molases kemudian dimasukkan ke dalam silo, dipadatkan dan ditutup rapat, diinkubasi dilakukan pada kondisi an aerob hingga mencapai pH
≤ 4.5. Setelah proses ensilase selesai, dilakukan pengeringan pada suhu 105
o
C sampai mencapai kadar air maksimal 14. Selanjutnya dilakukan penyimpanan yang sama seperti
jagung pipilan dengan pengeringan PPJP yaitu selama 0, 3 dan 6 minggu. Tabel 8 Pola percobaan penelitian
Perlakuan pengolahan jagung pipilan
Waktu penyimpanan
minggu Ulangan
1 2 3 JPTP = Jagung pipilan tanpa
pengolahan kontrol 3
6 9
9 9
9 9
9 9
9 9
PPJP = pengeringan sampai kadar air maksimal 14
9 9
9 3
9 9
9 6
9 9
9 FJPA = fermentasi dengan
penambahan asam propionat 1.5
3 6
9 9
9 9
9 9
9 9
9 FJPM = fermentasi dengan
penambahan Molases 3 3
6 9
9 9
9 9
9 9
9 9
Keterangan :
JPTP jagung pipilan tanpa pengolahan digunakan sebagai kontrol, tidak diikuti dalam analisis rancangan acak lengkap RAL PPJP, FJPA dan FJPM kadar air penyimpanan maksimal 14
3.4 Peubah yang Diamati
Hasil fermentasi dievaluasi sifat fisik meliputi warna, bau, tekstur Macaulay 2004 dan persentase total biji rusak SNI 1998. Sedangkan sifat
kimia dievaluasi dengan melihat pH yang diukur dengan menggunakan pH meter, asam organik asam laktat, asetat, butirat dan propionat dengan menggunakan
Gas Chromatography, N–NH
3
dengan menggunakan teknik mikrodifusi Conway 1957. Kehilangan bahan kering dan bahan organik dengan analisa proksimat
AOAC 2005. Hasil pasca penyimpanan jagung pipilan dievaluasi sifat fisik dan kimianya.
Evaluasi sifat fisik ditentukan dari jumlah total biji rusak SNI 1998, sedangkan sifat kimia dievaluasi dengan menganalisa total aflatoksin dengan menggunakan
metode TLC Blaney et al. 1984. Kadar air, kandungan bahan organik dan gross
energi dianalisa dengan metode proksimat AOAC 2005. Kondisi lingkungan selama penyimpanan diamati dengan melihat suhu dan kelembaban relatif dengan
menggunakan alat Hygrometer. Warna, bau dan tekstur
Warna, Bau dan tekstur hasil fermentasi dilakukan melalui pengamatan secara organoleptik produk silase setelah proses ensilase. Sampling dilakukan
dengan mengambil bagian atas, tengah dan bawah silo. Persentase total biji rusak
Sampel ditimbang a, kemudian dipisahkan antara biji utuh dengan biji jagung yang rusak retak, biji patah, biji berubah warna, biji terserang serangga
dan cendawa. Biji rusak ditimbang b dalam gr. Persentase biji rusak dapat dihitung dengan rumus:
biji rusak = b x 100 a
pH derajat keasaman Sampel ditimbang ditambahkan aquades 1:2, kemudian didiamkan selama
30 menit sambil diaduk. Selanjutnya pH diukur dengan menggunakan pH meter. Asam organik asam laktat, asetat, butirat dan propionat
Sampel ditimbang 5 gr, ditambahkan 50 ml buffer asetonitril. Buffer dibuat dengan mengatur pH 0.4, larutan asetonitril vv dalam 0.5 wv larutan
NH42PO4 dalam air H3PO4 sehingga pH 2.24. Campuran yang dihasilkan dihomogenasi dan diekstraksi selama 1 jam, seterusnya disentrifuse pada 7 000 x
6 selama 5 menit. Supernatant yang dihasilkan disaring melalui kertas saring dan dua kali melalui penyaring membran berukuran 0.45 µm. Siap injek ke HPLC.
N –NH
3
Cawan Conway yang akan dipakai lebih dahulu diolesin vaselin pada kedua bibirnya. Sebanyak 1 ml sampel berupa supernatant ditempatkan pada satu sisi
sekat cawan dan di sisi lain titempatkan 1 ml Na
2
CO
3
jenuh. Sementara dibagian
tengah diletakkan 1 ml larutan asam borat berindikator. Cawan selanjutnya ditutup dengan tutup yang bervaselin sambil digoyang perlahan, sehingga supernatant
tercampur dengan natrium karbonat. Selanjutnya cawan dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah tutup cawan dibuka asam borat dititrasi dengan 0.02 N
H
2
SO
4
sampai warnanya kembali menjadi merah muda. Produksi N–NH
3
dihitung sebagai berikut:
N –NH
3
mM = ml H
2
SO
4
x 100L N
–NH
3
total N = N
–NH
3
mM x 17 BM N –NH
3
x 100 1
000 Kandungan bahan kering dan kehilangan bahan kering
Bahan kering diukur sebelum dan setelah ensilase. Sebanyak 5 gram sampel kering dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Setelah itu
dipanaskan di dalam oven 105
o
C selama 6 jam. Selanjutnya didinginkan di dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang. Perhitungan kehilangan bahan kering
merupakan selisih antara bobot sebelum dan setelah ensilase. Selanjutnya dibandingkan dengan pengalian bobot sebelum ensilase dan dikali seratus persen.
Kandungan bahan organik dan kehilangan bahan organik Bahan organik diukur sebelum dan setelah ensilase. Sebanyak 5 gram
sampel kering udara ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Sampel dipijarkan di atas nyala api pembakar Bunsen
sampai tidak berasap lagi. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik suhu 400– 600
o
C selama 6 jam. Setelah itu didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang. Perhitungan kehilangan bahan organik merupakan selisih antara bobot
sebelum dan setelah ensilase. Selanjutnya dibandingkan dengan pengalian bobot sebelum ensilase dan dikali seratus persen.
Total Aflatoksin Aflatoksin diekstrak dalam pelarut organik yang sesuai dan kemudian
dipisahkan secara kromatografi lapisan tipis di bawah sinar tampat ultra. Adapun cara kerjanya:
1. Penimbangan sebanyak 50 gram jagung pipilan dan dimasukan ke dalam
blender explosion proof 1 liter. 2.
Tambahkan 250 ml methanol 55:45 vv, 100 ml heksana dan 2 gram NaCl. Lumatkan dengan kecepatan tinggi selama 1 menit. Pindahkan segera ke
dalam botoltabung sentrifuse dan putarkan pada kecepatan 2 000 revmenit selama 5 menit. Apabila alat sentrifuse tidak dimiliki, pindahkan campuran
tersebut ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan biarkan selama 30 menit agar terjadi pemisahan antara endapan dan cairan.
3. Pipet 25 ml lapisan methanol dan masukkan ke dalam corong pemisah 250
ml, tambahkan 25 ml kloroform, ekstrak dengan cara mengocoknya selama 1–2 menit. Biarkan kedua lapisan terpisah dan alirkan lapisan kloroform
lapisan bawah ke dalam Erlenmeyer 50 ml dan harap diperhatikan agar padatan tidak ikut terbawa ke dalam kloroform. Uapkan di atas penangas air
sampai hampir kering. 4.
Pindahkan ekstrak ke dalam botol kecil dan uapkan sampai kering dengan menggunakan aliran nitrogen.
5. Larutkan ekstrak dengan 200 µl kloroform. Buat dua garis lurus pada
kedudukan 2 cm dan 12 cm dari salah satu sisi lempeng kromatografi “precoated kieselgel” G plate.
6. Totolkan masing–masing 2;5 dan 10 µl larutan standar campuran pada garis
yang terletak di bagian bawah lempeng kromatografi dengan jarak 1.5 cm. 7.
Masukkan lempeng ke dalam tangki pengembang yang berisi 100 ml campuran kloroform; aseton 9:1 vv jenuh, tutup dan biarkan pelarut
bergerak sampai batas yang ditentukan. 8.
Keluarkan lempeng dan biarkan kering, kemudian segera amati di bawah lampu UV. Kemudian memberi tanda pada fluorensen contoh yang sesuai
dengan fluorensen standar. Apabila intensitas fluorensen contoh terlalu rendah untuk diamati, pekatkan larutan ekstrak butir 5 dan ulangi butir 7
dan seterusnya. 9.
Kandungan aflatoksin dalam contoh dapat dinyatakan sebagai µgkg dihitung sampai dua angka decimal, dengan menggunakan rumus:
C = S x Y x V x f µgkg W x Z
Keterangan: C
= kandungan masing–masing aflatoksin dalam contoh µgkg S
= standar yang ditotolkan yang intensitasnya sama dengan intensitas contoh µl
Y = konsentrasi masing–masing standar µgml
W = bobot contoh gr
Z = jumlah ekstrak contoh yang ditotolkan yang memberikan
intensitas yang sama dengan S V
= jumlah pelarut kloroform yang dipakai untuk melarutkan ekstrak µl
f = faktor pengenceran.
Gross energi Membuat pellet yang akan ditentukan energi brutonya dengan berat antara
0.5–1.0 gr, simpan dalam kertas. Kemudian letakkan dalam electroda pada tutup bomb. Mengikat kawat platina diantara elektrode dengan disentuhkan pada
sampel tersebut. Teteskan air distilasi ke dasar bomb. Tempatkan tutup bomb dalam bomb dan tutup rapat. Isi bomb dengan oksigen hingga 25 atmosfer.
Masukkan air distilasi 2 kg 2 liter ke dalam bucket. Tempatkan bucket dalam jacket. Tutup calometer, turunkan thermometer. Masukkan air panas dan
dinginkan hingga temperatur dalam bucket dan jacket sama. Biarkan lima menit hingga temperatur tetap. Baca temperatur hingga 0.005
o
F. Bakar dengan menekan tombol. Pada temperatur dalam bucket megikuti kenaikan suhu dalam temperatur
bucket hingga temperatur tetap dalam bucket. Kemudian mencatat temperatur akhir. Buka calometer, keluarkan bomb, lepaskan oksigen dari bomb. Kawat yang
terbakar diukur dengan mengukur kawat yang dipakai dengan sisa kawat yang tidak terbakar.
Gross energi kalorig = t
a
–t
m
x W–
e
1
–
e
2
e
3
sampel
Keterangan: t
a
= temperatur akhir
o
F
o
C t
m
= temperatur mula–mula pada saat dibakar
o
F
o
C W =
water equivalent
e
1
= koreksi asam yaitu jumlah larutan Na
2
CO
3
e
2
= koreksi kawat terbakar kalori e
3
= koreksi sulfur bila kandungan S 0.1 persen kalori Untuk lebih jelasnya prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 7:
Pengeringan oven
105
o
C Kontrol
Gambar 7 Prosedur kerja penelitian Penyimpanan dengan periode
0, 3 dan 6 minggu Kadar air maksimal 14
Penambahan molases 3
Penambahan asam propionat 1.5
Proses pengeringan oven 105
o
C
Jagung pipilan
Evaluasi sifat fisik dan sifat kimia
Evaluasi sifat fisik
dan kimia
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisa Data