Ikan lainnya yang tertangkap adalah famili Monachantidae kupas-kupas, Scorpaenidae lepu ayam, Muranidae belut laut, Xanthidae kepiting, dan
Diodontidae buntal. Ikan lainnya yang tertangkap kedalam bubu dalam jumlah sedikit. Diduga ikan famili yang disebutkan diatas masuk kedalam bubu tidak
disengaja karena ikan tersebut sedang mencari makan lalu tidak sengaja memasukinya atau ikan tersebut sedang berlindung dari pemangsa.
6.2 Pengaruh Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tali
Bubu tali merupakan alat tangkap pasif yang dioperasikan pada kedalaman 30 m. Dengan bantuan umpan, bubu tali akan mendapatkan hasil tangkapan lebih
banyak. Umpan yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu umpan alami dan umpan buatan. Umpan alami yang digunakan pada penelitian ini adalah
umpan yang biasa digunakan nelayan setempat yaitu bulu babi Diadema setosum dan bantal raja Culcita novaguineae. Bulu babi dan bantal
raja memiliki bau yang menyengat dan amis. Zarochman 1994 mengatakan bahwa syarat-syarat umpan mati yang biasa digunakan alat tangkap pasif bersifat
memiliki bau dan warna yang sesuai dengan ikan-ikan sasaran. Perbedaan jenis umpan alami dan buatan memberikan pengaruh sebagai
atraktan yang sama untuk menangkap ikan karang. Pengaruh yang sama tersebut disebabkan proses pelarutan kandungan kimia dari masing-masing umpan di
dalam air adalah sama, artinya bahwa formulasi umpan buatan telah berdaya guna yang sama performance dengan umpan alami Januma et al. 2003. Menurut
Lokkeborg 1996, umpan buatan yang terbuat dari ekstrak udang mempunyai nilai pelarutan rate release kandungan asam amino yang sama dengan ikan
mackerel sebagai umpan alami. Berdasarkan hal tersebut di atas maka umpan buatan dapat mensubstitusi umpan alami.
Umpan buatan pada penelitian ini ada dua macam yaitu campuran bahan kimia arginin dan leusin dan campuran tepung ikan serta minyak ikan.
Formulasi umpan tersebut didapatkan dari penelitian Indriwatie 2010 yaitu hasil pengujian umpan buatan arginin dan leusin terhadap ikan kerapu macan pada
skala laboratorium. Asam amino dan minyak ikan merupakan kandungan kimia umpan yang dapat merangsang organ penciuman ikan Fujaya 2004: Djarijah
1998; Purbayanto dan Fitri 2009. Maka dari itu untuk umpan buatan A
menggunakan campuran bahan asam amino yaitu arginin dan leusin yang dapat menyerupai rasa pengganti umpan ikan. Berdasarkan penelitian Fitri 2008,
perbandingan lemak dan protein antara umpan alami dan umpan buatan menunjukkan bahwa umpan buatan memiliki kandungan lemak dan protein lebih
banyak. Perbedaan ini dimungkinkan karena umpan buatan merupakan hasil pengolahan ikan dengan tingkat konsentrasi kandungan lemak dan protein yang
tinggi dari bahan yang terpisah. Namun perbedaan yang cukup besar terjadi pada kandungan asam amino alanin dan leusin, dimana umpan alami memiliki jumlah
kandungan alanin dan leusin yang lebih banyak. Untuk umpan buatan B terbuat dari minyak ikan dan tepung ikan. Minyak
ikan memiliki kandungan asam lemak yang merupakan bahan perespon utama dalam penciuman ikan Fujaya 2004. Minyak ikan memberikan rangsangan bau
terhadap ikan pada kedalaman 30 m. Ikan yang hidup pada kedalaman 30 m cenderung lebih banyak mengandalkan indera penciuman. Menurut penelitian
Riyanto 2008 komposisi umpan buatan minyak ikan dan tepung ikan memiliki kandungan lemak tertinggi. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa ikan
akan merespons semua makanan yang dianggap memiliki kandungan asam lemak, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemilihan minyak ikan dan tepung ikan
sebagai bahan penyusun utama umpan buatan ini dikarenakan minyak ikan mengandung komposisi kimiawi asam lemak yang merupakan bahan perespons
utama dalam proses penciuman ikan Hara 2006. Tepung ikan merupakan pengeringan dari ikan segar yang dihilangkan kandungan airnya, sehingga
kandungan asam amino merupakan kandungan utama. Komponen kimia dalam umpan yang telah diidentifikasi sebagai perangsang nafsu makan Fitri 2009
Kedua umpan buatan tersebut sangat berpengaruh menjadi atraktan pada bubu tali sehingga ikan banyak yang tertarik umpan tersebut. Dengan begitu hasil
tangkapan pada bubu tali meningkat. Penggunaan umpan buatan pada pengoperasian bubu tali memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan bubu.
Dari hasil uji statistik bahwa keempat perlakuan yang diberikan terhadap bubu tali tersebut minimal satu perlakuan berpengaruh. Hal itu mengindikasikan bahwa 1
dalam pengoperasian bubu tali dibutuhkan bantuan umpan buatan untuk
meningkatkan hasil tangkapan, 2 banyak ikan yang terjebak dalam bubu tali karena tergoda oleh bau umpan yang menyengat.
Berdasarkan uji Dunn umpan buatan A dan umpan buatan B lebih berpengaruh dibandingkan dengan kontrol dan umpan alami. Dengan komposisi
minyak ikan dan tepung ikan akan membuat umpan buatan B lebih mempunyai bau yang lebih menyengat dibandingkan keempat umpan tersebut. Ikan yang
tertangkap oleh bubu tali sebagian besar nokturnal, hal ini berarti ikan mencari makan pada malam hari dan menggunakan indera penciuman. Dilihat dari ke
empat perlakuan, bubu dengan umpan buatan B yang memiliki bau yang lebih menyengat, sehingga ikan banyak tertangkap pada umpan ini. Umumnya ikan
yang aktif di malam hari nocturnal akan menyukai umpan hidup yang memiliki bau yang kuat Baskoro dan Efendy 2005.
Pengoperasian bubu tali dilakukan pada kedalaman ± 30 meter dengan demikian jarak pandang ikan semakin berkurang dan lebih mengandalkan indera
penciuman. Umpan buatan B memiliki bau yang lebih merangsang dibanding umpan yang lainnya. Keempat perlakuaan umpan ini memiliki hasil tangkapan
yang berbeda-beda. Dari bubu tanpa diberi umpan menangkap hasil tangkapan paling sedikit yaitu 43 ekor ikan dikarenakan bubu tersebut tidak memiliki daya
tarik bagi ikan untuk mendatanginya. Selanjutnya bubu yang diberi umpan alami sebanyak 93 ekor ikan. Bubu yang diberi perlakuan umpan buatan A hasilnya
didapatkan 171 ekor ikan dan bubu yang diberi umpan buatan B sebanyak 213 ekor ikan.
6.3 Efektivitas Penangkapan Ikan Karang Konsumsi