PENGERTIAN PERKAWINAN Peranan Mediator Dalam Sengketa Perceraian Menurut Perma No.1 Tahun 2008 (Studi Di Pengadilan Negeri Stabat)

BAB II TINJAUAN UMUM PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

A. PENGERTIAN PERKAWINAN

Perkawinan merupakan ikatan suci antara pria dan wanita yang saling mencintai dan menyayangi. Sudah menjadi kebutuhan hidup mendasar bila setiap insan akan menikah. Umumnya , setiap orang berniat untuk menikah sekali seumur hidupnya saja. 6 Berkenaan pengertian perkawinan terdapat beberapa pengertian perkawinan yaitu menurut Undang-Undang, BW, adat, Kompilasi Hukum Islam, dan pengertian menurut para ahli. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh masyarakat sejak zaman dahulu, sekarang dan masa yang akan datang sampai akhir zaman. Karena itu perkawinan adalah merupakan masalah yang selalu hangat di kalangan masyarakat dan di dalam pencaturan hukum. Dari perkawinan timbul hungungan suami istri dan kemudian hubungan antara orang tua dan anak-anaknya. Oleh karena itu perkawinan mempunyai pengaruh yang sangat luas, baik dalam hubungan kekeluargaan pada khususnya, maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada umumnya. Hukum perkawinan di Indonesia masih “berbhineka” atau beraneka ragam. Cara melangsungkan perkawinan saja ada yang menurut agama Islam, menurut agama Kristen, menurut agama Budha, menurut agama Hindu dan menurut Hukum adat yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. 6 Budi Susilo, Prosedur Gugatan Cerai , Pustaka Yustisia ,Jakarta, 2007, halaman : 11. Universitas Sumatera Utara Pada zaman berlaku Staatblad 1898-158 Koninklijk besluit atau Firman Raja Belanda tanggal 29 Desember 1898 No.23 sebagai hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia. Dalam ketentuan tersebut berlaku hal sebagai berikut: a Bagi orang-orang Indonesia asli yang berlaku adalah hukum adat mereka ditambah sekedar mengenai orang Kristen dengan Staatsblad 1933-74. b Bagi orang-orang Arab dan lain-lain bangsa Timur Asing, yang bukan Tionghoa yang berlaku adalah hukum adat mereka. c Bagi orang-orang Eropa yang berlaku adalah Burgelijk Wetboek. Bagi orang- orang Tionghoa yang berlaku adalah Burgelijk Wetboek dengan sedikit kekecualian yaitu yang mengenai hal pencatatan jiwa dan acara sebelum perkawinan dilakukan. d Dalam hal perkawinan campuran yang berlaku pada umumnya hukum dari suami. Peraturan-peraturan tersebut berlaku sebelum Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan diundangkan, yang didasarkan pada Pasal II dan Pasal IV Peraturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan UU Perkawinan mendefenisikan, perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri. Dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Pasal 26 KUH Perdata dikatakan UU memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata dan dalam Pasal 81 KUH Perdata 7 Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan menurut Islam Undang- Undang Perkawinan dan Hukum PerdataBW , Hidakarya Agung, Jakarta, Jilid satu, 1982, halaman : 2. Universitas Sumatera Utara dikatakan bahwa tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum kedua belah pihak membuktikan kepada pejabat agama mereka bahwa perkawinan dihadapan pegawai pencatatan sipil telah berlangsung. 8 Dalam dua pengertian diatas sebenarnya sudah jelas bahwa menurut perundangan yang tegas dinyatakan dalam KUH Perdata BW, perkawinan itu hanya dilihat dari segi keperdataan dan mengabaikan segi keagamaan hal mana jelas bertentangan dengan falsafah negara Pancasila yang menempatkan ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa di atas segala-galanya. Apalagi menyangkut masalah perkawinan yang merupakan perbuatan suci sakramen yang mempunyai hubungan erat sekali dengan agamakerohanian , sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir jasmani , tetapi juga unsur bathinrohani mempunyai peranan yang penting . Dengan demikian jelas nampak perbedaan pengertian tentang perkawinan menurut KUH Perdata dan menurut UU Perkawinan. Perkawinan menurut KUH Perdata hanya sebagai “Perikatan Perdata” sedangkan perkawinan menurut UU Perkawinan tidak hanya sebagai ikatan perdata tetapi juga merupakan „Perikatan Keagamaan„. Hal mana dilihat dari tujuan perkawinan yang dikemukakan dalam Pasal 1 UU Perkawinan bahwa perkawinan itu bertujuan untuk membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat demikian itu tidak ada sama sekali dalam KUH Perdata BW yang diumumkan dengan Maklumat tanggal 30 April 1847 S. 1847-23 dan 8 Hilman Hadikusuma , Hukum Perkawinan Di Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama , Mandar Maju, Bnadung, 2007, halaman : 7 . Universitas Sumatera Utara berlaku di Indonesia sampai tahun 1974, selama 127 tahun dan sampai buku ini ditulis tahun 1990 berarti sudah berlaku selama 143 tahun. 9 Pengertian perkawinan menurut masyarakat secara luas juga dapat didefenisikan sebagai ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. 10 Berbeda halnya mengenai perkawinan yang biasanya dikenal dalam masyarakat adat atau masyarakat yang masih memiliki hubungan kental dengan adatnya. Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia perkawinan itu bukan saja berarti „perikatan perdata‟ tetapi juga merupakan „perikatan adat‟ dan sekaligus merupakan „perikatan kekerabatan dan ketetanggaan‟. Jadi terjadinya suatu ikatan perkawinann bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami-isteri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan ketetanggan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan. 11 Sehingga perkawinan menurut adat itu menjadi lebih rumit dengan hubungan-hubungan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karenanya Teer Haar menyatakan bahwa perkawinan itu adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, 9 Ibid., halaman : 7-8. 10 http:id.wikipedia.orgwikiPerkawinan , diakses pada tanggal 11 Juli 2013 pada pukul 20.00 WIB. 11 Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja ,Op.Cit., halaman : 8. Universitas Sumatera Utara urusan martabat dan urusan pribadi dan begitu pula ia menyangkut urusan keagamaan. Sebagaimana dikatakan Van Vollenhoven bahwa „dalam hukum adat banyak lembaga-lembaga hukum dan kaidah-kaidah hukum yang berhubungan dengan tatanan dunia di luar dan di atas kemampuan manusia Hoogere wereldo rde ‟. Perkawinan dalam arti „perikatan adat‟, ialah perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan , akibat hukum ini telah ada sejak sebelum perkawinan ini terjadi, yaitu misalnya dengan adanya hub ungan pelamaran yang merupakan „rasan samak‟ hubungann anak-anak , bujang-gadis dan „rasa tuha‟ hubungan antara orang tua keluarga dari para calon suami ,istri. Setelah terjadinya ikatan perkawinan maka, timbul hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang tua termasuk anggota keluarga kerabat menurut hukum adat setempat, yaitu dalam pelaksanaan upacara adat dan selanjutnya dalam peran serta membina dan memelihara kerukunan, keutuhan dan kelanggengan dari kehidupan anak-anak mereka yang terikat dalam perkawinan 12 . Hukum Islam juga mengatur dan mendefenisikan perkawinan nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. 13 Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul akad nikah yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesuai peraturan yang diwajibkan oleh Islam dan dalam buku lain perkawinan menurut agama Islam adalah perikatan antara wali perempuan calon isteri dengan calon suami perempuan itu, bukan perikatan antara seorang pria 12 Ibid, halaman : 9 . 13 http:id.wikipedia.orgwikiPernikahan_dalam_Islam , diakses pada tanggal 11 Juli 2013 pada pukul 20.15 WIB. Universitas Sumatera Utara dengan seorang wanita saja sebagaimana dimaksud salam UU Perkawinan atau menurut hukum Kristen. Kata wali bukan saja “bapak” tetapi juga termasuk „datuk‟ embah, saudara-saudara pria, anak-anak pria, saudara-saudara bapak yang pria paman, anak anak pria dari paman kesemuanya menurut garis patrilineal yang beragama Islam berarti pula perikatan kekerabatan bukan perikatan perseorangan. 14 Dan ada beberapa pengertian perkawinan menurut beberapa ahli. Menurut Bachtiar, definisi Perkawinan adalah pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan. Perkawinan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi. 15 Terruwe menyatakan bahwa perkawinan merupakan suatu persatuan. Persatuan itu diciptakan oleh cinta dan dukungan yang diberikan oleh seorang pria pada isterinya, dan wanita pada suaminya. Menurut Goldberg, perkawinan merupakan suatu lembaga yang sangat populer dalam masyarakat, tetapi sekaligus juga bukan suatu lembaga yang tahan uji. Perkawinan sebagai kesatuan tetap 14 Ibid., halaman :11. 15 http:www.sarjanaku.com201301pengertian-perkawinan-makalah-masalah.html , diakses pada tanggal 16 Januari 2014 pada pukul 12.21 WIB. Universitas Sumatera Utara menjanjikan suatu keakraban yang bertahan lama dan bahkan abadi serta pelestarian kebudayaan dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan inter-personal. 16 Menurut Kartono, Pengertian perkawinan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna perkawinan berbeda-beda, tetapi praktek-prakteknya perkawinan dihampir semua kebudayaan cenderung sama perkawinan menunujukkan pada suatu peristiwa saat sepasang calon suami-istri dipertemukan secara formal dihadapan ketua agama, para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi dengan upacara dan ritual-ritual tertentu. 17 Menurut sayuti Thalib perkawinan adalah perjanjian suci membenti keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Unsur perjanjian disini memperlihatkan segi kesengajaan dari suatu perkawinan serta penampakannya kepada masyarakat ramai. Sedangkan suci untuk pernyataan segi keagamaan dari suatu perkawinan. 18

B. SYARAT PERKAWINAN