berkembang secara horizontal dan vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Beberapa perairan karang yang memiliki terumbu karang tipe gosong karang
adalah Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Kepulauan Ujung Batu Aceh.
2.3 Unit Penangkapan Ikan
2.3.1 Alat tangkap bubu
Menurut Brandt 1984, traps adalah salah satu alat tangkap menetap yang umumnya berbentuk kurungan, ikan dapat masuk dengan mudah tanpa ada
paksaan tetapi sulit keluar atau meloloskan diri karena dihalangi dengan berbagai cara. Ditambahkan oleh Sainsburry 1982 bahwa pada dasarnya traps bersifat
statis pada saat dioperasikan, sehingga efektivitas alat tergantung dari gerakan alat renang ikan.
Penyediaan tempat-tempat untuk bersembunyi maupun berlindung bagi ikan sebagai salah satu pikatan telah lama dipraktekkan orang. Pikatan biasanya
digunakan dengan alat yang berbentuk perangkap. Pada prinsipnya ikan masuk ke dalam perangkap dimaksudkan sebagai tempat berlindung. Kontruksi alat dibuat
sedemikian rupa, sehingga ikan yang telah masuk ke dalamnya tidak dapat melarikan diri Gunarso 1988.
Slack dan Smith 2001 membedakan terminologi antara perangkap trap dengan bubu pot. Perangkap merupakan alat tangkap yang bersifat pasif dan
menetap, yang memudahkan ikan untuk masuk dan sulit untuk keluar. Pada beberapa konstruksi perangkap, terdapat bagian yang berfungsi mengarahkan ikan
agar masuk ke dalam perangkap. Perangkap bersifat menetap sehingga tidak dapat dipindah-pindahkan karena konstruksi dan ukurannya yang besar. Beberapa
macam perangkap diantaranya adalah sero, barrier atau penghadang yang terbuat dari tumpukan batu, fyke, dan lain-lain.
Secara umum, bubu terdiri dari mulut dan badan bubu. Adapun tempat umpan dan pintu khusus untuk mengeluarkan hasil tangkapan tidak terdapat pada
setiap bubu. Slack dan Smith 2001 menyatakan bahwa bubu terdiri dari: 1 Rangka
Rangka dibuat dari material yang kuat dan dapat mempertahankan bentuk bubu ketika dioperasikan dan disimpan. Pada umumnya rangka bubu dibuat
dari besi atau baja. Namun demikian dibeberapa tempat rangka bubu dibuat
dari papan atau kayu Brandt 1984. Di Kepulauan Seribu bubu untuk menangkap ikan karang menggunakan rangka yang terbuat dari bambu dan
besi, bahkan untuk bubu tambun, hampir seluruhnya terbuat dari bambu Susanti 2005.
2 Badan Badan pada bubu modern biasanya terbuat dari kawat, nylon, baja, bahkan
plastik. Pemilihan material badan bubu tergantung dari kebudayaan atau kebiasaaan masyarakat setempat, kemampuan pembuat, ketersediaan material,
dan biaya dalam pembuatan. Selain itu, pemilihan material tergantung pula pada target hasil tangkapan dan kondisi daerah penangkapan. Dibeberapa
tempat masih dijumpai badan bubu yang terbuat dari anyaman rotan dan bambu.
3 Mulut Salah satu bentuk mulut pada bubu adalah corong. Lubang corong bagian
dalam biasanya mengarah ke bawah dan dipersempit untuk menyulitkan ikan keluar dari bubu. Jumlah mulut bubu bervariasi ada yang hanya satu buah dan
ada pula yang lebih dari satu. 4 Tempat umpan
Tempat umpan pada umumnya terletak di dalam bubu. Umpan yang dicacah biasanya dibungkus menggunakan tempat umpan yang terbuat dari kawat atau
plastik, sedangkan umpan yang tidak dicacah biasanya umpan tersebut hanya diikatkan pada tempat umpan dengan menggunakan kawat atau tali. Tempat
umpan tidak terdapat pada semua jenis bubu, misalnya pada bubu gurita dan beberapa bubu ikan karang.
5 Pintu untuk mengeluarkan hasil tangkapan 6 Pemberat
Pemberat dipasang pada bubu untuk mengatasi pengaruh pasang surut, arus laut, dan gelombang, sehingga posisi bubu tidak berpindah-pindah dari tempat
setting semula. Pemberat pada bubu bisa terbuat dari besi, baja, batu bata, dan jenis-jenis batuan lainnya. Pemasangan pemberat juga berfungsi untuk
memastikan bubu mendarat di dasar perairan secara benar.
Pemasangannya didasarkan atas pengetahuan tentang lintasan-lintasan yang merupakan daerah ruaya ikan ataupun yang berhubungan erat dengan ruaya ikan
ke arah pantai pada waktu-waktu tertentu Gunarso 1985. Menurut Martasuganda 2003, ada beberapa alasan utama pemakaian bubu di suatu daerah penangkapan,
yaitu: 1 Adanya larangan pengoperasian alat tangkap selain bubu;
2 Topografi daerah penangkapan yang tidak mendukung alat tangkap lain untuk dioperasikan;
3 Kedalaman daerah penangkapan yang tidak memungkinkan alat tangkap lain untuk dioperasikan;
4 Biaya pembuatan alat tangkap bubu murah; 5 Pembuatan dan pengoperasian alat tangkap bubu tergolong mudah;
6 Hasil tangkapan dalam keadaan hidup; 7 Kualitas hasil tangkapan baik;
8 Hasil tangkapan umumnya bernilai ekonomis tinggi, dan pertimbangan lainnya.
Menurut Tiku 2004, ada beberapa alasan ikan atau hewan laut lainnya masuk ke dalam bubu, yaitu:
1 Sifat dasar ikan atau hewan laut lainnya yang selalu mencari tempat untuk berlindung;
2 Ikan atau hewan laut lainnya masuk karena tertarik oleh umpan yang berada di dalam perangkap;
3 Ikan terkejut karena ditakuti sehingga mencari tempat berlindung; dan Ikan masuk karena digiring oleh nelayan.
Ciri khas bubu adalah mempunyai satu atau lebih catching chambers dan apabila ikan atau hewan laut lainnya sudah masuk, maka sukar bagi hewan
tersebut untuk keluar. Jadi pada dasarnya alat ini dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat mencegah atau mempersulit hewan tersebut untuk keluar Tiku
2004. Letak dan bentuk mulut bubu disesuaikan dengan tingkah laku dan habitat ikan yang menjadi target hasil tangkapan.
Sainsbury 1996 menambahkan bahwa menurut metode pengoperasiannya, bubu digolongkan menjadi dua, yaitu sistem tunggal dan sistem rawai.
1 Sistem tunggal
Pada pengoperasian bubu dengan sistem tunggal, bubu dipasang satu per satu serta tidak hanyut di dasar perairan. Agar posisi bubu tepat ketika berada di
dasar perairan, maka bubu tersebut biasanya diberi pemberat. Setiap bubu dilengkapi dengan pelampung tanda yang dihubungkan dengan tali. Menurut
Martasuganda 2003, salah satu bubu yang dipasang dengan sistem tunggal adalah bubu pintur. Bubu ini dioperasikan di daerah pantai dengan target hasil
tangkapan berupa kepiting dan udang. Susanti 2005 menambahkan selain bubu pintur, bubu yang dipasang dengan sistem tunggal adalah bubu tambun. Adapun
target hasil tangkapan bubu tambun adalah ikan karang. 2
Sistem rawai Pengoperasian bubu dengan sistem rawai dilakukan dengan cara merangkai
bubu yang satu dengan lainnya dengan menggunakan tali utama. Jarak antar bubu disesuaikan dengan kebutuhan dan jumlah bubu. Pemasangan bubu dengan sistem
rawai diawali dengan menurunkan jangkar, tali pelampung, dan pelampung tanda. Kemudian dilanjutkan dengan penurunan tali utama dan bubu yang diikatkan pada
tali tersebut. Selanjutnya bubu yang diikat pada tali utama diturunkan ke dalam perairan. Setelah seluruh bubu selesai diturunkan, lalu diikuti dengan penurunan
jangkar dan pelampung tanda terakhir. Contoh bubu yang dipasang dengan sistem rawai adalah bubu rajungan Prakoso 2005. Martasuganda 2003 menambahkan
bahwa bubu paralon adalah salah satu jenis bubu yang dipasang dengan sistem rawai. Bubu ini dibuat dari paralon dengan diameter antara 10–15 cm dan panjang
antara 60-80cm.
2.3.2 Nelayan