Karakteristik Individu Kelompok Penyimpangan Positif

kesulitan dalam mengakses kebutuhan mereka karena mereka memiliki apa yang mereka butuhkan. Mereka hanya melakukan hal sederhana menuju perubahan yang sangat besar dan signifikan. Ketiga, pendekatan penyimpangan positif dapat diterapkan secara luas karena ada dalam setiap komunitas. Apapun komunitasnya pasti mempunyai perilaku menyimpang yang secara positif dan tegas membuktikan keberhasilan menurut karakteristik komunitas itu sendiri karena, karakteristik komunitas dan sumberdaya di suatu tempat berbeda-beda.

2.2 Karakteristik Individu Kelompok Penyimpangan Positif

Penyimpangan merupakan konsekuensi karena adanya sangsi yang diberlakukan oleh suatu komunitas, sehingga dapat dikatakan bahwa penyimpangan adalah bentuk deviasi dari norma. Ada banyak teori yang menjelaskan bagaimana individu-individu tertentu dapat melakukan tindakan- tindakan yang menyimpang atau diluar norma, terutama teori tentang penyimpangan yang negatif. Tetapi belum terdapat teori yang cukup memadai untuk menjelaskan penyimpangan yang bersifat positif. Beberapa karakteristik individu penyimpangan positif yang dikemukakan oleh para ahli sosiologi, antara lain: 1. Adanya kekuatan relijius. West 2003 mengatakan bahwa, kekuatan relijius yaitu kekuatan yang penuh dengan kebaikan, pelindung tatanan fisik dan normal, pemberi kehidupan, kesehatan dan semua kualitas-kualitas nilai manusia. Dari penjelasan tersebut, West membagi kekuatan relijius menjadi murni dan tidak murni. Antara kekuatan murni dengan kekuatan yang tidak murni tidak memiliki batas-batas yang jelas sama halnya antara penyimpangan positif dengan penyimpangan negatif yang dapat terjadi pada diri seseorang. 2. Adanya Pesona. West 2003 mencoba menjelaskan fenomena penyimpangan positif yang disebabkan oleh adanya pesona karena dapat mempengaruhi dan meyakinkan banyak orang untuk ikut serta dengan individu penyimpangan tersebut. Individu tersebut mampu mempengaruhi individu yang lain dalam suatu komunitas sesuai dengan teori kognitif sosial. 6 Bandura 1986 mendefinisikan, teori kognitif sosial sebagai teori belajar sosial. Lebih lanjutnya Pervin 1996 mengkategorikan teori kognitif ini menjadi 3 komponen antara belajar dari perilaku, keyakinan diri dari individu dan standar dan tujuan yang dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai: a Belajar perilaku yaitu seseorang belajar melalui observasi, sehingga muncul adanya model. Contoh pada observasi dan belajar dari contoh, seseorang membutuhkan aspek kognitif untuk mengolah informasi tentang perilaku. Individu akan meniru perilaku dari orang yang dicontohnya untuk hadiah baik yang positif maupun negatif. b Keyakinan diri adalah suatu keyakinan individu akan kemampuannya untuk menghadapi situasi tertentu. Keyakinan akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang dilakukan, usaha yang dibutuhkan, lamanya seseorang bertahan dalam suatu tugas, dan reaksi emosional ketika mengantisipasi suatu situasi. c Standar dan tujuan. Kognitif mempengaruhi motivasi seseorang dan motivasi berkaitan dengan tujuan dan standar. Tujuan adalah hasil akhir yang diinginkan dan standar adalah acuan dalam berperilaku atau kinerja yang diinginkan. 3. Adanya orang asing The Stranger West 2003 menghubungkan penyimpangan positif terhadap orang asing yaitu orang luar yang datang ke suatu komunitas tetapi dapat eksis dalam kelompok. Walaupun tidak diakui sebagai anggota kelompok, namun ia memiliki pengaruh yang besar terhadap kelompok tersebut. 4. Adanya Kharisma Giddens 1986 mendefinisikan kharisma sebagai suatu sifat tertentu dari seseorang yang mempunyai sifat-sifat unggul, khas dan luar biasa dalam komunitas masyarakat.

2.3 Persepsi dan Perilaku