4.3 Kualitas Pasca Penyimpanan Jagung Pipilan
Tujuan penyimpanan adalah untuk menjaga dan mempertahankan mutu komoditi yang disimpan dengan jalan menghindari, mengurangi berbagai faktor
yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas mutu komoditi tersebut. Bala 1997 menyatakan bahwa faktor–faktor yang berpengaruh pada penyimpanan
biji–bijian dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Komposisi kimia sifat karakteristik biji–bijian merupakan faktor internal, sedangkan faktor
eksternal masih dapat dibagi menjadi faktor fisik temperatur dan kelembaban, kimiawi kadar oksigen dan karbondioksida, biologis bakteri, jamur dan
serangga dan manusia metode penanganan, sistem penyimpanan, pengangkutan dan sebagainya.
4.3.1 Perubahan Total Biji Rusak Pasca Penyimpanan Jagung Pipilan
Kualitas pasca penyimpanan jagung pipilan pasca proses pengeringan dan fermentasi dengan penambahan asam propionat dan molases dapat dilihat
berdasarkan total biji rusak pada Tabel 13.
Tabel 13 Total biji rusak jagung pipilan pasca proses pengeringan dan fermentasi dengan penambahan asam propionat dan molases selama penyimpanan
Perlakuan Waktu penyimpanan minggu
3 6
JPTP 4.59±0.05
12.62±1.27 20.14±1.08
PPJP 4.51±0.15
d
7.65±0.38
c
9.32±1.23
ab
FJPA 4.09±0.25
d
6.94±0.37
c
8.11±1.03
bc
FJPM 4.60±0.11
d
8.07±0.45
bc
9.73±1.32
a Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata P0.05,
JPTP jagung pipilan tanpa pengolahan digunakan sebagai kontrol, tidak diikuti dalam analisis rancangan acak lengkap RAL, PPJP proses pengeringan jagung pipilan sampai kadar air maks 14, FJPA fermentasi jagung
pipilan dengan penambahan asam propionat 1.5 dan FJPM fermentasi jagung pipilan dengan penambahan molases 3
Berdasarkan hasil penelitian total biji rusak pasca proses PPJP, FJPA dan FJPM, waktu penyimpanan dan interaksi dengan perlakuan nyata P0.05
mempengaruhi perubahan total biji rusak Tabel 13. Pada penyimpanan 6 minggu mengalami peningkatan yang nyata P0.05 jika dibandingkan dengan minggu
sebelumnya, kecuali FJPA pengaruhnya hanya sampai minggu ke 3, seterusnya
tidak berbeda nyata. Perlakuan PPJP, FJPA dan FJPM tidak berbeda nyata kecuali pada minggu ke 6 dimana PPJP dan FJPM nyata lebih besar dari FJPA. Kondisi
ini berati penggunaan asam propionat masih mampu mempertahankan total biji rusak sampai minggu ke 6.
Faktor lain yang mempengaruhi keretakan biji yaitu: terjadi perubahan kadar air akibat perubahan cuaca, pemipilan yang tidak benar dan serangan hama
gudang. Kerusakan bahan pakan akibat perubahan kadar air merupakan kasus yang paling sering terjadi, sehingga mempermudah pertumbuhan mikroorganisme
terutama kapang. Mikroorganisme mengambil dan memakan zat makanan dari biji–bijian atau bahan baku lain yang menyebabkan rusaknya lapisan pelindung
bahan. Selain menyebabkan kerusakan secara fisik karena sifatnya yang suka bermigrasi, mikrooranisme dapat memindahkan spora jamur perusak bahan pakan
dan membuka jalan bagi kontaminasi mikrooranisme lain seperti kapang yang menghasilkan mikotoksin yang dapat meningkatkan kerusakan bahan pakan
seperti biji berlubang, hancur dan pecah. Garcia dan Park 1999 menyatakan bahwa biji rusak jagung akan
menyediakan dan memudahkan rute infeksi dan pertumbuhan Aspergilus flavus dan produksi aflatoksin dibandingkan dengan cendawan lain sehingga dapat
merusak bahan pakan. Peningkatan total biji rusak yang diperoleh pada penelitian ini masih dalam batasan normal untuk proses penyimpanan yaitu batas persentase
biji rusak maksimal 12 SNI 1998. Pola hubungan antar total biji rusak dengan waktu penyimpanan dapat
dilihat pada Gambar 9. Peningkatan biji rusak yang bersifat linear dengan persamaan garis PPJP, FJPA dan FJPM masing–masing yaitu Y=4.75+0.80X,
Y=4.37+0.67X dan Y=7.83+0.27X dengan koefisien korelasi 0.97, 0.94 dan 0.73. Slope regresi tertinggi adalah PPJP dan terendah FJPM. Secara umum dapat
dilihat bahwa waktu penyimpanan berpengaruh terhadap total biji rusak. Besarnya nilai pengaruh tersebut dilihat dari koofisien korelasi. Nilai
koefisien korelasi R
2
tertinggi terdapat pada PPJP, FJPA dan FJPM dengan nilai korelasi berturut–turut adalah 0.97, 0.94 dan 0.73. Pada PPJP dapat dilihat bahwa
lama penyimpanan mempengaruhi total biji rusak sebesar 97, dibandingkan
dengan perlakuan lain. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan molases dan asam propionat lebih efektif mempertahankan peningkatan total biji rusak.
Gambar 9 Pola perubahan total biji rusak jagung pipilan pasca proses molases pengeringan dan fermentasi dengan penambahan asam propionat dan
dengan waktu penyimpanan
4.3.2 Perubahan Sifat Kimia Pasca Penyimpanan Jagung Pipilan