Aktivitas Antibakteri Ekstraksi Komponen Bioaktif

27 Tabel 8. Hasil Uji Fitokimia Jenis Analisis Sampel Karang Lunak Sinularia sp 3m Lobophytum sp 3m Sinularia sp 9m Lobophytum sp 9m Alkaloid Flavonoid Phenolhidroquinon Steroid Triterpenoid Tanin Saponin + + + + + - + + + + + + - + + + + + + - + + + - + + - + Keterangan : - tidak ditemukan; + ditemukan Hasil uji fitokimia pada sampel karang lunak Sinularia sp dan Lobophytum sp dari perairan Pulau Pongok, Bangka Selatan, kedua jenis karang lunak tersebut mengandung senyawa Alkaloid, Flavonoid, Steroid, Triterpenoid, dan Saponin. Senyawa Phenolhidroquinon tidak diperoleh pada sampel Lobophytum sp pada kedalaman 9 meter. Hasil metabolisme sekunder yang dihasilkan karang lunak ini merupakan substansi kimia yang disekresikan oleh organisme laut kelingkungan tempat hidupnya dimaksudkan untuk menghadapi serangan predator, media kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi dan mencegah serangan sinar ultra violet. Karang Lunak Sinularia sendiri mengandung lima jenis senyawa diterpen, yaitu diterpena flexibilida, dihydrofleksibilida, sinulariolida, episinulariolida dan episinularilida asetat Aceret et al 1997 dalam Nurhayati 2010. Penelitian Cheng et al. 2009, diperoleh senyawa dari jenis Sinularia capilosa dari Pulau Siaoliouciou dan Atol Dongsha yaitu senyawa capillosanol, dengan struktur senyawa terpenoid pada gambar 9. Gambar 10. Struktur senyawa capillosanol Cheng et al. 2009 Senyawa flavonoid berfungsi sebagai antimikroba, antitumor dan antioksidan Robinson 1995; Ruiz et al. 2005 dalam Nurhayati 2009. Flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas 28 antimikroba yang luas dan dapat mengurangi kekebalan pada organisme sasaran Naidu 2002. Senyawa flavonoid merupakan turunan senyawa induk flavon dan mengandung sistem aromatik yang berkonjungsi, oleh karena itu senyawa ini dapat memperlihatkan serapan pita pada daerah spektrum UV maupun spektrum tampak. Senyawa flavon terbagi menjadi sepuluh kelas, yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavanol, khalkon, auron, flavonon dan isoflavon Harborne 1987. Alkaloid bermanfaat sebagai antioksidan, bekerja sebagai enzim pada sistem biologis, seperti sistem syaraf pusat Ruiz et al. 2005 dalam Nurhayati 2009. Alkaloid merupakan senyawa organik nonprotein yang mengandung unsur nitrogen, bersifat basa dan turunan dari asam amino dimana secara kimia termasuk golongan senyawa semipolar. Alkaloid kebanyakan bersifat kristal dan tidak berwana Harborne 1987. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidrolisis dan bersifat ”senyawa fenol” serta mungkin dapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol tanpa warna, kadangkadang juga bentuk dimer. Dengan demikian diperlukan hidrolisa asam untuk melepaskan kuinon bebasnya Harborne 1987. Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terekstraksi dari tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. Reduksi dapat dilakukan menggunakan natrium borohidrida dan oksida ulang dapat terjadi hanya dengan mengocok larutan tersebut di udara Harborne 1987. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif optik Harborne 1987. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat senyawa, yaitu triterpenoid, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Triterpena tertentu terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya. Senyawa triterpenoid yang terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi adalah fitosterol yang terdiri dari sitosterol, stigmasterol, dan kaempsterol Harborne 1987. Steroid merupakan golongan senyawa triterpenoid dan dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat. Senyawa ini dapat diklasifikasikan menjadi steroid dengan atom karbon tidak lebih dari 21, seperti sterol, sapogenin, glikosida jantung, dan vitamin D. Steroid alami berasal dari berbagai transformasi kimia dua triterpena, yaitu lanosterol dan sikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat Harborne 1987. Saponin bermanfaat sebagai antimikroba, antiinflamatori serta mempunyai toksisitas rendah Ruiz et al. 2005 dalam Nurhayati 2009. Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku 29 tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi glikon dan bukan gula aglikon. Glikon bersifat mudah larut air dan glikosida-glikosida mempunyai tegangan permukaan yang kuat Winarno 1997. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat dirubah di laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting misalnya kortison, estrogen kontraseptif dan lain-lain. Banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat Harborne 1987. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau sewaktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin. Saponin jauh lebih polar dari pada sapogenin karena ikatan glikosidanya Harborne 1987. 30

V. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Respon Sinularia sp terhadap kekeruhan lebih tinggi dibanding Lobophytum sp, sehingga kondisi perairan yang relatif lebih keruh akan membuat karakteristik senyawa bioaktif Sinularia sp lebih tinggi dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Lobophytum sp cenderung tidak menyukai perairan yang keruh, pada kondisi perairan yang lebih jernih karakteristik senyawa bioaktifnya relatif lebih tinggi dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Saran Penelitian ini hanya dilakukan pada tempat yang terbatas di perairan Pulau Pongok Bangka Selatan. Lebih banyak penelitian lagi pada berbagai tempat, kedalaman dan kondisi berbeda, maka kita bisa menarik kesimpulan secara luas. Seberapa besar kekeruhan akan mempengaruhi karakteristik senyawa bioaktif Sinularia sp dan Lobophytum sp, begitu juga dengan faktor-faktor lingkungan yang lain pada kehidupan karang lunak.