Stratifikasi Risiko dengan TIMI Score

 Iskemia Miokardium: Nyeri diperberat dengan aktivitas atau saat terjadi emosi. Pada pemeriksaan EKG, didapatkan adanya deviasi segmen ST. Nyeri dapat mereda dengan cepat, hanya sekitar 5 menit dengan pemberian TNG.  Diseksio aorta: nyeri seperti robek tearing atau ripping dan menjalar dari dinding anterior dada ke bagian punggung sisi tengah. Diseksio aorta berkaitan sekali dengan hipertensi dan sindrom marfan. Pulsasi melemah dan dapat terjadi ketidaksimetrisan pulsasi perifer.  Perikarditis akut: nyeri seperti diremas-remas, tajam, pleuritik, dan membaik apabila duduk condong ke depan. Perikarditis berkaitan dengan riwayat infeksi saluran nafas atas, atau kondisi lain yang menjadi predisposisi perikarditis.  Emboli paru: nyeri pada emboli paru bersifat tajam, pleuritik, dan dapat disertai dengan batuk dapat berdarah atau tidak. Seringkali berkaitan dengan imobilisasi atau riwayat operasi.  Pneumotoraks akut: nyeri sangat tajam dan pleuritik. Berkaitan dengan riwayat trauma sebelumnya, atau penyakit paru obstruktif kronis.  Ruptur esofagus: nyeri intens pada substernal dan epigastrium; biasanya disertai dengan muntah atau pun hematemesis. Kondisi ini berkaitan dengan riwayat muntah berulang sebelumnya.

2.5.2 Stratifikasi Risiko dengan TIMI Score

Pada saat melakukan diagnosis kasus sindrom koroneri akut, prognosis pasien juga perlu dipertimbangkan. Saat ini, salah satu sistem skoring yang sering digunakan adalah TIMI Score Thrombolysis in Myocardial Infarction TIMI. Skor TIMI berbeda antara kasus STEMI ST-elevation myocardial infarction dengan kasus NSTEMI non ST-elevation myocardial infarction. 10 Pada kasus N-STEMI, sebelumnya kita perlu perhatikan tanda dan gejala berupa: nyeri dada iskemi pada saat istirahat dalam 24 jam terakhir, dengan disertai bukti penyakit jantung koroner dapat berupa deviasi segmen ST atau peningkatan penanda enzim jantung. Dalam menentukan skor TIMI untuk kasus N-STEMI, informasi yang perlu digali adalah sebagai berikut. 10 1. Usia =65 tahun 2. 3 atau lebih faktor resiko penyakit jantung koroner 3. Riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya serta diketahui terdapat stenosis 50 16 4. Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir 5. Angina berat dalam 24 jam terakhir 6. Peningkatan penanda enzim jantung 7. Deviasi segmen ST 0,5 mm Masing-masing kriteria mendapatkan 1 poin. 10 Kaitan Skor TIMI tersebut dengan kematian dalam 2 minggu, resiko kematian akibat infark miokard, terjadinya miokard infark adalah sebagai berikut 10  0-1 point: 3-5  2 poin : 3-8  3 poin: 5-13  4 poin: 7-20  5 poin: 12-26  6-7 poin: 19-41 Sementara itu, untuk skoring TIMI pada kasus STEMI, kriteria sedikit berbeda, yaitu: sebelumnya pertimbangkan tanda dan gejala berikut: nyeri dada lebih dari 30 menit, ST elevasi, onset kurang dari 6 jam. 11 1. DM, riwayat hipertensi atau riwayat angina 1 poin 2. Tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg 3 poin 3. Denyut nadi 100 BPM 2 poin 4. Kelas Killip II-IV 2 poin 5. Berat badan kurang dari 67 kg 1 poin 6. ST elevasi pada lead anterior atau terdapat LBBB 1 poin 7. Waktu onset hingga penatalaksanaan lebih dari 4 jam 1 poin Ditambah dengan kriteria usia 11 : 1. usia lebih dari atau sama dengan 75 tahun 3 poin 2. 65-74 tahun 2 poin 3. kurang dari 65 0 poin Skor ini memberikan informasi prediksi kematian dalam 30 hari sesudah terjadi infark miokard sebagai berikut. 11  0 poin: 0,8 17  1 poin: 1,6  2 poin: 2,2  3 poin: 4,4  4 poin: 7,3  5 poin: 12  6 poin: 16  7 poin: 23  8 poin: 27  9-14 poin: 36 2.6 Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut 2.6.1 Tatalaksana Sindrom Koroner Akut tanpa Elevasi Segmen ST Tatalaksana awal untuk pasien yang diduga mengalami sindrom koroner akut harus segera dilakukan. Dalam 10 menit, perlu dilakukan 12 :  pemeriksaan tanda vital,  mendapatkan akses intravena,  perekaman dan analisis EKG,  anamnesis dan pemeriksaan fisik,  pengambilan sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta pemeriksaan koagulasi EKG harus segera dilakukan. Selanjutnya, EKG direkam berkala untuk mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T diukur saat masuk dan jika normal diulang 6-12 jam. Kemudian, CK dan CK-MB diperiksa pada pasien dengan onset 6jam dan pada pasien pasca infark 2 minggu dengan iskemik berulang untuk mendeteksi reinfark atau infark periprosedural. 12 Di unit emergensi, tatalaksana yang diberikan pada pasien dengan sindrom koroner akut adalah pemberian oksigen 4Lmenit saturasi oksigen dipertahankan 90. Kemudian, pasien diberikan aspirin 160 mg dikunyah, nitrat 5 mg sublingual yang dapat diulang sebanyak tiga kali jika masih nyeri. Jika nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat, dapat diberikan morfin 2,5-5 mg. 12 18 Tatalaksana lebih lanjut berdasarkan pada skor risiko TIMI. Pada pasien dengan resiko tinggi atau sedang, diberikan anti iskemik berupa beta blocker, nitrat atau calcium channel blocker. Beta blocker diberikan pada pasien dengan hipertensi dan takikardi. Nitrat intravena maupun oral juga dapat bermanfaat untuk meredakan nyeri dada akut. Sementara itu, CCB dapat mengurangi gejala pada pasien yang telah menerima nitrat dan beta blocker. Juga, CCB bermanfaat apabila terdapat kontraindikasi pemberian beta blocker serta pada angina vasospastik. Kontraindikasi pemberian beta blocker antara lain adalah terdapat tanda- tanda gagal jantung akut, hipotensi, dan peningkatan risiko syok kardiogenik. Kontraindikasi relatifnya berupa PR interval 0,24, blok AV derajat 2 atau 3, asma bronkial aktif atau kelainan saluran napas reaktif. 12 Antiplatelet oral berupa aspirin atau clopidogrel diberikan pada pasien sinrom koroner akut. Dosis awal aspirin untuk semua pasien sindrom koroner akut adalah sebesar 160-325 mg, selanjutnya diberikan 75-100 mg per hari. Pilihan lainnya adalah clopidogrel dengan dosis awal 300 mg per oral, dilanjutkan 75 mg per hari. Clopidogrel dapat diberikan hingga 12 bulan kecuali terdapat komplikasi perdarahan berlebihan. Apabila pasien direncanakan menjalani PCI, clopidogrel dapat diberikan dengan dosis loading 600 mg untuk mencapai inhibisi fungsi platelet yang lebih cepat dan optimal. Sebagai tambahan, antiplatelet intravena berupa penghambat reseptor GpIIbIIIa seperti tirofiban dapat diberikan. 12 Antikoagulan diberikan pada semua pasien selain anti platelet berupa heparin unfractioned heparin atau low molecular weight heparin. Antikoagulan yang tersedia berupa enoxaparin atau fondaparinux. 12 Pada pasien resiko sedang dan tinggi, angiografi koroner dini dilakukan 72 jam diikuti oleh PCI atau CABG. Jika pasien mengalami angina refrakter atau berulang disertai perubahan segmen ST, gagal jantung, aritmia yang mengancam hidup, atau hemodinamik tidak stabil, direkomendasikan dilakukan angiografi koroner urgensi. 12 Terapi tambahan yang dapat diberikan adalah ACE inhibitor atau ARB dan statin. 12 Pada pasien dengan resiko rendah, terapi yang diberikan adalah aspirin dan beta blocker. Selanjutnya pasien dapat dipulangkan setelah dilakukan observasi di IGD. Selanjutnya, pada rawat jalan, dapat dipertimbangkan uji latih jantung dan ekokardiografi. 12

2.6.2 Tatalaksana Sindrom Koroner Akut dengan Elevasi Segmen ST