4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5
o
4’40’’- 6
o
00’40’’ Lintang Selatan LS serta 106
o
40’45’’- 107
o
01’19’’ Bujur Timur BT. Batas-batas wilayah Teluk Jakarta yaitu di sebelah barat dibatasi oleh Tanjung Pasir dan di
sebelah timur dibatasi oleh Tanjung Karawang, serta memiliki rentang pantai sepanjang kurang lebih 40 km dengan luas kira-kira 490 km
2
. Teluk Jakarta merupakan muara dari 13 sungai, beberapa diantaranya adalah sungai-sungai
besar seperti Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung, Sungai Citarum, dan Sungai Bekasi. Pulau-pulau kecil banyak terdapat pada perairan Teluk Jakarta antara lain
Pulau Bidadari, Pulau Damar, Pulau Anyer, Pulau Lancang dan lain-lain PPLH
IPB 1997.
Perairan teluk Jakarta dikenal memiliki keanekaragaman sumberdaya alam yang merupakan aset pembangunan yaitu sumberdaya alam yang dapat dipulihkan
renewable resources dan sumberdaya alam yang tidak dapat dipulihkan nonrenewable resources. Wilayah pesisir dan perairan Teluk Jakarta memiliki
peranan penting di berbagai sektor kegiatan seperti kegiatan perikanan, industri, pertanian, pariwisata dan sebagainya. Nelwan et al. 2004 mengungkapkan
bahwa secara geografis perairan laut DKI Jakarta bersifat strategis dan merupakan suatu ekosistem spesifik dengan potensi sumber alam kelautan yang
beranekaragam. Salah satu jenis ikan hasil tangkapan dari Teluk Jakarta adalah ikan samgeh
Pennahia anea. Ikan samgeh hasil tangkapan nelayan tersebut banyak didaratkan di beberapa tempat pendaratan ikan, salah satunya adalah TPI
Kalibaru. Nelayan yang terdapat di TPI Kalibaru pada umumnya merupakan nelayan harian, hal ini terlihat dari penggunaan alat penangkap ikan yang masih
sederhana dan hanya menggunakan kapal kecil 5 GT sehingga hasil tangkapan nelayan relatif lebih sedikit dibandingkan nelayan yang menggunakan kapal-kapal
besar.
4.2. Hubungan Panjang Berat dan Hubungan Panjang Tinggi Ikan 4.2.1. Hubungan panjang berat
Analisa hubungan panjang dan berat untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan parameter panjang dan berat Effendi
2002. Hubungan panjang dan berat ikan samgeh betina dan jantan dapat seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan panjang berat ikan samgeh P. anea di perairan Teluk Jakarta
Berdasarkan persamaan tersebut diketahui nilai b untuk ikan betina sebesar 3,083 dan ikan jantan sebesar 2,980 dengan koefisien determinasi R
2
masing-masing model persamaan yang menyatakan sekitar 94,8 ikan betina dan 90,1 ikan jantan mewakili dengan kondisi di alam. Koefisien korelasi
antara panjang dengan berat ikan diketahui sangat erat dengan nilai r untuk ikan samgeh betina sebesar 0,973 dan nilai r untuk ikan samgeh jantan sebesar 0,949.
Hasil uji-t yang dilakukan terhadap nilai b ikan samgeh betina dan jantan pada selang kepercayaan 95
α = 0,05 menunjukkan pola pertumbuhan ikan samgeh betina dan jantan adalah isometrik Lampiran 3, hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Murty dan Ramalingam 1986 pada Pennahia macrophthalmus sinonim dari Pennahia anea di Kakinada yang menunjukkan nilai b untuk ikan
samgeh betina sebesar 2,863 dan jantan sebesar 2,931 yang kemudian dari hasil uji-t terhadap nilai b kedua jenis kelamin ikan samgeh tersebut menunjukkan pola
pertumbuhan P. macrophthalmus adalah isometrik.
W = 0,00001L
3,083
R
2
= 0,948 n = 204
20 40
60 80
100 120
100 200
Berat gram
Panjang mm Betina
W = 0,00002L
2,980
R
2
= 0,901 n = 196
20 40
60 80
100
100 200
Berat gram
Panjang mm Jantan
4.2.2. Hubungan panjang tinggi ikan
Pengelolaan ukuran mata jaring membutuhkan ukuran tinggi ikan untuk mengetahui hubungan antara panjang dengan tinggi ikan. Persamaan dari
hubungan antara panjang dengan tinggi ikan seperti yang disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan ukuran panjang dengan tinggi ikan samgeh P. anea di perairan Teluk Jakarta
Berdasarkan persamaan pada Gambar 5 diketahui sekitar 92,8 model hubungan tersebut mewakili dengan kondisi di alam, selain itu terdapat hubungan
yang erat antara panjang dengan tinggi ikan dengan nilai koefisien korelasi r sebesar 0,96, hal ini berarti seiring dengan meningkatnya ukuran panjang ikan
maka tinggi ikan juga akan semakin meningkat. Pengaturan perbesaran atau pengecilan ukuran mata jaring dapat ditentukan berdasarkan ukuran tinggi badan
ikan pertama kali matang gonad yang dapat lolos dari mata jaring tersebut.
4.3. Faktor Kondisi
Faktor kondisi menggambarkan keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan data panjang dan berat Effendie
2002. Faktor kondisi ikan samgeh betina cenderung mengalami penurunan terhadap perubahan waktu, sedangkan faktor kondisi ikan samgeh jantan
mengalami penurunan dari bulan Agustus sampai Oktober, kemudian meningkat pada bulan November Gambar 6, hal ini dapat disebabkan oleh pola adaptasi
1 2
3 4
5
50 100
150 200
T inggi
cm
Panjang ikan mm
y = 0,024x + 0,241 R
2
= 0,928 n = 11
ikan samgeh betina dapat berbeda dengan ikan samgeh jantan. Faktor kondisi dipengaruhi juga oleh jenis kelamin ikan.
Gambar 6. Faktor kondisi rata-rata ikan samgeh P. anea pada setiap waktu penelitian di perairan Teluk Jakarta
Faktor kondisi ikan samgeh betina dan jantan yang dihubungkan dengan ukuran panjang terlihat berfluktuasi Gambar 7, hal ini dikarenakan ikan
memiliki kemampuan yang berbeda dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan pada setiap ukuran panjang. Ketersediaan makanan di perairan juga
salah satu faktor yang mempengaruhi nilai faktor kondisi seperti pernyataan Effendi 2002 yang menjelaskan bahwa nilai faktor kondisi sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad.
Gambar 7. Faktor kondisi rata-rata ikan samgeh P. anea pada setiap selang kelas ukuran panjang di perairan Teluk Jakarta
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0
Faktor kondisi
Waktu penelitian Betina
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0
Faktor kondisi
Waktu penelitian Jantan
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0
115-12 2
123-13 131-13
8 139-14
6 147-15
4 155-16
2 163-17
171-17 8
179-18 6
187-19 4
Faktor kondisi
Selang kelas panjang Betina
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0
115-12 2
123-13 131-13
8 139-14
6 147-15
4 155-16
2 163-17
171-17 8
179-18 6
Faktor kondisi
Selang kelas panjang Jantan
Nilai faktor kondisi ikan samgeh mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya panjang yaitu pada selang kelas 131-138 betina dan 123-130
jantan. Peningkatan nilai faktor kondisi kemudian terjadi pada selang kelas 139- 146 mm, hal ini dikarenakan ditemukan ikan yang mengalami TKG IV,
kemudian pada selang kelas 179-186 nilai faktor kondisi untuk kedua jenis kelamin ikan samgeh terjadi peningkatan kembali karena ukuran ikan pada saat
tersebut telah selesai melakukan proses pemijahan. Harahap and Djamali 2005 menyatakan bahwa faktor kondisi dapat meningkat kembali setelah pemijahan
karena ikan yang telah mengalami pemijahan akan menggunakan energi yang diperoleh untuk pertumbuhan.
Kisaran nilai faktor kondisi rata-rata ikan samgeh betina pada setiap selang kelas panjang yaitu antara 1,37-1,51 sedangkan kisaran faktor kondisi rata-rata
ikan samgeh jantan yaitu 1,31-1,41. Nilai faktor kondisi ikan samgeh betina secara keseluruhan lebih besar bila dibandingkan dengan ikan samgeh jantan.
Effendie 2002 mengungkapkan bahwa nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan diduga karena ikan betina mengisi
gonadnya dengan cell sex untuk proses reproduksi dibandingkan dengan ikan jantan.
Gambar 8. Faktor kondisi rata-rata ikan samgeh P. anea pada setiap TKG di perairan Teluk Jakarta
Kisaran nilai faktor kondisi rata-rata pada setiap TKG ikan samgeh betina antara 1,43-1,49 dan ikan samgeh jantan antara 1,41-1,48 Gambar 8. Nilai faktor
kondisi ikan samgeh betina cenderung mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya TKG sampai dengan menjelang pemijahan meskipun peningkatan
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0
I II
III IV
Faktor kondisi TKG
Betina
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0
I II
III IV
Faktor kondisi
TKG Jantan
nilai faktor kondisi tersebut tidak terlalu besar. Faktor kondisi akan terus meningkat karena semakin tinggi TKG maka ikan terus memanfaatkan makanan
di sekitarnya, namun begitu memasuki waktu pemijahan akan menurun karena menggunakan cadangan lemaknya untuk memijah, hal ini sesuai dengan
pernyataan Effendi 2002 nilai faktor kondisi ikan akan meningkat seiring dengan naiknya TKG dan kembali menurun setelah pemijahan. Harahap dan
Djamali 2005 menyatakan bahwa faktor kondisi ikan akan menurun pada saat makanan berkurang jumlahnya sehingga ikan menggunakan cadangan lemaknya
sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan.
4.4. Nisbah Kelamin