BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penyertaan  deelneming  adalah  pengertian  yang  meliputi  semua
bentuk  turut  sertaterlibatnya  orang  atau  orang-orang  baik  secara psikis  maupun  fisik  dengan  melakukan  masing-masing  perbuatan
sehingga  melahirkan  suatu  tindak  pidana.  Adapun  bentuk-bentuk penyertaan terdapat dan diterangkan dalam Pasal 55 dan 56. Pasal
55  mengenai  golongan  disebut  dengan  mededader  disebut  para peserta, atau para pembuat, dan Pasal 56 mengenai  medeplichtige
pembuat pembantu. Dari  kedua  Pasal  55  dan  56  tersebut,  dapatlah  diketahui  bahwa
menurut  KUHP  penyertaan  itu  dibedakan  dalam  dua  kelompok, yaitu :
1. Pertama,  kelompok  orang-orang  yang  perbuatannya
disebabkan  dalam  Pasal  55  ayat  1,  yang  dalam  hal  ini disebut dengan para pembuat mededader, adalah mereka :
a. yang  melakukan  plegen,  orangnya  disebut  dengan
pembuat pelaksanaan pleger; b.
yang  menyuruh  melakukan  doen  plegen,  orangnya disebut dengan pembuat penyuruh doen pleger;
c. yang  turut  serta  melakukan  mede  plegen,  orangnya
disebut dengan pembuat peserta mede pleger; dan
Universitas Sumatera Utara
d. yang
disengaja menganjurkan
uitlokken, yang
orangnya disebut
dengan pembuat
penganjur uitlokker.
2. Kedua,  yakni  orang  yang  disebut  dengan  pembuat
pembantu  medeplichtige  kejahtan,  yang  dibedakan menjadi :
a. pemberibantuan pada saat pelaksanaan kejahatan; dan
b. pemberian bantuan sebelum pelaksanaan kejahatan.
Adapun  yang dimaksud dengan Perbuatan berlanjut adalah  terjadi apabila  seseorang  melakukan  beberapa  perbuatan  kejahatan  atau
pelanggaran,  dan  perbuatan-perbuatan  itu  ada  hubungan sedemikian rupa sehingga  harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut. Mengenai perbuatan berlanjut ini diatur dalam Pasal 64, dan  bila  dilihat  dari  bunyi  pasal  di  64  tersebut,  dapat  dipahami
bahwa  perbuatan  berlanjut  di  sini,  yaitu  adanya  suatu  perbuatan pidana sejenis yang dilakukan berulang kali oleh si pelaku atau bisa
merupakan  suatu  perbuatan  yang  mirip  atau  dapat  dikategorikan masuk  dalam  kategori  perbuatan  tersebut.  Misalnya  saja  seperti,
korupsi  dengan  grativikasi  dan  juga  penyuapan  merupakan perbuatan  pidana  yang  termasuk  ke  dalam  suatu  golongan  pidana,
sehingga  apabila  melakukan  dua  diantaranya  dapat  dikatakan berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
Di  dalam  suatu  Tindak  Pidana  Korupsi  dikenal  adanya  perbuatan penyertaan  deelneming,    yang  mana  korupsi  tersebut  dilakukan
secara  bersama-sama  guna  memperoleh  keuntungan  bagi  pihak- pihak
yang melakukannya,
sehingga dampaknya
akan menyebabkan  kerugian  keuanganperekonomian  pada  negara.
Penyertaan  di  dalam  Undang-Undang  Pemberantasan  Tindak Pidana  Korupsi  yaitu    Undang-Undang  Nomor  31  Tahun  1999  jo
Undang-Undang  Nomor  20  tahun  2001  disebut  sebagai pembantuan. Adapun Pasal 15 berbunyi sebagai berikut :
“Setiap  orang  yang  melakukan  percobaan,  pembantuan  atau pemufakatan  jahat  untuk  melakukan  tindak  pidana  korupsi,
dipidana  dengan  pidana  yang  sama  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.” Dalam  Tindak  Pidana  Korupsi  ada  juga  dikenal  perbuatan
berkelanjutan tetapi   tidak  ada  pengaturan secara  khusus  di  dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31
Tahun  1999  jo  Nomor  20  Tahun  2001.  Bila  dilihat  dalam pemutusan  perkara  korupsi,  sering  kali  ditemukan  putusan  hakim
baik  di  Pengadilan  Negeri  ataupun  Hakim  di  Mahkamah  Agung yang mengikutkan perbuatan berlanjut setelah kata “bersama-sama
melakukan tindak pidana korupsi”.
Dengan  kata  lain  dalam  korupsi,  perbuatan  berlanjut  seringkali terjadi bersamaan dengan perbuatan ikut serta medeplegen dalam
penyertaan  Tindak  Pidana  korupsi.    Dikatakan  perbuatan berkelanjutan  dalam  tindak  pidana  korupsi  dikarenakan  bahwa
Universitas Sumatera Utara
perbuatan  tersebut  dilakukan  secara  berlanjut  baik  dengan  pidana sejenis dalam Tindak Pidana Korupsi.
Misalnya  saja,  dalam  perbuatan  korupsi,  bahwasanya  telah  terjadi korupsi  yang  dilakukan  seseorang  atau  lebih  dari  satu  orang  yang
ikut  serta  dalam  korupsi  dan  telah  mengakibatkan  kerugian terhadap  keuangan  negara.  Lalu  untuk  menutupi  kejahatannya,
orang  tersebut  menyuap  aparat  penegak  hukum  atau  pihak-pihak terkait  yang    mengetahui  bahwa  ia  melakukan  Tindak  Pidana
Korupsi.  Dalam  contoh  tersebut,  dapat  dilihat  adanya  perbuatan berkelanjutan  yang  masih  dikategorikan  sebagai  perbuatan  pidana
sejenis,  karena  penyuapan  merupakan  bagian  dari  Tindak  Pidana Korupsi.
2.   Terdakwa Hamdani Amin baik bertindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama  dengan  saksi  Prof.  Dr.  Nazaruddin  Sjamsuddin
telah menutup
perjanjian asuransi
bagi jaminan
kematiankecelakaan  petugas  penyelenggara  Pemilihan  Umum PEMILU  tahun  2004  dalam  bentuk  asuransi  sejumlah  Rp.
14.800.000.000  empat  belas  milyar  delapan  ratus  juta  rupiah; Atas  penutupan  asuransi  tersebut  terdakwa  menerima  sejumlah
US  566.795  lima  ratus  enam  puluh  enam  ribu  tujuh  ratus sembilan  puluh  lima  dolar  Amerika  Serikat  dari  perusahaan
asuransi,  yang  kemudian  dibagi-bagikan  dan  dipergunakan  sendiri oleh terdakwa.
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan terdakwa itu didakwakan : PRIMAIR;  Pasal  2  ayat  1  jo  Pasal  18  ayat  1  huruf  b,  ayat  2
dan  ayat  3  UU  Nomor  31  tahun  1999  sebagaimana  telah  diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
SUBSIDAIR; Pasal 3 jo Pasal 18 ayat 1 huruf b, ayat 2 dan ayat 3  UU  Nomor  31  Tahun  1999  sebagaimana  telah  diubah  dengan
UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. LEBIH SUBSIDAIR; Pasal 8 jo Pasal 18 ayat 1 huruf b, ayat 2
dan ayat 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan  UU  Nomor  20  Tahun  2001  jo  Pasal  55  ayat  1  ke-1
KUHP. KEDUA;  Pasal  11  jo  Pasal  18  ayat  1  huruf  b,  ayat  2  dan  ayat
3  UU  Nomor  31  Tahun  1999  sebagaimana  telah  diubah  dengan UU  Nomor  20  Tahun  2001  jo  Pasal  55  ayat  1  ke-1  jo  Pasal  64
ayat 1 KUHP. Seperti terlihat dari putusan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor
996  KPid2006  yang  menganut  bahwa  perbuatan  berlanjut merupakan  bentuk  khusus  dari  tindak  pidana,  secara  tegas  hakim
menyatakan  bahwa  soal  perbuatan  berlanjut  Voortgezette handeling
hanya mengenai
soal penjatuhan
hukuman straftoemating.
Hakim  Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 996 KPid2006 di  atas  setelah  adanya  pembuktian  mengenai  perbuatan  berlanjut
Universitas Sumatera Utara
dalam korupsi yang dilakukan terdakwa, menjatuhkan pidana yang tidak  lebih  berat  dari  ancaman  pidana  maksimal  dalam  aturan
pasalnya oleh karena hukum mengatur hanya dikenakan satu aturan pidana yaitu pidana pokok yang paling berat bukan hukuman yang
melewati hukuman maksimalnya.  Di dalam putusan lain, mungkin adanya  masih  adanya  kesalahan  hakim  dalam  menjatuhkan
hukuman  kepada  terdakwa,  ternyata  kebanyakan  hakim  dalam memberikan  keputusan  biasanya  dibawah  ketentuan  pidana
maksimal.  Tetapi  Hakim  Agung  Dalam  perkara  tersebut  di  atas telah  tepat  dalam  penafsiran  mengenai  ancaman  penjatuhan
hukuman  terhadap  perbuatan  berlanjut  yang  dilakukan  oleh terdakwa.
B. Saran