Tatalaksana Sindrom Koroner Akut dengan Elevasi Segmen ST

Tatalaksana lebih lanjut berdasarkan pada skor risiko TIMI. Pada pasien dengan resiko tinggi atau sedang, diberikan anti iskemik berupa beta blocker, nitrat atau calcium channel blocker. Beta blocker diberikan pada pasien dengan hipertensi dan takikardi. Nitrat intravena maupun oral juga dapat bermanfaat untuk meredakan nyeri dada akut. Sementara itu, CCB dapat mengurangi gejala pada pasien yang telah menerima nitrat dan beta blocker. Juga, CCB bermanfaat apabila terdapat kontraindikasi pemberian beta blocker serta pada angina vasospastik. Kontraindikasi pemberian beta blocker antara lain adalah terdapat tanda- tanda gagal jantung akut, hipotensi, dan peningkatan risiko syok kardiogenik. Kontraindikasi relatifnya berupa PR interval 0,24, blok AV derajat 2 atau 3, asma bronkial aktif atau kelainan saluran napas reaktif. 12 Antiplatelet oral berupa aspirin atau clopidogrel diberikan pada pasien sinrom koroner akut. Dosis awal aspirin untuk semua pasien sindrom koroner akut adalah sebesar 160-325 mg, selanjutnya diberikan 75-100 mg per hari. Pilihan lainnya adalah clopidogrel dengan dosis awal 300 mg per oral, dilanjutkan 75 mg per hari. Clopidogrel dapat diberikan hingga 12 bulan kecuali terdapat komplikasi perdarahan berlebihan. Apabila pasien direncanakan menjalani PCI, clopidogrel dapat diberikan dengan dosis loading 600 mg untuk mencapai inhibisi fungsi platelet yang lebih cepat dan optimal. Sebagai tambahan, antiplatelet intravena berupa penghambat reseptor GpIIbIIIa seperti tirofiban dapat diberikan. 12 Antikoagulan diberikan pada semua pasien selain anti platelet berupa heparin unfractioned heparin atau low molecular weight heparin. Antikoagulan yang tersedia berupa enoxaparin atau fondaparinux. 12 Pada pasien resiko sedang dan tinggi, angiografi koroner dini dilakukan 72 jam diikuti oleh PCI atau CABG. Jika pasien mengalami angina refrakter atau berulang disertai perubahan segmen ST, gagal jantung, aritmia yang mengancam hidup, atau hemodinamik tidak stabil, direkomendasikan dilakukan angiografi koroner urgensi. 12 Terapi tambahan yang dapat diberikan adalah ACE inhibitor atau ARB dan statin. 12 Pada pasien dengan resiko rendah, terapi yang diberikan adalah aspirin dan beta blocker. Selanjutnya pasien dapat dipulangkan setelah dilakukan observasi di IGD. Selanjutnya, pada rawat jalan, dapat dipertimbangkan uji latih jantung dan ekokardiografi. 12

2.6.2 Tatalaksana Sindrom Koroner Akut dengan Elevasi Segmen ST

Pada pasien SKA dengan elevasi segmen ST, tatalaksana awal yang diberikan tidak jauh berbeda dengan SKA tanpa elevasi segmen ST. Termasuk di antaranya adalah pemberian oksigen, aspirin, nitrat hingga morfin. Namun, yang penting untuk diperhatikan adalah 19 pemilihan revaskularisasi dan reperfusi miokard yang harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi 12 jam. Di ruang perawatan intensif, dalam 24 jam pertama datang, pasien perlu dimonitor secara kontinyu 24 jam. Nitrogliserin oral kerja cepat dapat diberikan untuk mengatasi nyeri dada. Pemberian intravena kontinyu diberikan pada gagal jantung, hipertensi atau tanda-tanda iskemi yang menetap. 12 Terapi fibrinolitik direkomendasikan pada pasien dengan presentasi ≤3 jam atau jika tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan terlambat. Apabila waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon 90 menit atau jika waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon dikurangi waktu antara pasien tiba sampai dengan proses fibrinolitik 1 jam, terapi fibrinolitik tetap direkomendasikan. 12 Penggunaan heparin dilakukan dengan pemberian UFH sebagai ko-terapi bolus IV 60 UkgBB maksimum 4000 U. Dosis pemeliharaan per drip 12 UkgBB selama 24-48 jam dengan maksimum 1000 Ujam dengan target aPTT 50-70 detik. 12 Monitoring aPTT dilakukan pada 3,6,12,24 jam setelah memulai terapi. Selain UFH, dapat digunakan juga LMWH pada pasien berusia 75 tahun, dengan fungsi ginjal yang masih baik Cr2,5mgdL pada laki-laki atau 2,0 mgdL pada wanita. 12 Apabila terdapat fasilitas PCI intervensi koroner perkutan primer, PCI direkomendasikan pada presentasi 3 jam. Juga, apabila PCI dapat dilakukan dengan cepat, fibrinolitik dikontraindikasikan serta resiko tinggi dengan gagal jantung kongestif killip kelas 3. 12 Kontraindikasi Fibrinolitik absolut di antaranya adalah 12 :  Riwayat perdarahan intrakranial  Lesi struktural serebrovaskular  Tumor intrakranial  Stroke iskemik dalam 3 bulan kecuali dalam 3 jam terakhir  Dicurigai diseksi aorta  Adanya trauma, pembedahan, trauma kepala dalam waktu 3 bulan terakhir  Adanya perdarahan aktif tidak termasuk menstruasi Kontraindikasi relatif fibrinolitik antara lain adalah 12 :  Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak terkontrol  Hipertensi berat yang tidak terkontrol saat presentasi TD sistolik 180 mmHg atau TD diastolik 110 mmHg 20  Riwayat stroke iskemik 3 bulan, demensia atau kelainan intrakranial selain yang terdapat pada kontraindikasi absolut  Resusitasi jantung paru traumatik atau lama 10 menit atau operasi besar 3 minggu  Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir  Terapi antikoagulan oral  Kehamilan  Non-compressible puncture  Ulkus peptikum aktif  Khusus streptokinase atau anistreplase: riwayat pemaparan sebelumnya 5 hari atau riwayat alergi zat tersebut. Bedah pintas dilakukan apabila terjadi kegagalan PCI di mana terjadi oklusi mendadak arteri koroner selama proses kateterisasi, PCI tidak memungkinkan, syok kardiogenik, pasien dengan kompilkasi ruptur septum ventrikel atau regurgitasi mitral, maupun pasien dengan iskemia berkepanjangan atau berulang setelah optimalisasi terapi medikamentosa dengan anatomi yang sesuai dengan tindakan bedah. 12 3. Penyakit Jantung Hipertensif 3.1 Difinisi Penyakit jantung hipertensi adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh tidak terkontrolnya tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama, yang ditandai adanya hipertrofi ventrikel kiri, sebagai akibat langsung dari tingginya tekanan darah tersebut. 13

3.2 Epidemiologi

Berdasarkan Riset Kesehtan Dasar Nasional telah terjadi penurunan prevalensi hipertensi dari 31,7 pada tahun 2007 menjadi 25,8 pada tahun 2013. 14

3.3 Patogenesis

Peran hipertensi terhadap kelainan jantung terjadi melalui sejumlah mekanise yang kompleks. Hipertensi menyebabkan peningkatan afterload yang menyebabkan kompensasi berupa hipertrofi ventrikel kiri. Disfungsi diastolik dan sistolik, yang pada tahap selanjutnya menjadi gagal jantung. Namun tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan dinding 21