17
dosis kaptan. Pada percobaan Trass, dosis Trass tidak berpengaruh terhadap jumlah daun, tetapi cenderung bertambah dengan kenaikan dosis Trass.
Tabel 7. Pengaruh Amelioran dan Fosfor Terhadap Rata-rata Jumlah Daun Minggu ke-7.
Perlakuan Kaptan K
Trass T Dosis Amelioran
Dosis Amelioran K
63.67b T
65.11 K
1
86.89a T
1
68.44 K
2
94.67a T
2
72.67 Fosfor
Fosfor P
61.44b 52.11b
P
1
89.89a 69.67ab
P
2
93.89a 84.44a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5 dengan Uji Duncan DMRT.
Pada percobaan Kaptan dosis P
2
dan P
1
nyata lebih tinggi dengan dosis P ,
sedangkan antara dosis P
2
dan P
1
tidak berbeda nyata walaupun terjadi kenaikan jumlah daun. Pada percobaan Trass dosis P
2
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P
, lalu dosis P
1
tidak berbeda nyata dengan P dan P
2
walaupun terjadi kenaikan jumlah daun.
4.1.3. Bobot Segar dan Bobot Kering Brangkasan
Seluruh perlakuan yang dicobakan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot segar brangkasan Lampiran 13. Pada Gambar 1 disajikan perbandingan rataan
bobot segar brangkasan antara perlakuan Kaptan dan Trass.
48.83 42.46
54.67 32.23
38.57 129.13
72.63 67.73 55.43
20 40
60 80
100 120
140
K0P0 K0P1 K0P2 K1P0 K1P1 K1P2 K2P0 K2P1 K2P2
B ob
ot S
e gar
g
Perlakuan 40.23
76.8 85.93
31.97 72.67
93.97 50
74.63 62.4
20 40
60 80
100 120
140
T0P0 T0P1 T0P2 T1P0 T1P1 T1P2 T2P0 T2P1 T2P2
Perlakuan
B o
bo t Se
g a
r g
a b
Gambar 1. Bobot Segar Brangkasan Perlakuan Kaptan a dan Trass b Pada percobaan dengan Kaptan, perubahan perlakuan dari K
P ke K
P
1
terjadi penurunan bobot segar brangkasan sebesar 13, sedangkan perubahan
18
perlakuan dari K P
ke K P
2
meningkat sebesar 12. Pada perubahan perlakuan dari K
1
P ke K
1
P
1
terjadi kenaikan bobot segar brangkasan yaitu sebesar 19.7, lalu meningkat secara drastis sebesar 300.6 pada perubahan perlakuan dari
K
1
P ke K
1
P
2
. Pada perubahan perlakuan dari K
2
P ke perlakuan K
2
P
1
terjadi penurunan bobot segar brangkasan sebesar 4.2, lalu menurun lagi sebesar 23.7
pada perubahan perlakuan dari K
2
P ke K
2
P
2
. Pada percobaan dengan Trass umumnya terjadi kenaikan bobot segar
brangkasan untuk setiap kenaikan dosis fosfor pada setiap dosis amelioran. Pada perubahan perlakuan dari T
P ke T
P
1
naik sebesar 59.2, lalu pada perubahan perlakuan dari T
P ke T
P
2
naik sebesar 194. Pada perubahan perlakuan dari T
1
P ke T
1
P
1
dan T
1
P
2
masing-masing terjadi kenaikan bobot segar brangkasan sebesar 127.3 dan 194. Pada perubahan perlakuan dari T
2
P ke T
2
P
1
terjadi kenaikan bobot segar brangkasan sebesar 49.3, sedangkan kenaikan yang terjadi
pada perubahan perlakuan dari T
2
P ke T
2
P
2
hanya sebesar 24. Seluruh perlakuan yang dicobakan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot
kering brangkasan Lampiran 15. Gambar 2 menyajikan perbandingan bobot kering brangkasan antara perlakuan Kaptan dan Trass.
17.77 18.2 20.37
11.97 15.53
46.77 23.97
25.47 22.53
10 20
30 40
50
K0P0 K0P1 K0P2 K1P0 K1P1K1P2K2P0 K2P1 K2P2 B
o bo
t K e
r ing
g
Perlakuan 13.43
25.03 28.77
13.03 23.27
33.77 14.73
26.27 15.63
10 20
30 40
50
T0P0 T0P1 T0P2 T1P0 T1P1 T1P2 T2P0 T2P1 T2P2
Perlakuan
B o
bo t K
e r
ing g
a b
Gambar 2. Bobot Kering Brangkasan Perlakuan Kaptan a dan Trass b Pada percobaan Kaptan, perubahan perlakuan dari K
P ke K
P
1
dan K P
2
terjadi kenaikan bobot kering brangkasan sebesar 2.4 dan 14.6. Pada perubahan perlakuan dari K
1
P ke K
1
P
1
terjadi kenaikan bobot kering brangkasan yaitu sebesar 29.4, lalu meningkat secara drastis sebesar 291 pada perubahan
perlakuan dari K
1
P ke K
1
P
2
. Pada perubahan perlakuan dari K
2
P ke perlakuan
K
2
P
1
terjadi kenaikan bobot kering brangkasan sebesar 6.3, sedangkan pada
19
perubahan perlakuan dari K
2
P ke K
2
P
2
terjadi penurunan bobot kering brangkasan sebesar 6.
Pada percobaan Trass umumnya terjadi kenaikan bobot kering brangkasan untuk setiap kenaikan dosis fosfor pada setiap dosis Trass. Pada perubahan
perlakuan dari T P
ke T P
1
dan T P
2
naik masing-masing sebesar 86.4 dan 114.2. Pada perubahan perlakuan dari T
1
P ke T
1
P
1
juga terjadi kenaikan bobot kering brangkasan yaitu masing-masing sebesar 78.6 lalu naik secara drastis
pada perubahan perlakuan dari T
1
P ke T
1
P
2
sebesar 159.2. Pada perubahan perlakuan dari T
2
P ke T
2
P
1
terjadi kenaikan bobot kering brangkasan sebesar 78.3, sedangkan kenaikan pada perubahan perlakuan dari T
2
P ke T
2
P
2
hanya sebesar 6.1.
4.1.4. Bobot Segar dan Bobot Kering Akar
Hasil analisis ragam Lampiran 9 dan 11 menunjukkan bahwa pada percobaan Trass, fosfor berpengaruh nyata pada bobot segar akar dan bobot
kering akar, sedangkan pada percobaan Kaptan tidak ada faktor yang berpengaruh nyata. Tabel 8 menunjukkan uji Duncan pengaruh fosfor terhadap bobot segar dan
bobot kering akar pada percobaan Kaptan dan Trass. Tabel 8 menunjukkan bahwa penambahan dosis fosfor dari dosis P
hingga dosis P
2
meningkatkan bobot segar akar. Pada percobaan Trass, dosis P
2
dan P
1
memiliki bobot segar akar nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P
0,
namun antara P
2
dan P
1
tidak berbeda nyata walaupun ada kenaikan. Pada percobaan Kaptan dosis fosfor tidak berpengaruh nyata walaupun terjadi kenaikan bobot
segar akar. Tabel 8. Pengaruh Fosfor Terhadap Rata-rata Bobot Segar Akar dan Bobot
Kering Akar.
Perlakuan Bobot Segar Akar
Bobot Kering Akar Fosfor
Kaptan K Trass T
Kaptan K Trass T
.....................................g.................................... P
16.39 13.98b
7.4 4.70b P
1
26.54 25.84a 11.11 10.42a P
2
28.15 26.37a 12.57 11.11a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5 dengan Uji Duncan DMRT.
Seperti halnya pada variabel bobot segar akar, pada bobot kering akar perlakuan fosfor berpengaruh nyata hanya pada percobaan Trass terhadap bobot
20
kering akar. Pada perlakuan Trass dosis P
2
dan P
1
berbeda nyata lebih tinggi dengan P
, namun antara P
2
dan P
1
tidak berbeda nyata walaupun ada kenaikan bobot kering akar. Pada percobaan Kaptan terjadi kenaikan bobot kering akar
seiring dengan kenaikan dosis fosfor tetapi secara statistik tidak nyata.
4.1.5. Bobot Polong dan Bobot Biji Kedelai
Perlakuan Kaptan berpengaruh nyata pada bobot polong kedelai, sedangkan perlakuan Trass tidak berpengaruh nyata Lampiran 17 dan 19. Tabel
9 menyajikan uji Duncan bobot polong dan bobot biji kedelai. Pada variabel bobot polong kedelai, perlakuan K
2
nyata lebih tinggi dibandingkan K
dan K
1
yang saling tidak berbeda nyata diantara keduanya walaupun terjadi kenaikan bobot polong.
Tabel 9. Pengaruh Dosis Amelioran Terhadap Rata-rata Bobot Polong dan Bobot Biji.
Dosis Kaptan Bobot Polong Bobot Biji
Dosis Trass Bobot Polong Bobot Biji
K 16.22b
4.15b T
15.78 3.53
K
1
27.88b 8.08b
T
1
15.89 4.52
K
2
42.67a 13.10a
T
2
17.89 5.52
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5 dengan Uji Duncan DMRT.
Pola yang sama ditemukan pada variabel bobot biji kedelai. Pada Kaptan dosis K
2
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan dosis K
1
dan K , namun dosis K
1
dan K tidak berbeda nyata walaupun terjadi kenaikan bobot biji kedelai. Pada
percobaan Trass, dosis Trass tidak berpengaruh nyata terhadap bobot biji kedelai walaupun cenderung terjadi kenaikan bobot biji kedelai.
4.1.6. Analisis pH dan Al-dd Pada Tanah
Hasil analisis pH, Al-dd, P-tersedia, dan Ca-dd tanah setelah penelitian disajikan pada Lampiran 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa Kaptan cenderung
lebih meningkatkan pH tanah dibandingkan dengan Trass. Pada Kaptan kenaikan pH pada dosis K
ke K
1
sebesar 0.43, lalu pada perlakuan K
ke K
2
kenaikan pH sebesar 1.03. Pada percobaan Trass pola yang terjadi tidak jelas, dapat dikatakan bahwa pH tanah relatif tidak berubah akibat
perlakuan Trass.
21
5.10 5.53
6.13
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
K0 K1
K2
Perlakuan pH
5.13 5.10
5.37
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
T0 T1
T2
pH
Perlakuan
a b
Gambar 3. Perbandingan pH Tanah Perlakuan Kaptan a dan Trass b Gambar 4 menggambarkan perbandingan pengaruh Kaptan dan Trass
terhadap aluminium dapat dipertukarkan Al-dd. Pada percobaan Kaptan Gambar 4a terjadi penurunan Al-dd. Kenaikan dosis Kaptan dari K
ke K
1
menyebabkan penurunan Al-dd sebesar 61.8 dan pada perubahan dari dosis K ke K
2
menurun drastis sebesar 99.2. Pada percobaan Trass tidak terdapat pola yang jelas. Kenaikan dosis Trass dari T
ke T
1
terjadi penurunan sebesar 7.9, sedangkan pada perubahan dari dosis T
ke T
2
hanya terjadi penurunan Al-dd sebesar 3.7.
4.53 1.73
0.36 0.00
1.00 2.00
3.00 4.00
5.00 6.00
K0 K1
K2 A
l- d
d m
e 100
g
Perlakuan
5.14 4.73
4.95
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00
T0 T1
T2 A
l-d d
m e
1 g
Perlakuan
a b
Gambar 4. Perbandingan Aluminium Dapat Ditukar Al-dd Tanah Perlakuan Kaptan a dan Trass b
4.1.7. Fosfor Tersedia dan Kalsium Dapat Ditukar
Hasil analisis tanah setelah pecobaan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar P-tersedia di dalam tanah seiring dengan penambahan dosis
pupuk fosfor dan penambahan Kaptan dan Trass Lampiran 3. Gambar 5 menyajikan gambar perbandingan kadar P tersedia antara perlakuan Kaptan dan
Trass. Dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan kadar P-tersedia pada kedua perlakuan
22
seiring dengan kenaikan dosis fosfor yang diberikan, namun kenaikan P-tersedia pada Kaptan lebih tinggi dibandingkan dengan Trass.
Pada Kaptan perubahan perlakuan dari K P
1
ke K
1
P
1
tidak terjadi kenaikan P-tersedia, sedangkan pada
perubahan perlakuan dari K P
1
ke K
2
P
1
terjadi kenaikan sebesar 67.2. Pada Trass terjadi kenaikan P-tesedia pada dosis P
1
untuk setiap kenaikan dosis Trass. Pada perubahan perlakuan dari T P
1
ke T
1
P
1
terjadi kenaikan sebesar 10.1 lalu pada perubahan perlakuan dari T
P
1
ke T
2
P
1
terjadi kenaikan P tersedia sebesar 19,6.
1.74 1.89 2.37
1.58 1.89
3.16 3.00 3.16 4.26
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
4.00 4.50
K0P0 K0P1 K0P2 K1P0 K1P1 K1P2 K2P0 K2P1 K2P2 P
-t ers
ed ia
p p
m
Perlakuan 1.42 1.58
2.21 1.42
1.74 3.31