Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang
melimpah. Sumberdaya hutan Indonesia sangat bermanfaat bagi kehidupan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kawasan
hutan dibagi kedalam kelompok Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan
Produksi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
memiliki fungsi pokok mempertahankan biodiversitas tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi utama
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur air, mencegah
banjir, mencegah erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan
tanah sedangkan hutan produksi adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi
pokok memproduksi hasil hutan (Kementerian Kehutanan RI, 2007).
Salah satu manfaat dari hutan bagi manusia adalah kayu yang dihasilkan
hutan. Pemanfaatan hasil hutan berupa kayu mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Produksi kayu hutan mengalami peningkatan setiap tahun seperti
diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi Kayu Hutan Menurut Jenisnya di Indonesia Tahun 2007-2011 (Ribu m3)
Tahun
Kayu Bulat (Timber)
Kayu Gergajian (Sawn Timber) Kayu Lapis (Ply Wood) Papan Blok (Block Board) Finir (Veneer) Kayu Chip (Chip
Wood) Jumlah
2007 32 197 587 3 453 204 299 1 103 37 843
2008 32 001 532 3 354 - 427 278 36 592
2009 34 321 710 3 005 - 687 1 013 39 736
2010 42 115 885 3 325 122 737 1 271 48 455
2011 47 429 935 3 303 - 816 1 788 54 271
(2)
2
Hasil hutan kayu merupakan salah satu produk andalan hutan yang
mendukung pertumbuhan ekonomi nasional (Kementerian Lingkungan Hidup,
2009). Produksi hasil hutan utama yang dihasilkan hutan adalah kayu bulat, kayu
bulat ini kemudian dapat diolah menjadi berbagai macam kayu olahan. Menurut
data dari Kementrian Kehutanan RI (2012), produksi kayu bulat pada tahun 2007
adalah sebanyak 32 197 ribu m3 dan meningkat sebanyak 47.31 persen menjadi 47
429 ribu m3 pada tahun 2011, sedangkan kayu olahan dari industri penggergajian,
produksi kayu gergajian pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 59.28
persen pada tahun 2011. Finir dan kayu chip yang juga merupakan produk hasil
industri penggergajian mengalami peningkatan produksi dari tahun 2007 hingga
2011 dengan peningkatan produksi sebesar 63.56 persen dan 38.31 persen.
Sedangkan untuk produk kayu olahan lain seperti kayu lapis dan papan blok
mengalami penurunan produksi sebesar masing-masing sebesar 4.34 persen dan
100 persen pada tahun 2011.
Menurut Rachman dan Malik (2011), jika dilihat dari mata rantai industri
pengolahan kayu maka dalam industri penggergajian terjadi proses perubahan
kayu pertama kali kayu dalam bentuk dolok menjadi kayu gergajian (sawn timber)
atau disebut juga kayu konversi berupa papan, balok, tiang dan sortimen lainnya.
Proses pembalakan maupun pengolahan kayu untuk pemenuhan kebutuhan selain
menghasilkan kayu bulat dan kayu olahan juga menghasilkan limbah. Sebagian
limbah kayu masih belum dimanfaatkan dengan baik sehingga diperlukan suatu
upaya pemanfaatan limbah kayu yang dapat meminimalisir terbuangnya manfaat
dari kayu serta mengurangi potensi terbentuknya timbunan sampah yang bisa
(3)
3
(1990), tanah yang berada di bawah tumpukan serbuk gergaji dapat menjadi
sangat asam karena tidak tercuci dan berbahaya bagi tanaman karena daerah ini
tidak dapat menerima oksigen yang cukup selama proses fermentasi, sehingga
asam-asam organik yang volatil terbentuk dan terperangkap.
Limbah kayu adalah bahan organik yang terbentuk dari senyawa-senyawa
karbon seperti holo sellulose (sellulose dan hemi sellulose), lignin dan sedikit
senyawa karbohidrat sehingga sangat berpotensi dijadikan sumber energi
(Setiyono, 2004). Selain itu kandungan sellulose dalam serbuk gergaji membuat
serbuk gergaji bisa dimanfaatkan menjadi tempat tumbuh bagi jamur. Menurut
Gunawan (2001), jamur dapat tumbuh di substrat yang mengandung lignin dan
selulosa contohnya serbuk gergaji karena selulosa dan lignin terdapat dalam
semua bagian dalam kayu.
Sentra produksi jamur khususnya jamur tiram putih di Jawa Barat tersebar
di beberapa kecamatan seperti Megamendung, Cisarua, Cipanas, Dramaga,
Leuwiliang, Ciapus dan lain-lain. Produksi jamur tiram putih dan banyaknya
media yang digunakan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Produksi dan Media Tanam Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor pada Tahun 2007-2010
No. Tahun Produksi
(kg)
Laju Produksi (persen)
Jumlah Bag Log ( unit)
1. 2007 286 000 631 102
2. 2008 274 000 -4.19 650 000
3. 2009 240 000 -12.41 565 000
4. 2010 789 500 228.96 1 621 500
Jumlah 1 589 500 212.35 1 846 102 000
Rata-rata 397 973 70.78 615367.30
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010
Peningkatan produksi jamur tiram putih di Kabupaten Bogor
(4)
4
tahun 2007 produksi jamur tiram putih sebesar 286 000 kg dengan penggunaan
bag log sebanyak 631 102 unit bag log. Pada tahun 2010 produksi jamur tiram putih meningkat menjadi 789 500 kg dengan penggunaan media tanam sebanyak
1 621 500 unit bag log. Laju rata-rata peningkatan produksi jamur tiram di
Kabupaten Bogor adalah 70.78 persen. Hal ini menunjukkan potensi
meningkatkan penggunaan media tanam (bag log) yang digunakan dalam
budidaya jamur tiram.
Jamur tiram putih sering dikonsumsi masyarakat dan dibudidayakan
karena memiliki tekstur daging yang lembut dan rasanya hampir menyerupai
daging ayam serta memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berbagai macam
asam amino essensial, protein, lemak, mineral, dan vitamin (Nurjayadi dan
Martawijaya, 2011). Selain itu, serat yang terkandung pada jamur tiram cukup
tinggi, yaitu berkisar 7.4 – 27.6 persen (Dienazzola et al., 2010). Menurut
Nurjayadi dan Martawijaya (2010), ditinjau dari aspek biologinya, jamur tiram
relatif lebih mudah dibudididayakan jika dibandingkan jenis jamur lainnya.
Wilayah Bogor Bagian Barat merupakan daerah yang memproduksi kayu
dari hutan rakyat yang paling banyak di Kabupaten Bogor (Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010). Data luas hutan dan produksi kayu hutan
rakyat di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Luas Hutan dan Produksi Kayu Hutan Rakyat di Kabupaten Bogor pada Tahun 2010
No. Wilayah Luas Hutan
(Ha)
Produksi
(m3) (Persentase)
1. Bogor Bagian Barat 7 518.60 19 625.16 65.19 2. Bogor Bagian Tengah 3 128.64 5 038.58 16.74 3. Bogor Bagian Timur 2 761.42 5 439.01 18.07
Jumlah 13 408.66 30 102.75 100
(5)
5
Tabel 3 menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor Bagian Barat memiliki
luas hutan rakyat terbesar di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 7 518.60 ha sehingga
memiliki potensi untuk menghasilkan produksi kayu yang banyak. Kabupaten
Bogor Bagian Barat memproduksi kayu paling banyak yaitu sebanyak 65.19
persen dari total produksi kayu dari hutan rakyat di Kabupaten Bogor. Produksi
kayu dari hutan rakyat paling rendah di Kabupaten Bogor adalah di Kabupaten
Bogor Bagian Tengah yaitu sebesar 16.74 persen dari total produksi kayu hutan
rakyat dengan luas hutan sebesar 3 128.64 ha. Luas hutan terkecil di Kabupaten
Bogor terdapat di Kabupaten Bogor Bagian Timur dengan luas hutan sebanyak
2 761.42 ha dan produksi sebesar 5 439.01 m3 atau 18.07 persen dari total
produksi hutan rakyat di Kabupaten Bogor.
Tingginya produksi kayu di Kabupaten Bogor khususnya Kabupaten
Bogor Bagian Barat mendorong terbentuknya usaha-usaha pengolahan kayu.
Usaha pengolahan kayu seperti usaha penggergajian yang mengolah kayu bulat
menjadi bentuk yang lebih mudah dimanfaatkan dan memiliki harga jual yang
lebih tinggi (Rachman dan Malik, 2011).
Kecamatan Leuwisadeng merupakan kecamatan yang paling banyak
memiliki usaha penggergajian kayu di wilayah Kabupaten Bogor Bagian Barat.
Terdapat 22 unit usaha penggergajian di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
dengan dua unit usaha memiliki izin usaha dan 20 unit lainnya tidak memiliki izin
usaha. Kecamatan Leuwiliang merupakan kecamatan yang memiliki jumlah usaha
penggergajian terbanyak kedua setelah Kecamatan Leuwisadeng yaitu sebanyak
19 unit usaha penggergajian. Jumlah industri penggergajian kayu di wilayah
(6)
6
Tabel 4. Jumlah Usaha Penggergajian Kayu di Kabupaten Bogor Bagian Barat Tahun 2010
No. Kecamatan Luas (ha)
Produksi Jumlah Pengger -gajian (Unit)
Keterangan
(m3) (batang) Ada
izin (Unit) Tidak ada izin (unit)
1. Tenjo 73.25 322.30 11 324 6 0 6 2. Parung
Panjang 85.30 268.09 8 711 2 0 2 3. Jasinga 469.43 1 630.97 56 271 17 0 17 4. Cigudeg 834.54 3 068.32 64 227 17 1 16 5. Sukajaya 259.61 875.32 19 396 3 0 3 6. Nanggung 919.49 4 102.76 126 886 15 0 15 7. Rumpin 2 038.30 4 593.22 146 805 5 0 5
8. Leuwiliang 1 333.31 1 747.41 39 024 19 3 16
9. Cibungbulang 187.62 271.77 6 678 3 2 1 10. Pamijahan 899.78 2 019.23 22 009 15 1 14 11. Ciampea 202.01 319.62 10 743 2 1 1
12. Leuwisadeng 123.90 163.64 2 962 22 2 20
13. Tenjolaya 92.06 242.51 6 388 2 0 2
Jumlah 7 518.60 19 625.16 521 424 128 10 118 Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010)
Produksi kayu dari hutan baik dalam bentuk kayu bulat, maupun kayu
lainnya seperti kayu gergaji dan kayu lapis pasti menghasilkan limbah. Pada
proses eksploitasi/pemanenan, dihasilkan limbah berupa kayu bulat yang
merupakan bagian dari batang komersial, tunggak, potongan pendek, cabang,
ranting dan serbuk gergaji (Rachman dan Malik, 2011).
Menurut Setiyono (2004), limbah yang dihasilkan dari aktivitas industri
perkayuan berbentuk limbah padat seperti serpihan kulit kayu, potongan kayu
berukuran kecil (chips wood) dan serbuk gergaji. Industri perkayuan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah industri yang menggunakan kayu setengah
jadi sebagai bahan bakunya, seperti industri mebel, karoseri, pengolahan kayu
gelondongan dan lain-lain.
Sebelum menggunakan bag log sebagai media tanam jamur, media tanam
(7)
7
gelondongan banyak ditinggalkan karena dianggap tidak praktis, harganya relatif
mahal, sulit diperoleh dan masa tumbuh yang dibutuhkan oleh jamur lebih lama
(Suharyanto, 2010). Berdasarkan hal tersebut, petani jamur banyak memanfaatkan
sampah dan limbah serbuk gergaji yang ada menjadi media tanam (bag log) dalam
usaha budidaya jamur sehingga selain mengurangi jumlah limbah serbuk gergaji,
pengolahan limbah menjadi bag log atau media tanam juga memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat.
Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu unit
usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B. Hal ini berdasarkan atas asal
dari bibit jamur yang digunakan sebagai input tambahan dalam pembuatan bag
log. Unit usaha non plasma A merupakan unit usaha yang membeli bibit jamur
dari usaha lain untuk digunakan dalam pembuatan bag log, sedangkan unit usaha
non plasma B merupakan unit usaha yang membuat sendiri bibit jamur yang
digunakan dalam pembuatan bag log. Selain memiliki potensi limbah serbuk
gergaji yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pembuatan bag log,
Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki potensi penduduk untuk
dimanfaatkan sebagai tenaga kerja.
Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji untuk dijadikan bag log atau
media tanam jamur selain memberikan pendapatan, meningkatkan nilai tambah,
juga membuka lapangan pekerjaan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian
mengenai pemanfaatan limbah serbuk gergaji khususnya di Kecamatan
(8)
8
1.2 Perumusan Masalah
Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan oleh proses pemanenan maupun
pengolahan kayu menimbulkan masalah dalam hal penanganannya yang selama
ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar. Tumpukan limbah serbuk gergaji
atau asap yang dihasilkan sebagai akibat pembakaran limbah serbuk gergaji dapat
memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan mengganggu kesehatan. Seperti
asap yang ditimbulkan dari pembakaran serbuk gergaji dapat menyebabkan
gangguan pernafasan atau tumpukan serbuk gergaji yang dibiarkan membusuk
dapat menyebabkan tanah menjadi asam.
Salah satu solusi dari permasalahan limbah serbuk gergaji tersebut adalah
dengan memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah yaitu dengan
pemanfaatan limbah serbuk gergaji menjadi media tanam (bag log) untuk jamur
tiram. Bag log menggunakan bahan baku utama berupa limbah serbuk gergaji
sehingga produksi bag log dapat mengurangi timbunan limbah serbuk gergaji.
Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010),
Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng merupakan Kecamatan yang memiliki
industri penggergajian kayu terbanyak di Kabupaten Bogor. Kecamatan
Leuwisadeng memiliki 22 industri penggergajian kayu dan di Kecamatan
Leuwiliang terdapat 19 industri penggergajian kayu. Banyaknya jumlah produksi
kayu dan industri penggergajian di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
berpotensi menghasilkan limbah serbuk gergaji. Balai Penelitian Hasil Hutan
(BPHH) menunjukkan bahwa rendemen rata-rata penggergajian adalah 45 persen,
sisanya 55 persen berupa limbah. Sebanyak 10 persen dari limbah yang dihasilkan
(9)
9
bentuk pemanfaatan limbah serbuk gergaji adalah sebagai bahan baku utama
pembuatan media tanam (bag log) jamur tiram sehingga limbah serbuk gergaji
dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Masyarakat Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memanfaatkan
limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari proses pemanenan dan penggergajian
untuk dijadikan bag log atau media tanam jamur. Pemanfaatan limbah serbuk
gergaji menjadi bag log ini didorong oleh keberadaan usahatani budidaya jamur
tiram di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng serta daerah disekitarnya.
Pemanfaatan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng memberikan manfaat ekonomi langsung berupa pendapatan dan
nilai tambah bagi limbah serbuk gergaji tersebut serta manfaat ekonomi tidak
langsung berupa penyerapan tenaga kerja. Limbah serbuk gergaji juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pembuatan bag log, Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki potensi penduduk untuk dimanfaatkan
sebagai tenaga kerja.
Produksi jamur tiram per bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng pada unit plasma A dan unit usaha B bervariasi yaitu berkisar antara
0.3 – 0.4 kg. Perbedaan kemampuan bag log untuk menghasilkan jamur tiram
disebabkan oleh adanya perbedaan yaitu dalam ; (1) komposisi bahan baku dan
(2) teknik pembuatan bag log seperti perbedaan lama waktu sterilisasi. Kedua
perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan pengalaman oleh para pelaku usaha
pembuatan bag log. Perbedaan yang ada diantara pelaku usaha menyebabkan
(10)
10
Tingginya potensi limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng serta potensi permintaan bag log untuk budidaya jamur tiram
menyebabkan diperlukannya sebuah penelitian tentang analisis manfaat ekonomi
dari pengolahan serbuk gergaji menjadi bag log sebagai media tanam jamur tiram
untuk mendukung perekonomian masyarakat dan produksi jamur tiram. Penelitian
mengenai pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log dapat menjadi bahan
pertimbangan pengusaha maupun petani dalam pengambilan keputusan dalam
menjalankan usaha pembuatan bag log. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
dapat dirumuskan berbagai permasalahan dari pengolahan limbah serbuk gergaji
di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi
bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B? 2. Berapa pendapatan dan nilai tambah yang didapat dari pengolahan limbah
serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit
usaha non plasma B?
3. Berapa penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan oleh usaha pemanfaatan
limbah serbuk gergaji dalam pembuatan bag log pada unit usaha non
plasma A dan unit usaha non plasma B?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis karakteristik dari usaha pengolahan limbah serbuk gergaji
menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan pada unit usaha non
(11)
11
2. Menghitung pendapatan dan nilai tambah dari pengolahan limbah serbuk
gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non
plasma B.
3. Menghitung penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilkan oleh usaha
pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non
plasma A dan unit usaha non plasma B.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian di atas, maka diharapkan penelitian ini
dapat memberikan manfaat bagi:
1. Pelaku usaha, sebagai tambahan informasi dan rekomendasi pengambilan
keputusan dalam produksi bag log.
2. Masyarakat, sebagai informasi bahwa limbah serbuk gergaji memiliki
manfaat ekonomi jika diolah dan dimanfaatkan.
3. Akademisi, sebagai tambahan informasi untuk pelaksanaan penelitian
selanjutnya yang relevan di masa datang.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Limbah serbuk gergaji yang diteliti hanya
merupakan limbah serbuk gergaji yang digunakan sebagai bahan baku utama dari
pembuatan bag log. Limbah serbuk gergaji yang digunakan adalah limbah serbuk
gergaji dari semua jenis kayu kecuali kayu Pinus. Kayu Pinus tidak digunakan
dalam pembuatan bag log karena serbuk gergaji dari kayu Pinus mengandung
getah yang dapat menghambat pertumbuhan miselia jamur. Karakteristik usaha
(12)
12
gergaji dihitung menggunakan Metode Hayami dan penyerapan tenaga kerja
dihitung menggunakan rumus perubahan kesempatan kerja.
Penelitian ini memiliki batasan yaitu tidak membahas mengenai manfaat
lingkungan dan nilai perbaikan kualitas tanah yang dihasilkan dari pengolahan
limbah serbuk gergaji. Serbuk gergaji yang digunakan dalam pembuatan bag log
digunakan sekitar 90 persen merupakan serbuk gergaji yang merupakan limbah
dari industri penggergajian dan hanya sekitar 10 persen serbuk gergaji yang
(13)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Kayu
Setiap kegiatan pembalakan maupun penggergajian menghasilkan limbah.
Limbah penggergajian adalah potongan kayu dalam bentuk dan ukuran tertentu
yang seharusnya masih bisa dimanfaatkan tetapi ditinggalkan karena keterbatasan
tingkat teknologi pengolahan kayu yang ada pada waktu itu (Rachman dan Malik,
2011). Dengan kata lain limbah penggergajian merupakan produk sampingan dari
suatu proses penggergajian yang dapat dimanfaatkan bila teknologinya telah
tersedia.
Menurut Darsani (1985), berdasarkan penggergajian (processing)
kayunya, limbah kayu dapat dibedakan menjadi logging waste, yaitu limbah
akibat kegiatan logging dan processing wood waste, yaitu limbah yang
diakibatkan kegiatan industri kayu seperti pada pabrik penggergajian, plywood
dan lain-lain. Limbah penggergajian secara garis besar terdiri dari lima bentuk:
yaitu serbuk gergaji (sawdust), sabetan (slabs), potongan ujung kayu gergajian
(off cut), potongan dolok cacat dan kulit kayu (Rachman dan Malik, 2011).
Bentuk limbah gergajian yang dihasilkan oleh suatu pabrik gergajian
berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Sebagai contoh, pabrik yang memproduksi sortimen kayu gergajian yang lebih
kecil menghasilkan limbah serbuk gergaji yang lebih banyak dibandingkan
dengan yang memproduksi sortimen kayu yang lebih besar. Besar kecilnya jumlah
limbah tergantung dari tinggi rendahnya angka rendemen. Istilah rendemen dalam
industri adalah perbandingan banyak barang yang dihasilkan (output) dan bahan
(14)
14 industri penggergajian, rendemen berarti perbandingan volume kayu gergajian
yang dihasilkan dengan log kayu yang digunakan. Hal ini berarti dengan
mengukur angka rendemen, secara tidak langsung kita akan mengetahui jumlah
limbah yang dihasilkan. Semakin rendah kuantitas limbah, maka akan semakin
tinggi angka rendemen, begitu juga sebaliknya. Berikut ini adalah komposisi
bentuk limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kayu yang dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Bentuk Limbah Penggergajian
Bentuk Limbah Persentase (%)
Serbuk gergaji 12 – 15
Sabetan dan potongan ujung berukuran kecil 25 – 35 Potongan dolok dan kayu cacat 5 - 10
Sumber: Rachman dan Malik (2011)
Tabel 5 menunjukkan bahwa limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari
suatu proses pengolahan kayu sebesar 12-15% dari total besaran log yang
digunakan. Hal ini menunjukkan besarnya potensi limbah serbuk gergaji yang ada
pada industri penggergajian.
2.2 Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log
Menurut Pramithasari (2011), karakteristik usaha pengolahan limbah
tunggak Pohon Jati sebagai limbah dari pemanfaatan kayu Pohon Jati dibagi
menjadi sumber bahan baku, sumber daya manusia dan skala usaha. Usaha
pembuatan bag log merupakan salah bentuk usaha pemanfaatan limbah serbuk
gergaji yang dihasilkan dari penggunaan berbagai jenis kayu. Melalui
penggunakan pendekatan ini karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji
menjadi bag log dibagi menjadi sumber bahan baku, sumberdaya manusia, skala
(15)
15 2.2.1 Serbuk Gergaji dan Bahan Baku Lainnya
Serbuk gergaji berbentuk butiran-butiran halus yang terbuang saat kayu
dipotong dengan gergaji (Setiyono, 2004). Jumlah serbuk gergaji yang dihasilkan
dari eksploitasi/pemanenan dan pengolahan kayu bulat sangat banyak. Balai
Penelitian Hasil Hutan (BPHH) pada kilang penggergajian di Sumatera dan
Kalimantan serta Perum Perhutani di Jawa menunjukkan bahwa rendemen
rata-rata penggergajian adalah 45 persen, sisanya 55 persen berupa limbah. Sebanyak
10 persen dari limbah penggergajian tersebut merupakan serbuk gergaji (Wibowo,
1990). Pengertian rendemen dalam industri penggergajian adalah perbandingan
volume kayu gergajian yang dihasilkan dengan volume dolok yang digunakan dan
angka rendemen ini dinyatakan dalam persen (Rachman dan Malik, 2011).
Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari industri penggergajian masih dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai media tanam, bahan
baku furnitur dan bahan baku briket arang.
Menurut Wibowo (1990), sebagai media tanam serbuk gergaji selain
mempunyai beberapa keuntungan juga memerlukan penanganan khusus sebelum
bisa dipakai sebagai media tanam. Kendala utama pemanfaatan serbuk gergaji
sebagai media adalah reaksi asam dan adanya kemungkinan untuk memadat.
Masalah tersebut diatas dapat diatasi dengan pengomposan. Fitotoksin hasil
ekskresi tanaman dan sisa penghancuran segera dimetabolisme oleh jasad mikro
ke dalam bentuk yang tidak beracun pada proses pengomposan, demikian pula
unsur hara yang masih terikat oleh jaringan tertentu dapat dilepas dan digunakan
untuk pertumbuhan tanaman dengan pengomposan. Serbuk gergaji sebagai media
(16)
16 mampu menyimpan air serta cukup kaya nutrisi yang diperlukan bagi
pertumbuhan tanaman dengan persentase sebagai berikut: 0,24% Nitrogen, 0,20 %
P2O5 dan 0.45% K2O (Wibowo, 1990). Penggunaan bahan baku utama yaitu
serbuk gergaji dalam bag log bisa lebih dari 70% dari total berat bag log
(Suriawiria, 2001).
Dedak merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat, nitrogern dan
vitamin B kompleks. Bekatul berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan
miselium dan menunjang perkembangan tubuh buah jamur. Dedak atau bekatul
yang dapat digunakan berasal dari berbagai jenis padi yang masih baru, tidak
berbau apek dan memiliki struktur yang masih baik (Suharyanto, 2011).
Kapur dan gips juga ditambahkan ke dalam campuran bahan baku
pembuatan bag log. Kapur berfungsi sebagai pengontrol pH media tanam yang
sesuai dengan syarat tumbuh jamur dan sebagai sumber kalsium. Gips berguna
untuk memperkokoh struktur bahan campuran sehingga tidak mudah pecah
(Suharyanto, 2011).
2.2.2 Pembuatan Bag Log
Serbuk gergaji sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam
pembuatan bag log dapat menggunakan serbuk gergaji dari seluruh jenis kayu,
terutama kayu keras selain kayu pinus. Menurut Suriawiria (2001), pinus
mengandung zat terpenoid atau belerang yang dapat menghalangi pertumbuhan
jamur. Jenis kayu yang baik untuk dijadikan media tumbuh atau bag log adalah
kayu atau serbuk gergaji dari pohon berdaun lebar karena banyak mengandung
lignin. Contohnya kayu pasang bungkus (Quercus argentea), namun karena kayu
(17)
17 penggantinya. Kualitas jamur yang ditanam pada serbuk gergaji kayu tersebut
akan lebih bagus, lebih kenyal, serta aromanya lebih wangi.
Bahan baku pengkaya hara berupa dedak atau bekatul padi, tepung jagung,
gula pasir, kapur, gips dan air ditambahkan pada bahan baku utama berupa serbuk
gergaji. Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012)
formula yang digunakan dalam pembuatan bag log untuk setiap 100 kg serbuk
penggergajian dibutuhkan dedak sebanyak 15-25 kg, tepung jagung sebanyak 7.5
kg, kapur pertanian sebayak 1.5 kg, Gipsum dan gula pasir merupakan bahan
tambahan jika diperlukan, masing-masing dibutuhkan sebanyak 1 kg dan 2 kg.
Langkah-langkah pembuatan bag log menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor (2012) adalah sebagai berikut:
1. Pengadukan dan pengomposan
Serbuk gergaji yang sudah diayak dan bahan baku pengkaya hara
dicampurkan hingga merata. Dedak yang digunakan berfungsi sebagai
nutrisi yang baik bagi pertumbuhan miselium jamur. Kapur berfungsi
untuk menetralkan keasaman dengan mengontrol pH agar tetap stabil
selama proses pemeraman. Pemeraman dilakukan untuk memfermentasi
campuran media sehingga kandungan yang terdapat di dalam media terurai
menjadi senyawa sederhana sehingga mudah untuk dicerna oleh jamur.
2. Pengisian media ke dalam kantong
Campuran serbuk gergaji dan bahan pengkaya hara dimasukkan ke dalam
kantong plastik polypropilane yang memiliki ketebalan 0.3 mm atau lebih
(18)
18 dengan sedikit dipadatkan sampai isinya mencapai 70 persen dari
kapasitasnya.
3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses yang dilakukan untuk mematikan mikroba, baik
bakteri, kapang maupun khamir yang dapat mengganggu pertumbuhan
jamur yang ditanam. Proses sterilisasi dilakukan dengan menggunakan
drum atau steamer dengan masa perebusan berlangsung selama 6.5 – 8
jam.
4. Pendinginan
Proses pendinginan merupakan upaya penurunan suhu media tanam
setelah proses sterilisasi agar bibit jamur yang dimasukkan nanti tidak
mati. Pendinginan dilakukan selama satu malam sebelum dilakukan
inokulasi.
5. Inokulasi atau penanaman bibit
Inokulasi merupakan kegiatan memindahkan sejumlah kecil miselium
jamur dari biakan induk ke dalam media tanam yang telah disediakan.
Inokulasi harus dilakukan di ruangan yang steril agar tidak terjadi
kontaminasi yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur. Setelah
dimasukkan bibit, bag log ditutup menggunakan koran, ring bambu dan
karet.
6. Inkubasi
Inkubasi merupakan proses penempatan bag log yang telah diisi bibit
jamur ke dalam ruangan dengan kondisi tertentu agar miselium dapat
(19)
19 tidak melebihi 25°C dan kelembabannya tidak melebihi 90 persen. Selain
itu terdapat aerasi dan cahaya yang cukup tapi tidak langsung terpapar
sinar matahari.
2.2.3 Skala Usaha
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai usaha mikro,
kecil dan menengah, usaha mikro merupakan usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau bahan usaha yang memenuhi kriteria usaha mikro
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Pada Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan bahwa usaha mikro merupakan usaha yang
memiliki kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp 50 000 000, hal ini tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Penjualan paling banyak dari usaha
mikro adalah sebesar Rp 300 000 000/ tahun.
Menurut Partomo dan Soejoedono (2004), profil usaha mikro di Indonesia
dapat dilihat dari segi manajemen dan keuangan. Profil usaha kecil Indonesia
dilihat dari segi manajemen, yaitu sebagai berikut: (1) Pemilik sebagai pengelola,
(2) Berkembang dari usaha usaha kecil-kecilan, (3) tidak membuat perencanaan
tertulis, (4) kurang membuat catatan/pembukuan, (5) pendelegasian wewenang
secara lisan, (6) kurang mampu mempertahankan mutu, (7) sangat tergantung
pada pelanggan dan pemasok disekitar usahanya, (8) kurang membina saluran
informasi, (9) kurang mampu membina hubungan perbankan. Profil usaha kecil
Indonesia dari segi keuangan, yaitu sebagai berikut: (1) memulai usaha
kecil-kecilan dengan modal sedikit dana dan keterampilan pemiliknya, (2) terbatasnya
sumber dana dari perbankan, (3) kemampuan memperoleh pinjaman bank relatif
(20)
20 harga pokok produksi, (6) kurang memahami tentang pentingnya pencatatan
keuangan/akuntansi, (7) kurang paham tentang prinsip-prinsip penyajian laporan
keuangan dan kemampuan analisisnya, (8) kurang mampu memilih informasi
yang berguna bagi usahanya.
2.2.4 Sumber Daya Manusia
Menurut Daniel (2004), sumber daya manusia (SDM) sebagai tenaga kerja
di Indonesia dan juga sebagian negara-negara berkembang termasuk negara maju
pada mulanya merupakan tenaga yang dicurahkan untuk usaha tani sendiri atau
usaha keluarga. Keadaan ini berkembang dengan semakin meningkatnya
kebutuhan manusia dan semakin majunya usaha pertanian sehingga dibutuhkan
tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayarkan sebagai tenaga kerja
upahan.
2.2.5 Saluran Pemasaran
Produsen pada saat ini tidak lagi menjual produk yang dihasilkan langsung
kepada pengguna akhir (Kotler dan Dary, 2008). Antara produsen dan konsumen
terdapat sekelompok pemasar yang membentuk rantai distribusi yang
memerankan berbagai fungsi dan memiliki berbagai macam nama. Saluran
distribusi atau aliran pemasaran adalah perantara-perantara para pembeli dan
penjual yang dilalui oleh perpindahan barang baik fisik maupun perpindahan
milik sejak dari produsen hingga ke tangan konsumen ( Sigit dalam Sunyoto,
2012).
Saluran pemasaran yang dipilih produsen sangat mempengaruhi semua
keputusan pemasaran yang lainnya. Oleh karena itu, saluran pemasaran
(21)
21 pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu produk tergantung pada
beberapa faktor, diantaranya jarak antara produsen ke konsumen, daya tahan
produk, skala produksi dan posisi keuangan perusahaan. Saluran pemasaran dapat
dicirikan dari panjangnya tingkat saluran. Panjangnya suatu saluran pemasaran
akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh barang dan
jasa. Bagan saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1.
(5) (6) (7)
(4) (3)
(5) (4) (8)
(4)
(5) (2)
(6) (1)
(7)
Sumber: Sunyoto (2012)
Gambar 1. Bagan Saluran Pemasaran Keterangan:
1. Penjualan dilakukan oleh produsen langsung kepada konsumen
2. Dari produsen dijual kepada pengecer (retailer) dan dari pengecer dijual
ke konsumen
3. Dari produsen dijual ke wholesaler (distributor) dan kemudian oleh
wholesaler dijual ke konsumen
4. Dari produsen ke wholesaler, lalu ke pengecer kemudian dijual ke
konsumen
Produsen
Agen
Wholesaler
Pemakai Industrial
Pengecer, Toko, Retailer
(22)
22 5. Dari produsen dijual ke agen, lalu ke wholesaler, ke pengecer dan dijual ke
konsumen
6. Dari produsen ke agen, dari agen ke pengecer, kemudian dijual ke
konsumen
7. Dari produsen ke agen kemudian dijual ke konsumen
8. Dari produsen dijual ke pemakai industrial.
2.3 Analisis Pendapatan Usaha
Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang
semula fisik kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1996). Biaya usaha
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan
dan biaya non tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya tunai adalah biaya
yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja non keluarga, pembelian
input produksi serta biaya untuk irigasi dan pengairan. Biaya tidak tunai meliputi
biaya tetap dan biaya untuk tenaga kerja keluarga.
Menurut Hernanto (1996) pendapatan juga dibedakan menjadi pendapatan
tunai dan pendapatan tidak tunai. Pendapatan tunai merupakan pendapatan yang
diperoleh dari penerimaan dan biaya tunai, sedangkan pendapatan tidak tunai
merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan dan biaya total. Bentuk
pendapatan tunai dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi usaha dalam
spesifikasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai atau proporsi
penerimaan tunai dari total penerimaan yang masuk dapat digunakan untuk
perbandingan keberhasilan petani satu dengan yang lainnya.
Analisis R/C digunakan untuk menghitung efisiensi usaha (Hapsari et al.,
(23)
23 pertimbangan tersebut, jika R/C >1 maka usaha tersebut menguntungkan,
sedangkan jika R/C =1 maka impas dan jika R/C <1 berart usaha tersebut tidak
menguntungkan.
2.4 Nilai Tambah
Nilai tambah adalah jumlah balas jasa terhadap faktor-faktor produksi
dalam bentuk sewa tanah, upah, bunga dan keuntungan (Halwani, 2005). Nilai
tambah merupakan balas jasa atas faktor produksi yang digunakan, seperti modal,
tenaga kerja dan manajemen perusahaan yang dinikmati oleh produsen. Nilai
tambah dari suatu produk juga bisa berarti peningkatan nilai guna atas produk
tersebut oleh konsumen. Perhitungan nilai tambah dengan Metode Hayami dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perhitungan Nilai Tambah Hayami
No. Variabel Nilai
Output, Input dan Harga
1. Output yang dihasilkan (kg/hari) A 2. Bahan baku yang digunakan(kg/hari) B 3. Tenaga kerja (HOK) C 4. Faktor konversi (1/2) D = A/B 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) E = C/B 6. Harga output (Rp/kg) F 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) G
Pendapatan dan keuntungan
8. Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) H 9. Sumbangan input lain (Rp/kg output) I
10. Nilai output (4 x 6) (Rp) J = D x F 11. a. Nilai tambah (10 – 9 – 8) (Rp) K = J – H – I
b. Rasio nilai tambah ((11a/10) x 100%) 1 (%) = (K/J) x 100% 12. a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp) M = E x G
b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a) x 100%) N (%) = (M/K) x 100% 13. a. Keuntungan (11a – 12a) (Rp) O = K – M
b. Tingkat keuntungan ((13a/11a) x 100%) P (%) = (O/K) x 100% 14. Marjin (10 – 8) (Rp) Q = J – H
Pendapatan tenaga kerja ((12a/14) x 100%) R (%) = (M/Q) x 100% Sumbangan input lain ((9/14) x 100%) S (%) = (I/Q) x 100% Keuntungan perusahaan ((13a/14) x 100%) T (%) = (O/Q) x 100%
(24)
24 Menurut Hayami et al (1987), nilai tambah adalah selisih antara nilai
komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dikurangi dengan nilai
korbanan yang digunakan selama proses produksi berlangsung. Sumber-sumber
dari nilai tambah adalah pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal,
bahan baku dan manajemen. Terdapat tiga komponen pendukung dalam Metode
Hayami, yaitu faktor konversi yang menunjukkan besaran output yang dihasilkan
dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknya
tenaga kerja langsung yang diperlukan dalam mengolah satu-satuan input, dan
nilai produk yang menunjukkan nilai ouput yang dihasilkan dari satu-satuan input.
Penggunaan Metode Hayami sebagai alat analisis mengasilkan beberapa
informasi. Metode Hayami dapat menghasilkan informasi berupa:
a. Perkiraan besarnya nilai tambah (Rp)
b. Rasio nilai tambah yang dihasilkan terhadap nilai produk yang dihasilkan (%)
menunjukkan presentase nilai tambah dari nilai produk
c. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh
tenaga kerja.
d. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan
persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah
e. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pengusaha
(pengolah), karena menanggung resiko usaha
f. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%), menunjukkan
persentase keuntungan terhadap nilai tambah
g. Marjin pengolah (Rp), menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi selain
(25)
25 h. Persentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%)
i. Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%)
2.5 Penyerapan Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi dalam melakukan
suatu proses produksi pada suatu unit usaha. Penyerapan tenaga kerja berarti
kemampuan suatu unit usaha menyerap sejumlah orang untuk bekerja dalam suatu
proses produksi.
Konversi tenaga kerja yang membandingkan tenaga kerja pria sebagai
ukuran baku dengan tenaga kerja lain yang dikonversikan atau disetarakan dengan
pria pada jenis pekerjaan yang sama, yaitu satu orang laki-laki sama dengan satu
hari kerja pria, satu orang wanita sama dengan 0.7 hari kerja pria, satu ekor ternak
sama dengan dua hari kerja pria dan satu orang anak-anak sama dengan 0.5 hari
kerja pria. Ada ahli usahatani yang mengkonversikan tenaga kerja pada tenaga
kerja pria berdasarkan upah yang diterima (Hernanto, 1996).
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis manfaat ekonomi pengolahan limbah maupun
analisis nilai tambah sudah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian
terdahulu yang menjadi referensi penelitian memiliki berbagai perbedaan.
Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terletak pada lokasi,
input serta output yang dihasilkan dan metode analisis data. Beberapa penelitian
(26)
Tabel 7. Penelitian Terdahulu
No Nama, Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian
1. Citra Anggun Pramithasari, 2011
Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Pohon Jati
1. Mengidentifikasi karakterisitik dan rantai pemasaran dari pengolahan limbah pohon jati yang dihasilkan oleh Masyarakat Jiken
Analisis desktiptif Usaha pengolahan limbah pohon jati termasuk kedalam skala usaha mikro, dengan SDM tradisional. Rantai pemasaran dari kegiatan pengolahan limbah pohon jadti dimulai dari pemasok bahan baku, pengerajin limbah tunggak, reseller atau pedagang perantara
2. Menghitung nilai tambah dan pendapatan usaha dari pemanfaatan limbah pohon jati oleh Masyarakat Jiken
Metode Hayami dan analisis pendapatan usaha
Nilai tambah yang dihasilkan pada produk meja akar sebesar 56.48% dari nilai produknya. Nilai tambah produk meja ukir 75.97% dari nilai produknya, lemari display sebesar 67.99% dan produk patung ukir sebesar 73.05% dari nilai produknya. 3. Menghitung penyerapan
tenaga kerja dari
pemanfaatan limbah Pohon Jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken
Metode tabulasi data
Total jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari pemanfaatan limbah Pohon Jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken adalah sebanyak 416 orang.
2. Helda, 2004
Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung
1. Mengetahui keadaan umum industri pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampng
Analisis Deskriptif
Industri pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung masih dilakukan dengan sederhana atau tradisional. Keterampilan yang diperoleh para pengolah tersebut sebagian berasal dari warisan keluarga dan ada pula yang berasal dari pengalaman sendiri dalam menekuni usaha.
2. Menganalisis besarnya kentungan industri pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung
Analisis
pendapatan usaha
Biaya total rata-rata yang dikeluarkan oleh pengolah adalah Rp 1 646 330 566.70 per tahun dengan 330 566.70 per tahun dengan penerimaan rata-rata sebesar Rp 1 977 576 000 per tahun, sehingga pendapatan rata-rata yang diperoleh para pengolah tersebut adalah Rp 331 245 433.30 per tahun. Usaha yang dilakukan pengolah ini dapat dikatakan menguntungkan.
3. Menganalisis besarnya nilai tambah pengolahan Ikan
Metode Hayami Rata-rata nilai tambah dari pengolahan Ikan Teri di Pula Pasaran Provinsi Lampung sebesar Rp 1 002.76
(27)
14 Tabel 7. Lanjutan
Nama, Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian
Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung
per kg.
3. Maimun, 2009
Analisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik (Studi Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh)
1. Menganalisis pendapatan usahatani kopi arabika organik dan non organik berdasarkan penerimaan dan total biaya yang
dikeluarlkan dalam usaha tani
Analisis pendapatan
Pendapatan usahatani kopi arabika organik lebih besar dibandingkan dengan usuahatani kopi arabika non organik sehingga kopi arabika organik lebih menguntungkan
2. Menganalisis lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik dan peran dari setiap lembaga yang terlibat
Analisis deskriptif Terdapat satu saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik. Berdasarkan saluran pemasaran,kopi arabika organik lebih efisien.
3. Menganalisis efisiensi pemasaran kopi arabika organik dan non organik dengan menghitung marjin dan farmer’s share
Analisis marjin Marjin pemasaran kopi arabika organik lebih besar dibandngkan kopi arabika non organik sedangkan farmer’s share kopi arabika non organik lebih besar dibandingkan kopi arabika organi organik.
4. Menganalisis nilai tambah bubuk kopi organik dan non organik industri pengolahan bubuk kopi Ulee Kareng.
Metode Hayami Nilai tambah kopi arabika organik lebih besar dibandingkan kopi arabika non organik.
Industryibubuk kopi Ulee Kareng adalah industri yang padat modal yang maksudnya adalah industri yang dilengkapi dengan mesin-mesin prpoduksi mekanis sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja yang terlalu banyak.
(28)
28 Pramithasari (2011) melakukan penelitian mengenai nilai tambah dari
pengolahan limbah tunggak kayu jati di Kecamatan Jiken. Dihasilkan produk
berupa meja akar, meja ukir, lemari display dan patung ukir dari pengolahan
limbah tunggak kayu jati di Kecamatan Jiken. Digunakan analisis deskriptif,
Metode Hayami dan metode tabulasi data dalam pengolahan data. Helda (2004)
melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan dan
nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi
Lampung. Pembagian tenaga kerja dibagi menjadi tiga unit pekerjaan yaitu tenaga
perebusan, tenaga penjemur dan tenaga sortir.
Maimun (2009) melakukan penelitian mengenai pendapatan usaha, nilai
tambah serta saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik di Ulee
Kareng Banda Aceh. Penelitian Maimun (2009) bertujuan untuk mengetahui
lembaga pemasaran, efisiensi pemasaran serta besaraan nilai tambah dari kopi
arabaika organik dan non organik di Ulee Kareng Banda Aceh.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu yaitu pada
lokasi penelitian, spesifikasi komoditas dan metode pengolahan data. Penelitian
dilakukan di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor dengan
input berupa serbuk gergaji dan output berupa bag log yang digunakan sebagai
media tanam jamur tiram. Metode pengolahan data menggunakan Metode Hayami
dan rumus perubahan kesempatan kerja sebelum dan setelah adanya usaha
(29)
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Kayu diproduksi sebagai usaha pemenuhan kebutuhan manusia. Proses
eksploitasi/pemanenan dan pengolahan kayu bulat menjadi berbagai macam
barang menghasilkan limbah. Proses eksploitasi/pemanenan menghasilkan limbah
berupa limbah pemanenan yang secara garis besar berupa daun, tunggak dan
serbuk gergaji sedangkan kegiatan pengolahan kayu bulat atau industri perkayuan
menghasilkan limbah kayu gergajian yang secara garis besar berupa potongan
ujung, potongan dolok dan serbuk gergaji.
Limbah kayu hanya di tumpuk dan dibiarkan membusuk dapat
mengganggu kesehatan dan merusak lingkungan. Penumpukan serbuk gergaji
dapat menyebabkan tanah tidak dapat menerima oksigen yang cukup selama
proses fermentasi sehingga menjadi sangat asam dan berbahaya bagi tanaman.
Jumlah serbuk gergaji yang dihasilkan dari eksploitasi/pemanenan dan
pengolahan kayu bulat sangat banyak. Balai Penelitian Hasil Hutan (BPHH)
kilang penggergajian di Sumatera dan Kalimantan serta Perum Perhutani di Jawa
menunjukkan bahwa rendemen rata-rata penggergajian adalah 45 persen, sisanya
55 persen berupa limbah. Sebanyak 10 persen dari limbah penggergajian tersebut
adalah serbuk gergaji (Wibowo, 1990).
Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari kegiatan
eksploitasi/pemanenan maupun penggergajian kayu dapat dimanfaatkan oleh
usaha pembuatan bag log. Usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang
dan Leuwisadeng dibagi menjadi dua kelompok, yaitu unit usaha non plasma A
dan non plasma B. Pemanfaatan limbah serbuk gergaji untuk diolah menjadi bag
(30)
30
langsung berupa pendapatan dan peningkatan nilai tambah maupun manfaat
ekonomi tidak langsung yaitu berupa penyerapan tenaga kerja. Selain manfaat
ekonomi, pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng juga memberikan manfaat lingkungan.
Penelitian ini membahas mengenai karakteristik usaha pengolahan limbah
serbuk gergaji. Karakteristik usaha yang diidentifikasi berupa sumber bahan baku,
proses produksi, skala usaha, sumberdaya manusia dan rantai pemasaran. Selain
itu juga perhitungan besarnya nilai tambah yang dihasilkan dan besarnya
pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha dihitung untuk mengetahui besarnya
manfaat langsung dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log.
Manfaat ekonomi tidak langsung berupa penyerapan tenaga kerja dihitung
untuk mengetahui besarnya kemampuan penyerapan tenaga kerja pada usaha
pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log sehingga dapat menyerap
sejumlah tenaga kerja yang ada di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi pengambilan
kebijakan bagi pengusaha dan masyarakat untuk dapat lebih memanfaatkan
limbah serbuk gergaji. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini
(31)
31
Keterangan: Ruang lingkup penelitian
Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian Limbah pemanenan
Manfaat ekonomi Produksi kayu di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
Limbah pemanenan dan gergajian kayu
Limbah gergajian
Daun Tunggak
Serbuk gergaji
Potongan ujung Potongan dolok
cacat
Usaha pembuatan bag log (Non Plasma A dan Non Plasma B)
Karakteristik usaha
Pendapatan dan Nilai tambah
Penyerapan tenaga kerja
Rekomendasi pengambilan kebijakan
Manfaat lingkungan
(32)
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan
tujuan penelitian dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Leuwiliang dan
Kecamatan Leuwisadeng merupakan kecamatan yang memiliki banyak usaha
penggergajian sehingga memiliki limbah penggergajian yang relatif banyak.
Penelitian dilakukan pada bulan April 2012 hingga Januari 2013. Pengambilan
data primer dilakukan pada bulan Juli 2012.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara dengan pemilik usaha
budidaya jamur tiram putih yang memproduksi bag log untuk dijual ke pemilik
usaha budidaya jamur lainnya atau untuk digunakan sendiri. Data sekunder
didapat dari berbagai literatur, instansi yang terkait seperti Perum Perhutani,
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik dan juga
referensi penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan rujukan yang
berhubungan dengan pengolahan limbah serbuk gergaji.
4.3 Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan dengan sensus
dimana responden dipilih dari seluruh populasi yang ada. Jumlah populasi dalam
penelitian ini adalah 11 responden. Responden dalam penelitian ini adalah unit
usaha pembuat bag log untuk jamur tiram putih yang tersebar di tiga desa yaitu
(33)
33
di Kecamatan Leuwisadeng. Pengambilan data dari responden bertujuan untuk
menjawab masalah mengenai karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk
gergaji, rantai pemasarannya, nilai tambah yang dihasilkan, pendapatan yang
dihasilkan dan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari pengolahan limbah
serbuk gergaji menjadi media tanam jamur tiram putih. Tabel 8 menunjukkan
jumlah responden untuk penelitian yang akan dilakukan.
Tabel 8. Jumlah Produsen Bag Log di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Leuwisadeng Tahun 2012
Kecamatan Desa Pengusaha Bag log
Leuwiliang 1.Barengkoh 4 2. Cibeber II 3
Leuwisadeng 1.Sadeng 4
Jumlah 11
Sumber: Penulis (2012)
4.4 Metode Analisis Data
Unit usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu unit usaha non plasma A dan unit usaha non
plasma B. Unit usaha non plasma A adalah unit usaha yang membeli bibit jamur
tiram untuk kemudian dijadikan input tambahan dalam pembuatan bag log. Unit
usaha non plasma B adalah unit usaha yang membuat bibit jamur tiram jamur
tiram sendiri untuk kemudian dijadikan input tambahan dalam pembuatan bag
log.
Data yang diperoleh diolah menggunakan Windows Excel 2007. Analisis
data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi
karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji. Analisis kualitatif dalam
penelitian ini yaitu deskripsi mengenai karakteristik usaha. Analisis kuantitatif
(34)
34
menjawab tujuan manfaat ekonomi yang diperoleh dari usaha pengolahan limbah
serbuk gergaji, yaitu meliputi nilai tambah, pendapatan serta penyerapan tenaga
kerja. Untuk lebih jelas, matriks analisis data dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Matriks Analisis Data
No. Tujuan Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data
1. Mengidentifikasi karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji
Data primer dengan wawancara kepada pelaku usaha yang menjadi responden
Analisis Deskriptif
2. Menghitung pendapatan usaha nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan limbah serbuk gergaji
Data Primer dengan wawancara kepada pelaku usaha yang menjadi responden
Analisis pendapatan usaha dan nilai tambah dengan metode Hayami
3. Mengidentifikasi jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari kegiatan pengolahan limbah serbuk gergaji
Data sekunder jumlah tenaga kerja dengan adanya usaha pembuatan bag log dan tanpa adanya usaha pembuatan bag log
Rumus pertumbuhan dari perubahan
kesempatan kerja (HOK)
Sumber: Penulis (2012)
4.4.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan dan menganalisis
data-data yang berbentuk kualitatif yaitu untuk menggambarkan berbagai kondisi dan
situasi yang terdapat di lokasi penelitian. Analisis deskriptif digunakan untuk
menjawab tujuan identifikasi karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk
gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Variabel karakterstik usaha
yang diidentifikasi pada unit usaha non plasma A maupun non plasma B adalah
(1) karakteristik umum pelaku usaha, (2) karakteristik usaha berupa skala usaha,
(3) sumber bahan baku, (4) proses pembuatan bag log dan sumberdaya manusia
(35)
35
Penentuan karakteristik responden diperoleh dari hasil wawancara.
Responden dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha yang memanfaatkan
limbah serbuk gergaji untuk pembuatan bag log. Karakteristik umum dari
responden pelaku usaha terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir dan
lama menjalankan usaha.
4.4.2 Analisis Pendapatan Usaha
Pendapatan usaha pembuatan bag log merupakan manfaat langsung dari
kegiatan pengolahan limbah serbuk gergaji. Semua jenis biaya yang dikeluarkan
dalam kegiatan produksi bag log akan dihitung untuk mengetahui besarnya
pendapatan atas biaya tunai dan juga besarnya pendapatan atas biaya total yang
dikeluarkan. Selain itu juga akan dihitung besarnya biaya total (total cost) dan
cost ratio (R/C) pada unit usaha non plasma A dan non plasma B.
Pendapatan merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan suatu
usaha. Pendapatan tersebut dapat dilakukan melalui suatu analisis pendapatan
(Hoddi et al., 2011). Dari hasil yang diperoleh akan dapat diketahui apakah usaha
pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log yang dilakukan di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng menguntungkan atau tidak untuk dijalankan.
Total penerimaan adalah nilai total produk dalam jangka waktu tertentu.
Penerimaan yang didapatkan pada penelitian ini merupakan penerimaan dari
penjualan bag log dan bibit jamur tiram yang dihasilkan. Penerimaan usaha
pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng adalah hasil kali rata-rata jumlah bag log yang diproduksi per bulan
dikalikan dengan harga rata-rata bag log per kilogram dengan asumsi satu bulan
(36)
36
Biaya total adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses
produksi. Perhitungan biaya dalam penelitian ini dibagi menjadi biaya tunai dan
non tunai. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang yang dikeluarkan pelaku usaha
untuk membeli serbuk gergaji dan bahan baku lainnya serta upah tenaga kerja.
Secara umum analisis pendapatan kegiatan pengolahan limbah serbuk
gergaji menjadi bag log diperoleh dari selisih antara penerimaan yang didapatkan
dan biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan menguntungkan jika selisih
antara penerimaan dengan pengeluaran bernilai positif. Semakin besar selisih
antara penerimaan dan pengeluaran, maka semakin menguntungkan suatu usah
tersebut. Pendapatan merupakan balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi,
tenaga kerja, modal dan pengelolaan. Perhitungan untuk mengukur pendapatan
yang dihasilkan dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002) :
I = TR – TC ... (1)
TR = Py . y ... (2)
TC = Px . x ... (3)
TC = TVC + TFC ... (4)
Dimana:
I = Pendapatan yang dihasilkan (Rp/bulan)
TR = Penerimaan Total yang dihasilkan (Rp/bulan)
TC = Biaya Total yang dikeluarkan (Rp/bulan)
Py = Harga output (Rp/bulan)
Px = Harga input (Rp/bulan)
y = Jumlah output (Unit/bulan)
(37)
37
TVC = Biaya total variabel (Rp/bulan)
TFC = Biaya total tetap (Rp/bulan)
Nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total yang lebih dari satu menyatakan
bahwa unit usaha pembuatan bag log menguntungkan jika dijalankan. Penerimaan
dari usaha pembuatan bag log diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi bag
log yang dihasilkan dengan harga jual bag log dan perkalian antara jumlah bibit jamur yang diproduksi dengan harga bibit jamur. Bibit jamur yang digunakan
merupakan bibit jamur dalam kemasan botol dengan berat rata-rata 1.2 kg bibit
jamur per botol. Satu botol bibit jamur dapat digunakan untuk 30 bag log
sehingga kebutuhan bibit dalam tiap bag log yaitu rata-rata sebesar 40 gram.
Konsep ini juga digunakan pada perhitungan nilai tambah menggunakan Metode
Hayami. Adapun rumus penerimaan usaha pembuatan bag log adalah sebagai
berikut:
1. Unit usaha non plasma A
TRA = (QA1.PA1) ... (5)
2. Unit usaha non plasma B
TRB = (QB1.PB1) + (QB2.PB2) ... (6)
Keterangan:
1 = Bag log
2 = Bibit jamur
A = Unit usaha non plasma A
B = Unit usaha non plasma B
TR = Total penerimaan (Rp)
(38)
38
P1 = Harga bag log per Kg (Rp/Kg)
Q2 = Jumlah bibit jamur yang diproduksi (Botol)
P2 = Harga bibit jamur per botol (Rp/Botol)
Penyusutan alat-alat produksi termasuk ke dalam biaya non tunai. Metode
yang digunakan dalam perhitungan penyusutan adalah metode garis lurus
(straight line method). Metode ini menggunakan dasar asumsi bahwa benda yang
dipergunakan dalam usaha menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya
(Hernanto, 1980).
Penyusutan alat pada unit usaha non plasma A terdiri dari peralatan
produksi, peralatan perawatan dan sterilisasi, peralatan inokulasi dan inkubasi.
Pada unit usaha non plasma B, penyusutan alat adalah peralatan pembuatan bibit
jamur tiram, peralatan produksi, peralatan perawatan dan sterilisasi, peralatan
inokulasi dan inkubasi. Asumsi yang digunakan adalah peralatan-peralatan yang
digunakan tidak memiliki nilai sisa atau habis digunakan. Perhitungan penyusutan
dengan metode garis lurus dapat dirumuskan sebagai berikut (Hernanto, 1980):
�� = ��� ... (7) Np = Nilai penyusutan tiap bulan (Rp)
Nb = Nilai jual/beli benda pertama kali (Rp)
T = Daya pakai alat (Bulan)
4.4.3 Analisis Nilai Tambah
Analisis nilai tambah dalam penelitian ini dihitung menggunakan Metode
Hayami. Penggunaan Metode Hayami akan menghasilkan besaran nilai tambah
yang didapat dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi media tanam atau
(39)
39
tambah yang dihasilkan dari pengolahan limbah serbuk gergaji merupakan
manfaat langsung yang dihasilkan dari usaha pembuatan bag log. Perhitungan
nilai tambah menggunakan satuan berat yang telah dikonversi menjadi kilogram.
Data yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah adalah data dalam satu kali
produksi atau satu bulan.
Metode Hayami memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat diketahui
besarnya nilai tambah, nilai output dan produktivitas. Kelebihan lainnya dari
Metode Nilai Tambah adalah dapat diketahuinya besarnya balas jasa terhadap
pemilik faktor-faktor produksi. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat
diterapkan pula untuk subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan
pemasaran. Perhitungan nilai tambah limbah serbuk gergaji menggunakan Metode
Hayami disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Perhitungan Nilai Tambah Limbah Serbuk Gergaji dengan Metode Hayami
No. Variabel Nilai
Bag log, serbuk gergaji dan Harga
1. Bag log yang dihasilkan (kg/hari) A
2. Serbuk gergai yang digunakan(kg/hari) B 3. Tenaga kerja (HOK) C 4. Faktor konversi (1/2) D = A/B 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) E = C/B 6. Harga bag log (Rp/kg) F 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) G
Pendapatan dan keuntungan
8. Harga serbuk gergai (Rp/kg bahan baku) H 9. Sumbangan input lain (Rp/kg output) I
10. Nilai bag log (4 x 6) (Rp) J = D x F 11. a. Nilai tambah (10 – 9 – 8) (Rp) K = J – H – I
b. Rasio nilai tambah ((11a/10) x 100%) 1 (%) = (K/J) x 100% 12. a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp) M = E x G
b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a) x 100%) N (%) = (M/K) x 100% 13. a. Keuntungan (11a – 12a) (Rp) O = K – M
b. Tingkat keuntungan ((13a/11a) x 100%) P (%) = (O/K) x 100% 14. Marjin (10 – 8) (Rp) Q = J – H
Pendapatan tenaga kerja ((12a/14) x 100%) R (%) = (M/Q) x 100% Sumbangan input lain ((9/14) x 100%) S (%) = (I/Q) x 100% Keuntungan perusahaan ((13a/14) x 100%) T (%) = (O/Q) x 100%
(40)
40
Selain memiliki beberapa kelebihan, Metode Hayami juga memiliki
kekurangan. Beberapa kekurangan Metode Hayami yaitu pendekatan rata-rata
tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk dari
satu jenis bahan baku. Metode hayami juga tidak dapat menjelasnya produk
sampingan yang dihasilkan. Salah satu kekurangan Metode Hayami yang lainnya
adalah sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk menyimpulkan
apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi tersebut sudah layak atau
belum. Beberapa variabel yang terkait dalam analisis nilai tambah, yaitu:
a. Faktor konversi, menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu
satuan input,
b. Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan tenaga kerja langsung yang
diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan
c. Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan
input.
Nilai faktor konversi diperlukan untuk mengetahui berapa banyak output
yang dapat dihasilkan dari setiap pengolahan satu kilogram serbuk gergaji. Nilai
faktor konversi yang besar disebabkan karena banyak terdapat input tambahan
yang digunakan dalam pembuatan bag log seperti dedak, kapur, bibit jamur dan
air.
Pada unit usaha non plasma B, output yang dihasilkan adalah bag log dan
bibit jamur. Perhitungan nilai tambah menggunakan Metode Hayami hanya dapat
menghitung nilai tambah dari aktivitas produksi yang menghasilkan satu output,
sehingga output berupa bibit jamur (yang semula merupakan output kedua) dalam
(41)
41
pembuatan bag log pada unit usaha non plasma B merupakan penggunaan bibit
jamur yang habis digunakan untuk dijadikan sebagai input tambahan dalam
pembuatan bag log. Perhitungan biaya-biaya pembuatan baglog pada usaha ini
juga telah disesuaikan yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan hanya untuk
menghasilkan bag lag saja.
Penggunaan serbuk gergaji dan bahan baku tambahan dalam pembuatan
bag log yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah menggunakan metode Hayami merupakan jumlah serbuk gergaji dan bahan baku tambahan yang telah
disesuaikan. Penyesuaian yang dilakukan merupakan penyesuaian terhadap
jumlah serbuk gergaji yang digunakan untuk pembuatan bag log dengan asumsi
tidak terdapat output tambahan berupa bibit jamur. Jumlah serbuk gergaji dan
input tambahan merupakan jumlah yang hanya digunakan dalam pembuatan bag
log.
Koefisien tenaga kerja adalah nilai pembagian dari jumlah hari orang kerja
dalam satu bulan (HOK/bulan) dengan jumlah bahan baku (kg/bulan) yang
digunakan dalam kegiatan produksi pada masing-masing unit usaha. Koefisien
tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk
mengolah satu-satuan input (Hayami, et al., 1987).
4.4.4 Analisis Penyerapan Tenaga Kerja
Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng menghasilkan lapangan pekerjaan sehingga dapat
menyerap tenaga kerja. Analisis penyerapan tenaga kerja dapat digunakan untuk
mengetahui jumlah tenaga kerja yang dapat diserap. Analisis penyerapan tenaga
(42)
42
pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
dapat dirumuskan sebagai berikut (Mardiyatuljanah, 2009) :
Δ KK = TKdp – TKtp ... (8) Keterangan:
Δ KK = Perubahan kesempatan kerja (HOK)
TKdp = Tenaga kerja dengan adanya usaha pembuatan bag log (HOK)
TKtp = Tenaga kerja tanpa adanya usaha pembuatan bag log (HOK)
Pada usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng, satu Hari Orang Kerja (HOK) adalah 8 jam. Lamanya satu HOK
untuk berbagai usaha bisa berbeda. Hal ini disesuaikan dengan jam kerja dalam
satu hari. Koefisien tenaga kerja yang digunakan dalam perhitungan penggunaan
tenaga kerja pada usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng adalah satu. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis
pekerjaan dan tidak adanya perbedaan upah yang diberikan antara tenaga kerja
(43)
V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH 5.1 Kecamatan Leuwiliang
Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah
serbuk gergaji. Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki empat unit
usaha pengolahan limbah serbuk gergaji yaitu di Desa Barengkoh dan tiga unit
usaha di Desa Cibeber II.
5.1.1 Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Leuwiliang
Wilayah Kecamatan Leuwiliang terletak di wilayah Bogor Barat dengan
luas wilayah ±6 159.70 Ha pada ketinggian 101-700 mdpl. Curah hujan rata-rata
pertahun di Kecamatan Leuwiliang yaitu sebesar 519.29 mm dan jumlah hari
hujan terbanyak 91 hari dengan kelembaban 20-25° C. Kecamatan Leuwiliang
merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 5-20°. Bagian Utara Kecamatan
Leuwiliang berbatasan dengan Kecamatan Rumpin, bagian selatan berbatasan
dengan Kabupaten Sukabumi, bagian barat berbatasan dengan Kecamatan
Leuwisadeng dan bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang.
Jarak Kabupaten Leuwilliang dari Ibu Kota Negara (Jakarta) yaitu 80 km,
Ibu Kota Provinsi (Bandung) yaitu 147 km dan Ibu Kota Kabupaten (Cibinong)
yaitu 29 km. Secara administratif Kecamatan Leuwiliang terdiri dari 48 dusun,
126 RW, 418 RT yang tercakup dalam 11 desa.
Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan (2010), luas hutan rakyat di
Kecamatan Leuwiliang merupakan luas hutan terluas kedua di Kabupaten Bogor
setelah Kecamatan Nanggung yaitu sebanyak 1 333.31 ha. Jenis kayu yang sering
ditanam di Kecamatan Leuwiliang adalah kayu Sengon (Albizia falcataria L.
(44)
44 Jati (Tectona grandis Linn. fred) dan lain-lain. Banyaknya jumlah hutan di
Kecamatan Leuwiliang mendorong terbentuknya industri penggergajian di daerah
ini. Adanya industri penggergajian ini sangat membantu bagi usaha budidaya
jamur tiram yang menggunakan serbuk gergaji sebagai bahan baku utama
pembuatan bag log atau media tanam jamur. Luas hutan di Kecamatan Leuwiliang
berdasarkan komoditas dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Produksi Hutan Rakyat Kecamatan Leuwiliang Menurut Komoditas Tahun 2010
No. Jenis Kayu Luas (Ha) Produksi
(m3) (Batang)
1. Sengon 101.98 837.56 -
2. Mahoni 55.84 132.57 -
3. Afrika 533.11 554.72 -
4. Jati 17.49 0.00 -
5. Campuran 546.85 222.56 -
6. Bambu 78.05 - 39.02
Jumlah 1 333.31 1 747.41 39.02
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010)
Kecamatan Leuwiliang memproduksi kayu dalam jumlah yang besar
karena luas hutan rakyat di Kecamatan Leuwiliang merupakan hutan terbesar di
Kabupaten Bogor. Kayu Sengon merupakan kayu yang paling banyak diproduksi
di Kecamatan Leuwiliang. Kayu Sengon adalah salah satu jenis kayu yang
memiliki batang berwarna putih yang serbuk gergajinya digunakan sebagai bahan
baku pembuatan bag log. Besarnya produksi kayu sengon dan jenis kayu yang
memiliki batang berwarna putih lainnya seperti Kayu Afrika di Kecamatan
Leuwiliang mendorong munculnya industri pengolahan kayu di daerah tersebut.
Banyaknya jumlah kayu yang diolah di Kecamatan Leuwiliang menyebabkan
banyaknya limbah serbuk gergaji yang dihasilkan sehingga bisa dimanfaatkan
(45)
45 5.1.2 Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk Kecamatan Leuwiliang
Penduduk Kecamaan Leuwiliang memiliki mata pencarian sebagai petani,
pedagang, pegawai perkebunan, buruh industri dan lain-lain. Sebanyak 36.81
persen masyarakat Kecamatan Leuwiliang bekerja sebagai. Banyaknya jumlah
masyarakat Kecamatan Leuwiliang yang menjadi pedagang merupakan salah satu
implikasi dari berkembangnya pasar yang besar di Kecamatan ini yaitu Pasar
Leuwiliang. Data pekerjaan masyarakat Kecamatan Leuwiliang dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Pekerjaan Masyarakat Kecamaan Leuwiliang Pada Tahun 2010
Pekerjaan Jumlah (%)
Petani 3159.00 12.62
Pengusaha 168.00 0.67
Buruh Industri 2690.00 10.75 Buruh Bangunan 2695.00 10.77 Buruh Pertambangan 2589.00 10.34
Perkebunan 2699.00 10.78
Pedagang 9213.00 36.81
Pegawai Negeri Sipil 1044.00 4.17
TNI/Polri 118.00 0.47
Lain-lain 653.00 2.61
Jumlah 25028.00 100.00
Sumber: Laporan Data Monografi Kecamatan Leuwiliang (2010)
Sebanyak 186 orang atau sebanyak 0.67 persen memiliki pekerjaan
sebagai pengusaha. Rendahnya jumlah masyarakat Kecamatan Leuwiliang yang
memiliki pekerjaan sebagai pengusaha karena pada umumnya masyarakat tidak
memiliki modal untuk menjalankan suatu usaha.
Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Leuwiliang relatif tidak
terlalu tinggi. Paling banyak masyarakat hanya berpendidikan terakhir sampai
(46)
46 Kecamatan Leuwiliang yang memiliki pendidikan akhir sampai perguruan tinggi
yaitu sebesar 1.23 persen. Data tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan
Leuwiliang tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Leuwiliang pada Tahun 2010
Tingkat Jumlah (%)
Tidak tamat SD 9775.00 7.71
SD 41198.00 32.50
SLTP 54335.00 42.86
SLTA 19898.00 15.70
Perguruan tinggi 1553.00 1.23
Total 126759.00 100.00
Sumber: Laporan Data Monografi Kecamatan Leuwiliang (2010)
5.2 Kecamatan Leuwisadeng
Kecamatan Leuwisadeng memiliki empat unit usaha pengolahan limbah
serbuk gergaji. Letak usaha pengolahan limbah serbuk gergaji tersebut adalah di
Desa Sadeng.
5.2.1 Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Leuwisadeng
Kecamatan Leuwisadeng merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Bogor yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang pada
tahun 2005. Kecamatan Leuwisadeng terdiri dari 8 desa, 25 kampung, 57 Rukun
Warga (RW), 268 Rukun Tetangga (RT). Secara geografis, Kecamatan
Leuwisadeng berada pada ketinggian 500 sampai 1000 meter diatas permukaan
laut (mdpl). Bentuk wilayahnya terdiri dari 70 persen berbukit sampai bergunung.
Jarak Kecamatan Leuwisadeng kurang lebih 42 km dari Ibukota
Kabupaten Bogor dan 55 km dari Ibukota DKI Jakarta. Secara administratif batas
Kecamatan Leuwisadeng adalah: sebelah utara Kecamatan Serpong (Tangerang),
sebelah selatan Kabupaten Sukabumi, sebelah barat Kecamatan Cigudeg dan
(47)
47 Kecamatan Leuwisadeng berada pada ketinggian 200-550 mdpl dengan
temperatur berkisar antara 25-32°C. Luas Kecamatan Leuwisadeng yaitu1 868 ha
yang terdiri dari tanah sawah (sawah irigasi teknis, sawah irigasi, dan sawah
rendengan/tadah hujan), tanah kering (pekarangan, bangunan, emplacement, dan
tegakan/kebun), tanah hutan (hutan homogen, hutan heterogen, dan hutan
belukar), tanah perkebunan (perkebunan negara, perkebunan swasta, dan
perkebunan rakyat) dan tanah untuk fasilitas umum (lapangan olah raga dan
kuburan). Curah hujan rata-rata pertahun di Kecamatan Leuwisadeng sebanyak
432 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan pertahun sebanyak 18 hari hujan.
Menurut Dinas Pertanian dan Kehuan Kabupaten Bogor (2010), luas hutan
di Kecamatan Leuwisadeng adalah 123.90 ha yang terdiri dari hutan homogen,
hutan heterogen, dan hutan belukar. Jenis tanaman kayuan unggulan yang ditanam
yaitu mahoni, sengon, duren. Rincian luas hutan di Kecamatan Leuwisadeng dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Produksi Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng Menurut Komoditas Tahun 2010
No. Jenis Kayu Luas (Ha) Produksi
(m3) (Batang)
1. Sengon 5.28 59.17 -
2. Mahoni 17.31 26.49 -
3. Afrika 2.50 41.85 -
4. Jati 12.05 0.00 -
5. Campuran 80.84 39.65 -
6. Bambu 5.92 - 2 962
Jumlah 123.90 163.64 2 962
Sumber: Departemen Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010)
Produksi kayu sengon atau kayu jenjeng merupakan jenis kayu yang
paling banyak di produksi di Kecamatan Leuwisadeng. Kayu jenis ini banyak
ditanam karena memiliki masa panen yang relatif singkat yaitu ± 5 tahun. Selain
(48)
48 lunak sehingga mudah diolah. Serbuk gergaji dari kayu sengon merupakan serbuk
gergaji dari salah satu jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan bag log.
Banyaknya produksi kayu sengon mendorong pemanfaatan limbah yang ada,
salah satu bentuk usaha pemanfaatan limbah serbuk gergaji dari kayu sengon dan
jenis kayu yang lainnya adalah usaha pembuatan bag log.
5.2.2 Keadaan Sosial dan Ekonomi Kecamatan Leuwisadeng
Masyarakat di Kecamatan Leuwisadeng paling banyak berpendidikan
akhir sampai tingkat SD yaitu sebanyak 27 094 orang atau sebanyak 38.97 persen
dari total penduduk. Masyarakat yang berpendidikan sampai perguruan tinggi
paling sedikit di Kecamatan Leuwisadeng yaitu hanya sebanyak 123 atau
sebanyak 0.18 persen dari total penduduk. Karakteristik penduduk Kecamatan
Leuwisadeng berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2010 dapat dilihat pada
Tabel 15.
Tabel 15. Karakteristik Penduduk Kecamatan Leuwisadeng Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010
No. Tngkat Pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%)
1. Belum sekolah 6 414.00 9.22 2. Tidak tamat SD 26 846.00 38.61
3. SD 27 094.00 38.97
4. SLTP 5 584.00 8.03
5. SLTA 3 273.00 4.71
6. Akademi 199.00 0.29
7. Perguruan tinggi 123.00 0.18
Jumlah 69 533.00 100.00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2011)
Sebagian besar masyarakat Kecamatan Leuwisadeng belum atau tidak
bekerja. Persentase masyarakat yang belum atau tidak bekerja mencapai 70.89
persen atau sebanyak 49 289 orang. Pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh
masyarakat Kecamatan Leuwisadeng adalah wiraswasta dan pedagang yaitu 9.47
(1)
96
Lampiran 6. Rincian Analisis Nilai Tambah Unit Usaha Non Plasma A di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012
No. Uraian 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Output, input dan harga
1. Bag log yang dihasilkan (Kg/bulan) 9 360 14 300 24 960 3 432 4 290 21 450 12 965.33 2. Serbuk gergaji yang digunakan (kg/bulan) 8 320 7 800 15 600 3 120 3 900 11 700 8 406.67
3. Tenaga kerja (HOK/bulan) 182 208 234 78 104 208 169
4. Faktor konversi (1/2) 1.12 1.83 1.60 1.10 1.10 1.83 1.54
5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0.0219 0.0267 0.015 0.025 0.0267 0.01778 0.022
6. Harga output (Rp/kg) 2 000 1 818.18 1 666.67 1 363.64 1 818.18 1 545.25 1 701.99
7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) 12 256.70 19 513.41 15 590.04 9 790.03 15 305.07 18 680.07 15 189.22 Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg serbuk
gergaji)
8. Harga bahan baku (Rp/kg serbuk gergaji) 100 100 100 75 125 116.67 102.78
9. Sumbangan input lain (Rp/kg bag log) 991.33 1 058.65 818.86 518.63 705.82 742.49 805.95 10. Nilai bag log (4 x 6) (Rp/bag log) 2 250 3 333.34 2 666.67 1 500 2 000 2 832.97 2 624.92 11. a. Nilai tambah (10 - 9 - 8) (Rp/kg) 1 158.67 2 174.68 1 747.81 906.37 1 169.18 1 973.87 1 716.19
b. Rasio nilai tambah ((11a/10x100%) 51.50 65.24 65.54 60.42 58.46 69.67 65.38
12. a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp/kg) 268.11 520.36 233.85 244.75 408.13 332.09 336.66 b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100%) 23.14 23.93 13.38 27.00 34.91 16.82 19.62 13. a. Keuntungan (11a-12a)(Rp/kg) 890.56 1 654.32 1 513.96 661.61 761.04 1 641.78 1 379.53
b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) 76.86 76.07 86.62 72.99 65.09 83.17 80.38
Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi
14. Marjin (10-8) (Rp/kg) 2 150 3 233.33 2 566.67 1 425 1 875 2 716.30 2 522.14
a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) 12.47 16.09 9.11 17.17 21.77 12.23 13.35
b. Sumbangan input lain ((9/14)x100%) 46.11 32.74 31.90 36.39 37.64 27.33 31.95
c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%) 41.42 51.35 58.98 46.43 40.59 60.44 54.69
(2)
97
Lampiran 7. Rincian Analisis Nilai Tambah Unit Usaha Non Plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012
No. Uraian 7 8 9 10 11 Rata-rata
Output, input dan harga
1. Bag log yang dihasilkan (Kg/bulan) 6 318 22 880 22 880 22 880 14 300 17 851.60
2. Serbuk gergaji yang digunakan (kg/bulan) 3 206 15 262 15 262 15 761 10 489.33 11 996.07
3. Tenaga kerja (HOK/bulan) 156 286 286 234 208 234
4. Faktor konversi (1/2) 1.97 1.50 1.50 1.45 1.36 1.49
5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0.049 0.019 0.019 0.015 0.0198 0.02
6. Harga output (Rp/kg) 2 222.22 1 454.54 1 454.54 1 545.45 1 636.36 1 662.63
7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) 22 294.23 33 685.90 33 685.90 32 147.44 22 791.67 28 921.03 Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg serbuk gergaji)
8. Harga bahan baku (Rp/kg serbuk gergaji) 140 117.50 117.50 117.65 125 123.53
9. Sumbangan input lain (Rp/kg bag log) 890.80 657.59 656.69 565.11 532.92 660.62
10. Nilai bag log (4 x 6) (Rp/bag log) 4 379.29 2 180.58 2 180.58 2 243.51 2 230.84 2 474.19 11. a. Nilai tambah (10 - 9 - 8) (Rp/kg) 3 348.48 1 405.49 1 406.38 1 560.75 1 572.92 1 690.04
b. Rasio nilai tambah ((11a/10x100%) 76.46 64.45 64.49 69.57 70.51 68.31
12. a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp/kg) 1 084.81 631.252 631.252 477.29 451.95 564.14
b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100%) 32.40 44.91 44.88 30.58 28.73 33.38
13. a. Keuntungan (11a-12a)(Rp/kg) 2 263.67 774.23 775.13 1 083.47 1 120.97 11 125.89
b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) 67.60 55.08 55.11 69.42 71.27 66.62
Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi
14. Marjin (10-8) (Rp/kg) 4 239.29 2 063.08 2 063.08 2 125.86 2 105.84 2 350.66
a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) 25.59 30.59 30.59 22.45 21.46 23.99
b. Sumbangan input lain ((9/14)x100%) 21.01 31.87 31.83 26.58 25.31 28.10
c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%) 53.39 37.53 37.57 50.96 53.23 47.89
(3)
98 Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
(4)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada 28 Oktober 1990. Penulis adalah anak terakhir dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Yusman dan Ibu Kasriyati Yusman.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di MIN 2 Medan pada tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 9 Medan. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 15 Medan dan lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2008, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dan diterima pada Departemen Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Program mayor yang diambil penulis adalah Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan program minor yang diambil adalah Konservasi Hutan dan Ekowisata dibawah naungan Fakultas Kehutanan yang mampu mendukung studi penulis. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu sebagai staff
(5)
RINGKASAN
DEWI ASRINI FAZARIA. Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji. Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL dan HASTUTI.
Kecamatan Leuwisadeng dan Leuwiliang merupakan kecamatan yang memiliki jumlah usaha penggergajian terbanyak di Kabupaten Bogor. Banyaknya jumlah produksi kayu dan industri penggergajian di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng menghasilkan limbah serbuk gergaji yang banyak. Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan oleh proses eksploitasi/pembalakan maupun pengolahan kayu menimbulkan masalah dalam hal penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar. Salah satu bentuk pemanfaatan limbah serbuk gergaji adalah sebagai bahan baku utama pembuatan media tanam (bag log) jamur tiram sehingga limbah serbuk gergaji dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Masyarakat Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memanfaatkan limbah serbuk gergaji menjadi bag log atau media tanam jamur tiram. Usaha pemanfaatan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dibagi menjadi unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B. Penelitian mengenai pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log diperlukan untuk dapat menjadi bahan pertimbangan pengusaha maupun petani dalam pengambilan keputusan dalam menjalankan usaha pembuatan bag log. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah: (1). Menganalisis karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B, (2). Menghitung pendapatan dan nilai tambah dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B, (3). Menghitung penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilakan oleh usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan data dilaksanakan dari bulan April-November 2012. Perhitungan pendapatan usaha pembuatan bag log dilakukan dengan analisis pendapatan usaha. Nilai tambah serbuk gergaji dihitung dengan Metode Hayami. Penyerapan tenaga kerja dihitung dengan rumus perubahan kesempatan kerja sebelum dan sesudah adanya usaha pembuatan bag log.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng termasuk ke dalam usaha mikro. Pemasaran produk bag log yang dihasilkan adalah langsung kepada konsumen. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bag log di dapatkan dari Kecamatan Leuwiliang, Leuwisadeng dan sekitarnya. Unit usaha non plasma B dapat memberikan lebih banyak keuntungan jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma B hal ini dilihat dari hasil R/C unit usaha non plasma B yang lebih besar jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A. Pendapatan yang dapat dihasilkan oleh unit usaha non plasma B adalah sebesar Rp 16 094 541.57 per bulan. Nilai R/C atas biaya tunai sebesar 2.11 dan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1.97.
(6)
v Nilai tambah limbah serbuk gergaji pada unit usaha non plasma A lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah pada unit usaha non plasma B yaitu Rp 1 716.19 per kg serbuk gergaji. Unit usaha non plasma B memberikan manfaat tidak langsung berupa penyerapan tenaga kerja lebih besar jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma B. Unit usaha non plasma B mampu menyerap tenaga kerja sebesar 234 HOK/bulan atau setara dengan Rp 6 060 559 per bulan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, hal-hal yang dapat disarankan oleh penulis adalah: (1) Untuk menghemat biaya pembuatan bag log, memberikan tambahan pendapatan serta menyerap tenaga kerja lebih banyak, maka pelaku usaha sebaiknya mulai membuat bibit sendiri seperti yang dilakukan oleh unit usaha non plasma B, (2) Pemerintah Kabupaten Bogor sebaiknya dapat memberikan pembinaan usaha dalam bentuk pendampingan untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, (3) Penelitian lebih lanjut dapat membahas mengenai besarnya manfaat dari pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng menjadi output yang lain, seperti limbah serbuk gergaji untuk bahan bakar pada perusahaan pembuat semen dan limbah serbuk gergaji sebagai bahan penyaring pada perkebunan kelapa sawit.