Lingkup Penelitian Kerangka Konsepsional

20 Kompleksitas Wilayah Pesisir: Perpaduan Ekosistem Daratan dan Perairan Sistem dan Pemodelan Interaksi Penawaran dan Perminataan Kebutuhan pemangku kepentingan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Masukan Proses Keluaran Komponen Sistem:  Penduduk  Ekonomi  Ketersediaan Ruang  …. S al in g B eri nt era ks i Intervensi sistem dan Skenario Sektor dan pemangku kepentingan :  Perikanan  Pertanian  Angkutan  Pariwisata  Industri  Permukiman  Prasarana wilayah  ……… S al in g B eri nt era ks i Partisipasi substantif Keberlanjutan sistem Pemenuhan kebutuhan Gambar 4 Pendekatan sistem perencanaan tata ruang wilayah pesisir yang diajukan 20 21 Tabel 1 Karakteristik sistem perencanaan spasial yang diajukan No. Karakteristik Perencanaan Sistem Perencanaan yang Diajukan Dalam Penelitian 1. Aspek analisis  Ekonomi dan sektor unggulan, tidak dilakukan penekanan pada sektor tertentu;  Sumberdaya buatan, diperjelas prasarana yang berhubungan dengan penggunaan perairan seperti pelabuhan, dan pelabuhan perikanan;  Sumberdaya alam, memberikan keseimbangan perhatian antara sumberdaya pesisir perairan dan daratan; 2. Substansi rencana  Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang, diperjelas untuk ruang perairan;  Arahan pengelolaan kawasan diperjelas untuk ruang perairan;  Arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan, dengan keseimbangan pada ruang daratan dan perairan..  Arahan kebijaksanaan tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya; termasuk pada sumberdaya dan jasa lingkungan pesisir. 3. Kerangka analisis  Analisis dilakukan secara holistik, dimana proyeksi pada masing-masing aspek analisis dilakukan secara simultan dengan menggunakan analisis sistem. 4. Corak sektoral  Bebas terhadap kecenderungan sektoral, dan menekankan pada objektivitas rencana. 5. Sifat partisipatif  Dilakukan oleh para pemangku kepentingan secara langsung dan bersama-sama melalui analisis kebutuhan.  Penyusunan rencana merupakan hasil kerja para pemangku kepentingan. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wilayah dan Wilayah Pesisir

Pada dasarnya pengertian wilayah mengacu pada unit geografis, dan dapat didefinisikan dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen- komponennya memiliki arti di dalam pendiskripsian perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pembangunan. Oleh karena itu, tidak ada batasan spesifik dari luas suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat meaningful untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian, maupun evaluasi. Batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis berubah- ubah, dengan komponen-komponen yang mencakup biofisik alam, sumberdaya buatan infrastruktur, manusia, serta bentuk-bentuk kelembagaannya. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Salah satu kerangka klasifikasi yang cukup mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah adalah Rustiadi et al. 2009: 1 wilayah homogen uniform, 2 wilayah sistemfungsional, dan 3 wilayah perencanaanpengelolaan planning region atau programming region; seperti disajikan pada Gambar 5. Wilayah pesisir dapat dimasukkan dalam konsep wilayah sistem kompleks, memiliki beberapa sub-sistem penyusun yang meliputi sistem ekologi ekosistem, sistem sosial, dan sistem ekonomi. Secara sederhana, wilayah pesisir dipahami sebagai wilayah pertemuan antara daratan dan laut. Pada dasarnya pemahaman mengenai wilayah pesisir yang meliputi daratan dan perairan laut telah diterima secara luas, namun demikian masih belum ada definisi wilayah pesisir yang bersifat baku dan dapat diterima semua pihak. Dalam konteks pesisir, pengertian wilayah dapat dirunut pada dua istilah yang bermiripan yaitu zone dan area, dan dikenal adanya coastal zone dan coastal area . Perbedaan keduanya terletak pada implikasi yang mengikutinya, yaitu coastal zone berimplikasi pada adanya proses pengelolaan yang dibatasi secara artifisial; sedangkan coastal area lebih bersifat alami. Perbedaan tersebut masih menjadi fokus perdebatan dalam konteks pengelolaan pesisir, terutama di negara- negara sedang berkembang, dimana masih terdapat banyak bagian pesisir yang 24 belum termasuk dalam suatu zona pengelolaan tertentu. Oleh karena itu, penggunaan istilah coastal area dalam pembicaraan dan pembahasan mengenai pesisir, menjadi pilihan yang lebih netral dan konsisten Kay dan Alder 1999. Merujuk pada Kay dan Alder 1999, secara umum dalam disertasi ini istilah wilayah pesisir diasosiasikan dengan coastal area, kecuali dari sumber- sumber yang dikutip atau dirujuk memang menunjuk pada coastal zone. Dengan kata lain, istilah zone dan area dalam disertasi ini akan dirujuk secara sama menjadi “wilayah”. Dengan demikian “wilayah pesisir” menjadi padanan bagi coastal area bila berbicara dalam batas-batas alami; dan menjadi padanan bagi coastal zone bila berbicara dalam batas-batas artifisial pengelolaan. Terdapat banyak definisi wilayah pesisir yang berbeda antar berbagai negara; atau antar disiplin seperti perikanan, biologi laut, tenik pantai, hukum, dan militer. Keragaman definisi tersebut bersumber dari penentuan seberapa jauh batas definitif wilayah pesisir ke arah laut dan ke arah darat. Wilayah Homogen Sistem Fungsional Sistem Sederhana Sistem Kompleks Nodal Pusat – Hinterland Sistem Ekonomi: Kawasan Produksi, Kawasan Industri Budidaya – Lindung Desa – Kota Sistem Ekologi: DAS, Hutan, Pesisir Sistem Sosial Politik: Kawasan Adat, Wilayah Etnik Konsep Alamiah Deskriptif Perencanaan Pengelolaan Perencanaan Khusus: Jabodetabekjur, KAPET Wilayah Administratif Politik: Provinsi, Kabupaten, Kota Konsep Non-Alamiah Gambar 5 Sistematika Konsep-konsep Wilayah Rustiadi et al. 2009 25 Dahuri et al. 2001 mendefinisikan wilayah pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, dimana batas wilayah pesisir ke arah darat adalah jarak arbitrer dari rata-rata pasang tinggi mean high tide dan batas ke arah laut adalah batas yurisdiksi wilayah provinsi atau state di suatu negara. Kay dan Alder 1999 memberikan tiga elemen bagi definisi ilmiah wilayah pesisir, yaitu bahwa wilayah pesisir harus mengandung: 1 komponen daratan dan perairan; 2 batas antara daratan dan perairan harus ditentukan berdasarkan tingkat pengaruh daratan terhadap perairan, dan pengaruh perairan terhadap daratan; dan 3 batas wilayah tidaklah seragam dalam dimensi lebar, kedalaman, maupun ketinggian. Adapun untuk orientasi kebijakan, Kay dan Alder 1999 menyatakan bahwa terdapat empat cara yang mungkin dalam mendefinisikan wilayah pesisir, yaitu: 1 batasan jarak yang tetap; 2 batasan jarak variabel; 3 batasan yang disesuaikan dengan penggunaannya; dan 4 merupakan kombinasi hibrid atara ketiga cara tersebut. Dalam Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, secara formal wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Sebelum adanya Undang-undang tersebut, DKP 2002 telah mendefinsikan wilayah pesisir sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut yang memiliki empat karaketristik khas yaitu: 1 Merupakan wilayah pertemuan antara berbagai aspek yang ada di darat, laut dan udara. Bentuk wilayah ini merupakan hasil keseimbangan dinamis dari suatu proses penghancuran dan pembangunan dari ketiga unsur tersebut; 2 Memiliki fungsi sebagai zona penyangga dan habitat dari berbagai jenis burung yang bermigrasi serta merupakan tempat pembesaran, pemijahan dan mencari makan bagi berbagai jenis biota. 3 Memiliki gradien perubahan sifat ekologi yang tajam dan pada skala yang sempit akan dijumpai kondisi ekologi yang berlainan; 4 Memiliki tingkat kesuburan yang tinggi yang menjadi sumber zat organik yang penting dalam rantai makanan laut. 26 Chua 2006 mendeskripsikan wilayah pesisir dengan memasukkan pentingnya aspek aktivitas manusia, karena sebagian besar wilayah pesisir telah dimanfaatkan oleh manusia. Deskripsi tersebut secara ringkas disajikan pada Gambar 6. Dengan adanya aktivitas manusia, pembicaraan wilayah pesisir menjadi lebih penting karena merupakan suatu sistem sumberdaya yang dipengaruhi dan mempengaruhi kehidupan manusia. Oleh karena itu, perencanaan pengelolaan wilayah pesisir haruslah memasukkan aspek aktivitas manusia, yaitu aspek ekonomi dan sosial. Dengan adanya beragam definisi mengenai wilayah pesisir, perlu dibuat suatu definisi khusus sebagai acuan dalam penelitian yang dilakukan. Perumusan definisi wilayah pesisir yang diacu dalam penelitian ini didasarkan pada aspek penentu definisi wilayah pesisir yaitu batas ke arah darat dan laut, dan tujuan penelitian yaitu perencanaan wilayah. Pertimbangan dalam perumusan definisi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1 Sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Lampung adalah sungai-sungai kecil dengan daerah aliran sungai DAS yang sempit Wiryawan et al. Lingkungan Daratan Lingkungan Perairan Aktivitas Manusia Wilayah Pesisisr Sistem Sumberdaya Pesisisr Gambar 6 Wilayah Pesisir dan Sistem Sumberdaya Pesisir Chua 2006 27 1999, sehingga secara ekologis batas ke arah darat berdasarkan DAS hanya beberapa km saja dari garis pantai maksimal 20 km. 2 Secara administratif, perairan Teluk Lampung dibatasi langsung oleh kecamatan-kecamatan pesisir di Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Pesawaran. Dengan pertimbangan ketersediaan data dan satuan wilayah terkecil, secara administratif batas ke arah darat dapat ditetapkan sebagai batas administratif kecamatan pesisir di Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Pesawaran, yang berbatasan langsung dengan perairan Teluk Lampung. 3 Secara ekologis, Perairan Teluk Lampung merupakan suatu kesatuan, karena relatif tertutup dan hanya dipengaruhi oleh perairan laut lepas melalui Selat Sunda CRMP 1998a dan 1998b; sehingga kondisi oseanografis fisik dan biologis perairan ini relatif seragam. Kondisi tersebut merupakan indikasi bahwa Teluk Lampung merupakan suatu bioekoregion, yaitu bentang alam yang berada di dalam satu hamparan kesatuan ekologis yang dibatasi oleh batas-batas alam, seperti daerah aliran sungai dan perairan teluk. Dengan demikian, secara ekologis dapat ditetapkan batas ke arah laut wilayah pesisir Teluk Lampung adalah meliputi keseluruhan perairan Teluk Lampung, dengan luas sekitar 1.600 km 2 4 Secara administratif berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, batas kewenangan pengelolaan perairan laut adalah 12 mil laut untuk provinsi dan 13-nya 4 mil laut untuk kabupatenkota, yang diukur tegak lurus garis pantai. Pada perairan Teluk Lampung, jarak tegak lurus dari garis pantai yang terjauh adalah 18,01 km atau 9,73 mil laut Wiryawan et al. 1999. Dengan demikian, batas ke arah laut dari wilayah pesisir Teluk Lampung adalah meliputi keseluruhan perairan teluk, dan dapat dipandang sebagai kewenangan pengelolaan Provinsi Lampung karena bersifat lintas kabupaten dan kota, dan sebagian wilayah perairan berjarak lebih dari 4 mil laut. . 5 Berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk menyusun perencanaan wilayah pesisir Teluk Lampung yang komprehensif, wilayah perairan Teluk 28 Lampung harus dipandang sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan, bersama dengan wilayah daratan yang berbatasan langsung dengan perairan teluk. Berdasarkan pertimbangan di atas, definisi wilayah pesisir Teluk Lampung yang diacu dalam penelitian ini adalah: Wilayah yang meliputi perairan dan daratan, dengan batas ke arah laut adalah meliputi keseluruhan wilayah perairan Teluk Lampung, dan batas ke arah darat adalah mengikuti batas-batas administrasi kecamatan-kecamatan di Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Pesawaran, yang berbatasan langsung dengan perairan Teluk Lampung.

2.2 Teori Sistem

Terminologi sistem sering digunakan dalam berbagai bidang dengan interpretasi beragam, tetapi tetap berkonotasi tentang sesuatu yang “utuh” dan “keutuhan” Eriyatno 1999. Banyak definisi sistem yang telah dikemukakan oleh para penulis. Forrester 1968 mendefinisikan sistem sebagai sekelompok komponen yang beroperasi secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. O’Connor dan McDermott 1997 mendefinisikan sistem sebagai suatu entitas yang mempertahankan eksistensi dan fungsinya sebagai suatu keutuhan melalui interaksi komponen-komponennya. Haaf et al. 2002 mendefinisikan sistem sebagai koleksi dari elemen-elemen dalam suatu keseluruhan dengan hubungan di antaranya. Dengan kata lain, sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks Marimin 2004. Dari beragam definisi yang ada terlihat bahwa sistem memiliki karakteristik keutuhan dan interaksi antar komponen yang membangun sistem. Secara lebih tegas beberapa karakteristik yang dimiliki sistem dapat dinyatakan sebagai berikut Sushil 1993: 1 Dibangun oleh sekelompok komponen yang saling berinteraksi. 2 Memiliki sifat yang “utuh” dan “keutuhan” wholeness. 3 Memiliki satu atau segugus tujuan. 4 Terdapat proses transformasi input menjadi output. 29 5 Terdapat mekanisme pengendalian yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan sistem. Kajian mengenai teori sistem tidak terlepas dari tiga akar utama yang berkaitan dengan sistem dan kompleksitas, yaitu teori sistem umum, sibernetika, dan sistem dinamik. Ketiga akar tersebut berkembang relatif hampir bersamaan, dan sekarang dianggap sebagai pilar teori kompleksitas complexity theory Abraham 2002. Sepanjang abad 20, secara paralel telah berkembang teori sistem umum general system theory, sibernetika cybernetics, dan sistem dinamik system dynamics François 1999; Mäntysalo 2000; Abraham 2002; Haaf et al. 2002; Mindell 2002. Teori sistem umum mulai mengemuka sejak publikasi artikel Ludwig von Bertalanffy yang berjudul General system theory pada tahun 1956, terutama dalam bidang teknik dan sains. Teori sistem umum didasarkan pada ide biologi, dimana von Bertalanffy merumuskan formula abstrak yang dibahasakan secara matematis dan dapat menjelaskan kompleksitas yang terorganisir secara umum. Ide utama dari teori sistem umum adalah keutuhan, pengorganisasian, dan sistem terbuka yang ada di dalam biologi, dan kemudian digeneralisasi oleh von Bertalanffy ke dalam berbagai disiplin termasuk sistem sosial dan budaya. Teori sistem umum dimaksudkannya dapat menjadi suatu teori universal, sebagai suatu kerangka analitik yang dapat memberikan penjelasan abstrak dari fenomena alam Mäntysalo 2000; Abraham 2002; Haaf et al. 2002. Di penghujung abad 20 teori dan pendekatan sistem umum telah berkembang pada berbagai disiplin Haaf et al. 2002. Sibernetika diperkenalkan oleh Norbert Wiener pada tahun 1946, yang intinya berkaitan dengan controlled feedback systems, yaitu sistem yang mampu mempertahankan kondisi homeostatis melalui “perlawanan” counteracting deviasi dari variabel kritis akibat adanya umpan balik negatif negative feedback. Kata cybernetics sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu kubernetes yang berarti “teman” mate atau juga dapat berarti “pengatur” governor. Dua konsep utama dari sibernetika adalah kontrol control dan komunikasi communication. Pandangan sibernetika lebih kepada “software” dari suatu sistem, misalnya sistem biologis dan sistem artifisial servo-mechanisms dipandang mirip satu sama lain, 30 karena sifat-sifat mereka dalam mengendalikan entropi positif dengan adanya umpan balik negatif, meskipun ”hardwares” mereka dapat sangat berbeda Mäntysalo 2000; Abraham 2002; Haaf et al. 2002; Mindell 2002. Pandangan tersebut telah menjadikan sibernetika sebagai pemacu perkembangan ilmu komputer seperti kecerdasan buatan artificial intelligence François 1999 ; Abraham 2002; Haaf et al. 2002; Mindell 2002. Perkembangan sistem dinamik system dynamics dimotori oleh Jay Forrester bersama koleganya di Massachusetts Institute of Technology MIT sejak tahun 1950-an Abraham 2002. Sistem dinamik merupakan cara pemahaman sifat dinamis dari suatu sistem yang kompleks. Metode sistem dinamik berlandaskan pada cara pandang bahwa struktur suatu sistem bentuk hubungan antar komponen seperti hubungan sirkular, saling tergantung, dan time- delayed adalah penentu dari sifat sistem. Menurut Forrester 1968 sistem dinamik merupakan suatu metode dalam mempelajari sifat-sifat sistem, dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana interrelasi dari suatu keputusan, kebijakan, struktur dan delay, dalam mempengaruhi pertumbuhan dan stabilitas sistem tersebut. Metodologi sistem dinamik telah berkembang, terutama dengan berkembangnya komputer digital berkemampuan tinggi, dan telah diterapkan pada berbagai bidang untuk menganalisis sifat-sifat sistem kompleks seperti masalah sosial-ekonomi dan teknologi. Salah satu kelebihan sistem dinamik adalah kemampuannya menggambarkan tingkah laku sistem menurut waktu. Kata dinamik dynamics memiliki arti perubahan atau variasi, dan suatu sistem yang dinamik adalah sistem yang menunjukkan sifat bervariasi menurut waktu François 1999; Sterman 2002; Haaf et al. 2002; Mindell 2002; Forrester 2003. Perkembangan ilmu sistem sampai di penghujung tahun 1960-an menunjukka n bahwa teori sistem umum general system theory, sibernetika cybernetics, dan sistem dinamik system dynamics, telah mengalami saling keterkaitan. Kerja dari Kelompok Roma The Club of Rome pada akhir dekade 1960 dan awal 1970 yang mempublikasikan The Limits to Growth dan World Dynamics , pada dasarnya telah menggabungkan antara general system theory, cybernetics , dan system dynamics Meadows et al. 1972; Abraham 2002; Smil 2005. Sampai dengan dekade 1990, ilmu sistem semakin diramaikan dengan 31 pencabangan teori kompleksitas seperti cellular automata, fractal geometry, dan chaos theory . Perkembangan ilmu sistem yang terpayungi dalam teori kompleksitas di masa depan masih sangat mungkin akan bertambah Abraham 2002, sebagaimana dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Berdasarkan perkembangan teori sistem, jelas bahwa terdapat upaya intelektual yang terus-menerus untuk memahami berbagai fenomena dunia nyata secara sistematis. Dari perkembangan yang ada, terlihat bahwa penerapan ilmu sistem merupakan metode baru dalam pemahaman dan pengelolaan sistem kompleks, yang sangat sulit dilakukan secara monodisiplin. Oleh karena itu, upaya penerapan ilmu sistem dalam pengelolaan sumberdaya alam yang kompleks seperti wilayah pesisir, tampaknya menjadi suatu keniscayaan. Fenomena dunia nyata seperti wilayah pesisir, yang menunjukkan kompleksitas tinggi dan sangat sulit dipahami hanya melalui satu disiplin keilmuan. Upaya dari masing-masing disiplin untuk mamahami fenomena dunia nyata yang kompleks melalui pengembangan beragam model seringkali tidak konsisten, hanya bersifat parsial, tidak berkesinambungan, dan gagal memberikan penjelasan yang utuh Eriyatno 1999. Konsep sistem yang berlandaskan pada unit keragaman dan selalu mencari keterpaduan antar komponen melalui pemahaman yang utuh Forrester 1968, dapat menawarkan suatu pendekatan baru untuk memahami dunia nyata. Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi sistem yang efektif Eriyatno 1999. Dengan demikian kajian mengenai fenomena kompleks dapat dilakukan melalui pendekatan sistem Nichols dan Monahan 1999; Sterman 2002, seperti membangun model perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung,

2.3 Sistem dan Model

Model merupakan pengganti suatu objek atau sistem, yang dapat memiliki beragam bentuk dan memenuhi banyak tujuan Forrester 1968; Sterman 2002. Dalam pengertian yang relatif sama, Eriyatno 1999 menyatakan bahwa model