2.3 Pengeringan Bahan Pakan
Pengeringan merupakan langkah penting untuk melindungi biji–bijian dari serangan mikroorganisme seperti kapang, jamur dan bakteri. Kadar air hasil
fermentasi sangat tinggi sehingga memungkinkan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Syarief et al. 2003 menyatakan bahwa
penyimpanan dengan kadar air yang tinggi akan menunjang pertumbuhan kapang, khususnya Aspergillus flavus dan A. parasiticus, yang akan menghasilkan
metabolit sekunder berupa aflatoksin yang dapat mempercepat proses kerusakan bahan pakan.
Pengeringan hasil pertanian dan hasil fermentasi bertujuan untuk penguapan sebagian air dari bahan sampai kadar air yang aman untuk disimpan. Keuntungan
melakukan pengeringan adalah meningkatkan daya simpan, mempertahankan viabilitas bahan, menambah nilai ekonominya, memudahkan pengolahan lebih
lanjut dan memudahkan Thahir et al. 1988. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran di sinar matahari atau menggunakan alat pengering. Pengeringan
bahan yang menggunakan sinar matahari mempunyai berbagai masalah diantaranya sangat tergantung pada cuaca, sehingga kesinambungan pengeringan
tidak dapat dikembalikan. Demikian juga suhu, kelembaban udara dan kecepatan alir udara tidak dapat diatur. Suhu yang biasa dipergunakan oleh petani antara 27–
30 dengan kelembaban 70 dan pengeringannya sampai 1–2 hari. Pengeringan bahan dengan alat pengering dapat menghasilkan produk dengan mutu yang relatif
lebih baik karena kondisi pengeringan dapat terjaga dan teratur.
2.4 Penyimpanan Bahan Pakan
Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu berkaitan dengan waktu. Hasil pertanian terutama bebijian yang disimpan masih
mengalami proses respirasi karena bahan tersebut masih hidup. Tujuan penyimpanan adalah untuk menjaga dan mempertahankan mutu komoditi yang
disimpan dengan jalan menghindari, mengurangi atau menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas mutu komoditi tersebut.
Faktor–faktor yang berpengaruh pada penyimpanan biji–bijian yaitu: tipe dari
biji–bijian, periode penyimpanan, metode penyimpanan, suhu lingkungan, kadar air bahan, proteksi fisik dan kelembaban relatif Williams 1991.
Ekosistem Penyimpanan a.
Faktor Abiotik dan Biotik Faktor bahan hasil pertanian dan faktor lingkungan yang dapat
menyebabkan serangan: abiotik faktor lingkungan itu sendiri dan biotik faktor biologi. Bebijian yang disimpan adalah makhluk hidup yang
memiliki sifat alamiah seperti melakukan pernapasan, oksidasi pada keadaan aerobik, kegiatan fermentasi pada anaerobik dan perkecambahan pada
keadaan lembab Gambar 5.
Gambar 5 Ekosistem bebijian dalam penyimpanan Syarief dan Halid 1999 b.
Perpindahan panas dan migrasi air Sumber panas terdiri dari sumber internal dan sumber eksternal. Sumber
panas internal disebabkan oleh adanya aktivitas serangga, jasad renik atau metabolisme bebijian itu sendiri pernapasan. Dari proses respirasi bebijian
dihasilkan 26 100 kJ untuk tiap kg bebijian. Panas akibat respirasi ini besarnya hampir sebelas kali panas yang diperlukan oleh 1 kg air untuk
mengubah menjadi uap. Sumber panas eksternal berasal dari perubahan suhu
udara luar, biasanya karena adanya perbedaan suhu siang–malam, perubahan cuaca iklim. Pindah panas yang terjadi pada penyimpanan bebijian diikuti
oleh pergerakan air yang terbawa oleh pergerakan intergranulasi secara konveksi. Pada mulanya, kerusakan terjadi secara lokal, kemudian sedikit
demi sedikit merambat ke bagian–bagian lainnya. Pindah panas terjadi secara konduksi, walaupun konduktivitas termik dari bebijian sangat rendah.
Suhu dan kelembaban relatif tidak hanya berpengaruh terhadap laju perubahan kimia, tetapi juga berpengaruh pada perkembangan serangga dan
kapang. Serangga mengambil dan memakan zat makanan dari biji–bijian atau bahan baku lain yang menyebabkan rusaknya lapisan pelindung bahan. Selain
menyebabkan kerusakan secara fisik, karena sifatnya yang suka bermigrasi, serangga dapat memindahkan spora jamur perusak bahan pakan dan membuka
jalan bagi kontaminasi jamur atau kapang yang menghasilkan mikotoksin. Imdad dan Nahwangsih 1995 mengatakan bahwa fruktuasi suhu dan kelembaban
lingkungan penyimpanan secara alamiah akan menyebabkan terjadinya pergerakan perpindahan uap air dari bahan sehingga akan mendorong terjadinya
kerusakan kualitatif secara fisik pada bahan yang disimpan. Hal yang tidak menguntungkan dalam penyimpanan adalah hilangnya nutrient atau zat–zat
tertentu yang dibutuhkan baik oleh ternak maupun manusia selama proses penyimpanan.
Suhu optimum dan waktu memproduksi aflatoksin oleh Aspergillus flavus adalah 25
C dalam waktu 7–9 hari, suhu 30 C dalam waktu 5–7 hari dan pada
suhu 20 C dibutuhkan waktu 11–13 hari. Aspergillus parasiticus memproduksi
aflatoksin Sebagian besar total aflatoksin diproduksi pada suhu 25 C sampai 30
C selama masa inkubasi 7–15 hari. Umumnya petani melakukan penyimpanan
dengan menggunakan sistem penyimpanan tradisional dengan suhu berkisar 27– 30
o
C dan kelembaban relatif sekitar 70. Imdad dan Nawangsih 1999; Syarief dan Halid 1999 menyatakan bahwa pertumbuhan kapang terjadi pada suhu 26–
35
o
C dan kelembaban relative 70–90. Berdasarkan waktu penyimpanan, dikenal penyimpanan jangka panjang
lebih dari dua tahun, jangka menengah, jangka pendek, penyimpanan transit dan
penyimpanan konsumtif beberapa jam atau hari. Lama penyimpanan dalam gudang menurut Sahwa 1999 sebaiknya tidak melebihi waktu tiga bulan.
Penyimpanan pakan termaksud kategori penyimpanan jangka panjang, karena memakai waktu selama beberapa minggu bahkan sampai beberapa bulan. Ruang
penyimpanan yang baik adalah kering, bersih, tertutup dan terdapat cukup pergantian udara segar Damayanti dan Mudjajanto 1995.
2.5 Silase