Penyuluh pertanian merupakan tenagaindividu yang memiliki tugas melakukan kegiatan penyuluhan kepada petani sekaligus bertanggung jawab
menjadi saluran informasi bagi petani. Penyuluh pertanian yang dimaksud di sini adalah penyuluh pertanian formal maupun informal, yaitu terdiri atas: pegawai
negeri sipil, penyuluh swasta, danatau penyuluh swadaya. Pemerintah bertanggung jawab meningkatkan kompetensi penyuluh melalui pendidikan dan
pelatihan, khususnya dalam hal: kemampuan melakukan kegiatan penyuluhan, kemampuan mengidentifikasi kebutuhan informasi petani, dan peran penyuluh
sebagai saluran informasi bagi petani. Informasi yang disalurkan penyuluh kepada petani adalah informasi yang sudah diolah oleh Badan Koordinasi
Penyuluhan, baik dalam bentuk cetakan maupun digital. Namun demikian, kondisi penyuluh di Kabupaten Cianjur dan Kota Batu fenomena juga dapat
terjadi di wilayah yang lain di Indonesia sebagian akan memasuki usia pensiun dan sebagian lagi banyak pula yang dipindahtugaskan ke luar sektor pertanian.
Keadaan ini telah terbantu oleh adanya rekruitmen penyuluh kontrak yang telah dilakukan oleh Kementan secara bertahap sejak tahun 2006 disertai dengan proses
pendidikan dan pelatihan sehingga menjadi penyuluh yang kompeten.
3. Subsistem Pengaturan Dinas Pertanian Provinsikabupatenkota
adalah lembaga yang menyusun program pembangunan pertanian di wilayahnya, baik program jangka
panjang maupun jangka pendek berdasarkan potensi sumber daya yang dimilikinya dan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dengan memperhatikan kelestarian sumber daya pertanian. Program pembangunan pertanian mencakup
antara lain: rencana tanam, panen, target produksi, kebutuhan sarana produksi pupuk, benih, dan pestisida. Selanjutnya, program ini disampaikan ke lembaga
penyuluhan di provinsikabupaten Badan Pelaksana Penyuluhan untuk dijabarkan menjadi program penyuluhan bidang pertanian dan “menterjemahkan”
program ini menjadi informasi penyuluhan. Selain dinas pertanian, pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten juga berfungsi sebagai subsistem
pengaturan, khususnya terkait dengan perancangan program dan anggaran pembangunan daerah.
244
4. Subsistem Lembaga Agribisnis Pengguna Akhir
Lembaga agribisnis merupakan pengguna akhir dari inovasi pertanian. Dalam jaringan informasi inovasi pertanian, yang termasuk dalam lembaga
agribisnis adalah seluruh pelaku agribisnis baik swasta, pedagang, maupun petani. Salah satu kelompok yang termasuk dalam subsistem agribisnis adalah petani
yang memiliki keterbatasan sumber daya. Dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, perilaku petani cenderung bersifat tertutup dan sangat berhati-hati dalam
menerima pembaharuan khususnya terkait dengan aplikasi teknologi informasi yang sebagian besar merasa aplikasi teknologi informasi komputer-internet
merupakan hal yang sophisticated sangat canggih dan sulit dijangkau. Beragamnya karakteristik pelaku agribisnis termasuk petani di wilayah
tertentu, perlu dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk menumbuhkan partisipasi pelaku dalam implementasi program pengembangan
sistem informasi pertanian berbasis teknologi informasi di tingkat lapangan. Proses knowledge sharing atau berbagi informasi yang perlu dikembangkan di
tingkat petani harus disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Selain itu, perlu diupayakan pemanfaatan potensi sumber
daya berupa jaringan dan fasilitas komunikasi yang tersedia di tingkat lokal dan mampu mengurangi berbagai faktor penghambat komunikasi di tingkat
masyarakat. Aplikasi teknologi informasi dalam komunikasi inovasi pertanian dalam pemanfaatan cyber extension perlu dikawal dengan pendampingan dan
kegiatan sosialisasi kepada pengguna secara berjenjang dan bertahap.
Prasyarat Pola Konvergensi Komunikasi untuk Pengembangan Kapasitas Pengelola dan Pengguna
Cyber Extension
Cyber extension merupakan mekanisme komunikasi inovasi yang
mensinergikan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media baru yang memerlukan strategi khusus dalam pemanfaatannya di tingkat petani yang pada
umumnya memiliki status sosial ekonomi yang relatif tidak tinggi. Hal ini karena dalam pemanfaatan cyber extension membutuhkan prasyarat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pemanfaatan media komunikasi yang lain. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa tidak seluruh petani responden
mampu memanfaatkan cyber extension karena terkendala oleh keterbatasan pengetahuan dan ketersediaan sarana untuk akses informasi berbasis teknologi
informasi khususnya yang terkait dengan akses terhadap teknologi informasi berbasis komputer dan jaringan internet. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
peningkatan dan pengembangan kapasitas pengelola maupun pengguna cyber extension
sehingga dapat dicapai konvergensi komunikasi inovasi pertanian. Konvergensi komunikasi dalam pengembangan kapasitas pengelola dan
pengguna cyber extension dalam pembangunan pertanian dapat tercapai dengan baik apabila dalam prosesnya dapat memenuhi prinsip pendidikan orang dewasa
yang sesungguhnya Mulyandari 2010b. Tiap bentuk pengembangan kapasitas pengelola pembangunan pertanian sebaiknya memuat sembilan prinsip pendidikan
orang dewasa sebagaimana disampaikan Sudrajat 2009 yaitu RAMP 2 FAME. R
= Recency A
= Appropriateness M
= Motivation P
= Primacy 2
= 2 – Way Communication F
= Feedback A
= Active Learning M
= Multi – Sense Learning E
= Exercise
Recency. Hukum dari recency menyatakan bahwa sesuatu yang dipelajari
atau diterima pada saat terakhir adalah yang paling diingat oleh pesertapartisipan. Oleh karena itu, isi materi pada akhir sesi dan kedua perlu dikemas secara
“segar” sehingga mudah diingat peserta. Pesan kunci selalu ditekankan kembali di akhir sesi. Pada aplikasi kedua, mengindikasikan perlunya membuat rencana kaji
ulang review untuk tiap sesi materi yang disampaikan.
Appropriateness.
Hukum dari appropriatenes atau kesesuaian adalah secara keseluruhan, baik sistem pembelajaran, informasi, alat-alat bantu yang
dipakai, studi kasus, dan material lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhan pesertapartisipan. Fasilitator harus secara terus menerus memberi kesempatan
kepada peserta untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah diperoleh peserta, sehingga dapat
menghilangkan kekhawatiran tentang sesuatu yang samar tidak diketahui.
246
Motivation
. Hukum dari motivasi menyatakan bahwa pastisipanpeserta harus memiliki keinginan untuk belajar, siap untuk belajar, dan harus punya
alasan untuk belajar. Motivasi dapat menciptakan lingkungan atmosphere belajar menjadi menyenangkan.
Primacy menarik perhatian di awal sesi pembelajaran. Hukum dari
primacy mengatakan kepada kita bahwa hal-hal yang pertama bagi peserta
biasanya dipelajari dengan baik. Demikian pula dengan kesan pertama atau serangkaian informasi yang diperoleh dari pelatih betul-betul sangat penting.
Two - Way Communication komunikasi dua arah
. Hukum dari komunikasi dua arah menekankan bahwa proses peningkatan kapasitas pelaku
komunikasi menggunakan prinsip komunikasi dua arah atau timbal balik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi di antara pelatihfasilitator dan
pesertapartisipan.
Feedback
. Hukum dari feedback atau umpan balik menunjukkan bahwa fasilitator dan peserta membutuhkan informasi satu sama lain. Fasilitator perlu
mengetahui bahwa peserta mengikuti dan tetap menaruh perhatian pada apa yang disampaikan, dan sebaliknya peserta juga membutuhkan umpan balik sesuai
dengan penampilankinerja mereka. Penguatan juga membutuhkan umpan balik.
Active Learning Belajar Aktif. Hukum dari active learning
menyatakan bahwa peserta belajar akan lebih giat apabila dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. “Belajar sambil bekerja” merupakan peribahasa
penting dalam proses pembelajaran orang dewasa.
Multiple - Sense Learning. Hukum dari multi-sense learning mengatakan
bahwa belajar akan jauh lebih efektif jika partisipan menggunakan lebih dari satu dari kelima inderanya. Penggabungan berbagai media komunikasi interpersonal,
peragaandemonstrasi produk, tercetak maupun elektronis, pendekatan komunikasi perorangan, kelompok, massa, maupun teknik komunikasi
presentasi, praktek, focus group discussion, story telling perlu dikombinasikan dengan baik untuk mendapatkan efektivitas proses pembelajaran yang optimal.
Exercise Latihan .
Hukum dari proses pembelajaran mengindikasikan bahwa sesuatu yang diulang-ulang adalah yang paling diingat. Hukum dari
latihan juga mengacu pada pengulangan yang berarti atau belajar ulang.
Penguatan Mekanisme Pemanfaatan Cyber Extension sebagai Media
Komunikasi Inovasi Pertanian dalam Pemberdayaan Petani
Mekanisme pemanfaatan cyber extension sebagai media komunikasi inovasi pertanian untuk pemberdayaan petani sayuran didasarkan atas strategi
yang disusun dengan menitikberatkan pada mekanisme berbagi informasi dan pengetahuan melalui komunikasi banyak tahap. Dasar teori yang sesuai untuk
menjelaskan mekanisme pemanfaatan cyber extension adalah teori two step flow model of communication
yang dikembangkan Paul Lazarsfeld dan Elihu Katz. Model dari Katz dan Lazarsfeld 1955 yang biasa disebut dengan two
step flow model of communication model komunikasi tahap dua menjelaskan
tentang proses pengaruh penyebaran informasi melalui media massa kepada khalayak. Menurut model ini, penyebaran dan pengaruh informasi yang
disampaikan melalui media massa kepada khalayaknya tidak terjadi secara langsung satu tahap, melainkan melalui perantara seperti misalnya “pemuka
pendapat” opinion leaders. Dengan demikian, proses pengaruh penyebaran informasi melalui media massa terjadi dalam dua tahap: pertama, informasi
mengalir dari media massa ke para pemuka pendapat; kedua, dari pemuka pendapat ke sejumlah orang yang menjadi pengikutnya Gambar 26.
: Opinion leader : individu dalam sistem sosial
Gambar 26 Model Komunikasi Dua Tahap Katz dan Lazarsfeld 1955
MEDIA MASSA
SOURCE
Message
248
Terdapat tiga faktor yang perlu dimiliki oleh seseorang untuk dapat
dinyatakan sebagai opinion leader Katz Lazarfeld 1955, yaitu 1 Life cycle:
telah melalui proses pernikahan dan memiliki anak-anak di rumah atau telah mandiri, 2 Social and economic status: memiliki kekayaan atau prestise yang
diakui oleh masyarakat, dan 3 Gregariousness: memiliki kedekatan atau kesukaan dalam berkelompok yang ditunjukkan dengan seberapa banyak kontak
secara individu yang terjadi dengan orang lain serta seberapa besar pengaruhnya terhadap orang lain.
Asumsi-asumsi utama yang melatarbelakangi model komunikasi dua tahap Katz Lazarfeld 1955, yaitu:
1. Warga masyarakat pada dasarnya tidak hidup secara terisolasi, melainkan aktif
berinteraksi satu sama lainnya dan menjadi anggota dari satu atau beberapa kelompok sosial.
2. Tanggapan dan reaksi terhadap pesan-pesan media massa tidak terjadi secara
langsung dan segera, tetapi melalui perantara yaitu hubungan-hubungan sosial. 3.
Para pemuka pendapat umumnya merupakan sekelompok orang yang aktif menggunakan media massa serta berperan sebagai sumber dan rujukan
informasi yang berpengaruh. Studi-studi yang pernah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa di
kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia, proses penyebaran informasi melalui media massa ke khalayak luas cenderung mengikuti pola
“komunikasi dua tahap”. Namun dalam perkembangann selanjutnya para ahli menemukan bahwa terdapat variasi dalam proses penyabaran informasi. Pola
penyebaran informasi tidak selamanya berjalan secara dua tahap, tetapi dapat pula hanya satu tahap atau lebih dari dua tahap bergantung pada kondisi individu
khalayaknya. Model ini yang kemudian disebut sebagai multi step flow communications
atau komunikasi banyak tahap Katz 1973. Model multi step flow
masih relevan digunakan untuk media massa termasuk internet yang sedang banyak diteliti dewasa ini.
Bagi kebanyakan masyarakat di kota-kota besar serta memiliki latar belakang sosial dan ekonomi yang relatif tinggi, penyebaran inovasi melalui
aplikasi teknologi informasi kepada khalayak umumnya berjalan secara langsung
satu tahap. Sementara itu proses komunikasi inovasi pertanian melalui cyber extension
yang ditujukan bagi petani yang berada di daerah perdesaan dengan latar belakang sosial dan ekonomi relatif rendah, proses penyebaran inovasi
melalui cyber extenson tidak berjalan langsung tetapi mengalami beberapa tahap. Misalnya dari cyber extension kepada petani maju pemuka pendapat yang
memiliki akses terhadap media, baru kepada sesama petani lainnya. Dengan demikian, dalam hal pengaruh penyebaran informasi melalui banyak media massa
banyak faktor yang menjadi ”perantara” intervening variable. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kim et al. 2007 dalam studinya yang telah
mengidentifikasi para pemuka pendapat yang dipilih dan dilatih aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam sistem e-Choupal. Dalam hal difusi, ternyata
pemuka pendapat selain sebagai sumber informasi juga mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi inovasi
Pemanfaatan cyber extension dapat langsung dilakukan oleh petani atau pengguna yang memiliki akses terhadap sumber daya berbasis teknologi
informasi. Untuk menghindari terjadinya binarization yaitu kesenjangan antara yang mampu akses teknologi informasi dan yang tidak Ganesh Kirst 2009
diharapkan petani yang memiliki akses teknologi informasi dapat menjembatani informasi tersebut sampai ke petani lainnya
.
Oleh karena itu petani yang menjadi subyek pertama pengguna cyber extension adalah kelompok petani sayuran yang
memiliki akses terhadap teknologi informasi dan memiliki tingkat mobilitas tinggi serta memiliki persepsi terhadap cyber extension yang positif, namun juga
memiliki kemampuan dalam berbagi informasi dengan baik. Kelompok petani kategori ini dapat diposisikan sebagai opinion leader atau pengguna antara yang
diharapkan mampu membagikan informasi dan pengetahuannya kepada petani lain melalui mekanisme sesuai dengan kondisi dan situasi di lapangan.
Subyek kedua adalah fasilitator dan penyuluh yang sudah ditingkatkan kapasitasnya di bidang aplikasi teknologi informasi dalam pengelolaan dan akses
informasi sehingga dapat berbagi informasi secara interaktif dengan petani subyek pertama opinion leader melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Sinergi antara media komunikasi baru dengan aplikasi teknologi informasi dengan beragam media komunikasi yang tersedia di tingkat lokal perlu dikembangkan.
250
Penyuluh dapat difungsikan sebagai pemimpin leader dan fasilitator dalam proses pembelajaran secara interaktif melalui pemanfaatan cyber extension tanpa
harus melakukan komunikasi face to face. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ladkin et al 2009 yang menyatakan bahwa meskipun pemanfaatan teknologi
informasi dalam proses pembelajaran melalui proses transmission dari seorang pemimpin fasilitator yang berbasis belajar intervensi, namun tetap dapat
mendorong pada mekanisme pembelajaran on-line. Pengalaman tersebut serupa dengan tindakan pembelajaran dalam keterlibatannya dengan konteks peserta, dan
juga memungkinkan kepada pendekatan yang lebih konstruktivis yaitu pendekatan untuk belajar tentang praktek dan teori. Hal ini sangat dimungkinkan
karena dengan bantuan teknologi informasi yaitu melalui kombinasi atau sekuensi pemanfaatan media komunikasi yang beragam dan multimedia sifatnya
dapat menjadi lebih personal. Komunikasi yang terjadi juga dapat bersifat interpersonal dengan umpan balik yang langsung melalui peningkatan kualitas
interactivity .
Apabila pada masa lalu studi media tradisional mengasumsikan bahwa orang menggunakan teknologi informasi secara -satu per satu discretely dan
independen dari setiap media. Namun demikian, pengamatan dan penelitian baru- baru ini telah menunjukkan bahwa seseorang dapat menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi secara kombinasi, baik secara bersamaan atau berurutan Chudoba et al. 2005, Munkejord 2007, Osterlund 2007, Stephens 2007,
Watson-Manheim Belanger 2007. Secara sekuental penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dapat terjadi ketika orang berkomunikasi dengan satu
atau lebih orang lain melalui serangkaian teknologi informasi dan komunikasi. Menggunakan beberapa teknologi informasi pada saat yang sama dianggap
menggunakannya secara simultan Monge Kalman 1996, mengkombinasikan dengan teknologi informasi lainnya Lievrouw Livingstone 2002, atau
multikomunikasi atau multicommunicating Turner Reinsch 2007, media campuran dalam suatu rangkaian pendidikan Rice et al. 2004, atau dapat pula
melalui multitasking yang memanfaatkan teknologi informasi terutama ponsel yang biasa digunakan oleh remaja Baron 2008, Kim et al. 2007, Rideout et al.
2005.
Sejalan dengan perubahan global, dunia pertanian mengalami dinamika yang luar biasa. Model pendekatan lama dimana penyuluhan merupakan agen
transfer teknologi dan informasi sudah tidak cukup. Tuntutan di lapangan semakin rumit sehingga jika penyuluhan pertanian sebagai penyedia public goods tidak
dapat berperan dengan baik maka akan semakin ditinggalkan oleh pengguna tradisionalnya. Pada saat ini penyuluh lapangan swasta yang juga merupakan
pelayan teknis perusahaan sarana produksi nasional dan multinasional juga telah menjangkau ke desa-desa dan berperan aktif menyebarkan inovasi pertanian di
tingkat petani. Dalam era baru pertanian, penyuluh lapangan atau pendamping petani
dituntut untuk memiliki fungsi paling tidak dalam tiga hal yaitu dinamisator untuk proses penyampaian teknologi technology dissemination, fasilitasi facilitation
dan penasehat advisory work. Untuk mendukung fungsi-fungsi tersebut, penyuluh pertanian lapangan mestinya juga menguasai dan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi. Tema-tema penyuluhan juga bergeser tidak hanya sekedar peningkatan produksi namun menyesuaikan dengan isu global yang
lain misalnya bagaimana menyiapkan petani dalam bertani untuk mengatasi persoalan perubahan iklim global dan perdagangan global.
Peningkatan kapasitas lembaga penyuluhan dalam mekanisme pengembangan sistem informasi pertanian sangat mendesak dilakukan untuk
mendukung pemanfaatan cyber extension. Pengembangan cyber extension merupakan salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran penyuluhan di masa
kini dalam mekanisme pengembangan sistem jaringan komunikasi inovasi pertanian berbasis aplikasi teknologi informasi dan komunikasi. Di negara
berkembang, pemanfaatan cyber extension yang sesuai dengan kondisi lokal adalah dengan mengembangkan sebuah telecenter semacam access point atau
pusat multimedia komunitas yang terdiri atas desktop untuk penerbitan, surat kabar komunitas, penjualan atau penyewaan alat multimedia, peminjaman buku,
fotokopi, dan layanan teleponfaks. Apabila memungkinkan dilengkapi dengan akses internet dan penggunaan telepon genggam untuk meningkatkan akses
petani di perdesaan untuk meningkatkan kesejahterannya. Teknologi informasi dan komunikasi merupakan alat yang sangat bermanfaat untuk sharing informasi
knowledge sharing, namun seringkali belum dapat memecahkan permasalahan
252
pembangunan yang disebabkan oleh isu sosial, ekonomi, dan politik. Informasi pun seringkali belum dapat digunakan sebagai pengetahuan karena belum mampu
diterjemahkan langsung oleh masyarakat. Dengan mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembangunan pertanian melalui peningkatan
kapasitas petani, maka petani akan berpikir dengan cara yang berbeda, berkomunikasi secara berbeda, dan mengerjakan bisnisnya secara berbeda.
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan akuntabilitas riset yang di antaranya adalah seberapa hasil riset benar-benar aplikatif dengan
didukung insentif hasil riset dikaitkan dengan karir peneliti. Di tingkat pusat dan daerah di setiap tingkat perlu ada lembaga pemadu sistem komprehensif yang
didukung dengan jaringan informasi dengan lembaga dari subsistem user dari Pusat maupun dari daerahlokal. Informasi yang perlu disediakan meliputi data
potensi sumberdaya alamsosial; problem antisipatif preventif, real needs, pasar jenis, mutu, dan jumlah produk yang dipasarkan yang didukung oleh
jaringan informasi dengan subsistem sumber inovasi dari pusat maupun dari daerahlokal. Inovasi yang disediakan merupakan hasil riset, hasil uji lokal, real
needs , dan problem solving.
Jaringan informasi dengan subsistem diseminasi di pusat maupun di daerah berperan menampung dan mengolah informasi yang diterima dari
subsistem jaringan sumber dan user untuk dapat memenuhimenyediakan informasi yang dibutuhkan oleh kedua subsistem tersebut. Diharapkan lembaga
yang memiliki fungsi tersebut berupa unit yang menjadi instrumen Badan Pelaksana Penyuluhan di pusat dan di daerah di tiap tingkat yang secara
operasional menjadi lembaga pemadu sistem yang dipahami dan dimanfaatkan oleh subsistem sumber maupun user, yaitu berturut-turut secara berjenjang yaitu:
Badan Pelaksana Penyuluhan di tingkat propinsi, Badan Pelaksana Penyuluhan di tingkat kabupaten, dan Badan Pelaksana Penyuluhan di tingkat kecamatan.
Badan Pelaksana Penyuluhan
adalah lembaga yang memiliki tugas 1 menyusun kebijakan dan programa penyuluhan pada tingkat kabupatenkota
bekerja sama dengan Komisi Penyuluhan KabupatenKota dengan memperhatikan program pembangunan pertanian di daerahnya, 2 melaksanakan penyuluhan dan
mengembangkan mekanisme, tata kerja, dan metode penyuluhan, 3
Melaksanakan pengumpulan, pengolahan, pengemasan, penyebaran materi penyuluhan, 4 Melaksanakan pembinaan pengembangan kerja sama, kemitraan,
pengelolaan kelembagaan, ketenagaan, sarana prasarana, serta pembiayaan penyuluhan, 5 Menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan
forum kegiatan bagi pelaku utama petani dan pelaku usaha, 6 melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh secara berkelanjutan, dan 7 menyalurkan
informasi ke Balai Penyuluhan Pertanian BPP.
Balai Penyuluhan Pertanian adalah lembaga yang memiliki tugas: 1
Menyusun programa penyuluhan pada tingkat kecamatan; 2 Melaksanakan penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan; 3 Menyebarkan informasi
pertanian seperti informasi: teknologi, sarana produksi, permodalan pembiayaan, pasar dan informasi lainnya; 4 Memfasilitasi pengembangan kelembagaan serta
kemitraan pelaku utama petani dan pelaku usaha; 5 Memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; 6
Melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan usaha bagi pelaku utama petani dan pelaku usaha; dan 7 Menyalurkan
informasi ke petani melalui penyuluh. Strategi utama untuk pemanfaatan cyber extension dalam pemberdayaan
petani sayuran adalah meningkatkan kinerja masing-masing lembaga dalam sistem informasi pertanian. Untuk mempercepat peningkatan kinerja lembaga-
lembaga dan stakeholders terkait perlu dilakukan reorientasi tugas dan tanggung jawab dari lembaga-lembaga dan stakeholders terkait dalam mendukung sistem
kerja sistem informasi pertanian berbasis teknologi informasi dalam implementasi cyber extension
. Masing-masing lembaga maupun stakeholders saling berhubungan untuk
dapat menjalankan tugas dan kewajibannya agar dapat menghasilkan output sebagaimana diharapkan dalam sistem jaringan komunikasi pertanian secara
keseluruhan. Dalam mekanisme pemanfaatan cyber extension, Badan Penyuluhan Kabupaten merupakan pusat dari kegiatan akses informasi pertanian yang berbasis
aplikasi teknologi informasi yang menjembatani antara sumber informasi yang berada di pusat dengan stakeholders lokal sekaligus bertindak sebagai lembaga
pemadu sistem pusat informasi. Selain memfasilitasi pengguna dan
254
stakeholders lokal dalam akses informasi pertanian, Badan Penyuluhan
Kabupaten juga dapat berfungsi sebagai penghimpun informasi atau pengetahuan lokal indigenous knowledge melalui Badan Penyuluhan Kecamatan yang
menghimpun informasi sekaligus memfasilitasi materi informasi bagi penyuluh lapangan yang berada di tiap desa. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
Badan Penyuluhan Kabupaten tersebut dapat difungsikan sebagai lembaga pemadu sistem tingkat kabupaten. Di tingkat kecamatan, Balai Penyuluhan
Pertanian dengan dukungan sarana prasarana teknologi informasi melalui program yang ada, misalnya FEATI dapat difungsikan pula sebagai lembaga
pemadu sistem di tingkat kecamatan. Lembaga pemadu sistem dapat langsung berperan sebagai pusat informasi
pertanian terpadu atau berhubungan langsung dengan pusat informasi pertanian yang dibangun khusus di lokasi strategis. Pusat informasi pertanian
dikembangkan untuk mengoptimalkan sistem informasi pertanian berbasis teknologi informasi secara terintegrasi dengan kegiatan agribisnis petani.
Pusat informasi pertanian access point setidaknya minimal berada di tingkat kecamatan Balai Penyuluhan Pertanian atau di pasar - sentra produksi
sehingga dapat dengan mudah dijangkau pengguna untuk tempat pertukaran informasi di mana kontak tani dapat memperoleh informasi yang berguna dan
sesuai dengan inovasi produksi dan pemasaran. Di tempat ini pula diharapkan petugas penyuluhan lapangan, operator telecenter, dan kontak tani memiliki akses
terhadap informasi pertanian elektronis dari berbagai sumber secara online melalui internet, offline pangkalan data dan CD-ROM, maupun konvensional
tercetak. Kesempatan untuk dapat berinteraksi langsung dengan tenaga ahli, tenaga teknis di bidang pertanian maupun dengan sesama kontak tani pun terbuka
luas untuk peningkatan kualitas usahatani yang dilaksanakannya Mulyandari 2010a. Untuk membantu akses petani terhadap sarana produksi dan juga untuk
memasarkan produk pertanian, lembaga pemadu sistem dapat memfasilitasi transaksi bisnis baik secara langsung maupun tidak langsung melalui internet
atau sarana telekomunikasi yang tersedia misalnya telepon genggam. Kegiatan peningkatan kapasitas pun dapat dilakukan khususnya terkait dengan upaya untuk
mengenalkan aplikasi teknologi informasi dalam pemanfaatan dan pengelolaan informasi serta promosi produk yang dihasilkan petani.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada teori two-step-flow communication
dari Katz dan Lazarsfeld 1955 didukung dengan model berbagi informasi dari Huysman dan Wit 2003, pemantapan mekanisme
kerja pemanfaatan cyber extension sebagai media komunikasi untuk pemberdayaan petani dapat dikategorikan dalam empat tipe skenario utama yang
dapat diimplementasikan sesuai dengan kondisi dan situasi di lapangan. Keempat skenario utama untuk pemanfaatan cyber extension di tingkat lapangan disajikan
sebagai berikut.
1. Pemanfaatan cyber extension oleh petani maju dan disebarkan kepada