Nilai Tambah Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi

70

6.4 Nilai Tambah Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi

Bag Log Perhitungan nilai tambah dalam penelitian ini menggunakan metode Hayami. Analisis ini berguna untuk mengetahui nilai tambah yang terdapat pada satu kilogram serbuk gergaji yang diolah. Analisis nilai tambah terdiri dari beberapa komponen utama pembentuk biaya produksi meliputi bahan baku, sumbangan input lain, tenaga kerja dan keuntungan untuk masing-masing komponen utama yang digunakan. Proses analisis nilai tambah usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log dilakukan mulai dari proses pengadukan bahan baku serbuk gergaji sampai menjadi bag log yang siap dipasarkan. Analisis nilai tambah tidak hanya melihat besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan, tetapi juga distribusi dari pemanfaatan faktor produksi seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan manajemen. Dasar perhitungan analisis nilai tambah pada penelitian ini menggunakan perhitungan per kilogram bahan baku serbuk gergaji. Harga bag log yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah ini adalah harga jual rata-rata di tingkat produsen di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada bulan Juli 2012 yaitu 1 701.98 per kilogram bag log untuk unit usaha non plasma A dan Rp 1 662.63 per kilogram bag log pada unit usaha non plasma B. Rincian rata-rata nilai tambah pada unit usaha non plasma A dapat dilihat pada Lampiran 6 dan rincian rata-rata nilai tambah pada unit usaha non plasma B dapat dilihat pada Lampiran 7.

6.4.1 Rata-Rata Variabel Input Output Bahan Baku dan Faktor Konversi

Bag log yang dihasilkan perhari pada unit usaha non plasma A setelah dikonversi adalah sebanyak 12 965.33 kg. Bag log tersebut dihasilkan dari 71 pengolahan sebanyak 8 406.67 kg serbuk gergaji. Pada non Plasma B bag log yang dihasilkan sebanyak 17 851.60 kg dengan menggunakan input serbuk gergaji sebanyak 11 996.07 kg. Perhitungan nilai tambah pada unit usaha non plasma A dan non plasma B dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perhitungan Nilai Tambah Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012. No. Variabel Non Plasma A Non Plasma B Output, input dan harga 1. Output yang dihasilkan kgbulan 12 965.33 17 851.60 2. Bahan baku yang digunakan kgbulan 8 406.67 11 996.07 3. Tenaga kerja HOKbulan 169 234 4. Faktor konversi 12 1.54 1.49 5. Koefisien tenaga kerja 32 0.022 0.02 6. Harga output Rpkg 1 701.99 1 662.63 7. Upah rata-rata tenaga kerja RpHOK 15 189.22 28 921.03 Pendapatan dan Keuntungan Rpkg input 8. Harga bahan baku Rpkg input 102.78 123.53 9. Sumbangan input lain Rpkg output 805.95 660.62 10. Nilai output 4 x 6 Rpkg input 2 624.92 2 474.19 11. a. Nilai tambah 10 - 9 - 8 Rpkg input 1 716.19 1 690.04 b. Rasio nilai tambah 11a10x100 65.38 68.31 12. a. Imbalan tenaga kerja 5 x 7 Rpkg input 336.66 564.145 b. Bagian tenaga kerja 12a11ax100 19.62 33.38 13. a. Keuntungan 11a-12aRpkg input 1 379.53 1 125.89 b. Tingkat keuntungan 13a11ax100 80.38 66.62 Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi 14. Marjin 10-8 Rpkg 2 522.14 2 350.66 a. Pendapatan tenaga kerja 12a14x100 13.35 23.99 b. Sumbangan input lain 914x100 31.95 28.10 c. Keuntungan pemilik usaha 13a14x100 54.70 47.89 Sumber: Data primer diolah 2012 Faktor konversi pada pengolahan limbah serbuk gergaji non plasma A adalah 1.54 dan non plasma B adalah 1.49. Nilai konversi ini dihitung berdasarkan pembagian antara nilai output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Hal tersebut berarti untuk setiap pengolahan satu kilogram serbuk gergaji di non plasma A akan dihasilkan bag log sebanyak 1.54 kilogram dan 72 untuk non plasma B akan dihasilkan bag log sebanyak 1.49 kg. Penggunaan input lain seperti dedak, kapur dan air yang besar dalam ukuran berat menyebabkan faktor konversi pada analisis nilai tambah menjadi besar. Faktor konversi atau hasil yang didapatkan pada unit usaha non plasma B lebih kecil dibandingkan unit usaha non plasma A karena pada unit usaha non plasma B menggunakan input serbuk gergaji yang lebih banyak karena unit usaha ini membuat bibit jamurnya sendiri.

6.4.2 Rata-Rata Variabel Faktor Koefisien Tenaga Kerja

Nilai koefisien tenaga kerja langsung untuk pembuatan bag log di unit usaha non plasma A adalah 0.022 yang ini berarti dalam mengolah 100 kilogram serbuk gergaji menjadi 154 kilogram bag log dibutuhkan tenaga kerja langsung sebanyak 2.2 HOK. Koefisien tenaga kerja sebesar 0.022 juga mengindikasikan bahwa dalam pengolahan satu kilogram serbuk gergaji menjadi bag log membutuhkan waktu sebanyak 0.022 HOK atau 10 menit 33 detik. Pada unit usaha non plasma B koefisien tenaga kerja adalah 0.02. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam pengolahan 100 kg serbuk gergaji menjadi 149 kg bag log dibutuhkan tenaga kerja langsung sebanyak 2 HOK. Pengolahan satu kilogram serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma B membutuhkan waktu sebanyak 9 menit 36 detik. Kecilnya koefisien tenaga kerja langsung pada pembuatan bag log baik pada unit usaha non plasma A maupun non plasma B disebabkan oleh proses produksi yang lebih banyak menggunakan mesin atau mengkonsumsi jam kerja mesin lebih banyak dibandingkan dengan jam kerja tenaga kerja contohnya saja pada proses sterilisasi, dibutuhkan perebusan bag log menggunakan drum atau 73 steamer selama 8 – 12 jam. Unit usaha non plasma B dibantu oleh banyak pegawai tenaga kerja sehingga waktu yang dibutuhkan dalam mengolah limbah serbuk gergaji menjadi bag log lebih cepat jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A yang menggunakan tenaga kerja lebih sedikit. Upah rata-rata per HOK untuk pembuatan bag log pada unit usaha non plasma A adalah Rp 15 189.22. Jika dibandingkan dengan upah tenaga kerja unit usaha non plasma B yaitu sebesar Rp 28 921.30, upah rata-rata per HOK pada unit usaha non plasma A lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja ahli untuk pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma B.

6.4.3 Rata-Rata Variabel Nilai Output

Nilai output rata-rata dari hasil penjualan bag log yang didapat oleh unit usaha non plasma A adalah sebesar Rp 2 624.92 per kilogram serbuk gergaji, sedangkan pada unit usaha non plasma B sebesar Rp 2 474.19. Nilai output didapatkan dari perkalian harga output harga jual dengan faktor konversi. Nilai output pada unit usaha non plasma B lebih kecil jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A. Hal ini disebabkan pada unit usaha non plasma B jumlah serbuk gergaji yang digunakan sebagai input utama pembuatan bag log lebih banyak karena digunakan juga sebagai bahan baku pembuatan bibit jamur.

6.4.4 Rata-Rata Variabel Nilai Tambah

Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produk dengan biaya bahan baku serta biaya input lain. Bahan baku yang digunakan dalam unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B pada dasarnya sama, perbedaannya hanya terletak pada bibit jamur di unit usaha non plasma A yang diganti dengan bahan baku pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma B. Bahan baku 74 pembuatan bag log yaitu serbuk gergaji, kapur, dedak, bahan bakar, plastik, spirtus, alkohol, koran, ring bambu dan listrik. Pada unit usaha non plasma B, bahan baku bibit jamur diganti dengan kentang, agar-agar, gula putih, biji jagung, gips dan botol. Nilai tambah yang diperolah dari hasil kegiatan pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A adalah sebesar Rp 1 716.19 dengan rasio 65.38 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa setiap satu kilogram serbuk gergaji yang diolah akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 1 716.19. Pada unit usaha non plasma B, nilai tambah yang dihasilkan adalah sebesar Rp 1 690.04 dengan rasio nilai tambah 68.31 persen. Rasio nilai tambah menjelaskan bahwa dalam pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log memberikan nilai tambah sebesar 65.38 persen dari nilai produk pada unit usaha non plasma A dan sebesar 68.31 persen dari nilai produk pada unit usaha non plasma B. Nilai tambah yang mencapai lebih dari setengah harga produk tersebut disebabkan oleh produk ini menggunakan bahan baku berupa limbah, yaitu serbuk gergaji sehingga harga bahan bakunya tidak mahal namun harga jualnya setelah diolah menjadi tinggi. Nilai tambah limbah serbuk gergaji pada unit usaha non plasma A lebih tinggi dibandingkan dengan unit usaha non plasma B dikarenakan pada unit usaha non plasma B menggunakan serbuk gergaji yang lebih banyak jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A sehinga konversi per kilogram serbuk gergaji yang dimiliki oleh unit usaha non plasma B lebih kecil dan nilai tambahnya menjadi lebih lebih kecil jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A. 75

6.4.5 Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam unit usaha non plasma A pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log rata-rata 7 orang dengan 169 hari orang kerja HOK perbulan. Pada non plasma B rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 9 orang dengan 234 HOK per bulan. Penggunaan tenaga kerja pada non plasma B lebih banyak jika dibandingkan dengan plasma A karena unit usaha plasma B menghasilkan bag log lebih banyak setiap bulannya dibandingkan unit usaha plasma A sehingga kebutuhan akan tenaga kerja juga lebih banyak. Selain itu unit usaha non plasma B juga membutuhkan tenaga kerja tambahan sebagai tenaga kerja pembuatan bibit jamur. Setiap hari orang kerja yang digunakan dalam penelitian ini setara dengan delapan jam kerja. Tenaga kerja yang dipekerjakan oleh seluruh usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log adalah 84 orang. Sebanyak 39 orang bekerja pada unit usaha non plasma A dan 45 orang bekerja pada unit usaha non plasma B. Tenaga kerja yang dipekerjakan mencakup semua aktivitas, yaitu tenaga pengemasan, inokulasi, pengadukan dan sterilisasi, inkubasi dan perawatan serta pembuatan bibit jamur. Imbalan bagi tenaga kerja langsung pada produksi bag log unit usaha non plasma A adalah Rp 336.66 atau hanya sebesar 19.62 persen dari nilai tambah produk. Pada unit usaha non plasma B, imbalan tenaga kerja langsungnya adalah sebesar Rp 564.14 atau sebesar 33.38 persen dari nilai tambah produk. Kecilnya imbalan yang diterima tenaga kerja langsung pada kegiatan pengolahan limbah serbuk gergaji baik unit usaha non plasma A maupun non plasma B mengindikasikan bahwa proses produksi tersebut didominasi oleh penggunaan 76 mesin atau peralatan seperti saat sterilisasi bag log digunakan drum baja untuk proses perebusan yang dapat memakan waktu 8-12 jam. Imbalan bagi tenaga kerja langsung adalah pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja sebagai hasil perkalian antara koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Imbalan tenaga kerja langsung tidak termasuk ke dalam nilai tambah yang diperoleh perusahaan.

6.4.6 Keuntungan Usaha Pembuatan Bag Log

Keuntungan yang didapatkan oleh unit usaha non plasma A per kilogram input serbuk gergaji rata-rata sebesar Rp 1 379.53, sedangkan untuk unit usaha non plasma B adalah sebesar Rp 1 125.89. Keuntungan dihitung dari nilai tambah dikurangi pendapatan tenaga kerja. Keuntungan yang didapat oleh unit usaha non plasma B lebih kecil jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A. Hal ini disebabkan oleh adanya kegagalan bibit jamur yang digunakan sehingga ada penerimaan yang hilang yang hanya ditanggung oleh unit usaha non plasma B. Keuntungan unit usaha non plasma B secara keseluruhan lebih besar dari pada unit usaha non plasma A. Hal ini disebabkan oleh total volume penjualan bag log pada unit usaha non plasma B setiap bulannya lebih banyak jika dibandingkan dengan total volume penjualan bag log pada unit usaha non plasma A.

6.4.7 Marjin Usaha

Marjin menunjukkan kontribusi fakor-fakor produksi selain bahan baku. Berdasarkan besaran marjin dapat dilihat balas jasa terhadap fakor produksi yang terdiri dari balas jasa tenaga kerja, sumbangan input lain dan keuntungan perusahaan. Pada pembuatan bag log, sebagian besar marjin yang diterima unit usaha didistribusikan pada keuntungan unit usaha. Hal ini dapat dilihat dari tingginya 77 persentase balas jasa terhadap keuntungan usaha sebesar 54.70 persen pada unit usaha non plasma A dan sebesar 47.89 persen pada unit usaha non plasma B. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log dapat memberikan keuntungan yang besar bagi unit usaha. Balas jasa terhadap faktor produksi sumbangan input lain pada kegiatan pembuatan bag log sebesar 31.95 persen untuk unit usaha non plasma A dan sebesar 28.10 persen untuk unit usaha non plasma B sedangkan untuk pendapatan tenaga kerja di unit usaha non plasma A mendapat 13.35 persen dari marjin yang diperoleh dan untuk unit usaha non plasma B hanya sebesar 23.99 persen. Persentase rata-rata tenaga kerja terhadap marjin usaha merupakan yang terkecil, hal ini menandakan kecilnya alokasi pada pendapatan tenaga kerja dari marjin usaha.

6.5 Penyerapan Tenaga Kerja