Kemiringan lereng Faktor-faktor Penyebab Lahan Kritis

4.1.2 Kemiringan lereng

Kemiringan lereng dapat memicu terjadinya lahan kritis di suatu wilayah. Semakin curam kemiringan lerengnya maka semakin besar potensi terjadinya lahan kritis di wilayah tersebut. Menurut Suripin 2002, topografi berperan penting dalam menentukan kecepatan aliran permukaan yang membawa partikel- partikel tanah tersebut. Selain itu, Notohadiprawiro 1977 diacu dalam Najib 1999 juga menambahkan bahwa kemiringan lereng merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan mengendalikan proses-proses pembentukan tanah. Kemiringan lereng juga merupakan salah satu gejala perkembangan tanah akibat pengaruh lingkungan fisik dan hayati. Dengan demikian, kemiringan lereng berpengaruh untuk memicu terjadinya lahan kritis pada suatu wilayah. Peta kemiringan lereng diperoleh dari pengolahan citra ASTER GDEM. Dari hasil analisis citra tersebut diperoleh lima 5 kelas kemiringan lereng, yaitu datar, landai, agak curam, curam, dan sangat curam. Luasan kemiringan lereng secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Kelas dan luas kemiringan lereng Sub DAS Cisadane Hulu No. Kemiringan lereng Bentuk lereng Luas Ha Persentase 1. – 8 Datar 26.233,94 60,09 2. 8 – 15 Landai 8.619,45 19,74 3. 15 – 25 Agak curam 4.668,68 10,69 4. 25 – 40 Curam 3.162,57 7,24 5. 40 Sangat curam 972,22 2,23 Total 43.656,86 100,00 Kemiringan lereng datar 0-8 menyebar dan mendominasi di seluruh wilayah Sub DAS Cisadane Hulu dengan luas 26.233,94 Ha atau 60,09 dari luas total Sub Cisadane Hulu. Tingkat kemiringan 8-15 tersebar hampir di seluruh wilayah Sub DAS Cisadane Hulu di bagian barat dan selatan.Kemiringan 15-25 dan 25-40 tersebar di daerah pegunungan yaitu di bagian selatan dan timur. Kemiringan 40 memiliki luasan terkecil sebesar 972,22 Ha atau 2,23 dari total luas Sub DAS Cisadane Hulu dan terdapat di daerah pegunungan yaitu pada bagian puncak gunung. Gambar 15 Peta kemiringan lereng Sub DAS Cisadane Hulu.

4.1.3 Tingkat bahaya erosi

Dokumen yang terkait

Aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk mengidentifikasikan dan memetakan lahan kritis (studi kasus pada lahan kritis di Sub DAS Bancak Propinsi Jawa Tengah)

0 6 116

Studi Perencanaan Pengelolaan Lahan di Sub DAS Cisadane Hulu Kabupaten Bogor

0 8 9

Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi

2 14 25

Analisis alih fungsi lahan dengan menggunakan penginderaan jauh dan kesediaan membayar di Sub DAS Ciliwung Hulu Jawa Barat

0 7 160

Identifikasi Dan Pemetaan Lahan Kritis Menggunakan Sistem Infonnasi Geografi Dan Penginderaan Jauh (Kasus Sub Das Citarum Hulu, Propinsi Jawa Barat)

0 10 182

Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi ANSWERS dalam Memprediksi Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan terhadap Sedimentasi di Sub DAS Cisadane Hulu DTA Cipopokol, Kab. Bogor

0 16 99

Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG).

0 10 152

Aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk mengidentifikasikan dan memetakan lahan kritis (studi kasus pada lahan kritis di Sub DAS Bancak Propinsi Jawa Tengah)

0 8 106

VALIDASI LUAS LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN PINRANG, PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

0 0 12

APLIKASI PENGOLAHAN DIGITAL CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS KASUS DI KABUPATEN BANJARNEGARA PROVINSI JAWA TENGAH

0 0 8