Pertempuran Medan Area 3 Pergolakan Pasca Kemerdekaan

sehingga permintaan maaf sekutu diterima dengan syarat pihak sekutu tidak lagi mengulangi peristiwa yang dapat memicu kemarahan rakyat Indonesia.

3.3.4 Pertempuran Medan Area

Inggris sebagai sekutu Belanda selalu siap membantu Belanda dalam mengembalikan kekuasaannya di Indonesia. Berbagai serangan dilakukan guna menghancurkan kesatuan Republik Indonesia. Pasukan Sekutu dan NICA berusaha mengacaukan suasana dan menguasai Kota Medan dengan menggerebek dan merampas objek-objek vital yang ada dalam Kota Medan. Mereka memperkuat kedudukannya dan menentukan sendiri secara sepihak batas-batas daripada daerah kekuasaannya. Sejak tanggal 1 Desember 1945, mulailah terpampang diberbagai sudut pinggiran kota pada batas daerah kekuasaannya. Spanduk dan selebaran yang berisi tulisan: “fix bounderis medan area“. Dari sinilah bermulanya popularitas istilah “Medan Area“ sejak zaman perjuangan hingga dewasa ini. Untuk wilayah Kota Medan, sekutu menetapkan sendiri daerahnya sebagai berikut: seluruh Kota Medan bagian barat dan Belawan bagian barat. Sebagai batasnya dengan daerah kekuasaan republik ditetapkanlah rel kereta api yang merentang panjang ditengah-tengah kota tersebut. Mengenai jalur jalan raya sepanjang 22 km dari Medan ke Belawan, ditetapkan dengan memerintahkan supaya semua pasukan Indonesia yang disebutnya sebagai ekstrimis, dalam waktu cepat harus meninggalkan daerah itu pada bagian kiri Universitas Sumatera Utara dan kanannya sejauh 2 km. Orang Indonesia yang dikatakannya ekstrimis sesungguhnya bagi kita adalah mereka yang merupakan pejuang-pejuang yang rela gugur demi nusa dan bangsa. Menjelang akhir bulan Mei 1946, pihak sekutu tidak henti-hentinya melakukan razia ke berbagai penjuru Kota Medan. Mereka menembaki pos- pos laskar rakyat hingga hancur. Tentara Keamanan Rakyat TKR bersama laskar-laskar rakyat membalas mereka dengan menembaki asrama-asrama tentara sekutu dan NICA. Hal ini terjadi dimana-mana sehingga menjadi pemandangan yang lazim pada masa itu. Melihat kondisi ini, maka kantor Gubernur Sumatera dan jawatannya dipindahkan ke kota Pematang Siantar, sedangkan walikota tetap di Medan dan tinggal bersama laskar rakyat. Universitas Sumatera Utara Sementara itu penduduk menyelamatkan diri dengan mengungsi keluar kota untuk menghindari serangan udara sekutu. Akibatnya, Kota Medan sebagai pusat pemerintahan menjadi sepi pada saat itu. Sesudah proklamasi kemerdekaan diproklamirkan di Kota Medan, para pemuda yang sudah mendapatkan pendidikan militer pada masa penjajahan Jepang membentuk laskar rakyat. Beberapa laskar rakyat yang ada di Kota Medan adalah Napindo, Pesindo, Harimau Liar dan lain-lain. Laskar rakyat tersebut kemudian menguasai sumber-sumber produksi seperti perkebunan dan hasilnya dijual ke Malaysia ataupun Singapura. Hasil dari penjualan ini digunakan untuk membeli persenjataan. Akibat dari penguasaan sumber-sumber produksi inilah yang menimbulkan pertikaian sehingga pasukan yang bertempur di Medan Area bergerak dan berjuang dengan masing-masing tanpa adanya suatu komando kesatuan yang mengakibatkan hasil pertempuran yang dicapai kurang memuaskan. Pemimpin-pemimpin pergerakan di Kota Medan seperti Nathar Zainuddin dan Abdul Karim MS, menyadari hal tersebut dan berniat untuk mengundang para komandan laskar rakyat untuk membicarakan pembentukan satu komando. Tanggal 8-10 Desember 1946, bertempat di Kota Tebing Tinggi, dilaksanakan konferensi yang dihadiri oleh para tokoh-tokoh Pusat Persatuan Perjuangan Sumatera Timur P3ST. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan untuk membentuk satu komando yang disebut Resimen Laskar Universitas Sumatera Utara Rakyat Medan Area RLRMA. Tujuan dibentuknya resimen ini adalah untuk menyatukan kekuatan dalam usaha melawan musuh. Pada bulan Oktober 1946, sekutu membangun pos-pos pertahanan guna memperkuat daerah kekuasaannya. Melihat situasi ini RLRMA yang baru dibentuk itu berencana mengadakan serangan umum dengan nama Operasi 27 Oktober 1946. Operasi ini bertujuan untuk menduduki perkampungan yang telah dikuasai sekutu. Akibat persenjataan yang kurang memadai pos-pos pertahanan Inggris tidak semua dapat direbut oleh pasukan Medan Area. Pos-pos pertahanan yang berhasil direbut antara lain: Titi Kuning, Sukaramai, Jalan Mahkamah dan sebagainya. Operasi penyerangan ini berlangsung sampai tanggal 3 November 1946 setelah adanya persetujuan gencatan senjata serta dilanjutkan dengan perundingan mengenai status quo. Menurut Inggris, status quo berlaku mulai tanggal 14 November 1946, sedangkan menurut pihak Indonesia status quo mulai berlaku sejak 3 Oktober 1946. Hal ini dipertahankan oleh pihak Indonesia, mengingat apabila status quo berlaku mulaitanggal 14 November 1946, maka daerah yang sudah direbut pada operasi 27 Oktober 1946 harus dikembalikan kepada sekutu. Universitas Sumatera Utara Tanggal 15 Oktober 1946 Inggris menyerahkan daerah pendudukannya kepada Belanda. 21

3.3.5 Revolusi Sosial