Patogenesis Sindrom Koroner Akut Patofisiologi Sindrom Koroner Akut

BP Blood pressure; D5W Dextrose 5 in water; ECG Electrocardiogram; IV Intravenous; SBP Systolic blood pressure Gambar 4. Pilihan pengobatan pasien dengan acute decompensated heart failure 7 2. Sindrom Koroner Akut 2.1 Definisi Sindrom Koroner Akut Sindrom koroner akut atau acute coronary syndrome ACS merupakan suatu kondisi yang mengancam nyawa. Sindrom ini bervariasi dari pola angina pektoris tidak stabil hingga terjadinya infark miokard yang luas. Infark miokard merupakan nekrosis otot jantung terjadi secara irreversible. 8

2.2 Patogenesis Sindrom Koroner Akut

Sekitar 90 dari kasus ACS dihasilkan oleh adanya gangguan atau rupturnya pada plak aterosklerosis dengan diikuti agregasi platelet dan pembentukan trombus intrakoroner. Penyebab lainnya dapat berupa sindrom vaskulitis, emboli koroner dapat disebabkan oleh endokarditis atau katup jantung buatan, anomali arteri koroner kongenital, aneurisma, trauma, spasme arteri koroner berat, peningkatan viskositas darah polisitemia vera, trombositosis, diseksi arteri koroner spontan, dan peningkatan kebutuhan yang besar akan oksigen untuk miokard. 8 11 Adanya trombus pada daerah yang mengalami penyempitan karena plak dapat menyebabkan terjadinya sumbatan berat hingga total pada arteri koroner. Gangguan aliran darah tersebut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen untuk sel otot jantung. Trombus yang terjadi pada ACS dihasilkan oleh interaksi antara plak aterosklerosis, endotel koroner, platelet yang bersirkulasi dan tonus vasomotor dinding pembuluh darah. 8 Sumbatan parsial trombus menyebabkan suatu kondisi yang berkaitan dengan sindrom unstable angina UA dan non-ST-elevation myocardial infarction NSTEMI. Kedua kondisi ini dibedakan berdasarkan ada tidaknya nekrosis pada miokard. Pada unstable angina, belum terjadi nekrosis sel otot jantung sementara pada NSTEMI sudah ada. Dalam membedakannya, dilakukan pemeriksaan serum biomarker. Adanya peningkatan serum biomarker seperti troponin T dan CKCKMB menandakan adanya nekrosis pada otot jantung. Namun, unstable angina yang tidak tertangani dapat berkembang menjadi NSTEMI hingga STEMI. 8 Jika sumbatan terjadi secara total, iskemia yang terjadi akan semakin berat dan nekrosis juga semakin luas. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi peningkatan segmen ST pada STEMI ST-elevation myocardial infarction. 8

2.3 Patofisiologi Sindrom Koroner Akut

Berdasarkan luasnya, infark yang terjadi dapat berupa infark transmural dan infark subendokardium, Infark transmural melibatkan kematian sel pada seluruh ketebalan miokardium. Kondisi ini dihasilkan oleh oklusi yang bersifat total dan berkepanjangan pada arteri koroner epikardium. Sementara itu, infark subendokardium terjadi pada lapisan terdalam dari miokardium atau hanya di daerah subendokardium. Bagian subendokardium memang lebih rentan terhadap iskemia karena daerah ini mendapatkan tekanan yang tinggi dari ruang ventrikel, kolateral yang mensuplai darah sedikit, serta mendapatkan perfusi oleh pembuluh darah yang harus melewati lapisan miokardium yang berkontraksi. 8 Infark diinisiasi oleh adanya iskemia yang berkembang menjadi kematian sel yang berpotensi reversibel hingga yang irreversibel. Miokardium yang disuplai langsung oleh pembuluh darah yang tersumbat akan mati dengan cepat. Sementara itu, jaringan di sekitarnya tidak segera mati karena dapat diperfusi secara adekuat oleh pembuluh darah di sekitarnya yang masih paten. Namun, seiring berjalannya waktu, jaringan tersebut akan mengalami iskemia karena kebutuhan akan oksigen tetap ada sementara suplai oksigen berkurang. Oleh karena itu, regio infark dapat mengalami ekstensi. 8 12 Banyak dan luasnya jaringan yang mengalami infark dipengaruhi oleh massa miokardium yang diperfusi oleh pembuluh darah yang tersumbat, besar dan durasi aliran pembuluh darah yang tersumbat, kebutuhan oksigen pada area yang terpengaruh, kolateral pembuluh darah yang memberikan suplai darah dari arteri koroner sekitar yang tidak tersumbat dan derajat respon jaringan yang memodifikasi proses iskemia. 8 Pada infark miokard, terdapat early changes serta late changes. Pada early changes, di menit-menit awal terjadi turunnya kadar ATP serta penurunan kontraktilitas. Dalam 10 menit, dapat terjadi deplesi ATP hingga 50, edema sel, penurunan potensial membran dan terjadi kerentanan mengalami aritmia. Cedera sel dapat menjadi irreversible dalam 20-24 menit. Dalam 1-3 jam pertama, terdapat gambaran wavy myofibers. Selanjutnya, terjadi perdarahan, edema dan infiltrasi PMN. Pada 18-24 jam, terjadi nekrosis koagulasi dengan disertai edema. Nekrosis koagulasi total terjadi dalam 2-4 hari disertai dengan munculnya monosit dan terjadi puncak dari infiltasi PMN. 8 Selain perubahan di masa awal infark, perubahan dapat terjadi jauh setelahnya, yang mana sering disebut sebagai late change. Dalam 5-7 hari pasca oklusi, terjadi yellow softening dari resopsi jaringan yang mati oleh makrofag. Remodeling ventrikel terjadi setelah 7 hari. Selanjutnya, fibrosis dan pembentukan scar dapat selesai pada minggu ketujuh. 8 2.4 Gejala Klinis Sindrom Koroner Akut 2.4.1 Unstable Angina UA