Tabel 13 Sebaran lahan kritis di beberapa kecamatan pada kawasan lindung Sub DAS Cisadane Hulu
Kecamatan Luas Daerah Lahan Kritis Ha
Luas Kecamatan
Tidak Kritis
Potensial Kritis
Agak Kritis
Kritis Sangat
Kritis
Caringin 315,66
1.784,10 237,50
59,76 12,87
2.409,89 Ciawi
142,23 294,44
122,52 6,30
- 565,49
Cigombong 210,35
335,19 47,05
56,50 1,56
650,64 Cijeruk
156,01 773,00
20,73 78,55
- 1.028,29
Megamendung -
0,02 0,28
- -
0,30 Pamijahan
16,49 15,49
1,37 0,60
- 33,94
Tamansari 58,52
455,05 13,90
0,80 -
528,26 Tenjolaya
154,58 418,77
16,13 6,25
- 595,72
Total Ha 1.053,83
4.076,04 459,47
208,76 14,43
5.812,53 Persentase
18,13 70,13
7,90 3,59
0,25 100,00
Kategori lahan potensial kritis menempati proporsi luas tertinggi sebesar 4.076,04 Ha atau 70,13 dari total luas kawasan lindung. Menurut Wahyunto et
al. 1993 diacu dalam Candra 2004, lahan potensial kritis merupakan lahan yang masih berfungsi sebagai fungsi produksi dan perlindungan. Namun, pada daerah
hutan yang berlereng, apabila lahan tersebut dibuka dapat mengakibatkan lahan menjadi kritis.
4.2.2 Kawasan budidaya untuk usaha pertanian
Kawasan budidaya merupakan kawasan yang diperuntukkan untuk usaha pertanian. Kawasan ini meliputi sawah, perkebunan, dan ladang. Komoditi yang
digunakan untuk analisis produktivitas lahan adalah padi untuk sawah, jagung untuk ladangtegalan, dan kopi untuk tanaman perkebunan. Masing-masing
komoditi dianalisis dari hasil produksi dan luas panen setiap tahunnya, sehingga diperoleh produktivitas lahan dan dianalisis berdasarkan kriteria lahan kritis.
Penilaian lahan kritis pada kawasan dengan fungsi budidaya pertanian mencakup parameter produktivitas lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi,
singkapan batuan dan pengelolaan lahan. Parameter-parameter tersebut dianalisis kemudian sesuai pembobotannya dengan menggunakan formula berikut:
SKOR TOTAL = 30 FPL + 20 FKL + 15 FKE + 5 FKB + 30 FKM
Keterangan : FKP
= Faktor kelas produktivitas lahan FKL
= Faktor kelas kemiringan lereng FKE
= Faktor kelas erosi FKB
= Faktor kelas batuan FKM
= Faktor kelas manajemen lahan 30;20;15;5 = Bobot penilaian lahan kritis di kawasan budidaya pertanian
Bobot penilaian setiap kelas parameter skor masing-masing parameter dan dijumlahkan, sehingga diperoleh skor akhir penilaian lahan kritis. Nilai skor akhir
yang diperoleh merupakan total skor penilaian lahan kritis yang kemudian dianalisis untuk ditentukan kelas tingkat kekritisan lahannya pada kawasan
budidaya. Kelas tingkat kekritisan lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya Sub DAS Cisadane Hulu
No. Tingkat kekritisan lahan
Luas Ha Persentase
1. Sangat kritis
0,29 0,001
2. Kritis
904,12 2,68
3. Agak kritis
2.630 7,79
4. Potensial kritis
16.313,95 48,31
5. Tidak kritis
527,90 1,56
6. Tidak diklasifikasi
13.389,07 39,65
Total 33.766,26
100,00
Keterangan: = penutupan lahan berupa awanbayangan, badan air, hutan, pemukiman, semakbelukar, dan rumputlahan terbuka tidak dianalisis
Lahan dengan tingkat potensial kritis mendominasi di kawasan budidaya dengan luas 16.313,95 Ha atau 48,31, sedangkan lahan dengan tingkat sangat
kritis memiliki luas terkecil seluas 0,29 Ha atau 0,001 dari total luas kawasan budidaya. Perbatakusuma dan Kaprawi 2011 menjelaskan bahwa lahan potensial
kritis merupakan lahan yang tidak termasuk dalam kategori kritis sehingga masih dapat dipergunakan untuk lahan pertanian, walaupun sudah terjadi erosi dengan
tingkat yang rendah. Sebaran lahan kritis pada kawasan budidaya apabila dirinci menurut
kecamatan, Kecamatan Caringin memiliki luas tertinggi dengan tingkat kekritisan lahan potensial kritis sebesar 2.726,99 Ha. Secara rinci sebaran lahan kritis di
beberapa kecamatan pada kawasan budidaya Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Sebaran lahan kritis di beberapa kecamatan pada kawasan budidaya
Sub DAS Cisadane Hulu
Kecamatan Luas Daerah Lahan Kritis Ha
Luas Kecamatan
Tidak Kritis
Potensial Kritis
Agak Kritis
Kritis Sangat
Kritis
Bogor Barat -
- 391,35
68,24 -
459,59 Bogor Selatan
- -
581,38 832,14
0,29 1.413,81
Bogor Tengah -
- 0,19
0,05 -
0,24 Caringin
0,39 2.726,99
49,74 -
- 2.77,12
Ciampea 47,91
856,59 1.291,03
3,47 -
2.199,00 Ciawi
- 1.202,66
18,72 -
- 1.221,38
Cibungbulang 147,43
572,62 -
- -
720,05 Cigombong
1,37 2.340,87
20,16 -
- 2.362,85
Cijeruk -
2.090,32 82,02
- -
2.172,34 Ciomas
1,17 789,93
1,47 -
- 792,57
Dramaga 293,13
1.438,30 0,21
- -
1.731,64 Kemang
- -
0,05 -
- 0,05
Megamendung -
6,49 2,32
0,17 -
8,98 Pamijahan
- 677,02
155,52 0,05
- 832,59
Rancabungur 36,51
69,45 5,62
- -
111,58 Tamansari
- 1.894,14
13,35 -
- 1.907,49
Tenjolaya -
1.648,58 17,34
- -
1.665,92
Total Ha 527,90
16.313,95 2.630,92
904,12 0,29
20.377,20 Persentase
2,59 80,06
12,91 4,44
0,001 100,00
Pada kawasan budidaya, tingkat kekritisan lahan dengan kategori potensial kritis memiliki proporsi tertinggi seluas 16.313,95 Ha atau 80,06 dari total luas
kawasan, sedangkan lahan dengan kategori sangat kritis memiliki proporsi luas kurang dari 1 atau seluas 0,29 Ha. Lahan potensial kritis di kawasan ini dapat
berubah menjadi lahan kritis apabila tidak dilakukan pemanfaatan dan pengelolaan lahan sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air.
4.2.3 Kawasan lindung di luar kawasan hutan