3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juli 2009. Lintah laut diambil dari perairan Tanjung Binga Kepulauan Belitung. Analisis lintah laut
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biologi
Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi-LPPM, serta Laboratorium Basah Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain pisau, timbangan digital, timbangan analitik, cawan porselin, oven, desikator, tanur pengabuan, labu Kjeldahl,
kondensor, erlenmeyer, kapas, alat soxhlet, water bath shaker, kertas saring whatman 42, evaporator vakum putar Buchi Rotavapor R-205, botol ekstrak,
freezer, tabung reaksi, pipet tetes, pipet volumetrik, kompor listrik, pipet mikro, inkubator, spektrofotometer UV-VIS Hitachi U-2800.
Bahan yang digunakan terdiri dari bahan utama dan bahan pembantu. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah lintah laut Discodoris
sp. segar yang telah dikeringkan dengan panas matahari. Bahan pembantu yang digunakan antara lain air, aquades, H
2
SO
4
, selenium, NaOH 40 , H
3
BO
3
, methyl red, brom creosol green, HCl 0,1 , pelarut lemak, asam klorida 2 N,
metanol p.a, etanol p.a, aquabides, radikal bebas DPPH 1,1-difenil-2- pikrilhidrazil,
BHT Butylated
Hydroxytoluena sebagai
antioksidan pembanding, kloroform p.a, anhidrat asetat, asam sulfat pekat, pereaksi
Dragendorff, pereaksi wagner, pereaksi Meyer, serbuk magnesium, HCl 37 , etanol 70 , FeCl
3
5 , pereaksi molisch, pereaksi benedict, pereaksi biuret, dan larutan ninhidrin 0,1 .
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu 1 pengambilan dan preparasi bahan baku, 2 karakterisasi bahan baku, 3 ekstraksi komponen
antioksidan, dan 4 uji ekstrak kasar.
3.3.1. Pengambilan dan preparasi bahan baku
Bahan baku lintah laut Discodoris sp. diambil dari Perairan Tanjung Binga Kepulauan Belitung. Lintah laut ditemukan di pinggir pantai yang terdapat
pasir dan karang-karang mati. Lintah laut diambil pada pagi hari sekitar pukul 9.00-11.00 wib saat air laut surut. Pengambilan lintah laut dilakukan saat air laut
surut karena saat air pasang sangat sulit untuk menemukan keberadaan lintah laut. Ukuran panjang lintah laut yang digunakan berkisar 3-6 cm.
Daging lintah laut dipisahkan dari jeroannya kemudian dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan benda-benda asing yang masih menempel seperti
pasir, kerikil dan kotoran lainnya. Setelah bersih, daging lintah laut dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 hari. Lintah laut ditimbang berat utuhnya serta
berat sebelum dan sesudah pengeringan untuk mengetahui rendemennya. Lintah laut tanpa jeroan yang telah kering dihancurkan dengan
menggunakan mortar dan blender sehingga diperoleh bentuk serbuk. Serbuk lintah laut tanpa jeroan inilah yang akan digunakan dalam analisis proksimat dan proses
ekstraksi dengan pelarut polar.
3.3.2. Karakterisasi bahan baku
Karakterisasi lintah laut dilakukan melalui perhitungan rendemen dan uji proksimat.
3.3.2.1. Rendemen
Perhitungan rendemen digunakan untuk mengetahui persentase rendemen daging dan jeroan lintah laut baik segar ataupun kering. Adapun perumusan
matematiknya adalah sebagai berikut:
3.3.2.2. Uji proksimat
Analisis proksimat dilakukan terhadap lintah laut yang telah dibuang jeroannya dan dikeringkan menggunakan sinar matahari, kemudian dihaluskan
menggunakan mortar dan blender sehingga diperoleh sampel dalam bentuk serbuk. Analisis proksimat yang dilakukan adalah:
100 utuh
laut lintah
bobot daging
bobot Rendemen
1 Kadar air AOAC 1995
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawa porselen dalam oven pada suhu 102-105
o
C selama 30 menit. Cawan tersebut diletakkan dalam desikator kurang lebih 30 menit hingga dingin
kemudian ditimbang hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan daging lintah laut sebanyak 1-2 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan. Cawan
tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105
o
C selama 6 jam. Cawan tersebut didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang.
Kadar air ditentukan dengan rumus:
2 Kadar abu AOAC 1995 Cawan abu porselen dimasukkan dalam tungku pengabuan selama kurang
lebih 1 jam. Setelah itu cawan abu porselen tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat kosongnya. Daging lintah laut sebanyak 1-2 gram
dimasukkan ke dalam cawan abu porselen, kemudian diletakkan dalam tungku pengabuan hingga suhu 600
o
C. Proses pengabuan dilakukan sampai diperoleh abu berwarna abu-abu. Setelah itu cawan abu porselen didinginkan selama
30 menit dan ditimbang beratnya. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
3 Analisis abu tidak larut asam FMC Corp. 1977
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml HCl 10 selama lima menit. Bahan-bahan yang tidak terlarut disaring
menggunakan kertas saring tak berabu, lalu didinginkan dalam desikator untuk selanjutnya ditimbang.
Kadar abu tidak larut asam ditentukan dengan rumus:
100 g
sampel berat
g abu
berat asam
larut abu tidak
Kadar
100 g
contoh berat
g kering
contoh berat
- g
contoh berat
air Kadar
100 g
sampel berat
g abu
berat abu
Kadar
4 Kadar protein AOAC 1995 Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. 1
Tahap destruksi Daging lintah laut ditimbang sebanyak 0,1 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung kjeltac. Selanjutnya ditambahkan selenium dan 3 ml H
2
SO
4
ke dalam tabung tersebut. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410
o
C. Proses destruksi dilakukan sampai larutan berwarna bening.
2 Tahap destilasi
Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan aquades 50 ml. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat
destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40 sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam
erlenmeyer 125 ml berisi larutan H
3
BO
3
dan 3 tetes indikator cairan methyl red dan brom creosol green yang ada di bawah kondensor.
Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H
3
BO
3
dan indikator dalam erlenmeyer. 3
Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna
larutan erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Kadar protein ditentukan dengan rumus:
5 Kadar lemak AOAC 1995 Penentuan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi
soxhlet. Daging lintah laut sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam
labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya dan disambungkan dengan ml HCl - ml HCl blanko
0,1 N HCl 14,007
N 100
mg sampel Kadar protein
N 6,25
tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat
destilasi soxhlet, lalau dipanaskan pada suhu 40
o
C dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak
didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke
dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan. Kadar lemak ditentukan dengan rumus:
3.3.3. Ekstraksi komponen antioksidan
Ekstraksi dilakukan untuk menghasilkan ekstrak kasar lintah laut dengan menggunakan pelarut. Komponen antioksidan pada lintah laut diperoleh melalui
ekstraksi tunggal dengan menggunakan tiga pelarut polar yang berbeda, yaitu
metanol, etanol dan aquabides.
Lintah laut tanpa jeroan kering yang telah dihancurkan ditimbang beratnya 50 gram, kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Masing-masing pelarut
metanol dan etanol ditambahkan sampai sampel terendam dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:3 wv. Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan aluminium foil
untuk mencegah penguapan dari pelarut. Sampel dimaserasi menggunakan shaker LED Orbit selama 5x24 jam. Setiap 24 jam, hasil maserasi disaring dengan kertas
saring whatman 42 untuk memisahkan filtrat dengan ampasnya. Ekstraksi dengan pelarut aquabides dilakukan dengan memanaskan
aquabides sebanyak 750 ml dalam panci kaca hingga suhu 100
o
C. Lintah laut tanpa jeroan kering yang telah dihancurkan ditambahkan ke dalam panci kaca
sebanyak 50 gr sehingga diperoleh perbandingan bahan dan pelarut 1:15 wv. Sampel dan pelarut dipanaskan selama 20 menit dengan selalu diaduk. Setelah
dingin, sampel disaring dengan menggunakan kain katun dilanjutkan dengan kertas saring whatman 42 untuk memisahkan filtrat dengan ampasnya.
Filtrat dari masing-masing pelarut dimasukkan dalam erlenmeyer dan disimpan dalam lemari es sampai waktunya evaporasi. Evaporasi filtrat hasil
100 g
sampel berat
g lemak
berat lemak
Kadar
maserasi menggunakan pelarut etanol dan metanol dilakukan dengan evaporator vakum putar Buchi Rotavator R-205 pada suhu 37
o
C, sedangkan filtrat aquabides dievaporasi pada suhu 54
o
C sehingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak kasar ini dimasukkan dalam botol ekstrak untuk dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan
metode DPPH Blois 1958 diacu dalam Molyneux 2004 dan uji fitokimia secara kualitatif Harborne 1987. Diagram alir proses ekstraksi komponen antioksidan
menggunakan pelarut etanol, metanol, dan aquabides dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir ekstraksi dengan pelarut etanol, metanol Pramadhany 2006 yang dimodifikasi, dan aquabides
Anesini et al. 2005 yang dimodifikasi
3.3.4. Ekstrak kasar
Analisis yang dilakukan terhadap ekstrak kasar menggunakan dua uji, yaitu uji aktivitas antioksidan DPPH untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari
ekstrak masing-masing pelarut, dan uji fitokimia untuk mengetahui senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak lintah laut.
Lintah laut tanpa jeroan Penimbangan 50 g
Maserasi 5x24 jam dengan etano
l 150 ml mv
Penyaringan
Filtrat Residu
Evaporasi Ekstrak kasar
Pemanasan selama 20 menit dalam pelarut
aquabides 750 ml mv suhu 100
o
C
Maserasi 5x24 jam dengan metano
l 150 ml mv
3.3.4.1. Uji aktivitas antioksidan DPPH Blois 1959 diacu dalam Molyneux 2004
Ekstrak kasar lintah laut yang diperoleh dari proses ekstraksi dengan metanol p.a, etanol p.a, dan aquabides dilarutkan dalam metanol p.a dengan
konsentrasi 100, 200, 500, 1000, 2000 dan 4000 ppm. Antioksidan sintetik BHT digunakan sebagai pembanding dengan konsentrasi 5, 10, 25, 50, da 100 ppm.
Larutan pereaksi DPPH yang digunakan dibuat dengan melarutkan DPPH dalam metanol p.a dengan konsentrasi 1 mM, yang dibuat segar dan dijaga pada suhu
rendah serta terlindung dari cahaya. Sebanyak 4 ml larutan uji atau pembanding direaksikan dengan 1 ml larutan DPPH dalam tabung reaksi. Campuran tersebut
diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 30 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri UV-VIS Hitachi U-2800 pada panjang
gelombang 517 nm. Larutan standar dibuat dengan mencampur 4 ml metanol p.a dengan 1 ml DPPH. Aktivitas antioksidan masing-masing sampel dan BHT
dinyatakan dengan persentase penghambatan radikal bebas yang dihitung dengan rumus:
100 blanko
absorbansi sampel
absorbansi -
blanko absorbansi
inhibisi
Nilai konsentrasi dan hambatan ekstrak diplot masing-masing pada sumbu
x dan y. Persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y = bLnx + a digunakan untuk mencari nilai IC inhibitor concentration, dengan menyatakan nilai y
sebesar 50 dan nilai x sebagai IC
50
. Nilai IC
50
menyatakan konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk mereduksi DPPH sebesar 50 .
3.3.4.2. Uji fitokimia Harborne 1987
Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar lintah laut masing-masing pelarut. Uji fitokimia yang
dilakukan terdiri dari uji alkaloid, steroidtriterpenoid, saponin, flavonoid, fenol hidrokuinon, molisch, benedict, biuret, ninhidrin. Metode uji didasarkan pada
Harborne 1987. a Uji Alkaloid
Sebanyak 1 gr sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer
dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, dengan pereaksi Wagner membentuk endapan putih
kekuningan, dengan pereaksi Wagner membentuk endapan coklat dan dengan pereaksi Dragendorff membentuk endapan merah sampai jingga.
b Uji Steroidtriterpenoid Sebanyak 1 gr sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung
reaksi. Anhidrida asetat sebanyak 10 tetes dan asam sulfat pekat sebanyak 3 tetes ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif sampel mengandung
steroid dan triterpenoid yaitu terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
c Uji Saponin uji busa Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan sampel mengandung saponin.
d Uji Flavonoid Sebanyak 1 gr sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml
amil alkohol campuran asam klorida 37 dan etanol 95 dengan volume sama dan 4 ml alkohol, kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel
mengandung flavonoid yaitu terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
e Uji Fenol hidrokuinon pereaksi FeCl
3
Sebanyak 1 g sampel lintah laut kering diekstrak dengan 20 ml etanol 70 . Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan
2 tetes larutan FeCl
3
5 . Hasil uji positif sampel mengandung senyawa fenol yaitu terbentukya larutan berwarna hijau atau hijau biru.
f Uji Molisch Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 2 tetes pereaksi molisch dan
1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Hasil uji positif sampel mengandung karbohidrat ditandai oleh terbentuknya kompleks berwarna ungu
diantara 2 lapisan cairan.
g Uji Benedict Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi
benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Hasil uji positif sampel mengandung gula pereduksi yaitu terbentuknya larutan berwarna hijau,
kuning atau endapan merah bata. h Uji Biuret
Larutan sampel sebanyak 1 ml ditambahkan pereaksi biuret sebanyak 4 ml. Campuran dikocok dengan seksama. Hasil uji positif sampel mengandung
senyawa peptida yaitu terbentuknya larutan berwarna ungu. i Uji Ninhidrin
Larutan sampel sebanyak 2 ml ditambahkan beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1 . Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Hasil
uji positif sampel mengandung asam amino yaitu terbentuknya larutan warna biru.
3.4. Analisis Data
Perlakuan pada penelitian ini adalah penggunaan jenis pelarut polar yaitu metanol, etanol, dan aquabides. Semua perlakuan dilakukan sebanyak dua kali
ulangan. Rancangan percobaan yang digunakan untuk menganalisis data rendemen ekstrak dan hasil uji kandungan antioksidan dengan DPPH adalah
rancangan acak lengkap RAL dengan model sebagai berikut Steel dan Torie 1980:
Keterangan: Y
ij
= nilai pengamatan rendemen ekstrak; hasil uji kandungan antioksidan i pada ulangan ke-j
ð = rataan umum á
i
= pengaruh jenis pelarut polar i å
ij
= pengaruh galat jenis pelarut polar i pada ulangan ke-j Hipotesis rancangan acak lengkap RAL terhadap rendemen ekstrak dan
hasil uji kandungan antioksidan dengan DPPH adalah sebagai berikut: H
: jenis pelarut tidak berpengaruh nyata á
i
= 0 H
1
: jenis pelarut berpengaruh nyata á
i
≠ Y
ij
= ð + á
i
+ å
ij
Apabila hasil analisis ragam ANOVA pada rendemen ekstrak dan hasil uji kandungan antioksidan dengan DPPH berbeda nyata pada selang kepercayaan
95 P0,05, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dengan rumus sebagai berikut: S¢ =
ඥ
ሺሻȀ Rp = qá’ x S¢
Keterangan: S¢
= significant range = kuadrat tengah sisa
r = ulangan qá’ = significant studentized range
Rp = wilayah nyata terkecil dari nilai rata-rata
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah lintah laut Discodoris sp. dari Perairan Tanjung Binga Kepulauan Belitung. Lokasi
pengambilan lintah laut dapat dilihat pada Lampiran 1. Lintah laut dikurangi kadar airnya melalui proses pengeringan. Keuntungan dilakukannya pengeringan
adalah daya awet bahan yang lebih lama, volume dan berat bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan. Pengeringan
dapat berlangsung baik, jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan dan
uap air dikeluarkan dari seluruh permukaan bahan tersebut Winarno et al. 1980.
Lintah laut tanpa jeroan kering memiliki tekstur yang keras, dan berwarna hitam kecoklatan. Setelah kering, lintah laut tanpa jeroan dihancurkan sehingga
diperoleh bentuk serbuk. Bahan baku dalam bentuk serbuk dapat mempermudah saat analisis proksimat dan proses ekstraksi karena permukaan bahan baku yang
kontak dengan pelarut lebih luas. Serbuk lintah laut tanpa jeroan disimpan dalam wadah tertutup untuk melindungi bahan baku dari lingkungan sekitarnya. Lintah
laut segar, tanpa jeroan kering dan bentuk serbuknya dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Lintah laut utuh segar, tanpa jeroan kering dan serbuknya