 latihan jasmani akan efektif jika dilakukan rata-rata selama 49 menit. d. Jenis latihan jasmani Latihan jasmani sebaiknya melibatkan otot-otot besar, serta merupakan latihan jasmani yang disenangi. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah jenis latihan jasmani endurans aerobik yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jonging, berenang, dan bersepeda. PERKENI 2011 menyatakan bahwa kegiatan atau aktivitas sehari-hari harus tetap dilakukan oleh seorang pasien DM Tipe 2. Adapun aktivitas sehari-hari yang harus tetap dilakukan yaitu : mengurangi atau menghindari aktivitas sedenter seperti menonton televisi, bermain game komputer, bermain internet; Universitas Sumatera Utara mempersering aktivitas dengan mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas tinggi pada saat liburan, misalnya, bersepeda, golf, olah otot, jalan cepat dan olahraga; melakukan aktivitas harian yaitu kebiasaan hidup sehat, misalnya berjalan kaki ke pasar tidak menaiki mobil, menaiki tangga tidak menggunakan lift, jalan dari tempat parkir. 3. Monitoring Kadar Glukosa Darah Monitoring kadar glukosa darah yang baik dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi kronik diabetes Soewondo, 2004. Menurut Soewondo 2004 manfaat monitoring kadar glukosa darah yang dilakukan secara mandiri adalah : 1. Memberikan informasi kepada pasien mengenai keadaan kadar glukosa darahnya dari hari ke hari yang memungkinkan pasien melakukan penyesuaian diet, pengobatan, pada saat sakit dan saat latihan jasmani 2. Memberikan informasi kepada dokter atau perawat mengenai keadaan kadar glukosa darah pasien, sehingga dapat mengevaluasi kondisi pasien dan dapat memberikan pendidikan kesehatan yang tepat. 3. Mendeteksi hipoglikemia : pemeriksaan kadar glukosa darah sendiri yang dilakukan oleh pasien dapat memastikan atau mencegah terjadinya hipoglikemia Profil kadar glukosa darah pasien DM Tipe 2 cenderung lebih stabil dibandingkan pasien DM Tipe 1. Sehingga pada pasien DM Tipe 2 yang terkendali dengan perencanaan makan saja, cukup melakukan pemeriksaan kadar glukosa sendiri ketika akan berkonsultasi kembali dengan dokter. Sedangkan pada pasien DM Tipe 2 yang mendapatkan pengobatan hipoglikemik oral OHO ataupun insulin Universitas Sumatera Utara mempunyai resiko terjadinya hipoglikemik. Pemeriksaan kadar glukosa darah satu kali sehari sebelum sarapan pagi atau sebelum tidur sudah cukup. Namun, bila kadar glukosa darahnya lebih stabil, satu kali pemeriksaan sudah cukup Soewondo, 2004. 4. Manajemen Obat Manajemen diet dan latihan fisik jasmani sebenarnya sudah sangat cukup efektif untuk dapat mengontrol keadaan metabolik pasien DM Tipe 2, akan tetapi kebanyakan dari pasien DM Tipe 2 kurang disiplin dalam mengikuti program manajemen diet dan latihan fisik yang telah dirancang oleh tenaga kesehatan, sehingga dokter harus memberikan pengobatan farmakologi untuk memperbaiki keadaan hiperglikemik pasien DM Tipe 2. Sehingga diperlukan manajemen obat bagi pasien DM Tipe 2 PERKENI, 2011. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: Pemicu sekresi insulin insulin secretagogue: sulfonilurea dan glinid, peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion, penghambat glukoneogenesis metformin, penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa, DPP-IV inhibitor PERKENI, 2011. Cara Pemberian OHO, terdiri dari: OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal. Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan, Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan, Metformin : sebelum pada saat sesudah Universitas Sumatera Utara makan, Penghambat glukosidase Acarbose: bersama makan suapan pertama, Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan., DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan. 5. Perawatan Kaki Perawatan kaki pada pasien DM Tipe 2 merupakan salah satu manajemen perawatan diri yang bertujuan untuk menghindari terjadinya ulkus diabetik yang dapat terjadi pada kaki. Hal yang menjadi penyebab seorang pasien dengan DM beresiko lebih tinggi mengalami masalah pada kaki yaitu sirkulasi darah kaki dari tungkai yang menurun, berkurangnya perasaan pada kedua kaki, dan berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi Tambunan, 2004. Perawatan kaki pada pasien DM merupakan sebagian upaya pencegahan primer yang bertujuan untuk mencegah terjadinya resiko ulkus diabetik. Untuk seluruh pasien dengan DM, pengkajian yang komprehensive pada kaki bertujuan untuk mengidentifikasi resiko terjadinya ulkus ADA, 2012. Pengkajian kaki yang seharusnya dilakukan inspeksi, pengkajian tekanan nadi kaki, pengukuran kehilangin sensasi 10g monofilament dan refleks tumit ADA, 2012. Perawatan kaki yang harus dilakukan pasien DM berdasarkan PERKENI 2011 dan Tambunan 2004 adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pemeriksaan kaki setiap hari, yang perlu dilihat adalah kulit retak, melepuh, luka, terkelupas, kemerahan dan perdarahan. Dapat menggunakan cermin untuk melihat bagian bawah kaki, atau bisa meminta bantuan orang lain untuk memeriksa. Universitas Sumatera Utara 2. Membersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih dan sabun mandi. Mengeringkan kaki dengan handuk bersih dan lembut, dan mengeringkan sela-sela jari setiap kali keluar dari kamar mandi. 3. Menjaga kaki dalam keadaan bersih dan tidak basah, serta menggunakan krim pelembab pada daerah kaki yang kering berfungsi untuk menjaga agar kulit tidak retak. 4. Menggunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, lalu kuku dikikir agar tidak terlalu tajam. Membersihkan kuku setiap hari dan menggunting kuku secara teratur. 5. Memakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak terjadi luka, jika berada di luar rumah. Menggunakan sepatu atau sandal yang baik sesuai dengan ukuran dan nyaman digunakan, dengan ruang sepatu yang cukup untuk jari-jari. Menggunakan kaus kaki yang berasal dari bahan katun. 6. Memeriksa sepatu sebelum digunakan, apakah ada kerikil, benda-benda tajam seperti jarum dan duri. Melepaskan sepatu setiap 4-6 jam serta menggerakkan pergelangan dan jari-jari kaki agar sirkulasi darah tetap baik terutama pada pemakaian sepatu baru. 7. Melakukan pemeriksaan kaki secara rutin ke dokter, dan yang paling utama segera memeriksakan kaki ke dokter jika terjadi luka.

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan diri self care Penderita