Geologi pantai dan sistem lahan

92 tanggal 8 Januari sampai dengan 16 Februari 1994, menunjukkan tinggi gelombang berkisar antara 0,2-1,0 m. Berdasarkan data pengamatan tinggi gelombang maksimum dari Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP 1999, didapatkan informasi tambahan informasi gelombang Teluk Lampung. Pergerakan gelombang dominan yang terjadi adalah dari arah tenggara dan selatan dengan persentase kejadian berturut-turut sebesar 26,48 dan 31,83. Tinggi gelombang maksimum yang paling dominan adalah 50 cm dengan persentase kejadian sebesar 58,59. Secara ringkas data gelombang disajikan pada Tabel 10. Arah tenggara merupakan arah dominan berhembusnya angin. Hal ini terkait dengan orientasi Teluk Lampung yang menghadap ke arah Tenggara. Dengan kata lain, jika arah angin terbesar adalah dari barat laut misalnya, maka untuk pembangkitan gelombang di kawasan pantai Teluk Betung Bandar Lampung, tidak akan berpengaruh banyak. Oleh karena itu, pada pangkal teluk Kota Bandar Lampung, gelombang mejadi relatif rendah, disebabkan semakin dangkalnya kedalaman air batimetri. Dalam perambatan ke arah pantai, gelombang akan mengalami proses refraksi, shoaling pendangkalan, difraksi, serta refleksi. Proses refraksi merupakan pembelokan arah gelombang untuk mendekati ke arah tegak lurus terhadap kontur dasar pantai. Hal ini menyebabkan gelombang yang datang di pantai akan mempunyai orientasi yang mendekati tegak lurus terhadap garis pantai. Proses pendangkalan adalah berkurangnya secara berangsur-angsur tinggi gelombang sebagai akibat pendangkalan kontur laut ke arah pantai. Dengan demikian proses refraksi dan pendangkalan berkait erat dengan profil pantai. Tabel 10 Arah dan tinggi maksimum kejadian gelombang Tinggi Gelombang H maks cm Arah Datang Gelombang Jumlah Utara Timur Laut Timur Teng- gara Sela- tan Barat Daya Barat Barat Laut Persentase Kejadian 25-30 0,00 0,00 0,00 0,28 0,56 0,28 0,28 0,00 1,41 30-40 0,56 0,00 0,85 2,82 4,23 3,66 0,86 0,00 12,96 40-50 0,26 1,41 1,69 9,58 7,89 3,94 2,25 0,00 27,04 50 0,00 4,51 7,32 13,80 19,15 9,86 3,94 0,00 58,59 Jumlah 0,85 5,92 9,86 26,48 31,83 7,75 7,32 0,00 100,00 Keterangan : Lokasi perairan pantai di Kel. Srengsem, Kec. Panjang, Kota Bandar Lampung Sumber: Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP 1999 93 Kondisi fisik dan profil pantai terbentuk sebagai akumulasi pengaruh kondisi-kondisi batas yang ada seperti gelombang, arus dan transportasi sedimen baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pantai. Pengaruh kondisi- kondisi batas ini akan menentukan bentuk pantai, keberadaan vegetasi penutup pantai, kemiringan pantai, dan sebagainya. Proses difraksi adalah proses yang dialami oleh gelombang jika menemui suatu rintangan. Rintangan tersebut bisa berupa bangunan pemecah gelombang penghalang akan menjadi kecil dibanding tinggi gelombang datang. Di Teluk Lampung terdapat banyak pulau dengan beraneka ragam ukuran. Dengan demikian pulau-pulau tersebut juga berfungsi sebagai rintangan yang akan menyebabkan terdifraksinya gelombang yang datang dari laut lepas. Tinggi gelombang yang sampai di pangkal teluk Bandar Lampung tidak akan terlalu besar karena telah tereduksi oleh proses difraksi. Sedangkan proses refleksi atau pemantulan adalah terpantulnya gelombang oleh karena mengenai suatu lereng tertentu. Jika pengembangan kawasan pesisir Bandar Lampung dengan menggunakan tanggul yang berdinding tegak maka gelombang yang dipantulkan akan relatif besar, sedangkan jika menggunakan dinding dengan sisi miring maka gelombang yang dipantulkan akan relatif sedikit dan sebagian besar gelombang akan berubah menjadi gelombang rayapan. No. Kualitas air Kualitas air Teluk Lampung ditunjukkan dengan penggambaran beberapa parameter yang dirujuk dari berbagai sumber, seperti disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Kualitas air Teluk Lampung Parameter Satuan Kisaran Nilai Baku Mutu 3 1 Suhu o 28,0-31,5 C alami 1 2 Salinitas ‰ 32-35 alami 1 2 Padatan tersuspensi TSS mgl 35,0-55,4 20 2 3 Oksigen terlarut DO mgl 6,4-7,5 5 2 4 Kebutuhan oksigen biologi BOD mgl 22,8-29,2 20 2 5 Kebutuhan oksigen kimiawi COD mgl 45,8-75,7 - 2 Sumber : 1 Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung 2007; 2 Yusuf 2005; 3 Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, Lampiran III Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut Padatan tersuspensi TSS merupakan indikasi beban pencemaran berupa padatan tersuspensi yang dapat berasal dari berbagai sumber. Pada perairan Teluk Lampung, padatan tersuspensi dapat berasal dari berbagai sumber seperti limbah 94 permukiman perkotaan, industri, dan suspensi yang dibawa oleh aliran sungai. Secara umum, TSS perairan Teluk Lampung sudah melampaui ambang batas baku mutu kualitas air laut untuk biota laut, dan dapat dindikasikan sudah tercemar. Oksigen terlarut DO merupakan indikasi ketersediaan oksigen di dalam air yang dibutuhkan oleh mahluk hidup. secara umum peraian Teluk Lampung menunjukkan indikasi DO masih memenuhi prasyarat yang dapat mendukung kehidupan biota laut. Kebutuhan oksigen biologi BOD dan kimiawi COD merupakan parameter kualitas perairan yang mengindikasikan tingkat pencemaran. BOD dan COD merupakan jumah oksigen dalam satuan mgl yang diperlukan untuk mendegradasi oksidasi polutan di dalam air secara biologi dan kimiawi. Baku mutu kualitas air laut untuk biota laut Lampiran III, Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004, hanya mensyaratkan nilai BOD. Perairan yang memiliki BOD 20 mgl, dapat dinyatakan sebagai perairan yang mampu mendukung kehidupan biota laut dengan baik, dan sebaliknya bila nilai BOD sudah melebihi nilai ambang tersebut. Secara umum terlihat bahwa poerairan Teluk Lampung sudah melampaui ambang batas baku mutu BOD, dan dapat dindikasikan sudah tercemar. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai kualitas air di perairan Teluk Lampung, maka dilakukan analisis data menggunakan metode STORET-EPA United States-Environmental Protection Agency. Pada metode tersebut kualitas air diklasifikasikan dalam empat kelas, yaitu Lampiran I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 115 Tahun 2003: 1 Kelas A: baik sekali, skor = 0, yaitu memenuhi baku mutu 2 Kelas B: baik, -1 ≥ skor ≥ -10, yaitu tercemar ringan 3 Kelas C: sedang, -11 ≥ skor ≥ -30, yaitu tercemar sedang 4 Kelas D: buruk, skor ≤ -31, yaitu tercemar berat Dengan mengacu pada baku mutu kualitas air laut untuk biota laut Lampiran III, Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004, dilakukan penilaian skoring pada beberapa paramater kualitas air. Hasil analisis Storet disajikan pada Tabel 12, yang menunjukkan bahwa kualitas air Teluk Lampung, baik di pangkal maupun di mulut teluk tergolong tercemar sedang. Skor nilai pada pangkal dan 95 mulut teluk berturut-turut bernilai -19 dan -20. Parameter kualitas air yang menunjukkan terjadinya pencemaran adalah meliputi kekeruhan, TSS, dan BOD. Hasil analisis dengan metode STORET-EPA, semakin mempertegas bahwa air Teluk Lampung sudah terindikasi tercemar. Oleh karena itu, pengelolaan perairan Teluk Lampung harus mendapat perhatian yang lebih serius, dan dilakukan secara terintegrasi dengan pengelolaan wilayah daratan. Tabel 12 Kualitas air Teluk Lampung berdasarkan Metode STORET No Parameter Satu- an Baku Mutu Pangkal Teluk 5°29’22,8” LS dan 105°15’9,0” BT Mulut Teluk 5°50’02,4” LS dan 105°37’8,8” BT Pasang Surut Rata- rata Skor Pasang Surut Rata- rata Skor Fisika 1 Kekeruhan NTU 5 10,8 4,6 7,7 -4 6,4 6,7 6,5 -5 2 TSS mgl 20 50,4 55,4 52,9 -5 38,0 35,0 36,5 -5 Kimia 1 pH - 7,0-8,5 7,6 7,7 7,6 7,7 7,8 7,8 2 Salinitas ‰ 33-34 32,7 35,6 34,1 32,6 32,7 32,6 3 DO mgl 5 7,5 7,4 7,4 6,8 6,4 6,6 4 BOD mgl 20 29,2 28,4 28,8 -10 24,8 22,8 23,8 -10 5 Amonia mgl 0,3 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 6 Sianida mgl 0,5 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 7 Hg mgl 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 8 As mgl 0,012 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 9 Ni mgl 0,05 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Jumlah Skor -19 -20 Keterangan: Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, Lampiran III Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut Sumber: Yusuf 2005

4.1.4 Biologi perairan

Perairan Teluk Lampung dihuni berbagai jenis ikan, baik demersal maupun pelagis. Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi 2000 dalam Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung 2007 menunjukkan bahwa di lima lokasi pengamatan di Teluk Lampung didapatkan 7.072 individu dari 31 suku dan 162 jenis ikan, 40 jenis diantaranya merupakan ikan target pangan. Kategori “major fish” yang terdiri dari 22 suku dengan 160 jenis. Untuk ikan target terdiri dari 9 suku dan 10 jenis, sedangkan ikan indikator terdiri dari 1 suku dengan 16 jenis kelimpahan ikan tertinggi terdapat di Pulau Puhawang sisi barat dengan nilai 1.556 individu. Berdasarkan kategori ikan, Ikan 96 kelimpahan ikan “major” tertinggi didapatkan di Pulau Puhawang sisi barat, sedangkan kelimpahan ikan target tertinggi dijumpai di Pulau Tegal sisi barat, dan kelimpahan ikan indikator tertinggi sebanyak 31 individu ditemukan pada Pulau Puhawang sisi timur. Jumlah jenis ikan “major” tertinggi dijumpai di Pulau Legundi sisi timur, sedangkan untuk ikan target dan indikator jumlah jenis tertinggi dijumpai di Pulau Sebuku pada sisi barat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ikan yang terdapat pada lima pulau di Teluk Lampung menunjukkan kondisi yang kurang baik. Kondisi ini disebabkan banyaknya penangkapan ikan menggunakan cara-cara yang merusak karang sebagai habitat ikan tersebut. Jenis ikan karang dan ekonomis penting masih dapat ditemukan, tetapi pada keragaman yang mendekati jarang. Kerusakan karang juga akan mengakibatkan rendahnya ruang hidup bagi ikan karang. Terumbu karang dan padang lamun Hasil penelitian Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung 2007 menunjukkan bahwa Perairan Teluk Lampung mempunyai ekosistem terumbu karang yang luas, umumnya tipe terumbu karang di Teluk Lampung adalah jenis fringing reefs karang tepi. Pertumbuhan karang secara umum didominasi oleh karang yang bentuk hidupnya merayap encrusting, bercabang branching dan lembaran foliose terutama dari famili Acroporidae, Pocilloporidae, Poritidae dan Faviidae. Kondisi penutupan karang hidup pada 44 lokasi di Teluk Lampung, tergolong dalam kriteria buruk rusak sampai baik. Terumbu karang dalam kondisi baik terdapat di perairan Pulau Kelagian, Pulau Balak, Tanjung Putus, dan Pantai Ketapang. Laju penurunan tutupan terumbu karang di perairan Teluk Lampung pada lokasi tertentu di Pulau Tangkil, Pulau Tegal, Pulau Condong Darat, Pulau Kelagian, dan Pulau Puhawang selama kurun waktu 8 tahun 1998- 2007 adalah 3 pertahun. Kerusakan terumbu karang Teluk Lampung di sebabkan oleh: Kegiatan Pemboman dan pemutasan karang untuk mencari ikan karang, Penambangan karang untuk bahan bangunan, jalan dan perhiasan, Sedimentasi akibat penebangan hutan dan pembukaan pertambakan dan Kerusakan karang akibat pembuangan jangkar kapal di pulau-pulau kecil karena kurangnya pelampung tambat mooring buoy dan dermaga.