BAB IV KEWAJIBAN DIVESTASI PADA PENANAMAN MODAL ASING DI
BIDANG PERTAMBANGAN UMUM
A. Ketentuan Divestasi Saham 1 Proses Nasionalisasi Saham
Sebelum membahas tentang proses nasionalisasi, perlu kita ketahui pengertian dari nasionalisasi dan apa bedanya dengan divestasi. Istilah
nasionalisasi paling tidak mencakup tiga pengertian “Konfiskasi”;”Onteigenig” dan “Pencabutan Hak”. L.Erades memeberikan arti nasionalisasi, yakni suatu
peraturan dengan nama pihak penguasa memaksakan semua atau segolongan tertentu untuk menerima dwingt te godegen, bahwa hak-hak mereka atas semua
atau beberapa macam benda tertentu beralih kepada negara. Dengan demikian nasionalisasi adalah suatu cara peralihan hak dari pihak partekelir kepada negara
secara paksa.
88
Di dalam UU Nomor 86 Tahun 1958, dalam istilah nasionalisasi termasuk di dalamnya “expropriation” atau “confiscatie”. Dengan istilah ini
nasionalisasi diartikan bahwa suatu perusahaan menjadi milik negara.
89
Sedangkan yang dimaksud dengan Divestasi saham adalah pelepasan, pembebasan, pengurangan modal. Disebut juga divestment yaitu kebijakan
terhadap perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh investor asing untuk secara bertahap tapi pasti mengalihkan saham-sahamnya itu kepada mitra bisnis
88
Budiman Ginting, Refleksi Historis Nasionalisasi Perusahaan Asing di Indonesia : Suatu Tantangan Terhadap Kepastian Hukum Atas Kegiatan investasi di Indonesia.
www.google.com , diakses tanggal 15 September 2010.
89
Ibid
Universitas Sumatera Utara
lokal atau proses yang mengakibatkan pengalihan saham dari peserta asing kepada peserta nasional. Istilah lain untuk kebijakan yang di Indonesia disebut
indonesianisasi saham. Dapat berarti pula sebagai tindakan perusahaan memecah konsentrasi atau pemupukkan modal sahamnya sebagai akibat dari larangan
terjadinya monopolisasi.
90
Pada tanggal 15 Januari 1974, bertepatan dengan kedatangan Perdana Menteri Kakuei Tanaka, Jakarta dilanda demonstrasi dan kerusuhan-kerusuhan.
Kerusuhan-kerusuhan tersebut telah menimbulkan pembakaran-pembakaran terutama terhadap mobil-mobil Jepang. Banyak peninjau percaya bahwa peristiwa
15 Januari 1974 yang menunjukkan perasaan anti Jepang, telah mendorong perubahan sikap pemerintah Indonesia mengenai modal asing.
Perbedaan yang sangat jelas terlihat dari kedua pengertian tersebut, pada nasionalisasi perusahaan asing secara keseluruhan
menjadi milik negara secara langsung sedangkan dalam divestasi perusahaan asing menjadi milik negara keseluruhannya tidak secara langsung, tetapi melalui
tahap-tahap tertentu melalui pelepasan saham.
91
1. Penanaman modal asing di Indonesia harus berbentuk joint venture dengan modal nasional
Hanya satu minggu saja setelah peristiwa 15 Januari, Pemerintah mengumumkan
kebijaksanaan baru dalam penanaman modal asing, yaitu:
2. penyertaan nasional baik dalam investasi yang lama maupun yang baru harus menjadi 51 dalam jangka waktu 10 tahun.
90
www.google.com , diakses tanggal 2 September 2010.
91
Erman Rajagukguk, Nasionalisasi Saham, Jakarta : Bina Aksara, 1985, hal 72.
Universitas Sumatera Utara
3. Partner asing harus memenuhi ketentuan pengalihan tenaga kerja kepada karyawan-karyawan Indonesia.
4. Partisipasi pengusaha pribumi Indonesia baik dalam penanaman modal asing maupun modal dalam negeri harus bertambah besar.
92
Dari sudut hukum, Undang-undang No. 1 Tahun 1967 mengenai Penanaman Modal Asing memberikan kekuasaan kepada Pemerintah untuk mengatur jangka
waktu mulai berlakunya pengalihan saham kepada partner nasional dan berapa besar bagian penyertaan modal nasional dalam perusahaan tersebut.
93
1. Bagi proyek-proyek yang memakan waktu maksimum 3 tahun dalam periode pembangunan proyeknya , kenaikan saham nasional menjadi mayoritas,
Namun, Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tidak melarang penanam modal asing yang
dilakukan oleh perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing. Dengan adanya keputusan siding Dewan Stabilisasi Ekonomi tanggal 22 Januari
1974 tersebut yang mewajibkan penanaman modal asing dalam bentuk joint venture, maka kebijaksanaan ini telah mengubah secara diam-diam Undang-
Undang No. 1 Tahun 1967. Banyak pihak berpendapat bahwa perubahan tersebut seharusnya dilakukan dalam bentuk amandemen terhadap Undang-Undang No. 1
tahun 1967, sehingga peraturan yang lebih rendah tingkatannya tidak bertentangan dengan suatu Undang-undang, sehubungan dengan kebijaksanaan baru ini.
Pada tanggal 11 Oktober 1974, Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM mengeluarkan Surat Edaran yang menguraikan lebih terperinci mengenai
kebijaksanaan tersebut, yaitu:
92
Keputusan Sidang Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional tertanggal 22 Januari 1974
93
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
Universitas Sumatera Utara
minimum 51 , dalam waktu minimal 10 tahun terhitung mulai tanggal Izin Usaha Proyek yang dikeluarkan oleh Departemen Teknis.
2. Bagi proyek-proyek yang memakan waktu lebih dari 3 tahun dalm pembangunan proyeknya,kenaikan saham nasional menjadi mayoritas,
minimum 51 , dalam waktu 10 tahun dihitung mulai tanggal pertengahan antara tanggal izin Usaha Proyek yang dikeluarkan oleh Departemen Teknis
dan tanggal mulai berproduksi secara komersil. 3. bagi proyek-proyek yang Persetujuan Sementara ke luar sebelum tanggal 21
September 1974, kenaikan saham nasional menjadi mayoritas, minimum 51 , dalam masa 10 tahun, terhitung tetap mulai tanggal pengesahan P.T oleh
Departemen Kehakiman seperti yang berlaku sebelum petunjuk presiden tanggal 21 September 1974.
4. Bagi proyek-proyek yang belum keluar persetujuan Sementara atau sudah keluar Persetujuan Sementara sesudah tanggal 21 September 1974, berlaku
ketentuan diktum 1 dan diktum 2 di atas untuk kenaikan saham nasional menjadi mayoritas, minimum 51 .
94
Empat bulan kemudian, Badan koordinasi Penanaman Modal BKPM mengeluarkan lagi Surat Edaran yang memberikan penjelasan terhadap Surat
Edaran yang terdahulu, yaitu: 1. Pedoman yang dimuat dalam Surat Edaran no. B-1195ABKPMX1974
tertanggal 11 oktober 1974 hanya berlaku bagi penanaman modal asing yang
94
Surat Edaran Badan Koordinasi Penanaman Modal No. B-1195ABKPMX1974 tertanggal 11 Oktober 1974
Universitas Sumatera Utara
Persetujuan Sementara prinsip dari BKPM dikeluarkan sejak tanggal 21 September 1974. Dengan demikian penanaman modal asing :
a. yang telah mendapat persetujuan Presiden sebelum bulan Februari 1974, baik yang berupa penanaman modal asing penuh straight investment
ataupun yang berupa joint venture, sebelum dibebani keteapan tentang penyertaan dan peningkatan saham nasional mencapai mayoritas. Dalam
hal ini, peningkatan saham nasional yang telah disetujui Pemeritah tetap dihitung mulai tanggal pengesahan badan hukum oleh Departemen
Kehakiman. b. Yang telah disetujui oleh Presiden anatara bulan Februari 1974 dan 21
September 1974, peningkatan saham nasional mencapai mayoritas dalam jangka waktu selambat-lambatnya 10 tahun tetap terhitung sejak tanggal
pengesahan badan hukumnya oleh Departemen Kehakiman. c. Yang surat Persetujuan Sementara dari BKPM dikeluarkan sebelum
tanggal 21 September 1974, peningkatan saham nasional menjadi mayoritas tetap juga diperhitungkan sejak tanggal pengesahan Badan
Hukum oleh Departemen Kehakiman. 2. dapat pula ditetapkan sebagai alternatif lainnya, bahwa tanggal dimulainya
jangka waktu peningkatan saham nasional adalah tanggal diterbitkannya Surat Persetujuan Presiden.
3. Bagi proyek-proyek penanaman modal asing yang khusus sifatnya ditinjau dari segi bidang usahanya, besarnya investasi, tingkat teknologi yang
dipergunakan, penyerapan tenaga kerja, lokasi dan lain sebagainya,
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah dapat mempertimbangkan suatu perubahan atas kewajiban meningkatkan penyertaaan saham nasional menjadi mayoritas dalam jangka
waktu seperti yang telah diuraikan di atas.
95
Sebagai kesimpulan, persyaratan minimum bagi peningkatan saaham nasional harus dilaksanakan oleh investasi asing di Indonesia. Namun demikian,
Pemerintah tampaknya tidak hendak terburu-buru melaksanakan kebijakan tersebut, bahkan membuka pula kemungkinan bagi perubahan kebijaksanaan itu
sendiri atas dasar proyek per proyek.
96
Partisipasi modal nasional dalam perusahaan penanaman modal asing telah menjadi kecenderungan yang umum baik di negara-negara yang sedang
berkembang maupun di negara-negara maju. Ia merupakan pencerminan nasionalisme ekonomi dan kenginan untuk menghindarkan ketergantungan pada
dan control asing terhadap perekonomian mereka. Negara-negara penerima modal telah melakukan penekanan terhadap joint venture internasional agar supaya
mayoritas penyertaan berada pad pihak nasional melalui berbagai sistem. Malaysia umpanya, mewajibkan agar perusahaan-perusahaan joint venture yang
telah disetujui sebelum 1 Januari 1972 mengajukan rencana mereka agar penyertaan nasional menjadi 70 menjelang tahun 1990 termasuk di dalamnya
pemilikan 30 oleh pribumi Malaysia. Philipina juga menentukan bahwa penyertaan asing dalam perusahaan uang bukan merupakan pioneer tidak boleh
melebihi 40 , kecuali dimana kapasitas penuh belum dilaksanakan oleh pihak asing. Perusahaan-perusahaan pioneer boleh memiliki 100 oleh pihak asing
95
Surat Edaran Badan Koordinasi Penanaman Modal No.B-109ABKPMII1975 tertanggal 21 Februari 975
96
Erman Rajagukguk, Op Cit,hal 75.
Universitas Sumatera Utara
dalam hal modal lokal tidak cukup tersedia. Namun perusahaan-perusahaan tersebut diwajibkan untuk memindahkan saham-sahamnya sehingga mayoritas
Filipina akan menjadi 60 daklam waktu 30 tahun atau 40 tahun , ketika 70 dari rencana produksi telah tercapai. Di Amerika Selatan, Undang-undang
Perindustrian Peru menentukan bahwa setelah 10 tahun, pemerintah harus membeli sedikitnya duapertiga dari industri-industri dasar dan menjualnya
kembali kepada pengusaha nasional Peru. Di samping itu , dalam waktu singkat investor asing dalam industri lainnya harus mengalihkan saham-sahamnya kepada
pihak nasional, sehingga penyertaan asing dalam industri yang bersangkutan tidak akan melebihi 25 . Karyawan-karyawan akan merupakan pemilik mayoritas,
dimana tiap-tiapa perusahaan harus menyisihkan 15 dari keuntungannya setiapa tahun dalam bentuk pemebelian saham-saham untuk karyawannya mencapai
jumlah 51 . Di Venezuela” Undang-Undang Prusahaan Asuransi dan Reasuransi 1965” menentukan bahawa usaha asuransi dan reasuransi di negeri tersebut
mayoritas dimiliki oleh “Socedades anonimes” minimum 51 dari saham-saham perusahaan asuransi harus dimilki oleh pengusaha nasional Venezuela. Di
samping itu, Dewan Direksi dari perusahaan-perusahaan tersebut harus terdiri dari paling sedikit lima orang dan daripadany mayoritas harus dijabat oleh warga
Venezuela. Situasi yang sama terdapat juga di beberapa negara maju. Pemerintah Canada misalnya menentukan bahwa 50 dari industri bergerak di bidang
minyak dan gas harus dimiliki oleh Pemerintah Canada atau warga negara Canada menjelang tahun 1990. kebijaksanaan untuk membatasi penyertaan asing juga
dianut oleh Jepang. Pemerintah Jepang lebih menyukai jika investor asing hanya
Universitas Sumatera Utara
memilki 50 atau kurang dari saham-saham dalam perusahaan-perusahaan joint venture di negara tersebut.
Bertambahnya secara perlahan-lahan partisipasi nasional baik di sektor public mauoun swasta dalam pemilikan perusahaan-perusahaan penanaman modal
asing, pembatasan atas aktivitas-aktivitas perusahaan-perusahaan asing di sektor- sektor tertentu dan lain-lain larangan adalah hasil dari perasaan nasionalisme di
bidang perekonomian. Namun dari sudut investor asing sendiri, kebijaksanaan tersebut dirasakan sebagai “creeping” nasionalisasi : erosi pemilikan dan kontrol
terhadap manajemen dari perusahaan-perusahaan penanaman modal tersebut. Menjalankan kontrol atas perusahaan joint venture merupakan bagian yang
penting bagi investor asing. Masalah ini tidak akan timbul,jika pihak asing memiliki mayoritas saham-saham dalam perusahaan tersebut. Namun ketika pihak
asing menjadi pemegang saham ninoritas, ia masih memiliki beberapa cara untuk melindungi kepentingan-kepentingannya, antara lain melalui pengaturan quorum
rapat umum pemegang saham dan cara mengambil keputusan, surat kuasa yang tidak dapat dicabut, voting agreement, dan management kontrak. Di samping itu
partner asing tetap melakukan kontrol terhadap perusahaan dengan cara mengalihkan saham kepada berbagai pihak nasional, dengan demikian praktis
partner asing tetap sebagai mayoritas jika dibandingkan dengan beberapa pemegang saham lainnya dalam jumlah yang terpecah-pecah.
97
97
Ibid, hal 79.
Pertama, Anggaran Dasar perusahaan joint venture dapat mencantumkan ketentuan bahwa
keputusan penting hanya dapat diambil dalam suatu rapat umum pemegang saham
Universitas Sumatera Utara
dimana sedikitnya tiga perempat saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan harus terwakili dan putusan harus disetujui oleh sedikitnya tiga perempat dari
mereka yang berhak mengeluarkan suara. Hal ini akan menjamin bahwa hal-hal yang penting mneyangkut kepentingan pemegang saham minoritas tidak akan
diputuskan tanpa persetujuan mereka. Umpamanya , partner asing hanya memiliki 49 saham dalam perusahaan bersangkutan. Jika dalam suatu rapat pemegang
saham partner asing tidak menyetujui keputusan yang akan diambil maka keputusan tidak akan diterima walaupun disetjui oleh 51 dari saham-saham
yang dikeluarkan. Di Jepang kemungkinan ini merupakan jalan yang terbaik. Namun harus diingat bahwa minoritas pemegang saham yang hanya menguasai
dua pertiga atau kurang dari saham-saham yang dikeluarkan tidak dapat mempunyai “hak veto” semacam itu. Pasal 343 Undang-Undang Hukum Dagang
Jepang menyebutkan umpamanya, perubahan dari Anggaran Dasar Perusahaan hanya dapat dilakukan apabila dalam suatu rapat pemegang saham hadir mereka
yang mewakili lebih dari setengah saham-saham yang dikeluarkan dan keputusan mana harus disetujui oleh tiga perempat dari mereka yang berhak mengeluarkan
suara, selanjutnya sejak tahun 1967 pemegang saham minoritas tidak diizinkan untuk dapat mencantumkan ketentuan dalam Anggaran dasar yang memberikan
mereka hak untuk memveto putusan.
98
Kedua, pemegang saham minoritas dapat tetap mengontrol aktivitas- aktivitas penting dari perusahaan melalui surat kuasa yang diberikan oleh
pemegang saham mayoritas, misalnya yang bersangkutan dengan pemasaran
98
Ibid
Universitas Sumatera Utara
produksi dari perusahaan terebut. Surat kuasa ini timbul dari pinjaman oleh partner asing kepada partner lokal untuk dapatnya partner lokal memilki saham
dalam perusahaan joint venture yang didirikan secara bersama itu.
99
Ketiga, pemegang saham minoritas dapat mengadakn perjanjian dengan pemegang saham lainnya, agar yang terakhir ini akan memberikan suaranya sama
dengan suara yang diambil oleh pemegang saham minorit sehingga pad aakhirnya jumlah suara tersebut akan cukup untuk mencegah keputusan yang akan diambil
jika keputusan mana tidak disetujui oleh pemegang saham minoritas. Umpamanya partner asing hanya memiliki 49 5 dari saham perusahaan dan ia kemudian
mengadakan perjanjian dengan pemegang saham lainnya, agar 2 saja dari saham yang terakhir ini akan memberikan suara yang sama dengan suara yang
akan diberikan oleh partner asing. Jika Anggaran Dasar perusahaan menentukan bahwa keputuan dapat diambil dengan mayoritas sederhana, maka dengan adanya
voting agreement tersebut, adalah cukup bagi partner asing untuk menentukan
keputusan-keputusan yang akan diambil.
100
Keempat, partner asing mempunyai kemungkinan pula untuk mengadakn mnajemen kontrak dengan partner lokal, yang memberikan keputusan kepadanya
untuk menjalankan perusahaan joint venture tersebut. Partner lokal di negara- negara yang sedang berkembang cenderung untuk menyerahkan bagian yang
penting ini kepada partner asing mereka karena mereka tidak mempunyai manajer-manajer yang berpengalaman. Bagi pihak asing sendiri, kemungkinana
lain bagi adanya perjanajian khusus yang menyangkut jabatan-jabatan tertentu
99
Ibid,hal 80.
100
Ibid, hal 81
Universitas Sumatera Utara
dapat merupakan kompensasi atas tindakan kontrol melalui pemungutan suara dalam rapat pemegang saham. Umpamanya, suatu perjanjian joint venture
menyebutkan bahwa jika pemilikan saham-saham berubah dari 75-25 untuk partner asing menjadi 49-51 setelah 10 tahun, partner asing akan tetap memegang
posisi-posisi penting dalam Dewan Direktur. Partner asing biasanya memegang jabatan-jabatan Presdiden Direktur, Direktur Pemasaran, direktur Operasi dan
direktur Keuangan, sementara partner lokal memegang jabatan Wakil Presiden Direktur, Direktur Personel, dan Direktur Umum. Setelah 10 tahun, partner lokal
akan memegang posisi Presiden Direktur,Direktur Operasi, Direktur Personel dan Direktur Umum, sementara pihak asing akan tetap memegang posisi Direktur
Keuangan, Direktur Pemasaran dan Wakil Presiden Direktur. Bagi perusahaan- perusahaan Jepang umpamanya, impor bahan-bahan dasar dan menjual hasil
produksi dari barang-barang dasar tersebut dalam pasar ekspor merupakan bagian yang penting dari kegiatan-kegiatan perusahaan multi nasional mereka.
Perusahaan-perusahaan multi nasional Jepang dapat membuat laba dari penjualan bahan-bahan dasar tersebut dan membeli hasil-hasilnya dari perusahaan-
perusahaan joint venture mereka. Dari sudut ini memegang posisi penentu seperti Direktur Pemasaran dan Direktur Keuangan adalah lebih penting daripada sekedar
menjadi pemegang saham mayoritas. Sebaliknya di Jepang semdiri, partner asing tidak diizinkan untuk menguasai jabatan-jabatan dalam Dewan Direktur dalam
perbandingan melebihi penyertaan modal mereka dalam joint venture. Dengan
Universitas Sumatera Utara
perkataan lain, partner asing tidak dapat mengontrol Dewan Direktur jika ia hanya memiliki 50 dari saham-saham dalam perusahaan tersebut.
101
101
Ibid, hal 82.
Akhirnya, menjual saham ke pasar modal go public adalah strategi lain bagi partner asing yang mengingkan tetap memegang kontrol atas perusahaan.
Saham-saham yang dijual di pasar modal akan dimiliki oleh banyak pemegang saham, dengan demikian partner asing, dari sudut ini, tetap sebagai pemegang
saham yang besar. Di samping itu, walaupun para pemegang saham berhak untuk menjalankan pengawasan terhadap jalannya perusahaan, dalam prakteknya
mereka tidak ikut serta dalam manajemen dan penentuan kebijaksanaan perusahaan.
Kembali kepada pengalihan saham asing kepada partner lokal, di samping adanya ketentuan setempat yang mengharuskan hal tersebut, kesediaan partner
asing bergantung juga kepada penilaian seberapa jauh bidang usaha yang bersangkutan masih akan memberikan keuntungan di masa depan. Hal ini kembali
berhubungan dengan factor apa yang menentukan perusahaan melakukan investasi sebelumnya. Motivasi investasi tersebut dapat dilihat dari tujuan perusahaan.
Secara umum para investor dapat dibagi atas tiga group berdasarkan tujuan perusahaan, yaitu ; mengumpulkan sumber-sumber kekayaan alam dan
menjualnya dalam pasar dunia, mencari tersedianya pasar produksi yang murah bagi barang-barang yang dihasilkan, dan mencari kemungkinan untuk menemukan
pasar yang baru.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan-perusahaan yang masuk kategori pertama adalah mereka yang bergerak di bidang perminyakan, perkayuan, pertambangan logam dan perikanan.
Lapangan ekspor dari bahan-bahan mentah tertentu oleh pemerintah setempat yang mengingkan agar bahan-bahan mnetah tersebut diolah di dalam negeri, dpat
merupakan faktor pendorong bagi perusahaan-perusahaan kategori ini untuk mengundurkan investasi mereka. Mereka amat jarang tertarik untuk mendirikan
industri sendiri, apalagi kalau kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dari usaha tersebut belum jelas. Ketika Pemerintah Indonesia melakukan larangan
ekspor kayu dalam bentuk log dan mengharuskan perusahaan yang bergerak di bidang ini untuk menjadi pabrik plywood, beberapa investor asing kemudian
mnegundurkan diri dan mengalihkan saham-sahamnya ke partner lokal. Perusahaan-perusahaan yang masuk dala kategori kedua yaitu mereka
yang mengutamakan biaya produksi murah, adalah mereka yang bergerak di bidang perakitan alat-alat listrik, seperti radio, televise, dan computer. Suatu
gelombang tuntutan dari buruh-buruh setempat bagi kenaikan upah, dapat merupakan factor utama perusahaan-perusahaan kategori ini untuk melakukan
divestasi. Perusahaan-perusahaan kategori ketiga, yang mengutamakan pasar
setempat bagi produksi mereka adalah investor di bidang pertekstilan, obat- obatan, kendaraan bermotor, makanan dan minuman. Suatu permintaan dari
partner lokal atau pemerintah setempat agar perusahaan-perusahaan kategori ini mengusahakan ekspor dari produksinya, akan merupakan hal yang tidak
menggembirakan. Karena semula tujuan investasi mereka adalh merebut pasar
Universitas Sumatera Utara
lokal. Lagi pula, pasar luar negeri telah dikuasai oleh produksi dari perusahaan- perusahaan joint venture mereka di negara lain. Di sampint itu ongkos angkut dan
mutu produksi belum tentu dapat mengatasi persaingan dari barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Suatu kelesuan di pasar lokal atau terjadinya
persaingan yang tajam dapat merupakan factor yang mempengaruhi partner asing untuk mengalihkan sahamnya kepada partner lokal. Akhirnya perhitungan untung
rugi tetap akan mendasari keputusan untuk melakukan divestasi.
2 Pelunakan Persyaratan Divestasi
PP No. 17 Tahun 1992 menetapkan batas waktu divestasi saham asing sampai peserta Indonesia memiliki sekurang-kurangnya 51 saham dalam waktu
paling lama 20 tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi komersial, untuk usaha patungan dengan modal minimum USD 1.000.000,00 sedangkan untuk
usaha PMA yang memnuhi persyaratan modal sebesar 20 dari total saham wajib dilakukan dalam jangka waktu tidak melebihi 10 tahun terhitung sejak
tanggal produksi komersial.
102
Kemudian PP No.20 Tahun 1994 merubah ketentuan divestasi dengan menetapkan bahwa untuk menetapkan bahwa usaha patungan penjualan lebih
lanjut saham asing dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak atau melalui pasar modal dalam negeri.
103
102
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal, 2005, Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, hal 393
103
Pasal 6 ayat 2 PP No. 20 Tahun 1994
Kesepakatan para pihak dimaksud dalam hal ini menyangkut masalah waktu dan besarnya perimbangan saham, seperti ditegaskan
dalam Penjelasan Pasal 6 PP No. 20 Tahun 1994. Jangka waktu yang pasti dalam divestasi saham asing hanya diperkenalkan oleh PP No. 20 Tahun 1994 bagi PMA
Universitas Sumatera Utara
100 yakni dalam waktu paling lama 15 tahun sejak produksi komersial. Berapa jumlah saham yang wajib dialihkan diserahkan kepada kesepakatan para pihak
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 11 ayat 1 dan 2 dari Surat Keputusan Menteri Negara Penggerak Dana InvestasiKetua BKPM No.15SK1994 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Sebagai berikut:
“1 Perusahaan penanaman modal asing yang seluruh 100 modal sahamnya dimiliki oleh warga negara asing danatau badan hukum asing,
wajib menjual sebahagian sahamnya kepada warga negara Indonesia danatau badan hukum Indonesia dalam jangka waktu paling lama lima
belas tahun sejak berproduksi komersial sebagaimana tercantum dalam Ijin Usaha Tetapnya.
2 Modal saham yang disetor dan ditempatkan yang dijual kepada Pihak Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan berdasarkan
kesepakatan para pihak”.
B. Ketentuan Divestasi Saham dalam Kontrak Karya 1 Prinsip