Penghitungan Jumlah Populasi HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3 Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah lapisan lilin pada bibit berdasarkan asal tularan dengan metode penularan langsung Asal Bibit N Subset 1 2 3 Probolinggo.S 3 .33 Probolinggo.B 3 .67 Jombang.R 3 8.00 8.00 Pasuruan.R 3 8.67 8.67 Kediri.R 3 11.67 11.67 Pasuruan.S 3 13.00 13.00 Jombang.S 3 13.33 13.33 Jombang.B 3 14.00 14.00 Kediri.S 3 17.67 17.67 17.67 Lawu DS.R 3 22.33 22.33 Pasuruan.B 3 23.33 23.33 Lawu DS.B 3 23.33 23.33 Lawu DS.S 3 25.00 25.00 Kediri.B 3 35.33 Huruf kapital di akhir nama bibit menunjukkan tingkat serangan dari asal tularan; R= Ringan; S= Sedang; B= Berat Pada penularan langsung, proses belajar learning serangga bisa menjelaskan perbedaan yang terjadi antara penularan tempel dan langsung. Hidayat 2008 menyatakan bahwa learning merupakan suatu proses pembelajaran yang merupakan perubahan adaptif pada perilaku sebagai hasil dari pengalaman di masa sebelumnya. Pada penularan langsung, serangga diharuskan untuk adaptif pada bibit yang ditulari dengan berbekal pengalaman di masa sebelumnya. Lebih lanjut Dukas 2008 menjelaskan bahwa berbagai serangga secara ekstensif mengandalkan belajar pada semua kegiatan utama untuk hidup yang meliputi makan, menghindari predator, agresi, interaksi sosial, dan perilaku seksual. Kemampuan belajar juga didasari oleh variasi genetik yang ditunjukkan setiap individu dalam spesies serangga. Jadi, kutulilin pinus pada penularan langsung mengandalkan proses belajar yang dilakukan pada inang sebelumnya untuk dapat hidup pada inang yang baru sehingga dapat berkembang biak pada inang baru tersebut.

4.2 Penghitungan Jumlah Populasi

Hasil penghitungan jumlah individu dalam populasi per cm² pada tiap kriteria serangan menunjukkan stadia nimfa II memiliki jumlah tertinggi dan nimfa III terendah. Selengkapnya hasil penghitungan jumlah individu dalam populasi tersaji dalam Tabel 4. Hasil ini berbeda dengan dugaan awal bahwa stadia nimfa I yang memiliki jumlah tertinggi dan nilainya terus menurun hingga stadia dewasa yang memiliki jumlah terendah. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh cabang yang digunakan untuk menghitung jumlah populasi ini sudah terlalu lama disimpan dalam lemari pendingin, karena pada saat cabang diambil dari Sumedang tidak langsung dilakukan penghitungan. Cabang tersebut tersimpan selama 1 minggu di dalam lemari pendingin sebelum akhirnya dilakukan penghitungan. Pada saat penghitungan, terlihat banyak individu kutulilin pinus yang mati dan kering dari setiap stadia, hal ini dapat menjadi kemungkinan yang menyebabkan hasil penghitungan jumlah populasi berbeda dengan dugaan awal. Berdasarkan hasil sidik ragam, pengaruh stadia dan tingkat serangan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95. Keduanya dibuktikan pada Tabel 9 Lampiran 2 dengan nilai signifikan keduanya ≤0,05. Hasil uji lanjut Duncan terhadap jumlah individu kutulilin pinus per cm² yang dihitung masing-masing menurut stadia dan kriteria serangannya disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Berdasarkan data dan hasil uji lanjut Duncan, terbukti bahwa jumlah individu berdasarkan stadia didominasi oleh Nimfa II dan terendah adalah stadia Nimfa III. Pada saat penghitungan dilakukan, stadia Nimfa II memang terlihat paling aktif bersama dengan Nimfa I, dan juga terlihat jelas bahwa jumlahnya paling banyak di antara stadia yang lain. Sedangkan pada tingkat serangan, masing-masing berbeda nyata terhadap tingkat serangan lainnya. Perbedaan yang dapat dilihat dengan kasat mata dari masing-masing kriteria serangan itu adalah penutupan lilin yang menyelimuti batang, pada kriteria serangan berat, seluruh bagian batang sudah tertutupi oleh lilin. Jadi, semakin banyak penutupan lilin pada batang, jumlah populasi kutulilin pinus yang ada di dalam penutupan lilin tersebut juga semakin banyak. Tabel 4 Jumlah individu kutulilin pinus dalam populasi per cm² pada tiap kriteria serangan dan stadia Stadia Kriteria Ringan Sedang Berat Telur 4.50 5.57 5.25 Nimfa_I 1.80 6.86 15.30 Nimfa_II 1.58 4.82 22.31 Nimfa_III 1.96 3.09 3.47 Nimfa_IV 1.25 2.83 5.92 Dewasa 2.12 4.99 10.53 Tabel 5 Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah individu pada tiap stadia Stadia N Subset 1 2 3 Nimfa_III 9 2.8422 Nimfa_IV 9 3.3344 Telur 9 5.1044 5.1044 Dewasa 9 5.8789 5.8789 Nimfa_I 9 7.9856 7.9856 Nimfa_II 9 9.5722 Kelompok subset yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 Tabel 6 Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah individu pada tiap tingkat serangan Tingkat Serangan N Subset 1 2 3 Ringan 18 2.2033 Sedang 18 4.6928 Berat 18 10.4628 Kelompok subset yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Perilaku serangan kutulilin pinus menunjukkan bahwa serangan pada bibit pinus tidak dipengaruhi oleh bagian bibit, akan tetapi dipengaruhi oleh asal tularan kutulilin pinus tersebut. 2. Jumlah populasi tergambar dari tutupan lilin pada batang. Semakin banyak tutupan lilin maka jumlah populasi akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya apabila tutupan lilin sedikit maka jumlah populasinya rendah.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai siklus hidup kutulilin pinus untuk mengetahui secara pasti waktu perkembangan dari setiap stadia kutulilin pinus. 2. Perlu dilakukan penelitian untuk mencari cara yang tepat dalam penanggulangan hama kutulilin pinus ini.