Salim Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2008.
Siregar, Mahmul, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal, Medan : USU Sekolah Pasca Sarjana, 2006.
Soejipto, Roziq. B, Sejarah Munculnya Pemikiran Pengusahaan Pertambangan yang Berorientasi Kerakyatan,
Yogyakarta : UII Press, 1997.
Subekti, Hukum Perjanjian, cetakan XX, Jakarta : PT Intermasa, 2004
Sutiarnito, Tantangan dan Peluang Investasi Asing di Indonesia, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008.
Rakhmawati, Rosyidah, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Global
, Malang : Bayumedia, 2004.
Wilamarta, Misahardi Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance,
Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Universitas Sumatera Utara
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
Peraturan Pemerintah, Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1994 tentang Kepemilikan saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka
Penanaman Modal Asing.
Peraturan Pemerintah, Republik Indonesia No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka bagi
Penanaman Modal.
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 KMEM2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang
Pertambangan Umum.
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K201M.PE1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan,
Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara
Keputusan Sidang Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional tertanggal 22 Januari 1974
Surat Edaran Badan Koordinasi Penanaman Modal No. B-1195ABKPMX1974 tertanggal 11 Oktober 1974
Surat Edaran Badan Koordinasi Penanaman Modal No.B-109ABKPMII1975 tertanggal 21 Februari 975
Universitas Sumatera Utara
C. Internet
www.google.com yang diakses pada tanggal 23, 28 Agustus, 2, 3, 15 September
2010
www.hukum.ub.ac.id , yang diakses pada tanggal 15 September 2010
www.idilvictor.blogspot.com , yang diakses pada tanggal 15 September 2010
www.bisnis.vivanews.com , yang diakses tanggal 5 September
D. Sumber Lainnya
Soetaryo Sigit, Potensi Sumber Daya Mineral dan Kebangkitan Pertambangan Indonesia
, Pidato Ilmiah Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa di ITB, Bandung 9 Maret 1996.
PT. Aneka Tambang, Prospektus Perusahaan Persero Persero, Jakarta : Aneka Tambang, 1997.
Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi, Kilas Balik 50 Tahun Pertambangan Umum dan Wawasan 25 Tahun
Mendatang , Jakarta, 1995..
Universitas Sumatera Utara
BAB III PEMILIKAN SAHAM ASING PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN
UMUM
D. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Kerjasama Kontrak Karya 1. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya
Kontrak karya merupakan kontrak yang dikenal di dalam pertambangan umum. Istilah kontrak karya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris ,yaitu kata
work of contract. Dalam pasal 10 Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan Umum,istilah yang lazim digunakan adalah perjanjian karya. Dalam hukum Australia,istilah yang digunakan adalah indenture,
franchise agreement,state agreement or government agreement.
61
Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K201M.PE1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian
Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara telah ditentukan pengertian kontrak karya.
Kontrak karya KK adalah suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan
nasional dalam rangka PMA untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
61
Salim, Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2005, hal 127.
Universitas Sumatera Utara
serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum.
62
“kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya contract of work terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum
Dalam definisi ini kontrak karya dikonstruksikan sebagai sebuah perjanjian. Subjek perjanjian itu adalah Pemerintah Indonesia dengan perusahaan
swasta asing atau joint venture antara perusahaan asing dan perusahaan nasional. Objeknya adalah pengusahaan mineral. Pedoman yang digunkan dalam
implementasi komtrak karya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum. Definisi lain dari kontrak karya, dapat dibaca dalam Pasal 1 angka 1
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan
Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam ketentuan itu, disebutkan pengertian kontrak karya.
Kontrak karya atau KK adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pengusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal
asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batu bara.
Ismail Suny mengartikan kontrak karya sebagai berikut:
62
Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K201M.PE1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak
Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara
Universitas Sumatera Utara
Indonesia dan badan hukum inimengadakan kerja sama dengan satu badan hukum yang mempergunakan modal nasional”.
63
“suatu kerja sama di mana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang
menggunakan modal nasional”. Definisi ini ada kesamaan dengan definisi yang dikemukakan oleh Sri Woelan
Aziz. Ia mengartikan kontrak karya adalah:
64
“suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan kontrakror asing semata-mata danatau merupakan patungan antara badan
hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai dengan jangka waktu yang
disepakati oleh kedua belah pihak”. Kedua pandangan di atas melihat bahwa badan hukum asing yang
bergerak dalam bidang kontrak karya harus melakukan kerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional. Namun, di dalam peraturan
perundang-undangan tidak mengharuskan kerja sama dengan badan hukum Indonesia dalam pelaksanaan kontrak karya. Pertanyaannya sekarang bagaimana
dengan kontrak karya yang seluruh modalnya dari pihak asing, seperti halnya PT Freeport Indonesia. Sumber pembiayaan perusahaan ini 100 dari pihak asing,
dan perusahaan ini tidak bekerja sama dengan modal domestik. Dengan demikian, definisi kontrak karya di atas perlu dilengkapi dan
disempurnakan sehingga yang dimaksud dengan kontrak karya adalah:
65
63
www.google.com , diakses tanggal 2 September 2010.
64
Salim, Op Cit, hal 128.
65
Ibid, hal 129.
Universitas Sumatera Utara
Definisi ini merupakan definisi yang lengkap karena di dalam kontrak karya tidak hanya mengatur hubungan hukum antara para pihak, namun juga
mengatur tentang objek kontrak karya. Dengan demikian, dapat dikemukakan unsure-unsur yang melekat dalam kontrak karya, yaitu:
1. adanya kontraktual, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, 2. adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesiapemerintah daerah
provinsikabupatenkota dengan kontraktor asing semata-mata danatau golongan antara pihak asing dengan pihak Indonesia,
3. adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi, 4. dalam bidang pertambangan umum, dan
5. adanya jangka waktu di dalam kontrak.
66
Dengan adanya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan
Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing, maka pemerintah daerah, tidak lagi menjadi salah satu pihak dalam
kontrak karya, sedangkan para pihaknya adalah Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum
Indonesia. Sementara itu, kedudukan gubernur dan bupatiwalikota sebagai salah satu pihak dalam kontrak karya.
Jangka waktu berlakunya kontrak karya tergantunng kepada jenis kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Jangka waktu berlakunya kegiatan
eksplolitasi adalah tiga puluh tahun. Jangka waktu itu juga dapat diperpanjang.
66
Ibid, hal 130.
Universitas Sumatera Utara
2. Sejarah Perkembangan Kontrak Karya
Sistem kontrak dalam dunia pertambangan Indonesia telah dikenal sejak maa penjajahan Hindia Belanda, khususnya ketika mineral dan logam mulai
menjadi komoditas yang menggiurkan. Melalui Indische Mijnwet 1899, Hindia Belanda mendeklarasikan penguasaan mereka atas mineral dan logam di perut
bumi Nusantara. Sejak saat itu, perbaikan kebijakan dilakukan, antara lain tahun 1910 dan 1918, juga dilengkapi dengan Mijnordonnantie Ordonansi
Pertambangan pada tahun 1906. Perbaikan pada 1910 menambahkan pula Pasal 5a Indische Mijnwet, yang menjadi dasar bagi perjanjian yang sering disebut “5a
contract”.
67
a. Pemerintah Hindia Belanda mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan eksploitasi.
Inti ketentuan Pasal 5a Indische Mijnwet IMW adalah sebagai berikut:
b. Penyelidikan dan eksploitasi itu dapat dilakukan sendiri dan mengadakan kontrak dengan perusahaan minyak dalam bentuk kontrak 5A atau lazim
disebut dengan sistem konsesi. Sistem konsesi merupakan sistem di mana di dalam pengelolaan
pertambangan umum kepada perusahaan pertambangan tidak hanya diberikan kuasa pertambangan, tetapi diberikan hak menguasai hak atas tanah. Jadi, hak
yang dimiliki oleh perusahaan pertambangan adalah kuasa pertambangan dan hak atas tanah. Bentuknya 5AE untuk eksplorasi atau kontrak 5 AEE untuk eksplorasi
dan eksploitasi.
67
Ibid, hal 131.
Universitas Sumatera Utara
Pada awal kemerdekaan Indonesia hingga akhir kekuasaan Orde Lama, sistem kontrak pertambangan tidak berkembang. Bahkan pemerintah Soekarno
mengeluarkan kebijakan nasionalisasi modal asing sehingga membatalkan semua kontrak pertambangan yang pernah ada. Pada masa pemerintahan soeharto,
kontrak karya di bidang pertambangan umum mengalami perkembangan yang cukup
signifikan. Investasi di bidang pertambangan dimulai sejak
diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan. Empat bulan setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing yang diundangkan bulan Januari 1967, pemerintah pada bulan April menandatangani kontrak pertambangan pertama dengan Freeport
McMoran dari Amerika. Kontrak tersebut dikenal dengan sebutan kontrak karya generasi I. Akibatnya warna Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan sangat kental dipengaruhi oleh kepentingan investor asing. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing menyatakan dengan eksplisit bahwa: “penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan atas suatu
kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan disebut dengan eksplisit bahwa:
Universitas Sumatera Utara
“menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk pekerjaan yang belum mampu dikerjakan sendiri. Pemerintah mengawasi pekerjaan tersebut
sedangkan perjanjiannya harus disetujui dahulu oleh pemerintah dengan berkonsultasi dengan DPR”.
Model awal kontrak karya bukanlah konsep yang dirancang Pemerintah Indonesia, melainkan hasil rancangan PT Freeport Indonesia. Awalnya Mneteri
Pertambangan Indonesia menawarkan kepad Freeport konsep “bagi hasil” berdasarkan petunjuk pelaksanaan kontrak perminyakan asing yang disiapkan
pasa waktu Pemerintahan Soekarno. Freeport menyatakan kontrak seperti itu hanya menarik untuk perminyakan yang dapat menghasilkan dengan cepat, tetapi
tidak untuk pertambangan tembaga yang memerlukan investasi besar dan waktu lama untuk sampai pada tahap produksi. Ahli hukum, Freeport Bob Duke,
menyiapkan sebuah dokumen yang didasarkan pada model “kontrak karya” yang pernah digunakan Indonesia sebelum diberlakukan “kontrak bagi hasil”.
68
Sejak Tahun 1967, kontrak karya yang dikenal pengusaha asing sebagai contract of work
mengalami perubahan. Setiap perubahan dijadikan dasar sebutan bagi generasi kontrak. Oleh karena itu, kita mengenal kontrak karya generasi I
Secara singkat kontrak karya mengambil jalan tengah antara model konsesi pada zaman kolonial Belanda di mana kontraktor asing mendpat hak
penuh terhadap mineral dan tanah, dengan model kontrak bagi hasil di mana negara tuan rumah langsung mendapatkan hak atas perlatan dan prasarana dan
dalam waktu singkat seluruh operasi menjadi milik negara.
68
Salim, Op Cit, hal 133.
Universitas Sumatera Utara
hingga generasi VII. Padahal tidak ada perbedaan mendasar antara generasi I dengan lainnya kecuali kewajiban keuangan yang harus dipenuhi pada
pemerintah. Tujuh bulan setelah diundangkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan tepatnya bulan Juli 1968, pemerintah menandatangani KK generasi dengan INCO. Kontrak karya
generasi II ini didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 1968 tentang Penetapan Kelonggaran-kelonggaran Perpajakan untuk Penanaman Modal Asing
di Bidang Pertambangan Umum. Oleh karena itu, INCO dan 27 perusahaan kontraktor lainnya mendapatkan kemudahan perpajakan pada awal kegiatan
penambangan mereka. Dengan demikian, dapat dikatakann bahwa ditandatanganinya kontrak karya dengan PT Freeport Indonesia sampai dengan
saat ini.
3. Landasan Hukum Kontrak Karya
Kegiatan usaha pertambangan merupakan kegiatan yang syarat dengan investasi. Tanpa adanya investasi yang besar, usaha pertambangan umum tidak
mungkin akan dapat dilakukan secara besar-besaran. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kontrak karya dapat dilihat dan
dibaca pada berbagai pertauran perundang-undangan berikut ini:
69
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing Jo Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
69
Ibid,hal 134.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan – ketentuan yang berkaitan dengan kontrak karya dapat kita baca dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing, yang berbunyi sebagai berikut; 1 Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu
kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2 Sistem kerja sama atas dasar kontrak karya atau dalam bentuk lain dapat dilaksanakan dalam bidang-bidang usaha lain yang akan ditentukan oleh
pemerintah. Apabila kita perhatikan ketentuan ini, kerja sama dalam bidang
pertambangan dapat dilakukan dalam bentuk kontrak karya ,dan lainnya. 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri Jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri. 3. Pasal 10 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pertambangan, yang berbunyi sebagai berikut: 1 Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah atau Perusahaan Negara yang
bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan. 2 Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang
dimaksud dalam ayat 1 pasal ini Instansi Pemerintah atau Perusahaan
Universitas Sumatera Utara
Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh menteri.
3 Perjanjian karya tersebut dalam ayat 2 pasal ini mulai berlaku sesudah disahkan oleh pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan
Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan a sepanjang mengenai bahan-bahan galian yang ditentukan dalam Pasal 13 undang-undang ini
dan atau yang perjanjian kerjanya berbentuk penanaman modal asing. Ada tiga hal yang diatur dalam Pasal 10 Undang- Undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, yaitu: a. pemerintahmenteri dapat menunjuk kontraktor untuk melaksanakan
pekerjaan yang berkaitan dengan eksplorasi maupun eksploitasi. b. Perjanjiannya dituangkan dalam bentuk kontrak karya; dan
c. Momentum perjanjiannya setelah disahkan oleh pemerintah.
70
Penjabaran lebih lanjut dari undang-undang itu dituangkan dalam berbagai Peraturan Pemrintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri,
dan peraturan lainnya. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, serta
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman pemrosesan Pewrmohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing.
70
Pasal 10 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
Universitas Sumatera Utara
4. Prosedur dan Syarat-syarat Permohonan Kontrak Karya
Setiap perusahaan pertambangan yang ingin memperoleh kontrak karya, harus mengajukan permohonan kontrak karya dalam rangka penanaman modal
asing PMAPMDN kepada pejabat yang berwenang. Pejabat berwenang menandatangani kontrak karya adalah bupatiwalikota, gubernur dan Menteri
Energi Sumber daya Mineral. Penandatanganan kontrak karya oleh pejabat ini disesuaikan dengan kewenangannya. Apabila wilayah kontrak yang dimohon
berada dalam wilayah kabupaten, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah bupatiwalikota, jika di dua kotakabupaten yang berbeda
maka yang menandatangani adalah gubernur. Sementara itu, apabila wilayah pertambangan yang dimohon berada di dua wilayah provinsi yang berbeda, yang
berwenang menandatanganinya adalah Menteri Energi Sumber Daya Mineral dengan pemohon.
71
a. Permohonan diajukan kepda bupatiwalikota Prosedur permohonan kontrak karya pada wilayah kewenangan
buaptiwalikota, disajikan sebagai berikut:
Di dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 K29MEM2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas
Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum, telah ditentukan contoh format permohonan kontrak karya yang diajukan kepada bupatiwalikota.
b. bupatiwalikota memberikan persetujuan prinsip
71
Ibid, hal 142.
Universitas Sumatera Utara
c. Bupatiwalikota melakukan konsultasi kepda DPRD kabupatenkota standar kontrak disusun oleh pemerintah
d. Permohonan rekomendasi ke dinas Penanaman Modal e. Dinas Penanaman modal memberikan rekomendasi.
f. Bupatiwalikota bersama pemohon menandatangani kontrak. Kontrak yang ditandatangani tersebut ditembuskan kepada provinsi dan
departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Prosedur permohonan kontrak karya pada wilayah gubernur disajikan sebagai berikut:
a. Permohonan diajukan ke gubernur Format permohonan untuk mengajukan permohonan kontrak karya kepada
gubernur adalah sama dengan format permohonan yang diajukan kepada bupatiwalikota.
b. Gubernur memberikan persetujuan c. Gubernur melakukan konsultasi kepada DPRD provinsi standar kontrak
disusun oleh pemerintah d. Permohonan rekomendasi ke BMKMD
e. DPRD provinsi memebeikan rekomendasi f. BKPMD memberikan rekomendasi
g. Gubernur bersama pemohon menandatangani kontrak h. Kontrak ditembuskan kepada kabupatenkota dan Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral. Walaupun bupatiwalikota dan gubernur diberikan kewenangan untuk
menandatangani kontrak karya, namun substansi kontrak karya disiapkan oleh
Universitas Sumatera Utara
pemerintah. Ini menunjukan bahwa pemerintah pusat belum sepenuhnya menyerahkan kewenangan itu kepad apemerintah daerah. Di samping itu,
pemerintah daerah belum mempunyai pengalaman yang cukup dalam penyusunan substansi kontrak karya. Apabila substansi kontrak karya diserahkan kepada
pemerintah daerah untuk menyusunnya, maka memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besra. Sementara investor menginginkan supaya kontrak karya dapat
ditandatangani dalam waktu yang relatif cepat. Karena ditandatanganinya kontrak itu, investor dapat melaksanakan kegiatan eksplorasi terhadap sumber daya alam
tambang.
5. Pejabat Yang Berwenang Menandatangani Kontrak Karya
Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah Mneteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Akan tetapi kini, dengan berlakunya peraturan pemerintah ini, pejabat berwenang menandatanagani kontrak karya adalah bupatiwalikota, gubernur dan Menteri
energi dan Sumber Daya Mineral. Pejabat dalam menandatangani kontrak karya sesuasi dengan kewenangannya.
Apabila wilayah kontrak karya yang dimohon berada dalam wilayah kabupatenkota, pejabat yang menandatangani kontrak karya itu adalah
bupatiwalikota, tetapi apabila wilayah pertambangan yang dimohon berada dalam dua kabupaten, sedangkan kedua kabupaten itu tidak menandatangani kerja sama,
pejabat ynag berwenang unutk menandatangani kontrak karya itu adalah
Universitas Sumatera Utara
gubernur. Sementara itu, wilayah pertambangan yang dimohon berada pada dua daerah provinsi, pejabat yang berwenang menandatanganinya adalah Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral dengan pemohon. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengushaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman
Modal Asing, bahwa gubernur dan bupatiwalikota tidak lagi menjadi slaah satu pihak dalam kontrak karya, sedangkan yang berwenang untuk menandatangani
kontrak karya adalah Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia atau kontraktor,
terutama badan hukum yang modalnya berasal dari modal asing. Sementara itu, kedudukan gubernur dan bupatiwalikota hanyalah sebagai saksi. Untuk
pemrosesan kontrak karya, tetap memperhatikan tentang lokasi atau wilayah kontrak karya yang dimohon.
Pejabat yang berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon adalah:
1. Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral; 2. Gubernur;dan
3. BupatiWalikota Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Day Mineral berwenang untuk
pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon, apabila kontrak karya terletak dalam:
Universitas Sumatera Utara
1. beberapa wilayah provinsi dan tidak dilakukan kerja sama anatar provinsi; danatau
2. di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut. Gubernur berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari
pemohon, apabila kontrak karya terletak dalam: 1. beberapa wilayah kabupatenkota dan tidak dilakukan kerja sama
antarkabupatenkota maupun kabupaten dan kota dengan provinsi; danatau 2. di wilayah laut-laut yang terletak antara 4 samapai dengan 12 mil laut.
BupatiWalikota berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon, apabila kontrak karya terletak dalam:
1. wilayah kabupatenkota; danatau 2. di wilayah laut-laut sampai dengan 12 mil laut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Nomor 2004 tentang
Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing
bahwa pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah Pemerintah Republik Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
dengan badan hukum Indonesia atau kontraktor. Sementara itu, kedudukan gubernur dan bupatiwalikota hanyalah sebagai saksi.
Universitas Sumatera Utara
6. Bentuk dan Substansi Kontrak Karya
Bentuk kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan penanam modal asing atau patungan antara perusahaan asing dengan
perusahaan domestik untuk melakukan kegiatan di bidang pertambangan umum adalah berbentuk tertulis. Substansi kontrak karya tersebut disiapkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia c.q Departemen Pertambangan dan Energi dengan calon penanam modal. Namun, pada saat kontrak karya generasi I yang dibuat
pada tahun 1967 antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia, substansi kontrak karya telah dibuat dan disiapkan oleh PT Freeport Indonesia, di
mana pada saat itu, yang menyiapkan adalah Bob Duke. Konsep kontrak karya yang disiapkan oleh Bob Duke didasarkan pada perjanjian karya yang pernah
digunakan di Indonesia sebelum diberlakukan kontrak Production Sharing di bidang minyak dan gas bumi. Ini disebabkan Pemerintah Indonesia belum
mempunyai pengalaman dalam penyusunan kontrak karya sehingga kedudukan PT Freeport Indonesia lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan
Pemerintah Indonesia. Orientasi yang utama pada saat itu adalah mendatangkan investor asing sebanyak-banyaknya ke Indonesia. Ini disebabkan Pemerintah
Indonesia membutuhkan modal dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional.
72
Penentuan substansi kontrak ditentukan oleh pemerintah pusat semata- mata, sedangkan pemerintah daerah tidak diikutsertakan dalam perumusan
substansi kontrak karya. Ini disebabkan pada saat kontrak karya dibuat pada tahun
72
Salim, Hukum Pertambangan Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2005, hal 150.
Universitas Sumatera Utara
1986 sistem ketatanegaraan kita bersifat sentralistis, artinya segala sesuatu hal ditentukan oleh pusat. Namun, sejak tahun 1999 yaitu dengan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka telah menjadi desentralistis.artinya, berbagai urusan pemerintah diserahkan kepada
daerah, kecuali yang tidak diserahkan kepada daerah adalah masalah luar negeri, hankam, pengadilan dan agama.
73
Pada era otonomi daerah ini, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah menterigubernur dan bupatiwalikota dengan pemohon.
Pemerintah kabupatenkota berwenang untuk menandatangani kontrak karya dengan perusahaan pertambangan apabila lokasi usaha pertambangan itu berada di
dalam kabupaten kota yang bersangkutan. Sementara itu, pemerintah provinsi berwenang menandatangani kontrak karya dengan perusahaan pertambangan
apabila lokasi usaha pertambangan itu berada pada dua kabupatenkota, sedangkan kedua kabupatenkota tidak melakukan kerja sama antar keduanya..
sedangkan pemerintah pusat hanya berwenang untuk menandatangai kontrak karya dengan perusahaan pertambangan, apabila lokasi usaha pertambangan itu
berada pada dua provinsi dan kedua provinsi tidak mengadakn kerja sama antara keduanya.
74
Walaupun pemerintah kabupatenkota dan pemerintah provinsi diberikan kewenangan untuk menandatangani kontrak karya dengan pemohon, namun
substansi kontrak karya itu telah disipakan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Mneteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Tujuan pembakuan kontrak karya ini
73
www.google.com , Suara RakyatEdisi 01Tahun IIOktober 2003 diakses tanggal 2
September 2010.
74
Salim, Op Cit, hal 154.
Universitas Sumatera Utara
adalah untuk mempermudah pemerintah kabupatenkota maupun pemerintah provinsi dalam menandatangani kontrak karya. Penyiapan kontrak karya itu
disipakan oleh pemerintah kabupatenkota maupun pemerintah provinsi, maka memerlukan waktu yang lama atau panjang. Namun,dengan adanya substansi
kontrak karya, pemerintah kabupatenkota maupun pemerintah provinsi tidak dapat lagi menambah pasal-pasal yang penting tentang itu, seperti misalnya
tentang pemilikan saham pemerintah daerah.
7. Momentum Terjadinya Kontrak Karya
Setiap orang atau badan hukum asing dan atau campuran antara badan hukum asing dengan badan hukum Indonesia yang ingin menanamkan modalnya
di bidnag pertambangan umum harus memenuhi prosedur dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Pemerintah Indonesia, sebagaimana yang telah dipaparkan
di atas. Penanaman modal asing di bidang pertambangan umum dilaksanakan
dalam bentuk kontrak karya. Kontrak karya tersebut ditandatangani oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan para pihak. Sejak bergulirnya otonomi
daerah, kewenangan pemerintah pusat dalam menandatangani kontrak karya ini telah berkurang karena saat ini kewenangan untuk menandatangani kontrak karya
diserahkan kepada pemerintah daerah, baik itu pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupatenkota. Kewenangan pemerintah daerah dalam
menandatangani kontrak karya dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2001.
75
75
Pasal 17 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 K29MEM2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang
Pertambangan Umum
.
Universitas Sumatera Utara
Sejak ditandatangani oleh para pihak, maka sejak saat itulah kontrak karya terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa momentum terjadinya kontrak
karya adalah pada saat telah ditandatanganinya kontrak karya tersebut oleh kedua belah pihak. Dan sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak.
E. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas
Antara kepentingan pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas dalam suatu perseroan terbatas seringkali bertentangan satu sama lain.
Untuk itu, agar terpenuhinya unsur keadilan, diperlukan suatu keseimbangan sehingga pihak pemegang saham mayoritas tetap dapat menikmati haknya selaku
mayoritas, termasuk mengatur perseroan. Di lain pihak pihak pemegang saham minoritaspun perlu diperhatikan kepentingannya dan tidak bisa begitu saja
diabaikan haknya. Untuk menjaga kepentingan di kedua belah pihak, dalam ilmu hukum
perseroan dikenal prinsip “Majority Rule Minority Protection”
76
Berdasarkan prinsip Majority Rule Minority Protection ini, maka setiap tindakan perseroan tidaklah boleh disengaja atau membawa akibat terhadap
kerugian pihak pemegang saham minoritas. Banyak tindakan curang yang dapat dilakukan dalam perseroan oleh direksi yang dikontrol oleh pihak pemegang
. Menurut prinsip ini, yang memerintah the ruler di dalam perseroan tetap pihak mayoritas, tetapi
kekuasaan pihak mayoritas tersebut haruslah dijalankan dengan selalu melindungi to protect pihak minoritas.
76
Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, 2005, Bandung : CV Utomo, hal 89.
Universitas Sumatera Utara
saham mayoritas, baik disengaja atau tidak, yang dapat merugikan pihak pemegang saham minoritas. Beberapa contoh dari tindakan curang tersebut adalah
sebagai berikut:
77
a. Tindakan yang mempunyai konflik kepentingan dengan direksi dan atau dengan pemegang saham mayoritas, seperti akuisisi internal, self dealing,
corporate opportunity, dan lain-lain.
b. Menerbitkan saham lebih banyak sehingga pihak minnoritas terdilusi saham yang dipegangnya.
c. Mengalihkan aset perusahaan ke perusahaan lain, sehingga nilai perusahaan yang mengalihkan tersebut menjadi kecil.
d. Tawaran dengan berbagai cara untuk membeli saham-saham dari pemegang saham minoritas.
e. Menjalankan perusahaan lain dengan ,mengambil pihak pelanggan dengan perusahaan asal.
f. Membuat pengeluaran perusahaan menjadi sangat besar, seperti membayar gaji yang tinggi, sehingga perusahaan berkurang keuntungannya.
Konsekuensinya, dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham minoritas menjadi berkurang.
g. Tidak membagi dividen pada saatnya dengan berbagai alasan. h. Memecat direktur danatau komisaris yang pro kepada pemegang saham
minoritas i. Menerbitkan saham khusus yang dapat merugikan pemegang saham minoritas.
77
Ibid
Universitas Sumatera Utara
j. Menghilangkan pengakuan Pre-emptive rights dalam anggaran dasar. Bagi pihak pemegang saham mayoritas seringkali pihak pemegang saham
minoritas merupakan duri dalam daging. Terutama ketika perusahaan sudah mulai berkembang, dalam hubungan dengan pihak pemegang saham minoritas, pihak
pemegang saham mayoritas mempunyai berbagai kepentingan, antara lain sebagai berikut:
78
a. Pihak mayoritas berniat untuk menanam lebih banyak lagi uang dalam perusahaan tersebut, tetapi pemegang saham mayoritas segan untuk
mempertaruhkan uangnya jika ada pihak lain di dalam perusahaan tersebut. b. Pihak pemegang saham mayoritas melalui direksi yang dianagkatnya bekerja
cukup keras untuk perusahaan, sedangkan pemegang saham minoritas umumnya diam saja, tetapi dia ikut menikmati kebesaran dari perusahaan atas
jerih payah pemegang saham mayoritas tersebut. Jadi dalam hal ini, pihak pemegang saham minoritas merupakan “penunggang bebas” free riding.
c. Pihak pemegang saham mayoritas cenderung membeli saham dari pihak minoritas pada saat harga saham masih rendah. Tidak masuk akal jika
pembelian saham tersebut dilakukan pada saat sahamnya menjadi mahal, di mana mahalnya saham tersebut juga akibat kerja keras dari pemegang saham
mayoritas lewat direksi yang dinominasinya. d. Pihak pemegang saham mayoritas cenderung tidak terlalu terbuka kepada
pihak minoritas berkenaan dengan keadaan financial perusahaannya, agar pihak minoritas tidak memprotes penggunaan pemasukan perusahaan yang
78
Ibid, hal 90.
Universitas Sumatera Utara
dianggap kurang layak, seperti membayar gaji dan bonus yang terlalu besar. Lagi pula, jika keadaan keuangan perusahaan berkembang baik , maka
membukanya kepada pihak minoritas akan membuat pihak minoritas cenderung menjual sahamnya kepada pihak mayoritas dengan harga yang
mahal jika nantinya pihak mayoritas memang ingin membeli saham-saham tersebut.
Sedangkan manakala dilihat dari kepentingan pihak pemegang saham minoritas, maka ada berbagai kepentingan yang oleh hukum mesti dijaga, antara
lain kepentingan-kepentingan sebagai berikut :
79
a. Pihak pemegang saham minoritas sama sekali tidak berdaya dalam suatu perusahaan karena selalu kalah suara dalam rapat umum pemegang saham
selaku pemegang kekuasaan tertinggi. b. Pihak pemegang saham minoritas tidak mempunyai kewenangan untuk
mengurus perusahaan karena tidak mempunyai cukup suara untuk menunjuk direktur atau komisarisnya sendiri, atau kalaupun ada kesempatan untuk
menunjuk direktur atau komisaris, biasanya direktur atau komisaris tersebut juga tidak berdaya karena kalah suara dalam rapat-rapat direksi atau
komisaris. c. Pihak pemegang saham minoritas tidak memiliki kewenangan untuk
melakukan hal-hal yang penting baginya, seperti kewenangan untuk mengangkat pegawai perusahaan, menandatangani cek, mereview kontrak
perusahaan, dan melakukan tindakan-tindakan penting lainnya.
79
Ibid, hal 91.
Universitas Sumatera Utara
d. Jika perusahaan berbisnis secara kuarang baik, pihak pemegang saham minoritas umumnya tidak dapat berbuat banyak, kecuali membiarkan
perusahaan tersebut terus-menerus merugi sambil mempertaruhkan sahamnya di sana.
e. Terutama dalam suatu perusahaan tertutup, saham pihak minoritas umumnya tidak marketable, sehingga sangat sulit dijual ke pihak luar. Hal tersebut
biasnya dimaklumi benar oleh pihak pemegang saham mayoritas, yang kalaupun siap membeli saham pihak minoritas, tentu akan membelinya dengan
harga yang rendah. Dengan demikian, penting diakomodasi oleh hukum terhadap eksistensi
prinsip Majority Rule Minority Protection dalam suatu perseroan terbatas berbarengan dengan berlakunya prinsip one share one vote dan prinsip majority
rule , sehingga penerapan one share one vote dan majority rule tidak menimbulkan
ketimpangan yang dapat merugikan kepentingan pemegang saham minoritas, sebagimana terlihat dalam kutipan berikut ini:
Prinsip one share one vote dan majority rule sebenarnya didasarkan pada suatu pemikiran bahwa Pemegang Saham Mayoritas sebagai penyandang dana
utama, selalu dihadapkan pada dua sisi yang kontradiktif. Di satu sisi berharap mendapatkan dividen yang besar, tetapi di sisi yang lain kuatir akan menanggung
resiko kerugian yang besar juga sesuai dengan saham yang dimilikinya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila timbul kecenderungan bahwa pemegang
saham mayoritas ingin memonopoli kekuasaan dalam PT. Persoalan ini akan terus menjadi masalah yang tidak kunjung berakhir, jika permasalahannya tidak
Universitas Sumatera Utara
diselesaikan secara tuntas, karena mekanisme kerja PT yang ada sekarang telah menerima prinsip one share one vote tersebut.
80
Berlandaskan kepada prinsip majority rule minority protection ini, maka hukum mengenal beberapa hak dari pemegang saham minoritas, yang jika dilihat
dari cara pelaksanaanya, ada berbagai model dari hak pihak pemegang saham minoritas, yaitu sebagai berikut:
Tidak seperti untuk direksi dan komisaris, Undang-undang perseroan terbatas tidak mengenal kewajiban fiduciary bagi pemegang saham mayoritas.
Karena itu, sah-sah saja jika pihak pemegang saham mayoritas mengambil langkah-langkah yang menguntungkan dirinya, sejauh tidak merugikan
kepentimgan stakeholders lain, termasuk kepentingan pihak pemegang saham minoritas.
81
a. Hak Positif Hak positif adalah jika pihak pemegang saham minoritas diberikan
kesempatan untuk mengambil inisiatif-inisiatif tertentu sehingga pelaksanaan bisnis perusahaan tidak merugikan kepentingannya. Tanpa inisiatif yang diambil
oleh pemegang saham minoritas tersebut, mungkin saja perusahaan terebut ujung- ujungnya akan merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. Misalnya
kepada pemegang saham minoritas diberikan kesempatan untuk memanggil dan menetukan mata agenda rapat umum pemegang saham untuk membicarakan hal-
hal khusus.
80
Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance,
2002, Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal 94.
81
Munir Fuady, Op Cit, hal 93.
Universitas Sumatera Utara
b. Hak Negatif Yang dimaksud dengan hak negative adalah bahwa pihak pemegang saham
minoritas diberikan hak untuk memblokirmenghambatmemveto terhadap tindakan-tindakan tertentu yang diambil oleh perusahaan yang merugikan
kepentingan pemegang saham minoritas. Misalnya, terhadap perusahaan terbuka, di tangan pemegang saham minoritas pemegang saham independent ada hak
untuk bila perlu melarang perusahaan untuk melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan dengan direksikomisarispemegang saham mayoritas.
c. Hak Normalisasi Hak normalisasi adalah bahwa pihak pemegang saham minoritas diberikan
hak untuk memaksa perusahaan untuk menuruti ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan atau dalam anggaran dasar perusahaan.
d. Hak Kompensasi Hak kompensasi adalah bahwa jika terjadi tindakan yang merugikan
pemegang saham minnoritas maka kepada pemegang saham minoritas tersebut tidak diberikan hak untuk menghambat atau memblokir tindakan perusahaan
meskipun dengan tindakan perseroan tersebut, kepentingan pemegang saham minoritas tersebut akan dirugikan. Jika memamng pihak pemegang saham
minoritas menderita kerugian karenanya, maka kepadanya oleh hukum diberikan hak yang bersifat remedial yakni hak untuk mendapatkan kompensasi atau ganti
rugi atas kerugiannya itu. Misalnya diberikan hak appraisal hak untuk menjual saham kepada pihak pemegang saham minoritas.
Universitas Sumatera Utara
Pemamaparan di atas merupakan konsep dasar dari perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas juga dijelaskan mengenai perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas melalui beberapa pasal. Dari hasil penelitian
yang dilakukan Repowijoyo disimpulkan bahwa perlindungan hukum yang diberikan pada pemegang saham minoritas dalam dua bentuk perlindungan hukum
yaitu, preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan untuk mencegah adanya sengketa. Perlindungan ini telah termaktub di dalam
UUPT 2007 dan UU Pasar Modal 1995. UUPT 2007 mengatur hak-hak pemegang saham minoritas yang berupa hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama, hak
suara dalam rapat umum pemegang saham Pasal 52 UUPT, dan hak appraisal Pasal 102 jo 123 UUPT, akan tetapi dalam ketentuan-ketentuan tersebut belum
cukup melindungi kepentingan pemegang saham minoritas karena adanya kekuasaan yang dimiliki oleh pemegang saham mayoritas untuk memonopoli
jalannya perusahaan. Selain itu, ketentuan UUPM 1995 juga mengatur prinsip transparansi atau keterbukaan yang wajar dan efisien, penyampaian informasi
secara tepat dan mudah. Dalam ketentuan tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan perbuatan curang dalam penjualan saham dan merugikan investor,
karena UUPM 1995 dianggap masih sumir atau tidak cukup terperinci. Sedangkan perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang
terjadi di masyarakat, agar tercapai penyelesaian yang adil. Hal ini diatur dalam Pasal 61UUPT dan Pasal 97 ayat 6 UUPT 2007 bahwa gugatan bagi pihak yang
dirugikan harus mewakili sekurang-kurangnya 10 saham perseroan yang telah
Universitas Sumatera Utara
dikeluarkan. UUPM 1995 pun mengatur perlindungan hukum represif di dalam pasal 111 yaitu hak untuk melakukan gugatan bagi pihak yang dirugikan dengan
tidak dibatasi besarnya jumlah penggugat.
82
Selain pasal-pasal di atas, mengenai perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas juga bisa dilihat dalam Pasal 62 UUPT dalam hal pembelian
saham dan Pasal 84 ayat 1 bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai hak satu suara, yang berlaku bagi saham yang dimiliki oleh pemegang saham
minoritas.
83
F. Pembatasan Pemilikan Saham Asing pada Perusahaan Pertambangan