21
sehingga membutuhkan arus dan ombak yang cukup kuat untuk membersihkan partikel-partikel yang melekat. Pada stasiun 4, mempunyai kekeruhan dan
kedalaman yang relatif tinggi sedangkan arus pada stasiun ini cukup rendah dibandingka ketiga stasiun lainnya. Hal ini lah yang merupakan salah satu faktor
lain sehingga keanekaragaman jenis dan sebaran karang batu paling rendah di stasiun ini.
Gambar 6. Nilai Indeks Keanekaragaman H’ dengan bilangan dasar e dan
kemerataan jenis J’ karang batu di Pulau Lepar Pongok Siringoringo et al. 2006
Hasil pengamatan menunjukkan jumlah keanekaragaman karang tertinggi
dijumpai pada stasiun 4 dibandingkan ketiga stsiun yang lain. Begitu juga dengan indeks keseragaman dan dominansi, nilai indeks tertinggi di jumpai pada stasiun
4 dibandingkan dengan ketiga stasiun lain.
0,00 0,10
0,20 0,30
0,40 0,50
0,60 0,70
0,80
1 2
3 4
Indeks Keanekaragaman Indeks Keseragaman
Indeks Dominansi
Gambar 7. Nilai Indeks Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi karang di Pulau Lepar Pongok, Bangka Selatan
22
Persentase Tutupan Karang
Persentase tutupan karang di perairan Pulau Pongok berkisar antara 40,84 - 71,1, dimana persentase tutupan tertinggi berada pada stasiun 3 yaitu
71,1, diikuti stasiun 2 yaitu 56,74, lalu diikuti stasiun 1 yaitu 47 dan stasiun 4 dengan persentase tutupan sebesar 40,84.
a b
c d Gambar 7. Persentase tutupan karang di perairan Pulau Pongok
Persentase tutupan karang batu hidup di perairan Pulau Pongok berkisar antara 40,24 - 80,33, dimana persentase tutupan terendah berada pada stasiun
2 dan persentase tertinggi pada stasiun 1. Persentase tutupan karang lunak terendah di peroleh pada stasiun 3 yaitu 9,5 dan tertinggi dijumpai pada stasiun
2 yaitu 16,5. Rincian persentase karang di semua stasiun penelitian disajikan pada gambar 7.
4.4. Koleksi dan Identifikasi Sampel
Sampel karang lunak yang diambil dari perairan Pulau Pongok Bangka Selatan ada 2 jenis, diidentifikasi berdasarkan Fabricius dan Alderslade 2001;
Manuputty 2002, jenis karang lunak tersebut adalah jenis Sinularia sp dan Lobophytum sp.
23
A B
Gambar 8. Sinularia sp A dan Lobophytum sp B Sampel karang lunak yang diperoleh hanya ditemukan pada stasiun 2 dan
stasiun 3. Sedangkan pada kedua stasiun yang lain tidak diperoleh sampel karang lunak. Hal ini dikarenakan pada stasiun 1 dan stasiun 4 cenderung lebih dekat
dengan daratan dan pemukiman penduduk, yaitu Pulau Celagen dan Pulau Pongok. Selain itu pada kedua stasiun ini merupakan jalur kapal nelayan dan
dermaga tempat kapal berlabuh serta bongkar muat, sehingga kondisi substrat hanya berupa karang-karang mati yang rusak karena aktivitas manusia. Pada
stasiun 2 dan stasiun 3 relatif lebih jauh dari pemukiman penduduk, sehingga ekosistem karang lunak lebih memungkinkan untuk berkembang biak.
4.5 Aktivitas Antibakteri Ekstraksi Komponen Bioaktif
Hasil ekstraksi karang lunak Sinularia sp dan Lobophytum sp dengan perbandingan sampel karang lunak dan volume pelarut metanol yaitu 1:3
didapatkan hasil rendemen pada tabel 5 berikut :
Tabel 5. Rendemen Ekstrak karang lunak Berat
Sampel Karang Lunak Sinularia sp
3m Lobophytum sp
3m Sinularia sp
9m Lobophytum sp
9m Awal gr
Rendemen gr Persentase
Warna 100
4.10 4.10
Coklat - kehitaman
100 3.44
3.44 Coklat -
kehitaman 100
3.96 3.96
Coklat - kehitaman
100 3.77
3.77 Coklat -
kehitaman Ekstraksi adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari
suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponennya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan daya
melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi Khopkar 2003.
24
Metanol termasuk ke dalam golongan alkohol yang memiliki berat molekul rendah, sehingga memudahkan pembentukan ikatan hidrogen dengan
molekul air dalam jaringan sampel Hart, 1987 dalam Nurhayati et al. 2010. Selain itu pelarut ini mampu mengekstrak senyawa organik, sebagian lemak serta
tanin, akibatnya senyawa di dalam jaringan sampel akan mudah terekstrak Heat Reneccius 1987 dalam Nurhayati et al. 2010.
Daya Hambat Ekstrak Karang Lunak
Hasil pengukuran daya hambat ekstrak karang lunak Sinularia sp dan Lobophytum sp terhadap bakteri Sinularia sp dan Lobophytum sp disajikan pada
tabel 6 dan tabel 7. Tabel 6. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap bakteri E. coli
Jenis sampel Konsentrasi
Rerata Zona Daya Hambat mm
Sinularia sp 3m
Lobophytum sp 3m
Sinularia sp 9m
Lobophytum sp 9m
100 15.00 ± 0.4
12.20 ± 0.2 10.10 ± 0.17
14.20 ± 0.2 50
10.25 ± 1.05 8.40 ± 0.1
8.40 ± 0.2 8.50 ± 0.26
25 7.50
7.30 ± 0.17 6.90
7.90 ± 0.26 12,5
6.40 ± 0.1 7.30 ± 0.1
6.10 ± 0.17 7.30 ± 0.2
Tabel 6 memperlihatkan bahwa diameter zona hambat terhadap bakteri E. Coli ekstrak Sinularia sp kedalaman 3 meter berdasarkan tingkat konsentrasi
ekstrak adalah dari 6.40 –15.00 mm, Lobophytum sp kedalaman 3 meter adalah
7.30 –12.20 mm, Sinularia sp kedalaman 9 meter adalah 6.10–10.10 mm dan
Lobophytum sp kedalaman 9 meter adalah 7.30 –14.20 mm.
Tabel 7. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap bakteri S. aureus
Jenis sampel Konsentrasi
Rerata Zona Daya Hambat mm
Sinularia sp 3m
Lobophytum sp 3m
Sinularia sp 9m
Lobophytum sp 9m
100 10.05 ± 2.33
8.90 ± 0.3 8.50 ± 0.26
10.80 ± 1.2 50
9.40 ± 0.4 8.50 ± 0.17
7.10 ± 0.17 10.10 ± 0.1
25 6.10 ± 0.24
7.90 ± 0.24 5.80 ± 0.26
8.90 12,5
6.00 7.10 ± 0.1
5.10 ± 0.26 6.00 ± 0.26
Tabel 7 menunjukkan hasil daya hambat terhadap bakteri S.aureus dari ekstrak Sinularia sp kedalaman 3 meter berdasarkan tingkat konsentrasi ekstrak
adalah 6.00 –10.05 mm, Lobophytum sp kedalaman 3 meter adalah 7.10–8.90 mm,
Sinularia sp kedalaman 9 meter adalah 5.10 –8.50 mm dan Lobophytum sp
kedalaman 9 meter adalah 6.00 –10.80 mm.
Hasil uji daya hambat terhadap bakteri E. coli dan S. aureus ekstrak Lobophytum sp kedalaman 9 meter menunjukkan daya hambat yang lebih tinggi
dibanding kedalaman 3 meter. Hal ini disebabkan parameter lingkungan perairan yaitu arus dan kekeruhan pada perairan dengan kedalaman 9 meter sedikit lebih
jernih dan berarus kencang.
25
Lobophytum sp cenderung tidak menyukai perairan yang keruh, pada kondisi perairan yang lebih jernih karakteristik senyawa bioaktifnya relatif lebih
tinggi dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Arus yang lebih kencang akan memberikan tekanan yang lebih besar kepada karang lunak,
arus juga dapat membawa nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan karang lunak. Kecepatan arus di perairan Pulau Pongok berkisaran 0.1-0.55 ms dengan
kecepatan arus rata-rata sebesar 0.26 ms Adibrata et al. 2013. Sedangkan kecepatan arus pada stasiun 2 adalah 0.50 ms, diatas rata-rata kecepatan arus di
perairan Pulau Pongok.
Kekeruhan berhubungan
dengan intensitas
cahaya dan
sangat mempengaruhi dalam pembentukkan senyawa terpen. Hanya karang lunak yang
bersimbiosis dengan zooxanthellae yang dapat menghasilkan senyawa terpen. Cahaya sangat dibutuhkan zooxanthellae dalam proses fotosintesisnya, penurunan
intensitas
cahaya akan
menyebabkan penurunan
kandungan simbion
zooxanthellae pada karang lunak. Hasil penelitian Fachrurrozie et al. 2012 menunjukkan bahwa, jumlah
zooxanthella mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya intensitas cahaya. Jumlah zooxanthella kontrol pada karang bercabang dalam penelitian
beliau adalah 1.302 x 106 selcm
2
, dengan intensitas cahaya 65 µEm
2
s. Jumlah zooxanthella per-luas permukaan karang terus menurun dengan perlakuan
pengurangan intensitas cahaya, yaitu : 1.202x106 selcm
2
dengan intensitas cahaya 58 µEm
2
s, 0.934x106 selcm
2
, dengan intensitas cahaya 26 µEm
2
s dan terus menurun sampai 0.507x106 selcm
2
, dengan intensitas cahaya 65 µEm
2
s.
Gambar 8. Hubungan antara intensitas cahaya dengan kelimpahan sel Zooxanthellae Fachrurrozie et al. 2012
Hasil uji daya hambat terhadap bakteri E. coli dan S. aureus ekstrak Sinularia sp menunjukkan daya hambat yang lebih tinggi pada ekstrak Sinularia
sp kedalaman 3 meter dibanding kedalaman 9 meter. Pada ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Pongok kedalaman 3 meter, karang lunak hidup
berdampingan dengan organisme laut yang lebih beragam. Pada lingkungannya ini karang lunak berkompotisi dalam hal ruang dan makanan. Dengan kompetisi
yang lebih tinggi metabolit sekunder karang lunak Sinularia sp berperan sebagai allelopatic agen. Allelopatic yaitu suatu sifat penghambat secara langsung
terhadap suatu jenis oleh jenis yang lainnya dengan menggunakan zat kimia beracun.
26
Fleury et al. 2000 menjelaskan bahwa karang lunak Sarcophyton ehrenbergi memproduksi senyawa bioaktif Sarcophytoxide lebih tinggi saat
berdampingan dengan karang Pacillopora darmicornis. Lebih lanjut Fleury et al. 2004 menjelaskan bahwa saat Sarcophyton ehrenbergi ditransplantasi dan
ditempatkan pada lokasi tanpa kompetitor, Sarcophyton ehrenbergi memproduksi senyawa Sarcophytoxide lebih sedikit.
Hubungan kondisi perairan terhadap metabolis sekunder karang lunak
Ekosistem terumbu karang sangat peka dan tergantung dari kondisi lingkungan, sementara di wilayah perairan pesisir di Pulau Pongok merupakan
pusat tempat kegiatan masyarakat. Kondisi perairan memiliki peranan penting dalam mendukung kehidupan karang lunak. Pada penelitian ini, hasil data
parameter perairan akan sangat mempengaruhi karakteristik senyawa bioaktif karang lunak. Grafik yang menggambarkan hubungan terebut disajikan pada
gambar 9.
Gambar 9. Grafik hubungan faktor lingkungan ekosistem karang lunak Sumbu I gambar 9 dicirikan oleh parameter Salinitas, Fospat dan Nitrat
dan sumbu 2 dicirikan oleh kekeruhan, arus dan DO. Hasil Analisis komponen Utama PCA menunjukkan bahwa adanya pengelompokkan sasiun berdasarkan
perbedaan nilai parameter kualitas perairan. Pengelompokkan ini disebabkan oleh perbedaan kualitas perairan disetiap stasiun adalah perbedaan arus dan kekeruhan.
Hal ini ditunjukkan adanya kontribusi arus dan kekeruhan pada sumbu cukup besar.
4.6 Senyawa Fitokimia
Kandungan senyawa yang terkandung pada Sinularia sp dan Lobophytum sp dari hasil uji Fitokimia disajikan pada tabel 8 berikut :