29
2008 yang masih menemukan adanya telur Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing benang meskipun kubis yang diteliti telah dicuci sebanyak
dua kali dengan air yang sedikit. Namun penelitian Astawan 2010 menjelaskan bahwa pencucian sayur dengan air yang mengalir dapat membersihkan
kontaminan secara maksimal. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sayur yang terkontaminasi pada
pasar tradisional lebih banyak dari pasar modern, yaitu sebanyak 48 sayuran 38,4. Sedangkan sayur yang tidak terkontaminasi pada pasar modern lebih
banyak, yaitu sebanyak 18 sayuran 72. Hasil analisis dengan metode Chi- Square menunjukkan nilai p=0.325 yang berarti tidak ada hubungan yang
bermakna antara kontaminasi STH terhadap sayuran yang dijual di pasar tradisional ataupun pasar modern. Penelitian yang sama pernah dilakukan oleh
Karuppiah 2010 mengenai sayur selada di pasar tradisional dan di pasar moder dengan hasil yang berbeda dimana sayur yang terkontaminasi pada pasar modern
lebih banyak dari pasar tradisional, yaitu sebanyak 18 sayur 90.0. Sedangkan yang tidak terkontaminasi pada pasar tradisional lebih banyak, yaitu sebanyak 6
sayur 15.0. Sedangkan hasil analisis Chi-Square menunjukkan nilai yang sama di atas 0.05 yaitu p=3.481 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
kontaminasi STH terhadap sayuran yang dijual di pasar tradisional ataupun pasar modern.
Keterbatasan pada penelitian ini adalah wawancara tidak dilakukan dengan detail dan jumlah sampel kurang mewakili dari jumlah populasi penelitian.
30
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kontaminasi cacing STH pada sayur lalapan di pasar tradisional 87.3
sebanyak 48 sampel. 2.
Kontaminasi cacing STH pada sayur lalapan di pasar modern 12.7 sebanyak 7 sampel.
3. Ditemukannya parasite berupa cacing STH dapat disebabkan oleh
perlakuan yang masih tidak adekuat.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memiliki beberapa saran, yaitu:
1. Kepada peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan skala
lebih besar dengan lebih detail saat melakukan wawancara maupun pemeriksaan di laboratorium.
2. Kepada penjual diharapkan agar lebih memperhatikan kebersihan dari
sayuran yang dijual. 3.
Kepada pembeli agar mencuci terlebih dahulu sayuran lalapan yang dibeli di pasar tradisional maupun di pasar modern.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Soil Transmitted Helminths STH
Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis
cacing yang termasuk Nematoda usus. Sebagian besar dari Nematoda ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Diantara Nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah Soil Transmitted Helminths, merupakan infeksi paling umum
terjadi di daerah tropis. Infeksi ini dapat terjadi pada manusia apabila manusia tertelan telurlarva infeksius atau dengan penetrasi bentuk larva yang berada di
tanah, diantaranya yang tersering adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Trichuris trichiura Gandahusada,
2000. 2.1.1.
Ascaris lumbricoides Cacing Gelang
a. Morfologi dan Daur Hidup
Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Prevalensi askariasis di Indonesia termasuk dalam kategori tinggi yaitu memiliki frekuensi antara 60-
90. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm, pada cacing jantan ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral dilengkapi pepil
kecil dan dua buah spekulum berukuran 2 mm. Tubuh cacing jantan ini berwarna putih kemerahan Prasetyo,2003. Pada stadium dewasa hidup dirongga usus
halus, cacing betina dapat bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Menurut Onggowaluyo
2002, cacing dewasa Ascaris lumbricoides mempunyai ukuran paling besar di antara Nematoda usus lainnya. Bentuk cacing ini adalah silindris bulat panjang
dengan ujung anterior lancip. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk
infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu di dalam tanah. Bentuk infektif cacing ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus, larva
4
tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan di alirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding
pembuluh darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus dan bronchus. Dari trachea larva menuju ke
faring, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses ini memerlukan waktu sekitar 2 bulan
sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa Gandahusada, S., 2000.
Gambar 2.1 Daur hidup Ascaris lumbricoides.
Gambar 2.2 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa. a betina, b jantan
http:www.sodiycxacun.web.id201001ascaris-lumbricoides.html