Kesultanan Asahan Kota Medan 1945-1950 (Sebuah Rekonstruksi Sejarah Visual Fotogfafi)

Banyak korban peristiwa revolusi sosial 1946 di Binjai yang sebenarnya berjuang untuk mempertahankan Republik, tetapi mereka mengundurkan diri sewaktu pada Agresi Militer Pertama. Adapun yang menjadi korban dalam revolusi sosial di Binjai, yaitu : 1. Tengku Don, Komandan Pesindo Kanan Binjai. 2. Tengku Kamil, Wakil Komandan. 3.Tengku Taufik. 4. Tengku Dahrul, Jaksa periksa tangkapan tunjukan Volksfront. 5. Sekitar 40 orang lagi anggota pasukan dan rakyat yang ikut mengungsi ke Simalungun.

4. Kesultanan Asahan

Gerakan revolusi sosial di Asahan dipimpin oleh Harris Fadilah, Usman Manurung, Rakutta Sembiring dan lain-lain, telah melaksanakan pembunuhan masal baik laki-laki maupun perempuan dari kalangan bangsawan dan tokoh-tokoh Melayu sehingga mendekati korban sebanyak 400 orang. Ketua KNI Asahan, Abdullah Eteng sempat ditahan, bahkan wakil NRI di Asahan, T. Moesa ikut dibunuh. Daerah Asahan terutma di Kota Tanjung Balai merupakan daerah yang terkena revolusi sosial 1946 paling dahsyat. Keadaan Kota Tanjung Balai pada saat itu sangat mencekam. Sasaran kaum pemuda adalah T. Moesa. T. Moesa Universitas Sumatera Utara beserta isinya disergap pada tanggal 3 maret 1946. Dikediaman T. Moesa, setelah beliau diamankan, Volksfront dijadikan markas dan sebagai tempat pengumuman nama-nama kaum bangsawan yang akan dibunuh. Istana Sultan Asahan Raja Maimunah seorang guru Sekolah Rakyat menjahit bendera Belanda dilokasi lain dan setelah terjadinya pembunuhan para bangsawan, meletakkan bendera tersebut di rumah T. Moesa dan berteriak-teriak kepada masyarakat ramai bahwa dia menemukan bendera Belanda di rumah T. Moesa. Hal tersebut semakin membuat rakyat marah kepada kaum bangsawan dan menimbulkan opini bahwa kaum bangsawan pro Belanda. Esok harinya tanggal 04 maret 1946 semua Aristrokat Melayu yang pria di kota Tanjung Balai ditangkap dan dibunuh. Beberapa hari kemudian Universitas Sumatera Utara sudah ditemukan 140 mayat di kota tersebut beberapa penghulu dan pegawai didikan Belanda serta seluruh kelas “Tengku“. Anak laki-laki usia 16 tahun keatas dibunuh. Setelah didata baru ditemukan sekitar 71 orang dari 140 orang versi Anthony Reid, Australia yang terbunuh dipihak keluarga Sultan, belum termasuk dari rakyat biasa. Belakangan ini baru diketahui bahwa para korban dibunuh ke Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah Tanjung Balai oleh para sanak saudara pada tanggal 11 dan 12 mei 2002. Dalam revolusi sosial di Asahan, 3 orang putera tengku Mohammad Adil meninggal, diantaranya : Tengku Moesa, Tengku Bahari, Tengku Nazar. Sebelum peristiwa revolusi sosial ini terjadi, Kesultanan Deli telah memberitahu keluarga Asahan agar segera mengasingkan diri ke Kota Medan karena berita bahwa akan ada semacam gerakan revolusi. Tetapi pihak Asahan tidak menanggapi peringatan tersebut karena situasi di Kota Tanjung Balai biasa-biasa saja. dr. Mansoer dan T. M. Noer selamat dari revolusi sosial dikarenakan mereka tidak berada di Kota Tanjung Balai pada waktu revousi sosial tersebut. Seandainya mereka ada disana, mereka akan dijadikan target pembunuhan. Setelah mendengar ada gerakan revolusi sosial secara serentak di Sunatera Timur, dr. Mansoer melalui seorang kurir orang India Universitas Sumatera Utara memerintahkan kepada sanak saudara yang selamat agar segera mengungsi ke Kota Medan dan meninggalkan Kota Tanjung Balai pada tahun 1947.

5. Labuhan Batu