Peraturan Perundang-Undangan Internet Perlindungan Pemegang Saham Minoritas

Salim Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2008. Siregar, Mahmul, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal, Medan : USU Sekolah Pasca Sarjana, 2006. Soejipto, Roziq. B, Sejarah Munculnya Pemikiran Pengusahaan Pertambangan yang Berorientasi Kerakyatan, Yogyakarta : UII Press, 1997. Subekti, Hukum Perjanjian, cetakan XX, Jakarta : PT Intermasa, 2004 Sutiarnito, Tantangan dan Peluang Investasi Asing di Indonesia, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008. Rakhmawati, Rosyidah, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Global , Malang : Bayumedia, 2004. Wilamarta, Misahardi Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia, Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Universitas Sumatera Utara Republik Indonesia, Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing Peraturan Pemerintah, Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1994 tentang Kepemilikan saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Peraturan Pemerintah, Republik Indonesia No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka bagi Penanaman Modal. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 KMEM2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K201M.PE1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara Keputusan Sidang Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional tertanggal 22 Januari 1974 Surat Edaran Badan Koordinasi Penanaman Modal No. B-1195ABKPMX1974 tertanggal 11 Oktober 1974 Surat Edaran Badan Koordinasi Penanaman Modal No.B-109ABKPMII1975 tertanggal 21 Februari 975 Universitas Sumatera Utara

C. Internet

www.google.com yang diakses pada tanggal 23, 28 Agustus, 2, 3, 15 September 2010 www.hukum.ub.ac.id , yang diakses pada tanggal 15 September 2010 www.idilvictor.blogspot.com , yang diakses pada tanggal 15 September 2010 www.bisnis.vivanews.com , yang diakses tanggal 5 September

D. Sumber Lainnya

Soetaryo Sigit, Potensi Sumber Daya Mineral dan Kebangkitan Pertambangan Indonesia , Pidato Ilmiah Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa di ITB, Bandung 9 Maret 1996. PT. Aneka Tambang, Prospektus Perusahaan Persero Persero, Jakarta : Aneka Tambang, 1997. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi, Kilas Balik 50 Tahun Pertambangan Umum dan Wawasan 25 Tahun Mendatang , Jakarta, 1995.. Universitas Sumatera Utara

BAB III PEMILIKAN SAHAM ASING PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN

UMUM D. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Kerjasama Kontrak Karya 1. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya Kontrak karya merupakan kontrak yang dikenal di dalam pertambangan umum. Istilah kontrak karya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris ,yaitu kata work of contract. Dalam pasal 10 Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pertambangan Umum,istilah yang lazim digunakan adalah perjanjian karya. Dalam hukum Australia,istilah yang digunakan adalah indenture, franchise agreement,state agreement or government agreement. 61 Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K201M.PE1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara telah ditentukan pengertian kontrak karya. Kontrak karya KK adalah suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional dalam rangka PMA untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing 61 Salim, Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2005, hal 127. Universitas Sumatera Utara serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum. 62 “kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya contract of work terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Dalam definisi ini kontrak karya dikonstruksikan sebagai sebuah perjanjian. Subjek perjanjian itu adalah Pemerintah Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau joint venture antara perusahaan asing dan perusahaan nasional. Objeknya adalah pengusahaan mineral. Pedoman yang digunkan dalam implementasi komtrak karya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum. Definisi lain dari kontrak karya, dapat dibaca dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam ketentuan itu, disebutkan pengertian kontrak karya. Kontrak karya atau KK adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pengusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batu bara. Ismail Suny mengartikan kontrak karya sebagai berikut: 62 Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K201M.PE1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara Universitas Sumatera Utara Indonesia dan badan hukum inimengadakan kerja sama dengan satu badan hukum yang mempergunakan modal nasional”. 63 “suatu kerja sama di mana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional”. Definisi ini ada kesamaan dengan definisi yang dikemukakan oleh Sri Woelan Aziz. Ia mengartikan kontrak karya adalah: 64 “suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan kontrakror asing semata-mata danatau merupakan patungan antara badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai dengan jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak”. Kedua pandangan di atas melihat bahwa badan hukum asing yang bergerak dalam bidang kontrak karya harus melakukan kerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional. Namun, di dalam peraturan perundang-undangan tidak mengharuskan kerja sama dengan badan hukum Indonesia dalam pelaksanaan kontrak karya. Pertanyaannya sekarang bagaimana dengan kontrak karya yang seluruh modalnya dari pihak asing, seperti halnya PT Freeport Indonesia. Sumber pembiayaan perusahaan ini 100 dari pihak asing, dan perusahaan ini tidak bekerja sama dengan modal domestik. Dengan demikian, definisi kontrak karya di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan sehingga yang dimaksud dengan kontrak karya adalah: 65 63 www.google.com , diakses tanggal 2 September 2010. 64 Salim, Op Cit, hal 128. 65 Ibid, hal 129. Universitas Sumatera Utara Definisi ini merupakan definisi yang lengkap karena di dalam kontrak karya tidak hanya mengatur hubungan hukum antara para pihak, namun juga mengatur tentang objek kontrak karya. Dengan demikian, dapat dikemukakan unsure-unsur yang melekat dalam kontrak karya, yaitu: 1. adanya kontraktual, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, 2. adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesiapemerintah daerah provinsikabupatenkota dengan kontraktor asing semata-mata danatau golongan antara pihak asing dengan pihak Indonesia, 3. adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi, 4. dalam bidang pertambangan umum, dan 5. adanya jangka waktu di dalam kontrak. 66 Dengan adanya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing, maka pemerintah daerah, tidak lagi menjadi salah satu pihak dalam kontrak karya, sedangkan para pihaknya adalah Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia. Sementara itu, kedudukan gubernur dan bupatiwalikota sebagai salah satu pihak dalam kontrak karya. Jangka waktu berlakunya kontrak karya tergantunng kepada jenis kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Jangka waktu berlakunya kegiatan eksplolitasi adalah tiga puluh tahun. Jangka waktu itu juga dapat diperpanjang. 66 Ibid, hal 130. Universitas Sumatera Utara

2. Sejarah Perkembangan Kontrak Karya

Sistem kontrak dalam dunia pertambangan Indonesia telah dikenal sejak maa penjajahan Hindia Belanda, khususnya ketika mineral dan logam mulai menjadi komoditas yang menggiurkan. Melalui Indische Mijnwet 1899, Hindia Belanda mendeklarasikan penguasaan mereka atas mineral dan logam di perut bumi Nusantara. Sejak saat itu, perbaikan kebijakan dilakukan, antara lain tahun 1910 dan 1918, juga dilengkapi dengan Mijnordonnantie Ordonansi Pertambangan pada tahun 1906. Perbaikan pada 1910 menambahkan pula Pasal 5a Indische Mijnwet, yang menjadi dasar bagi perjanjian yang sering disebut “5a contract”. 67 a. Pemerintah Hindia Belanda mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan eksploitasi. Inti ketentuan Pasal 5a Indische Mijnwet IMW adalah sebagai berikut: b. Penyelidikan dan eksploitasi itu dapat dilakukan sendiri dan mengadakan kontrak dengan perusahaan minyak dalam bentuk kontrak 5A atau lazim disebut dengan sistem konsesi. Sistem konsesi merupakan sistem di mana di dalam pengelolaan pertambangan umum kepada perusahaan pertambangan tidak hanya diberikan kuasa pertambangan, tetapi diberikan hak menguasai hak atas tanah. Jadi, hak yang dimiliki oleh perusahaan pertambangan adalah kuasa pertambangan dan hak atas tanah. Bentuknya 5AE untuk eksplorasi atau kontrak 5 AEE untuk eksplorasi dan eksploitasi. 67 Ibid, hal 131. Universitas Sumatera Utara Pada awal kemerdekaan Indonesia hingga akhir kekuasaan Orde Lama, sistem kontrak pertambangan tidak berkembang. Bahkan pemerintah Soekarno mengeluarkan kebijakan nasionalisasi modal asing sehingga membatalkan semua kontrak pertambangan yang pernah ada. Pada masa pemerintahan soeharto, kontrak karya di bidang pertambangan umum mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Investasi di bidang pertambangan dimulai sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pertambangan. Empat bulan setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang diundangkan bulan Januari 1967, pemerintah pada bulan April menandatangani kontrak pertambangan pertama dengan Freeport McMoran dari Amerika. Kontrak tersebut dikenal dengan sebutan kontrak karya generasi I. Akibatnya warna Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan sangat kental dipengaruhi oleh kepentingan investor asing. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing menyatakan dengan eksplisit bahwa: “penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan atas suatu kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan disebut dengan eksplisit bahwa: Universitas Sumatera Utara “menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk pekerjaan yang belum mampu dikerjakan sendiri. Pemerintah mengawasi pekerjaan tersebut sedangkan perjanjiannya harus disetujui dahulu oleh pemerintah dengan berkonsultasi dengan DPR”. Model awal kontrak karya bukanlah konsep yang dirancang Pemerintah Indonesia, melainkan hasil rancangan PT Freeport Indonesia. Awalnya Mneteri Pertambangan Indonesia menawarkan kepad Freeport konsep “bagi hasil” berdasarkan petunjuk pelaksanaan kontrak perminyakan asing yang disiapkan pasa waktu Pemerintahan Soekarno. Freeport menyatakan kontrak seperti itu hanya menarik untuk perminyakan yang dapat menghasilkan dengan cepat, tetapi tidak untuk pertambangan tembaga yang memerlukan investasi besar dan waktu lama untuk sampai pada tahap produksi. Ahli hukum, Freeport Bob Duke, menyiapkan sebuah dokumen yang didasarkan pada model “kontrak karya” yang pernah digunakan Indonesia sebelum diberlakukan “kontrak bagi hasil”. 68 Sejak Tahun 1967, kontrak karya yang dikenal pengusaha asing sebagai contract of work mengalami perubahan. Setiap perubahan dijadikan dasar sebutan bagi generasi kontrak. Oleh karena itu, kita mengenal kontrak karya generasi I Secara singkat kontrak karya mengambil jalan tengah antara model konsesi pada zaman kolonial Belanda di mana kontraktor asing mendpat hak penuh terhadap mineral dan tanah, dengan model kontrak bagi hasil di mana negara tuan rumah langsung mendapatkan hak atas perlatan dan prasarana dan dalam waktu singkat seluruh operasi menjadi milik negara. 68 Salim, Op Cit, hal 133. Universitas Sumatera Utara hingga generasi VII. Padahal tidak ada perbedaan mendasar antara generasi I dengan lainnya kecuali kewajiban keuangan yang harus dipenuhi pada pemerintah. Tujuh bulan setelah diundangkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan tepatnya bulan Juli 1968, pemerintah menandatangani KK generasi dengan INCO. Kontrak karya generasi II ini didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 1968 tentang Penetapan Kelonggaran-kelonggaran Perpajakan untuk Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Umum. Oleh karena itu, INCO dan 27 perusahaan kontraktor lainnya mendapatkan kemudahan perpajakan pada awal kegiatan penambangan mereka. Dengan demikian, dapat dikatakann bahwa ditandatanganinya kontrak karya dengan PT Freeport Indonesia sampai dengan saat ini.

3. Landasan Hukum Kontrak Karya

Kegiatan usaha pertambangan merupakan kegiatan yang syarat dengan investasi. Tanpa adanya investasi yang besar, usaha pertambangan umum tidak mungkin akan dapat dilakukan secara besar-besaran. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kontrak karya dapat dilihat dan dibaca pada berbagai pertauran perundang-undangan berikut ini: 69 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing Jo Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. 69 Ibid,hal 134. Universitas Sumatera Utara Ketentuan – ketentuan yang berkaitan dengan kontrak karya dapat kita baca dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang berbunyi sebagai berikut; 1 Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2 Sistem kerja sama atas dasar kontrak karya atau dalam bentuk lain dapat dilaksanakan dalam bidang-bidang usaha lain yang akan ditentukan oleh pemerintah. Apabila kita perhatikan ketentuan ini, kerja sama dalam bidang pertambangan dapat dilakukan dalam bentuk kontrak karya ,dan lainnya. 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri Jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. 3. Pasal 10 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pertambangan, yang berbunyi sebagai berikut: 1 Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan. 2 Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini Instansi Pemerintah atau Perusahaan Universitas Sumatera Utara Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh menteri. 3 Perjanjian karya tersebut dalam ayat 2 pasal ini mulai berlaku sesudah disahkan oleh pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan a sepanjang mengenai bahan-bahan galian yang ditentukan dalam Pasal 13 undang-undang ini dan atau yang perjanjian kerjanya berbentuk penanaman modal asing. Ada tiga hal yang diatur dalam Pasal 10 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, yaitu: a. pemerintahmenteri dapat menunjuk kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan eksplorasi maupun eksploitasi. b. Perjanjiannya dituangkan dalam bentuk kontrak karya; dan c. Momentum perjanjiannya setelah disahkan oleh pemerintah. 70 Penjabaran lebih lanjut dari undang-undang itu dituangkan dalam berbagai Peraturan Pemrintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, dan peraturan lainnya. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, serta Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman pemrosesan Pewrmohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. 70 Pasal 10 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Universitas Sumatera Utara

4. Prosedur dan Syarat-syarat Permohonan Kontrak Karya

Setiap perusahaan pertambangan yang ingin memperoleh kontrak karya, harus mengajukan permohonan kontrak karya dalam rangka penanaman modal asing PMAPMDN kepada pejabat yang berwenang. Pejabat berwenang menandatangani kontrak karya adalah bupatiwalikota, gubernur dan Menteri Energi Sumber daya Mineral. Penandatanganan kontrak karya oleh pejabat ini disesuaikan dengan kewenangannya. Apabila wilayah kontrak yang dimohon berada dalam wilayah kabupaten, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah bupatiwalikota, jika di dua kotakabupaten yang berbeda maka yang menandatangani adalah gubernur. Sementara itu, apabila wilayah pertambangan yang dimohon berada di dua wilayah provinsi yang berbeda, yang berwenang menandatanganinya adalah Menteri Energi Sumber Daya Mineral dengan pemohon. 71 a. Permohonan diajukan kepda bupatiwalikota Prosedur permohonan kontrak karya pada wilayah kewenangan buaptiwalikota, disajikan sebagai berikut: Di dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 K29MEM2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum, telah ditentukan contoh format permohonan kontrak karya yang diajukan kepada bupatiwalikota. b. bupatiwalikota memberikan persetujuan prinsip 71 Ibid, hal 142. Universitas Sumatera Utara c. Bupatiwalikota melakukan konsultasi kepda DPRD kabupatenkota standar kontrak disusun oleh pemerintah d. Permohonan rekomendasi ke dinas Penanaman Modal e. Dinas Penanaman modal memberikan rekomendasi. f. Bupatiwalikota bersama pemohon menandatangani kontrak. Kontrak yang ditandatangani tersebut ditembuskan kepada provinsi dan departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Prosedur permohonan kontrak karya pada wilayah gubernur disajikan sebagai berikut: a. Permohonan diajukan ke gubernur Format permohonan untuk mengajukan permohonan kontrak karya kepada gubernur adalah sama dengan format permohonan yang diajukan kepada bupatiwalikota. b. Gubernur memberikan persetujuan c. Gubernur melakukan konsultasi kepada DPRD provinsi standar kontrak disusun oleh pemerintah d. Permohonan rekomendasi ke BMKMD e. DPRD provinsi memebeikan rekomendasi f. BKPMD memberikan rekomendasi g. Gubernur bersama pemohon menandatangani kontrak h. Kontrak ditembuskan kepada kabupatenkota dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Walaupun bupatiwalikota dan gubernur diberikan kewenangan untuk menandatangani kontrak karya, namun substansi kontrak karya disiapkan oleh Universitas Sumatera Utara pemerintah. Ini menunjukan bahwa pemerintah pusat belum sepenuhnya menyerahkan kewenangan itu kepad apemerintah daerah. Di samping itu, pemerintah daerah belum mempunyai pengalaman yang cukup dalam penyusunan substansi kontrak karya. Apabila substansi kontrak karya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk menyusunnya, maka memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besra. Sementara investor menginginkan supaya kontrak karya dapat ditandatangani dalam waktu yang relatif cepat. Karena ditandatanganinya kontrak itu, investor dapat melaksanakan kegiatan eksplorasi terhadap sumber daya alam tambang.

5. Pejabat Yang Berwenang Menandatangani Kontrak Karya

Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah Mneteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Akan tetapi kini, dengan berlakunya peraturan pemerintah ini, pejabat berwenang menandatanagani kontrak karya adalah bupatiwalikota, gubernur dan Menteri energi dan Sumber Daya Mineral. Pejabat dalam menandatangani kontrak karya sesuasi dengan kewenangannya. Apabila wilayah kontrak karya yang dimohon berada dalam wilayah kabupatenkota, pejabat yang menandatangani kontrak karya itu adalah bupatiwalikota, tetapi apabila wilayah pertambangan yang dimohon berada dalam dua kabupaten, sedangkan kedua kabupaten itu tidak menandatangani kerja sama, pejabat ynag berwenang unutk menandatangani kontrak karya itu adalah Universitas Sumatera Utara gubernur. Sementara itu, wilayah pertambangan yang dimohon berada pada dua daerah provinsi, pejabat yang berwenang menandatanganinya adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan pemohon. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengushaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing, bahwa gubernur dan bupatiwalikota tidak lagi menjadi slaah satu pihak dalam kontrak karya, sedangkan yang berwenang untuk menandatangani kontrak karya adalah Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia atau kontraktor, terutama badan hukum yang modalnya berasal dari modal asing. Sementara itu, kedudukan gubernur dan bupatiwalikota hanyalah sebagai saksi. Untuk pemrosesan kontrak karya, tetap memperhatikan tentang lokasi atau wilayah kontrak karya yang dimohon. Pejabat yang berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon adalah: 1. Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral; 2. Gubernur;dan 3. BupatiWalikota Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Day Mineral berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon, apabila kontrak karya terletak dalam: Universitas Sumatera Utara 1. beberapa wilayah provinsi dan tidak dilakukan kerja sama anatar provinsi; danatau 2. di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut. Gubernur berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon, apabila kontrak karya terletak dalam: 1. beberapa wilayah kabupatenkota dan tidak dilakukan kerja sama antarkabupatenkota maupun kabupaten dan kota dengan provinsi; danatau 2. di wilayah laut-laut yang terletak antara 4 samapai dengan 12 mil laut. BupatiWalikota berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon, apabila kontrak karya terletak dalam: 1. wilayah kabupatenkota; danatau 2. di wilayah laut-laut sampai dengan 12 mil laut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing bahwa pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah Pemerintah Republik Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia atau kontraktor. Sementara itu, kedudukan gubernur dan bupatiwalikota hanyalah sebagai saksi. Universitas Sumatera Utara

6. Bentuk dan Substansi Kontrak Karya

Bentuk kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan penanam modal asing atau patungan antara perusahaan asing dengan perusahaan domestik untuk melakukan kegiatan di bidang pertambangan umum adalah berbentuk tertulis. Substansi kontrak karya tersebut disiapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia c.q Departemen Pertambangan dan Energi dengan calon penanam modal. Namun, pada saat kontrak karya generasi I yang dibuat pada tahun 1967 antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia, substansi kontrak karya telah dibuat dan disiapkan oleh PT Freeport Indonesia, di mana pada saat itu, yang menyiapkan adalah Bob Duke. Konsep kontrak karya yang disiapkan oleh Bob Duke didasarkan pada perjanjian karya yang pernah digunakan di Indonesia sebelum diberlakukan kontrak Production Sharing di bidang minyak dan gas bumi. Ini disebabkan Pemerintah Indonesia belum mempunyai pengalaman dalam penyusunan kontrak karya sehingga kedudukan PT Freeport Indonesia lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan Pemerintah Indonesia. Orientasi yang utama pada saat itu adalah mendatangkan investor asing sebanyak-banyaknya ke Indonesia. Ini disebabkan Pemerintah Indonesia membutuhkan modal dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. 72 Penentuan substansi kontrak ditentukan oleh pemerintah pusat semata- mata, sedangkan pemerintah daerah tidak diikutsertakan dalam perumusan substansi kontrak karya. Ini disebabkan pada saat kontrak karya dibuat pada tahun 72 Salim, Hukum Pertambangan Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2005, hal 150. Universitas Sumatera Utara 1986 sistem ketatanegaraan kita bersifat sentralistis, artinya segala sesuatu hal ditentukan oleh pusat. Namun, sejak tahun 1999 yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka telah menjadi desentralistis.artinya, berbagai urusan pemerintah diserahkan kepada daerah, kecuali yang tidak diserahkan kepada daerah adalah masalah luar negeri, hankam, pengadilan dan agama. 73 Pada era otonomi daerah ini, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah menterigubernur dan bupatiwalikota dengan pemohon. Pemerintah kabupatenkota berwenang untuk menandatangani kontrak karya dengan perusahaan pertambangan apabila lokasi usaha pertambangan itu berada di dalam kabupaten kota yang bersangkutan. Sementara itu, pemerintah provinsi berwenang menandatangani kontrak karya dengan perusahaan pertambangan apabila lokasi usaha pertambangan itu berada pada dua kabupatenkota, sedangkan kedua kabupatenkota tidak melakukan kerja sama antar keduanya.. sedangkan pemerintah pusat hanya berwenang untuk menandatangai kontrak karya dengan perusahaan pertambangan, apabila lokasi usaha pertambangan itu berada pada dua provinsi dan kedua provinsi tidak mengadakn kerja sama antara keduanya. 74 Walaupun pemerintah kabupatenkota dan pemerintah provinsi diberikan kewenangan untuk menandatangani kontrak karya dengan pemohon, namun substansi kontrak karya itu telah disipakan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Mneteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Tujuan pembakuan kontrak karya ini 73 www.google.com , Suara RakyatEdisi 01Tahun IIOktober 2003 diakses tanggal 2 September 2010. 74 Salim, Op Cit, hal 154. Universitas Sumatera Utara adalah untuk mempermudah pemerintah kabupatenkota maupun pemerintah provinsi dalam menandatangani kontrak karya. Penyiapan kontrak karya itu disipakan oleh pemerintah kabupatenkota maupun pemerintah provinsi, maka memerlukan waktu yang lama atau panjang. Namun,dengan adanya substansi kontrak karya, pemerintah kabupatenkota maupun pemerintah provinsi tidak dapat lagi menambah pasal-pasal yang penting tentang itu, seperti misalnya tentang pemilikan saham pemerintah daerah.

7. Momentum Terjadinya Kontrak Karya

Setiap orang atau badan hukum asing dan atau campuran antara badan hukum asing dengan badan hukum Indonesia yang ingin menanamkan modalnya di bidnag pertambangan umum harus memenuhi prosedur dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Pemerintah Indonesia, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Penanaman modal asing di bidang pertambangan umum dilaksanakan dalam bentuk kontrak karya. Kontrak karya tersebut ditandatangani oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan para pihak. Sejak bergulirnya otonomi daerah, kewenangan pemerintah pusat dalam menandatangani kontrak karya ini telah berkurang karena saat ini kewenangan untuk menandatangani kontrak karya diserahkan kepada pemerintah daerah, baik itu pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupatenkota. Kewenangan pemerintah daerah dalam menandatangani kontrak karya dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2001. 75 75 Pasal 17 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 K29MEM2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pertambangan Umum . Universitas Sumatera Utara Sejak ditandatangani oleh para pihak, maka sejak saat itulah kontrak karya terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa momentum terjadinya kontrak karya adalah pada saat telah ditandatanganinya kontrak karya tersebut oleh kedua belah pihak. Dan sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak.

E. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas

Antara kepentingan pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas dalam suatu perseroan terbatas seringkali bertentangan satu sama lain. Untuk itu, agar terpenuhinya unsur keadilan, diperlukan suatu keseimbangan sehingga pihak pemegang saham mayoritas tetap dapat menikmati haknya selaku mayoritas, termasuk mengatur perseroan. Di lain pihak pihak pemegang saham minoritaspun perlu diperhatikan kepentingannya dan tidak bisa begitu saja diabaikan haknya. Untuk menjaga kepentingan di kedua belah pihak, dalam ilmu hukum perseroan dikenal prinsip “Majority Rule Minority Protection” 76 Berdasarkan prinsip Majority Rule Minority Protection ini, maka setiap tindakan perseroan tidaklah boleh disengaja atau membawa akibat terhadap kerugian pihak pemegang saham minoritas. Banyak tindakan curang yang dapat dilakukan dalam perseroan oleh direksi yang dikontrol oleh pihak pemegang . Menurut prinsip ini, yang memerintah the ruler di dalam perseroan tetap pihak mayoritas, tetapi kekuasaan pihak mayoritas tersebut haruslah dijalankan dengan selalu melindungi to protect pihak minoritas. 76 Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, 2005, Bandung : CV Utomo, hal 89. Universitas Sumatera Utara saham mayoritas, baik disengaja atau tidak, yang dapat merugikan pihak pemegang saham minoritas. Beberapa contoh dari tindakan curang tersebut adalah sebagai berikut: 77 a. Tindakan yang mempunyai konflik kepentingan dengan direksi dan atau dengan pemegang saham mayoritas, seperti akuisisi internal, self dealing, corporate opportunity, dan lain-lain. b. Menerbitkan saham lebih banyak sehingga pihak minnoritas terdilusi saham yang dipegangnya. c. Mengalihkan aset perusahaan ke perusahaan lain, sehingga nilai perusahaan yang mengalihkan tersebut menjadi kecil. d. Tawaran dengan berbagai cara untuk membeli saham-saham dari pemegang saham minoritas. e. Menjalankan perusahaan lain dengan ,mengambil pihak pelanggan dengan perusahaan asal. f. Membuat pengeluaran perusahaan menjadi sangat besar, seperti membayar gaji yang tinggi, sehingga perusahaan berkurang keuntungannya. Konsekuensinya, dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham minoritas menjadi berkurang. g. Tidak membagi dividen pada saatnya dengan berbagai alasan. h. Memecat direktur danatau komisaris yang pro kepada pemegang saham minoritas i. Menerbitkan saham khusus yang dapat merugikan pemegang saham minoritas. 77 Ibid Universitas Sumatera Utara j. Menghilangkan pengakuan Pre-emptive rights dalam anggaran dasar. Bagi pihak pemegang saham mayoritas seringkali pihak pemegang saham minoritas merupakan duri dalam daging. Terutama ketika perusahaan sudah mulai berkembang, dalam hubungan dengan pihak pemegang saham minoritas, pihak pemegang saham mayoritas mempunyai berbagai kepentingan, antara lain sebagai berikut: 78 a. Pihak mayoritas berniat untuk menanam lebih banyak lagi uang dalam perusahaan tersebut, tetapi pemegang saham mayoritas segan untuk mempertaruhkan uangnya jika ada pihak lain di dalam perusahaan tersebut. b. Pihak pemegang saham mayoritas melalui direksi yang dianagkatnya bekerja cukup keras untuk perusahaan, sedangkan pemegang saham minoritas umumnya diam saja, tetapi dia ikut menikmati kebesaran dari perusahaan atas jerih payah pemegang saham mayoritas tersebut. Jadi dalam hal ini, pihak pemegang saham minoritas merupakan “penunggang bebas” free riding. c. Pihak pemegang saham mayoritas cenderung membeli saham dari pihak minoritas pada saat harga saham masih rendah. Tidak masuk akal jika pembelian saham tersebut dilakukan pada saat sahamnya menjadi mahal, di mana mahalnya saham tersebut juga akibat kerja keras dari pemegang saham mayoritas lewat direksi yang dinominasinya. d. Pihak pemegang saham mayoritas cenderung tidak terlalu terbuka kepada pihak minoritas berkenaan dengan keadaan financial perusahaannya, agar pihak minoritas tidak memprotes penggunaan pemasukan perusahaan yang 78 Ibid, hal 90. Universitas Sumatera Utara dianggap kurang layak, seperti membayar gaji dan bonus yang terlalu besar. Lagi pula, jika keadaan keuangan perusahaan berkembang baik , maka membukanya kepada pihak minoritas akan membuat pihak minoritas cenderung menjual sahamnya kepada pihak mayoritas dengan harga yang mahal jika nantinya pihak mayoritas memang ingin membeli saham-saham tersebut. Sedangkan manakala dilihat dari kepentingan pihak pemegang saham minoritas, maka ada berbagai kepentingan yang oleh hukum mesti dijaga, antara lain kepentingan-kepentingan sebagai berikut : 79 a. Pihak pemegang saham minoritas sama sekali tidak berdaya dalam suatu perusahaan karena selalu kalah suara dalam rapat umum pemegang saham selaku pemegang kekuasaan tertinggi. b. Pihak pemegang saham minoritas tidak mempunyai kewenangan untuk mengurus perusahaan karena tidak mempunyai cukup suara untuk menunjuk direktur atau komisarisnya sendiri, atau kalaupun ada kesempatan untuk menunjuk direktur atau komisaris, biasanya direktur atau komisaris tersebut juga tidak berdaya karena kalah suara dalam rapat-rapat direksi atau komisaris. c. Pihak pemegang saham minoritas tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal-hal yang penting baginya, seperti kewenangan untuk mengangkat pegawai perusahaan, menandatangani cek, mereview kontrak perusahaan, dan melakukan tindakan-tindakan penting lainnya. 79 Ibid, hal 91. Universitas Sumatera Utara d. Jika perusahaan berbisnis secara kuarang baik, pihak pemegang saham minoritas umumnya tidak dapat berbuat banyak, kecuali membiarkan perusahaan tersebut terus-menerus merugi sambil mempertaruhkan sahamnya di sana. e. Terutama dalam suatu perusahaan tertutup, saham pihak minoritas umumnya tidak marketable, sehingga sangat sulit dijual ke pihak luar. Hal tersebut biasnya dimaklumi benar oleh pihak pemegang saham mayoritas, yang kalaupun siap membeli saham pihak minoritas, tentu akan membelinya dengan harga yang rendah. Dengan demikian, penting diakomodasi oleh hukum terhadap eksistensi prinsip Majority Rule Minority Protection dalam suatu perseroan terbatas berbarengan dengan berlakunya prinsip one share one vote dan prinsip majority rule , sehingga penerapan one share one vote dan majority rule tidak menimbulkan ketimpangan yang dapat merugikan kepentingan pemegang saham minoritas, sebagimana terlihat dalam kutipan berikut ini: Prinsip one share one vote dan majority rule sebenarnya didasarkan pada suatu pemikiran bahwa Pemegang Saham Mayoritas sebagai penyandang dana utama, selalu dihadapkan pada dua sisi yang kontradiktif. Di satu sisi berharap mendapatkan dividen yang besar, tetapi di sisi yang lain kuatir akan menanggung resiko kerugian yang besar juga sesuai dengan saham yang dimilikinya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila timbul kecenderungan bahwa pemegang saham mayoritas ingin memonopoli kekuasaan dalam PT. Persoalan ini akan terus menjadi masalah yang tidak kunjung berakhir, jika permasalahannya tidak Universitas Sumatera Utara diselesaikan secara tuntas, karena mekanisme kerja PT yang ada sekarang telah menerima prinsip one share one vote tersebut. 80 Berlandaskan kepada prinsip majority rule minority protection ini, maka hukum mengenal beberapa hak dari pemegang saham minoritas, yang jika dilihat dari cara pelaksanaanya, ada berbagai model dari hak pihak pemegang saham minoritas, yaitu sebagai berikut: Tidak seperti untuk direksi dan komisaris, Undang-undang perseroan terbatas tidak mengenal kewajiban fiduciary bagi pemegang saham mayoritas. Karena itu, sah-sah saja jika pihak pemegang saham mayoritas mengambil langkah-langkah yang menguntungkan dirinya, sejauh tidak merugikan kepentimgan stakeholders lain, termasuk kepentingan pihak pemegang saham minoritas. 81 a. Hak Positif Hak positif adalah jika pihak pemegang saham minoritas diberikan kesempatan untuk mengambil inisiatif-inisiatif tertentu sehingga pelaksanaan bisnis perusahaan tidak merugikan kepentingannya. Tanpa inisiatif yang diambil oleh pemegang saham minoritas tersebut, mungkin saja perusahaan terebut ujung- ujungnya akan merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. Misalnya kepada pemegang saham minoritas diberikan kesempatan untuk memanggil dan menetukan mata agenda rapat umum pemegang saham untuk membicarakan hal- hal khusus. 80 Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, 2002, Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal 94. 81 Munir Fuady, Op Cit, hal 93. Universitas Sumatera Utara b. Hak Negatif Yang dimaksud dengan hak negative adalah bahwa pihak pemegang saham minoritas diberikan hak untuk memblokirmenghambatmemveto terhadap tindakan-tindakan tertentu yang diambil oleh perusahaan yang merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. Misalnya, terhadap perusahaan terbuka, di tangan pemegang saham minoritas pemegang saham independent ada hak untuk bila perlu melarang perusahaan untuk melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan dengan direksikomisarispemegang saham mayoritas. c. Hak Normalisasi Hak normalisasi adalah bahwa pihak pemegang saham minoritas diberikan hak untuk memaksa perusahaan untuk menuruti ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan atau dalam anggaran dasar perusahaan. d. Hak Kompensasi Hak kompensasi adalah bahwa jika terjadi tindakan yang merugikan pemegang saham minnoritas maka kepada pemegang saham minoritas tersebut tidak diberikan hak untuk menghambat atau memblokir tindakan perusahaan meskipun dengan tindakan perseroan tersebut, kepentingan pemegang saham minoritas tersebut akan dirugikan. Jika memamng pihak pemegang saham minoritas menderita kerugian karenanya, maka kepadanya oleh hukum diberikan hak yang bersifat remedial yakni hak untuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi atas kerugiannya itu. Misalnya diberikan hak appraisal hak untuk menjual saham kepada pihak pemegang saham minoritas. Universitas Sumatera Utara Pemamaparan di atas merupakan konsep dasar dari perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga dijelaskan mengenai perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas melalui beberapa pasal. Dari hasil penelitian yang dilakukan Repowijoyo disimpulkan bahwa perlindungan hukum yang diberikan pada pemegang saham minoritas dalam dua bentuk perlindungan hukum yaitu, preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan untuk mencegah adanya sengketa. Perlindungan ini telah termaktub di dalam UUPT 2007 dan UU Pasar Modal 1995. UUPT 2007 mengatur hak-hak pemegang saham minoritas yang berupa hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama, hak suara dalam rapat umum pemegang saham Pasal 52 UUPT, dan hak appraisal Pasal 102 jo 123 UUPT, akan tetapi dalam ketentuan-ketentuan tersebut belum cukup melindungi kepentingan pemegang saham minoritas karena adanya kekuasaan yang dimiliki oleh pemegang saham mayoritas untuk memonopoli jalannya perusahaan. Selain itu, ketentuan UUPM 1995 juga mengatur prinsip transparansi atau keterbukaan yang wajar dan efisien, penyampaian informasi secara tepat dan mudah. Dalam ketentuan tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan perbuatan curang dalam penjualan saham dan merugikan investor, karena UUPM 1995 dianggap masih sumir atau tidak cukup terperinci. Sedangkan perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di masyarakat, agar tercapai penyelesaian yang adil. Hal ini diatur dalam Pasal 61UUPT dan Pasal 97 ayat 6 UUPT 2007 bahwa gugatan bagi pihak yang dirugikan harus mewakili sekurang-kurangnya 10 saham perseroan yang telah Universitas Sumatera Utara dikeluarkan. UUPM 1995 pun mengatur perlindungan hukum represif di dalam pasal 111 yaitu hak untuk melakukan gugatan bagi pihak yang dirugikan dengan tidak dibatasi besarnya jumlah penggugat. 82 Selain pasal-pasal di atas, mengenai perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas juga bisa dilihat dalam Pasal 62 UUPT dalam hal pembelian saham dan Pasal 84 ayat 1 bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai hak satu suara, yang berlaku bagi saham yang dimiliki oleh pemegang saham minoritas. 83

F. Pembatasan Pemilikan Saham Asing pada Perusahaan Pertambangan