2.5 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji Lillesand Kiefer 1990.
Lo 1995 menyatakan bahwa penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak
jauh tanpa sentuhan fisik. Tujuan utama penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan. Biasanya teknik ini
menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian,
arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya. Tujuan utama penginderaan jauh ialah mengumpulkan data sumberdaya alam dan
lingkungan.Informasi tentang objek disampaikan ke pengamat melalui energi elektromagnetik yang merupakan pembawa informasi dan sebagai penghubung
komunikasi. Oleh karena itu, kita dapat menganggap bahwa data penginderaan jauh pada dasarnya merupakan infomasi intensitas panjang gelombang yang perlu
diberikan kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh.
2.6 Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Studi Pemetaan Lahan
Kritis
Aplikasi sistem informasi geografis dan pengideraan jauh telah banyak digunakan diberbagai bidang. Dalam bidang kehutanan, aplikasi ini digunakan
untuk pemetaan penggunaan lahan, pemetaan perubahan penutupan lahan, pemetaan daerah rawan longsor dan sebagainya. Salah satu penelitian yang
menggunakan aplikasi ini dilakukan oleh Nugraha 2008 dalam Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Lahan Kritis
DAS Ciliwung Hulu Bogor. Pemanfaatan teknologi ini menggunakan empat parameter, yaitu penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat erosi, dan tingkat
pengelolaan lahan. Untuk analisis semua parameter diberi skor. Berdasarkan parameter terbentuknya lahan kritis tersebut diperoleh lima kelas tingkat
kekritisan lahan yaitu tidak kritis 1265,72 Ha, potensial kritis 5321.90 Ha, agak kritis 1331,02 Ha, kritis 4013,78 Ha, dan sangat kritis 156,12 Ha.
Selain itu, Ade Candra 2003 juga telah melakukan penelitian tentang Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu
KabupatenKota Bogor dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Identifikasi dan pemetaan lahan kritis dilakukan dengan
pemberian skor untuk setiap parameter dan dilakukan proses overlay dari citra hasil interpretasi dengan peta digital. Dari hasil analisis diperoleh lima tingkat
kekritisan lahan yaitu tidak kritis 2631,96 Ha atau 17,69, potensial kritis 3538,37 Ha atau 23,79, semi kritis 3453,85 Ha atau 23,33, kritis 2438,18
Ha atau 16,39 dan sangat kritis 1668,10 Ha atau 11,21. Perbandingan
penelitian dari peneliti dengan penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Perbandingan beberapa penelitian sebelumnya terkait lahan kritis
No. Judul dan Nama Penelitian
Tahun Metode yang digunakan
Lokasi Penelitian
Hasil Keterangan
1. Identifikasi
dan Pemetaan
Lahan Kritis Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografis oleh I Made Parsa
2002 Metode
pembobotan menggunakan
tiga variabel yaitu kelerengan lahan, bilangan
kurva aliran permukaan dan persentase penutupan lahan dengan teknik pengolahan
dan analisis data secara digital dan visual. Analisis dengan permodelan lahan kritis
menggabungkan 3 variabel, yaitu kelas lereng, bilangan kurva, dan persentase penutupan
lahan, dievaluasi dengan rumusan USLE. Sub
DAS Cikapundung-
Citarum, Kabupaten
Bandung, Jawa Barat
Lahan kritis diidentifikasi berdasarkan tiga variabel yaitu Nilai Bilangan Kurva,
kelas kelerengan lahan dan persentase penutup lahan. Tingkat erosi di daerah
penelitian dihitung menggunakan metode USLE yang dibagi menjadi lima kelas
kekritisan lahan yaitu tidak kritis, potensial kritis, semi kritis, kritis, dan
sangat kritis. Tesisjurnal
2. Aplikasi Penginderaan Jauh
dan Sistem
Informasi Geografis
SIG Untuk
Mengidentifikasi dan
Memetakan Lahan
Kritis Studi Kasus pada Lahan
Kritis di Sub DAS Bancak Provinsi Jawa Tengah oleh
Zulfikar 1999
Model penentuan tingkat kekritisan lahan menggunakan SIG dengan skoring terhadap
parameter lahan kritis. Parameter yang digunakan adalah keadaan penutup lahan,
kemiringan lereng, tingkat erosi, dan tingkat pengelolaan lahan. Semua parameter diberi
skor dan tingkat kekritisan lahan didasarkan pada total dari nilai semua parameter lahan
kritis. Sub
DAS Bancak bagian
dari DAS
Jratunseluna Provinsi
Jawa Tengah.
Tingkat kekritisan lahan dibagi menjadi tidak kritis, potensial kritis, semi kritis,
kritis, dan sangat kritis. Ada 4 model yang digunakan dalam menentukan
tingkat kekritisan lahan. Dari keempat model tersebut model yang sesuai
dengan kondisi lokasi penelitian dan pemetaan lahan kritis adalah model 2.
Tesis
3. Penggunaan Metode Fuzzy
dalam Penentuan Lahan Kritis dengan Menggunakan Sistem
Informasi Geografis di Daerah SubDAS Cipeles oleh Rani
Kastaman,
Dwi Rustam
Kendarto, dan
Sandhi Nugraha
2007 Analisis
deskriptif komparatif
dengan membandingkan tingkat sensitivitas lahan
kritis hasil pengolahan metode skoring dan metode fuzzy. Keakuratan atau sensitivitas
dilakukan dengan
membandingkan data
pembanding lapangan
menggunakan uji
peringkat-bertanda Wilcoxon. SubDAS
Cipeles, DAS
Cimanuk, Kabupaten
Sumedang Hasil
analisis dengan
metode defuzzifikasi COG ternyata memberikan
hasil yang relative tidak begitu berbeda, tapi
hasilnya akan
berbeda bila
dibandingkan dengan metode scoring. Namun setelah dilakukan uji Wilcoxon
pada metode COG hasilnya tidak berbeda nyata dengan hasil lapangan.
Jurnal
Tabel 1 Lanjutan
No. Judul dan Nama Penelitian
Tahun Metode yang digunakan
Lokasi Penelitian
Hasil Keterangan
4. Identifikasi
dan Pemetaan
Lahan Kritis di Daerah Aliran Sungai
Ciliwung Hulu
KabupatenKota Bogor
dengan Menggunakan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis oleh Ade
Candra 2003
Pengamatan menggunakan metode Land Surveying dan Scoring. Data yang diambil
berupa penggunaan lahan, kemiringan lereng, kegiatan
masyarakat setempat,
interaksi dengan
DAS Ciliwung
Hulu, tingkat
pengelolaan kawasan, dan daerah rawan longsor atau erosi.
DAS Ciliwung Hulu
Luas lahan kritis hasil overlay semua parameter lahan kritis sekitar 2438,18 ha,
sangat kritis 1668,10 ha, semi kritis 3553,85 ha dan potensial kritis 3538,37
ha dan tidak kritis sekitar 2631,96 ha. Skripsi
5. Aplikasi
Sistem Informasi
Geografis SIG
dan Penginderaan
Jauh Untuk
Pemetaan Lahan Kritis Lokasi Pertambangan
Pasir di
Kabupaten Sumedang oleh Suherman
2007 Metode dengan pengambilan data dengan dua
cara, yaitu pengambilan data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan
pengamatan langsung,
sedangkan data
sekunder diperoleh dari instansi terkait melalui
wawancara. Pengolahan
data dilakukan dengan metode pembobotan yang
bersumber dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi 2004.
Kabupaten Sumedang
Tingkat kekritisan
lahan lokasi
pertambangan pasir
di Kabupaten
Sumedang terbagi menjadi tiga kelas kritis yaitu kelas tidak kritis dengan luas
36,77 ha12,18, kelas kritis sedang seluas 242,06 ha80,14, dan kelas kritis
seluas 23,20 ha 7,68. Kelas tingkat kekritisan terluas terdapat di Desa
Cibeureum, Wetan dan Desa Cibeureum Kulon.
Skripsi
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengambilan data dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012 dan pengolahan data dilakukan pada bulan Juni-Oktober 2012, dengan lokasi penelitian di wilayah
Sub DAS Cisadane Hulu. Menurut BPDAS Citarum Ciliwung 2010, daerah ini meliputi 15 Kecamatan di Kabupaten Bogor dan 4 Kecamatan di Kotamadya
Bogor dengan luas 44.142,32 Ha dari luas total DAS Cisadane seluas 153.208,91 Ha. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten dan Kota Bogor,
jumlah penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu sebesar 1.988.755 jiwa dan kepadatan penduduk mencapai 34.600 jiwakm
2
. Peta wilayah Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Gambar 1. Pengolahan dan analisis data dilakukan di
Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat keras hardware yang terdiri dari PC komputer dan printer, perangkat lunak software
yang terdiri dari ArcGIS 9.3, ERDAS Imagine 9.1, Google Earth, dan MS Office 2007. Selain itu, juga digunakan GPS Global Positioning System, kamera
digital, tally sheet dan alat tulis. Bahan
– bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Satelit Landsat 5 TM pathrow: 12265 tahun 2009, Citra ASTER Global Digital
elevation model GDEM
,
peta administrasi dan peta erosi Sub DAS Cisadane Hulu, Peta RTRW Kabupaten dan Kota Bogor, data statistik Kabupaten dan Kota
Bogor, data produktivitas pertanian, dan data curah hujan tahun 1999-2009.
3.3 Jenis dan Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan meliputi data spasial dan data atribut. Data spasial merupakandata grafis yang mengidentifikasikan kenampakan lokasi
geografi berupa titik, garis, dan poligon yang disimpan dalam bentuk digital yang