ikan memiliki kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan. Pada suhu yang optimum ikan tumbuh lebih cepat, memiliki efisiensi pakan yag lebih baik, dan
relatif lebih tahan dari serangan penyakit Masser et al., 1999. Suhu akan mempengaruhi proses fisiologi dalam tubuh udang, dimana
setiap peningkatan suhu sebesar 10
o
C akan menyebabkan peningkatan reaksi biokimia dalam tubuh sebesar 2 kali. Udang memiliki kisaran suhu yang sangat
luas dengan batas bawah sebesar 15
o
C dan batas atas sebesar 35
o
C atau sampai 40
o
C dalam rentang waktu yang singkat. Suhu optimum bagi udang berkisar 24 – 32
o
C. Bila udang hidup di bawah maupun di atas kisaran suhu optimumnya, maka udang akan stres dan tidak tumbuh dengan baik Van Wyk dan Scarpa, 1999.
2.6.3 Oksigen Terlarut Dissolved oxygen
Oksigen terlarut merupakan faktor yang menentukan dalam budidaya perikanan intensif dan keberhasilan serta kegagalan pemeliharaan ikan sering
tergantung pada kemampuan untuk mengatasi masalah oksigen terlarut yang rendah Boyd, 1982. Kadar oksigen berkurang dengan semakin meningkatnya
suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfir Jeffries dan Mills, 1996. Oksigen dibutuhkan oleh udang untuk respirasi serta proses-proses
fisiologi sel yang berperan dalam pembentukkan energi yang dibutuhkan dalam proses metabolisme nutrien dalam pakan. Oksigen yang terbatas akan
menyebabkan kemampuan udang untuk memetabolis pakan menjadi terbatas, penurunan laju pertumbuhan, serta penurunan kemampuan mengkonversi pakan.
Pertumbuhan dan nilai FCR yang baik diperoleh ketika konsentrasi oksigen berada pada 80 saturasi. Konsentrasi oksigen sebesar 5 ppm tidak akan
mengakibatkan stres pada udang, tetapi pemaparan konsentrasi oksigen rendah 1.5 ppm pada waktu yang lama dapat bersifat lethal Van Wyk dan Scarpa,
1999. Standar kualitas air bagi budidaya udang menurut Whetstone et al., 2002 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kualitas air untuk budidaya udang
Variabel Bentuk dalam Air
Nilai Optimum
Oksigen Gas oksigen
5 – 15 ppm pH
H+ [-Log H
+
] pH 7 – 9
Salinitas -
5 – 35 ppt Suhu
- 26 – 29
o
C Amonium NH
4 +
0.2 – 2 ppm Amonia NH
3
0.1 ppm Nitrit NO
2 -
0.23 ppm Nitrogen
Nitrat NO
3 -
0.2 – 10 ppm
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus sampai September 2008 di Laboratorium Lapang Teaching Farm, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah benur udang vaname Litopenaeus vannamei
berukuran PL 16 yang berasal dari PT. Tri Windu Manunggal, Anyer, Banten. Sebelum diberikan perlakuan benur diaklimatisasi terlebih dahulu selama
5 hari. Benur yang akan digunakan dalam penelitian dipilih yang berukuran seragam melalui proses sortasi.
3.2.2 Bakteri Nitrifikasi dan Denitrifikasi
Bakteri yang digunakan merupakan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi hasil isolasi dari tambak udang windu tradisional di Desa Belanakan, Kecamatan
Ciasem, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Bakteri nitrifikasi yang digunakan merupakan isolat S12 yang memiliki kemampuan mereduksi amonia sebesar
80.54, serta menghasilkan nitrit dan nitrat sebesar 0.51 dan 20.59 pada media cair nitrifikasi. Sedangkan bakteri denitrifikasi yang digunakan merupakan
isolat DS7 dengan kemampuan mereduksi nitrat sebesar 56.49, serta membentuk nitrit 29.1, amonia 1.63 mgl, serta gas N
2
70.36 pada media denitrifikasi cair Pranoto, 2007.
3.2.3 Medium Bakteri
Medium bakteri yang digunakan antara lain, sea water complete SWC, media nitrifikasi dan denitrifikasi Lampiran 1.
3.2.4 Sumber Karbon
Sumber karbon yang digunakan adalah molase dengan kandungan karbon sebesar 61,45.
3.2.5 Wadah dan Media Pemeliharaan
Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran 50 x 30 x 25 cm sebanyak 18 buah sebagai wadah pemeliharaan udang. Pada masing-masing
akuarium diisi air laut sebanyak 24 liter dan benur udang sebanyak 24 ekorakuarium lengkap dengan sistem aerasinya.
3.2.6 Peralatan
Alat-alat yang digunakan meliputi peralatan aerasi, serokan ikan, penggaris, timbangan digital, tabung reaksi, cawan petri, pembakar bunsen, jarum
ose, inkubator goyang shaker, penangas air, inkubator suhu ruang, autoklaf, oven, penangas air, mikropipet, heater, termometer, pH meter, DO meter, pipet,
bulp, gelas piala, erlanmeyer, spektrofotometer, erlenmeyer, lemari es, vortex, alumunium foil, dan tissue.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan Wadah
Sebelum digunakan akuarium dicuci dengan deterjen dan diisi air. Selanjutnya wadah berisi air tersebut disterilisasi menggunakan kaporit dengan
dosis 100 ppm dan dibiarkan selama 2 hari, tanpa aerasi. Setelah itu air dibuang dan wadah diisi air laut yang telah disaring sebanyak 24 liter dan diberi aerasi.
Peralatan aerasi sebelum digunakan direndam terlebih dahulu dengan kaporit 100 ppm.
3.3.2 Pemeliharaan Udang
Pemeliharaan udang dilakukan selama 25 hari pada akuarium dengan volume 24 liter. Jumlah udang yang ditebar sebanyak 24 ekorakuarium dengan
bobot rata-rata 0.015 gram dan panjang rata-rata 1.32 cm. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 5 kali sehari, yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00, dan