amino, yang mengandung unsur karbon C, hidrogen H, oksigen O, beberapa asam amino juga mengandung fosfor, besi, dan yodium melalui ikatan peptida
Tejasari 2003. Hasil uji kadar protein pada lintah laut tanpa jeroan kering adalah sebesar 59,11 . Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah 2009
diperoleh kadar protein lintah laut utuh kering sebesar 49,60 . Hal ini disebabkan kandungan air yang lebih rendah pada lintah laut tanpa jeroan kering
sehingga secara proporsional persentase kadar protein akan naik. Semakin meningkatnya kandungan air maka kandungan protein akan menurun dan
sebaliknya Syarief dan Halid 1993. Kadar protein yang lebih tinggi pada lintah laut tanpa jeroan kering menunjukkan potensi besar sebagai pangan fungsional
kaya protein. Karbohidrat adalah sumber kalori utama bagi kehidupan manusia dan
hewan. Karbohidrat dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana monosakarida, disakarida, gula alkohol, dan oligosakarida dan
karbohidrat kompleks polisakarida dan serat Almatsier 2006. Hasil perhitungan by difference menunjukkan bahwa kadar karbohidrat lintah laut tanpa
jeroan kering sebesar 17,08 . Sedangkan penelitian Nurjanah 2009 menunjukkan kadar karbohidrat lintah laut utuh kering sebesar 18,83 . Hal ini
menunjukkan bahwa lintah laut utuh kering memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan lintah laut tanpa jeroan kering.
4.2. Ekstraksi Komponen Antioksidan
Ekstraksi dilakukan untuk memisahkan komponen-komponen senyawa aktif dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut. Metode ekstraksi yang
digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi tunggal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prabowo 2009, metode ekstraksi tunggal menghasilkan
rendemen dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan metode ekstraksi bertingkat. Selain itu, hasil ekstraksi juga dipengaruhi oleh jenis pelarut,
waktu, dan suhu yang digunakan dalam proses ekstraksi Row dan Jin 2005. Penelitian ini menggunakan tiga pelarut polar untuk memperoleh
komponen antioksidan melalui proses ekstraksi, yaitu etanol pro analyst p.a, metanol pro analyst p.a, dan aquabides. Pemilihan pelarut polar mengacu pada
penelitian Nurjanah 2009 yang mengatakan bahwa rendemen ekstrak dan
aktivitas antioksidan lintah laut lebih banyak ditemukan pada ekstrak dengan pelarut polar sehingga diduga senyawa kimia yang terdapat di dalamnya bersifat
polar. Penggunaan ketiga pelarut ini bertujuan untuk mengetahui rendemen dan sifat komponen bioaktif lintah laut pada pelarut polar dengan tingkat kepolaran
yang berbeda. Proses ekstraksi dengan pelarut polar menggunakan lintah laut dalam
bentuk serbuk halus. Ukuran partikel yang kecil diharapkan dapat memperluas kontak sampel dengan pelarutnya sehingga semakin banyak komponen bioaktif
yang dapat terekstrak. Selain itu, penghancuran akan memecah se-sel yang terdapat dalam jaringan sehingga komponen yang akan di ekstrak dapat cepat
keluar dari bahan. Perbandingan antara bahan dengan pelarut yang digunakan adalah sebesar
1:3 wv. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak ekstrak kasar yang dihasilkan. Semakin besar volume pelarut maka jumlah bahan yang akan terekstrak akan
semakin besar sampai larutan menjadi jenuh kemudian penambahan pelarut tidak akan menambah hasil ekstraksi Hougton dan Raman 1998.
Proses maserasi dibantu dengan pengadukan dimaksudkan untuk memperbesar kemungkinan proses tumbukan antara bahan dengan pelarut
sehingga senyawa bioaktif dapat terlarut dengan cepat ke dalam pelarut. Proses maserasi ini dilakukan selama 5x24 jam sampai filtrat berwarna lebih bening. Hal
ini bertujuan untuk memperbanyak senyawa-senyawa kimia lintah laut yang terlarut dalam pelarut.
Aquabides dipilih sebagai pelarut karena bersifat murni dan terbebas dari kontaminasi serta garam-garam anorganik sehingga dapat memperkecil peluang
ekstrak kasar terkontaminasi bahan lain. Ekstraksi dengan pelarut aquabides pada suhu tinggi suhu 100
o
C dan dalam waktu singkat 20 menit dilakukan untuk menghindari pembusukan pada hasil filtrat selama ektraksi karena bakteri cepat
tumbuh dalam media air pada suhu ruang. Suhu tinggi dapat menginaktifkan bakteri yang tidak tahan panas, walaupun akan berpengaruh terhadap aktivitas
antioksidan suatu bahan. Suatu bahan yang dipanaskan pada temperatur lebih dari 50
o
C akan mengalami penurunan aktivitas antioksidan secara signifikan Azizah et al. 1998.
Proses evaporasi dari filtrat lintah laut dengan ketiga pelarut polar menghasilkan ekstrak kasar dengan karakteristik yang berbeda-beda. Ekstrak
kasar metanol dan etanol berwarna coklat pekat dalam bentuk pasta, sedangkan ekstrak kasar aquabides berwarna coklat kehijauan dalam bentuk pasta kering.
Ekstrak kasar lintah laut dari ketiga pelarut dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Ekstrak kasar lintah laut Hasil ekstraksi menggunakan tiga pelarut polar dengan tingkat kepolaran
yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda-beda pula. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan antara bobot ekstrak kasar yang dihasilkan dengan bobot
awal yang digunakan. Nilai rendemen ekstrak dinyatakan dalam bentuk persen. Rendemen ekstrak kasar lintah laut dari ketiga pelarut dapat dilihat pada
Gambar 6. Data rendemen ekstrak kasar lintah laut dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 6. Rendemen ekstrak kasar lintah laut
12,54 14,75
13,21
2 4
6 8
10 12
14 16
Etanol Metanol
Aquabides
R e
n d
e m
e n
Jenis pelarut
Ekstrak kasar etanol, metanol, dan aquabides lintah laut memiliki rata-rata persentase rendemen yaitu sebesar 12,54 , 14,75 , dan 13,21 . Hasil analisis
ragam terhadap rendemen ekstrak lintah laut berdasarkan jenis pelarut Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah rendemen ekstrak yang dihasilkan. Ketiga pelarut yang digunakan sama-sama bersifat polar sehingga tidak
memberikan perbedaan yang signifikan terhadap rendemen ekstrak. Nilai rendemen ekstrak metanol yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan
dengan penelitian Nurjanah 2009 yang menunjukkan rendemen ekstrak kasar lintah laut tanpa jeroan sebesar 4,51 . Hal ini disebabkan ukuran bahan yang
diekstrak pada penelitian ini dalam bentuk serbuk halus, sedangkan penelitian Nurjanah 2009 dalam bentuk serbuk kasar sehingga memperluas permukaan
bahan yang kontak dengan pelarut. Selain itu, pada penelitian ini dilakukan metode ekstraksi tunggal sehingga komponen bioaktifnya lebih banyak tereksrak
dibandingkan dengan metode ekstraksi bertingkat.
4.3. Ekstrak Kasar