Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi

14 industri penggergajian, rendemen berarti perbandingan volume kayu gergajian yang dihasilkan dengan log kayu yang digunakan. Hal ini berarti dengan mengukur angka rendemen, secara tidak langsung kita akan mengetahui jumlah limbah yang dihasilkan. Semakin rendah kuantitas limbah, maka akan semakin tinggi angka rendemen, begitu juga sebaliknya. Berikut ini adalah komposisi bentuk limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kayu yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Bentuk Limbah Penggergajian Bentuk Limbah Persentase Serbuk gergaji 12 – 15 Sabetan dan potongan ujung berukuran kecil 25 – 35 Potongan dolok dan kayu cacat 5 - 10 Sumber: Rachman dan Malik 2011 Tabel 5 menunjukkan bahwa limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan kayu sebesar 12-15 dari total besaran log yang digunakan. Hal ini menunjukkan besarnya potensi limbah serbuk gergaji yang ada pada industri penggergajian.

2.2 Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi

Bag Log Menurut Pramithasari 2011, karakteristik usaha pengolahan limbah tunggak Pohon Jati sebagai limbah dari pemanfaatan kayu Pohon Jati dibagi menjadi sumber bahan baku, sumber daya manusia dan skala usaha. Usaha pembuatan bag log merupakan salah bentuk usaha pemanfaatan limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari penggunaan berbagai jenis kayu. Melalui penggunakan pendekatan ini karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log dibagi menjadi sumber bahan baku, sumberdaya manusia, skala usaha dan rantai pemasaran. 15

2.2.1 Serbuk Gergaji dan Bahan Baku Lainnya

Serbuk gergaji berbentuk butiran-butiran halus yang terbuang saat kayu dipotong dengan gergaji Setiyono, 2004. Jumlah serbuk gergaji yang dihasilkan dari eksploitasipemanenan dan pengolahan kayu bulat sangat banyak. Balai Penelitian Hasil Hutan BPHH pada kilang penggergajian di Sumatera dan Kalimantan serta Perum Perhutani di Jawa menunjukkan bahwa rendemen rata- rata penggergajian adalah 45 persen, sisanya 55 persen berupa limbah. Sebanyak 10 persen dari limbah penggergajian tersebut merupakan serbuk gergaji Wibowo, 1990. Pengertian rendemen dalam industri penggergajian adalah perbandingan volume kayu gergajian yang dihasilkan dengan volume dolok yang digunakan dan angka rendemen ini dinyatakan dalam persen Rachman dan Malik, 2011. Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari industri penggergajian masih dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai media tanam, bahan baku furnitur dan bahan baku briket arang. Menurut Wibowo 1990, sebagai media tanam serbuk gergaji selain mempunyai beberapa keuntungan juga memerlukan penanganan khusus sebelum bisa dipakai sebagai media tanam. Kendala utama pemanfaatan serbuk gergaji sebagai media adalah reaksi asam dan adanya kemungkinan untuk memadat. Masalah tersebut diatas dapat diatasi dengan pengomposan. Fitotoksin hasil ekskresi tanaman dan sisa penghancuran segera dimetabolisme oleh jasad mikro ke dalam bentuk yang tidak beracun pada proses pengomposan, demikian pula unsur hara yang masih terikat oleh jaringan tertentu dapat dilepas dan digunakan untuk pertumbuhan tanaman dengan pengomposan. Serbuk gergaji sebagai media tanam memiliki berbagai keuntungan yaitu ringan, ketersediaannya banyak, 16 mampu menyimpan air serta cukup kaya nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman dengan persentase sebagai berikut: 0,24 Nitrogen, 0,20 P 2 O 5 dan 0.45 K 2 O Wibowo, 1990. Penggunaan bahan baku utama yaitu serbuk gergaji dalam bag log bisa lebih dari 70 dari total berat bag log Suriawiria, 2001. Dedak merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat, nitrogern dan vitamin B kompleks. Bekatul berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan miselium dan menunjang perkembangan tubuh buah jamur. Dedak atau bekatul yang dapat digunakan berasal dari berbagai jenis padi yang masih baru, tidak berbau apek dan memiliki struktur yang masih baik Suharyanto, 2011. Kapur dan gips juga ditambahkan ke dalam campuran bahan baku pembuatan bag log. Kapur berfungsi sebagai pengontrol pH media tanam yang sesuai dengan syarat tumbuh jamur dan sebagai sumber kalsium. Gips berguna untuk memperkokoh struktur bahan campuran sehingga tidak mudah pecah Suharyanto, 2011.

2.2.2 Pembuatan Bag Log

Serbuk gergaji sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan bag log dapat menggunakan serbuk gergaji dari seluruh jenis kayu, terutama kayu keras selain kayu pinus. Menurut Suriawiria 2001, pinus mengandung zat terpenoid atau belerang yang dapat menghalangi pertumbuhan jamur. Jenis kayu yang baik untuk dijadikan media tumbuh atau bag log adalah kayu atau serbuk gergaji dari pohon berdaun lebar karena banyak mengandung lignin. Contohnya kayu pasang bungkus Quercus argentea, namun karena kayu jenis ini sulit ditemukan, penggunaan jati dan mahoni disarankan sebagai 17 penggantinya. Kualitas jamur yang ditanam pada serbuk gergaji kayu tersebut akan lebih bagus, lebih kenyal, serta aromanya lebih wangi. Bahan baku pengkaya hara berupa dedak atau bekatul padi, tepung jagung, gula pasir, kapur, gips dan air ditambahkan pada bahan baku utama berupa serbuk gergaji. Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2012 formula yang digunakan dalam pembuatan bag log untuk setiap 100 kg serbuk penggergajian dibutuhkan dedak sebanyak 15-25 kg, tepung jagung sebanyak 7.5 kg, kapur pertanian sebayak 1.5 kg, Gipsum dan gula pasir merupakan bahan tambahan jika diperlukan, masing-masing dibutuhkan sebanyak 1 kg dan 2 kg. Langkah-langkah pembuatan bag log menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2012 adalah sebagai berikut: 1. Pengadukan dan pengomposan Serbuk gergaji yang sudah diayak dan bahan baku pengkaya hara dicampurkan hingga merata. Dedak yang digunakan berfungsi sebagai nutrisi yang baik bagi pertumbuhan miselium jamur. Kapur berfungsi untuk menetralkan keasaman dengan mengontrol pH agar tetap stabil selama proses pemeraman. Pemeraman dilakukan untuk memfermentasi campuran media sehingga kandungan yang terdapat di dalam media terurai menjadi senyawa sederhana sehingga mudah untuk dicerna oleh jamur. 2. Pengisian media ke dalam kantong Campuran serbuk gergaji dan bahan pengkaya hara dimasukkan ke dalam kantong plastik polypropilane yang memiliki ketebalan 0.3 mm atau lebih yang tahan panas saat proses pengukusan. Kantong plastik diisi adonan 18 dengan sedikit dipadatkan sampai isinya mencapai 70 persen dari kapasitasnya. 3. Sterilisasi Sterilisasi adalah proses yang dilakukan untuk mematikan mikroba, baik bakteri, kapang maupun khamir yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur yang ditanam. Proses sterilisasi dilakukan dengan menggunakan drum atau steamer dengan masa perebusan berlangsung selama 6.5 – 8 jam. 4. Pendinginan Proses pendinginan merupakan upaya penurunan suhu media tanam setelah proses sterilisasi agar bibit jamur yang dimasukkan nanti tidak mati. Pendinginan dilakukan selama satu malam sebelum dilakukan inokulasi. 5. Inokulasi atau penanaman bibit Inokulasi merupakan kegiatan memindahkan sejumlah kecil miselium jamur dari biakan induk ke dalam media tanam yang telah disediakan. Inokulasi harus dilakukan di ruangan yang steril agar tidak terjadi kontaminasi yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur. Setelah dimasukkan bibit, bag log ditutup menggunakan koran, ring bambu dan karet. 6. Inkubasi Inkubasi merupakan proses penempatan bag log yang telah diisi bibit jamur ke dalam ruangan dengan kondisi tertentu agar miselium dapat memutih dan penuh dengan sempurna. Suhu ruangan sebaiknya dijaga 19 tidak melebihi 25°C dan kelembabannya tidak melebihi 90 persen. Selain itu terdapat aerasi dan cahaya yang cukup tapi tidak langsung terpapar sinar matahari.

2.2.3 Skala Usaha

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai usaha mikro, kecil dan menengah, usaha mikro merupakan usaha produktif milik orang perorangan danatau bahan usaha yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan bahwa usaha mikro merupakan usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp 50 000 000, hal ini tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Penjualan paling banyak dari usaha mikro adalah sebesar Rp 300 000 000 tahun. Menurut Partomo dan Soejoedono 2004, profil usaha mikro di Indonesia dapat dilihat dari segi manajemen dan keuangan. Profil usaha kecil Indonesia dilihat dari segi manajemen, yaitu sebagai berikut: 1 Pemilik sebagai pengelola, 2 Berkembang dari usaha usaha kecil-kecilan, 3 tidak membuat perencanaan tertulis, 4 kurang membuat catatanpembukuan, 5 pendelegasian wewenang secara lisan, 6 kurang mampu mempertahankan mutu, 7 sangat tergantung pada pelanggan dan pemasok disekitar usahanya, 8 kurang membina saluran informasi, 9 kurang mampu membina hubungan perbankan. Profil usaha kecil Indonesia dari segi keuangan, yaitu sebagai berikut: 1 memulai usaha kecil- kecilan dengan modal sedikit dana dan keterampilan pemiliknya, 2 terbatasnya sumber dana dari perbankan, 3 kemampuan memperoleh pinjaman bank relatif rendah, 4 kurang akurat perencanaan anggaran kas, 5 kurang memiliki catatan 20 harga pokok produksi, 6 kurang memahami tentang pentingnya pencatatan keuanganakuntansi, 7 kurang paham tentang prinsip-prinsip penyajian laporan keuangan dan kemampuan analisisnya, 8 kurang mampu memilih informasi yang berguna bagi usahanya.

2.2.4 Sumber Daya Manusia

Menurut Daniel 2004, sumber daya manusia SDM sebagai tenaga kerja di Indonesia dan juga sebagian negara-negara berkembang termasuk negara maju pada mulanya merupakan tenaga yang dicurahkan untuk usaha tani sendiri atau usaha keluarga. Keadaan ini berkembang dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia dan semakin majunya usaha pertanian sehingga dibutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayarkan sebagai tenaga kerja upahan.

2.2.5 Saluran Pemasaran

Produsen pada saat ini tidak lagi menjual produk yang dihasilkan langsung kepada pengguna akhir Kotler dan Dary, 2008. Antara produsen dan konsumen terdapat sekelompok pemasar yang membentuk rantai distribusi yang memerankan berbagai fungsi dan memiliki berbagai macam nama. Saluran distribusi atau aliran pemasaran adalah perantara-perantara para pembeli dan penjual yang dilalui oleh perpindahan barang baik fisik maupun perpindahan milik sejak dari produsen hingga ke tangan konsumen Sigit dalam Sunyoto, 2012. Saluran pemasaran yang dipilih produsen sangat mempengaruhi semua keputusan pemasaran yang lainnya. Oleh karena itu, saluran pemasaran merupakan salah satu keputusan paling rumit yang dihadapi produsen. Panjang 21 pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu produk tergantung pada beberapa faktor, diantaranya jarak antara produsen ke konsumen, daya tahan produk, skala produksi dan posisi keuangan perusahaan. Saluran pemasaran dapat dicirikan dari panjangnya tingkat saluran. Panjangnya suatu saluran pemasaran akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh barang dan jasa. Bagan saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1. 5 6 7 4 3 5 4 8 4 5 2 6 1 7 Sumber: Sunyoto 2012 Gambar 1. Bagan Saluran Pemasaran Keterangan: 1. Penjualan dilakukan oleh produsen langsung kepada konsumen 2. Dari produsen dijual kepada pengecer retailer dan dari pengecer dijual ke konsumen 3. Dari produsen dijual ke wholesaler distributor dan kemudian oleh wholesaler dijual ke konsumen 4. Dari produsen ke wholesaler, lalu ke pengecer kemudian dijual ke konsumen Produsen Agen Wholesaler Pemakai Industrial Pengecer, Toko, Retailer Konsumen 22 5. Dari produsen dijual ke agen, lalu ke wholesaler, ke pengecer dan dijual ke konsumen 6. Dari produsen ke agen, dari agen ke pengecer, kemudian dijual ke konsumen 7. Dari produsen ke agen kemudian dijual ke konsumen 8. Dari produsen dijual ke pemakai industrial.

2.3 Analisis Pendapatan Usaha