Gambaran Sikap Dosen Universitas Sumatera Utara (USU) terhadap E-Learning

(1)

GAMBARAN SIKAP DOSEN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU)

TERHADAP

E-LEARNING

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

JENNY MEILANI HS.

051301023

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009/2010


(2)

ABSTRAK

E-learning merupakan sistem pembelajaran berbasis elektronik yang kini sedang marak dibicarakan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya jumlah perguruan tinggi di berbagai negara yang menyajikan materi perkuliahan secara elektronik, baik sebagai pelengkap maupun pengganti pelajaran tatap muka (Fachri, 2007). E-learning telah menjadi suatu kebutuhan bagi sivitas akademika, mengingat baik dosen, mahasiswa maupun institusi pendidikan telah memanfaatkan teknologi komputer dalam proses kegiatan belajar mengajar (Widanarko, 2007). Sistem pembelajaran e-learning di lingkungan perguruan tinggi mendorong pendidik untuk memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan (Suryaningtyas, 2008), terlebih lagi USU. Sikap dosen USU terhadap e-learning akan menggambarkan bagaimana pemikiran, perasaan, dan kecenderungan berperilaku dosen USU terhadap e-learning.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sikap dosen USU terhadap e-learning. Alat ukur yang digunakan adalah skala sikap terhadap e-learning dengan reliabilitas (r) = 0.916 yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori tiga komponen sikap (Azwar, 2000) terhadap empat komponen e-learning (Romisatriawahono, 2008), yaitu infrastruktur e-learning, sistem dan aplikasi e-learning, dan konten e-learning. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel berjumlah 60 orang dosen yang pernah mendengar e-learning dan aktif mengajar minimal 2 SKS di USU.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap sikap dosen USU terhadap e-learning berada pada kategori seimbang yaitu kategori positif dan netral, 30 orang (50%) positif, 30 orang (50%) netral, dan tidak ada subjek yang bersikap negatif. Pada komponen infrastruktur e-learning, 24 orang (40%) positif, 36 orang (60%) netral, dan tidak ada subjek yang bersikap negatif. Pada komponen sistem dan aplikasi e-learning, 23 orang (38,3%) positif, 37 orang (61,7%) netral, dan tidak ada subjek yang bersikap negatif. Pada komponen konten e-learning, 30 orang (50%) positif, 30 orang (50%) netral, dan tidak ada subjek yang bersikap negatif. Sedangakan pada komponen kognitif, 42 orang (70%) positif, 18 orang (30%) netral, dan tidak ada yang berada negatif. Pada komponen afektif, 14 orang (23,3%) positif, 46 orang (76,7%) netral, dan tidak ada yang negatif. Pada komponen konatif, 33 orang (55%) positif, 27 orang (45%) netral, dan tidak ada yang negatif.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan perlindungan, kekuatan, kemampuan, semangat dan memelihara hidup penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi syarat dalam memenuhi ujian akhir, guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan judul ”Gambaran Sikap Dosen Universitas Sumatera Utara (USU) terhadap E-Learning”.

Penulis mengungkapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mami tercinta, L. Sirait (+) dan papi tercinta U. Sinaga, BSc. (+) atas segala cinta, kasih sayang, do’a serta dukungannya baik moril maupun materil yang selalu menyertai langkah penulis selama mereka hidup di dunia ini. Semoga Tuhan Yesus mencurahkan kebahagiaan kepada keduanya di surga. Tak lupa pula kepada abang-abangku, Bang Bona Sinaga, Pak Cha-cha Sinaga dan keluarga yang berdomisili di Bengkulu, Pak Moreno dan keluarga. Buat kakak-kakakku, Kak Tika, Kak Rina dan keluarga yang berdomisili di Jakarta, dan Kak Rini yang sedang menemukan cinta sejati. Terima kasih karena kalian selalu bersamaku dalam suka dan duka. Terima kasih juga kepada Tulang dan Nantulang Elis Sirait beserta keluarga, Tulang dan Nantulang Jimmy Sirait yang mendukungku baik dalam moril maupun materil. Dan seluruh keluarga besar Sinaga dan Sirait yang selalu mendoakan dan memberikan nasehat. Semoga kita selalu berada dalam lindungan Tuhan Yesus Kristus.


(4)

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Terima kasih kepada bapak Prof.Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama proses mengerjakan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, arahan, masukan, kesabaran, tenaga yang telah ibu berikan kepada penulis.

3. Ibu Sri Supriyantini, M. Psi, selaku dosen Pembimbing Akademik. Terimakasih atas perhatian, bimbingan, masukan dan nasehat ibu selama saya kuliah sampai saat ini.

4. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Psikologi USU segala ilmu dan bantuan yang diberikan selama perkuliahan. Buat Kak Erna (psycholib), Bang Ronald (sistem informasi) terima kasih banyak buat bantuan yang diberikan dan kesedian waktunya.

5. Terimakasih kepada teman-teman (Icha, Dewi, Afni, Yoland, Nani, Novi, Nita, Paskah, Ika, Vera, Stevi, Lisvina dan mahasiswa-mahasiswi yang skripsi penelitiannya di bagian pendidikan). Semua Angkatan 2005 dan juga senior serta junior yang senantiasa memberikan dukungan doa, bimbingan dan memberikan masukan dalam mengerjakan tugas ini. Maaf tidak bisa memuat semua nama.

6. Terimakasih atas doa, semangat yang selalu diberikan dan bantuan supaya penulis bisa bertemu dengan dosen-dosennya seperti Santa, Meylando, Ria,


(5)

Widya, Ska Theresia, Rianti, Donal, Dodi, Ramli, Lina, Antonius, Josh, Mayka dan lain-lain yang tak tersebutkan namanya satu persatu.

7. Terimakasih penulis ucapkan kepada tim di UNICORE seperti Pak Jan, Pak Win, Kak Cika, Rio, Edgar, Debora, Pak Jun, Tina, Rade Lia, Roma Meha, Rentha, Kak Pidu, Lia, Sri, Leni, Lasma, Joseph, Tati, dan lain-lain yang tak tersebutkan namanya satu persatu yang selalu memberikan doa, semangat, antusias, dan inspirasi yang berharga untuk kehidupan yang lebih baik.

8. Terimakasih juga buat para responden saya (para dosen USU) yang mau bersedia membantu dan meluangkan waktu untuk menyelesaikan penelitian ini.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, lebih dan kurang penulis minta maaf dan saya ucapkan terimakasih.

Medan, Juni 2010


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

1. Manfaat Teoritis ... 11

2. Manfaat Praktis ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II. LANDASAN TEORI ... 14

A. E-Learning ... 14

1. Pengertian e-learning ... 16

2. Komponen e-learning ... 18

3. Manfaat e-learning ... 23

4. Kelebihan dan kekurangan e-learning ... 23

a. kelebihan e-learning ... 24

b. kekurangan e-learning ... 25

B. Sikap ... 26

1. Pengertian sikap ... 26

2. Komponen sikap ... 28

3. Faktor-faktor pembentukan sikap ... 30

4. Perubahan sikap ... 33

C. Dosen ... 35

1. Pengertian dosen ... 35

2. Ciri-ciri dosen... 35

3. Dosen USU ... 36

D. Gambaran Sikap Dosen USU terhadap e-learning ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 41

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 41

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 44

1. Populasi ... ...44

2. Teknik pengambilan sampel ... ...44

D. Alat Ukur yang Digunakan ... 45

1. Validitas alat ukur ... 47


(7)

3. Reliabilitas alat ukur ... 49

4. Hasil uji coba alat ukur ... 51

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 51

1. Tahap persiapan penelitian ... 51

2. Pelaksanaan penelitian ... ... 53

3. Pengolahan data ... ... 53

F. Metode Analisa Data... 53

BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Analisa Data ... 55

1. Gambaran umum subjek penelitian ... 55

2. Hasil penelitian... 57

B. Pembahasan ... 69

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 78


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Rekapitulasi Tenaga Dosen menurut Umur dan Pendidikan di USU ... 36

Tabel 2 Blue Print Distribusi Aitem Skala Sikap terhadap E-learning Sebelum Uji Coba ... 47

Tabel 3 Blue Print Distribusi Aitem Skala Sikap terhadap E-Learning Setelah Uji Coba ... 50

Tabel 4 Blue Print Distribusi Aitem Skala Sikap terhadap E-Learning yang Digunakan dalam Penelitian ... 51

Tabel 5 Persentase Subjek berdasarkan Jenis Kelamin... 55

Tabel 6 Persentase Subjek berdasarkan Usia ... 56

Tabel 7 Persentase Subjek berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

Tabel 8 Pengkategorisasian Sikap Dosen USU terhadap E-Learning ... 57

Tabel 9 Hasil Uji Normalitas Skala Sikap Dosen USU terhadap E-Learning ... 57

Tabel 10 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Sikap Dosen USU terhadap E-Learning... 58

Tabel 11 Kriteria Kategorisasi Skor Sikap Dosen USU terhadap E-Learning ... 59

Tabel 12 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Infrastruktur E-Learning ... 60

Tabel 13 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Infrastruktur E-Learning ... 60

Tabel 14 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Sistem dan Aplikasi E-Learning ... 61

Tabel 15 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Sistem dan Aplikasi E-Learning ... 62

Tabel 16 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Konten E-Learning ... 63

Tabel 17 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Konten E-Learning ... 63

Tabel 18 Kesimpulan Sikap Dosen USU terhadap Komponen E-Learning ... 64

Tabel 19 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Kognitif ... 65

Tabel 20 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Kognitif ... 65

Tabel 21 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Afektif ... 66

Tabel 22 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Afektif ... 67

Tabel 23 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Konatif... 68

Tabel 24 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Konatif ... 68


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Mentah Skala Uji Coba ... 83

Lampiran 2 Data Mentah Skala Penelitian... 91

Lampiran 3 Analisa I Reliabilitas Skala Uji Coba ... 95

Lampiran 4 Analisa II Reliabilitas Skala Uji Coba ... 100

Lampiran 5 Analisa III Reliabilitas Skala Uji Coba ... 103

Lampiran 6 Analisa Reliabilitas Skala Penelitian ... 106

Lampiran 7 Analisa Deskriptif Sikap Dosen USU terhadap E-Learning, Komponen E-Learning dan Komponen Sikap ... 109

Lampiran 8 Analisa Distribusi Normal Kolmogorov-Smirnov ... 110


(10)

ABSTRAK

E-learning merupakan sistem pembelajaran berbasis elektronik yang kini sedang marak dibicarakan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya jumlah perguruan tinggi di berbagai negara yang menyajikan materi perkuliahan secara elektronik, baik sebagai pelengkap maupun pengganti pelajaran tatap muka (Fachri, 2007). E-learning telah menjadi suatu kebutuhan bagi sivitas akademika, mengingat baik dosen, mahasiswa maupun institusi pendidikan telah memanfaatkan teknologi komputer dalam proses kegiatan belajar mengajar (Widanarko, 2007). Sistem pembelajaran e-learning di lingkungan perguruan tinggi mendorong pendidik untuk memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan (Suryaningtyas, 2008), terlebih lagi USU. Sikap dosen USU terhadap e-learning akan menggambarkan bagaimana pemikiran, perasaan, dan kecenderungan berperilaku dosen USU terhadap e-learning.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sikap dosen USU terhadap e-learning. Alat ukur yang digunakan adalah skala sikap terhadap e-learning dengan reliabilitas (r) = 0.916 yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori tiga komponen sikap (Azwar, 2000) terhadap empat komponen e-learning (Romisatriawahono, 2008), yaitu infrastruktur e-learning, sistem dan aplikasi e-learning, dan konten e-learning. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel berjumlah 60 orang dosen yang pernah mendengar e-learning dan aktif mengajar minimal 2 SKS di USU.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap sikap dosen USU terhadap e-learning berada pada kategori seimbang yaitu kategori positif dan netral, 30 orang (50%) positif, 30 orang (50%) netral, dan tidak ada subjek yang bersikap negatif. Pada komponen infrastruktur e-learning, 24 orang (40%) positif, 36 orang (60%) netral, dan tidak ada subjek yang bersikap negatif. Pada komponen sistem dan aplikasi e-learning, 23 orang (38,3%) positif, 37 orang (61,7%) netral, dan tidak ada subjek yang bersikap negatif. Pada komponen konten e-learning, 30 orang (50%) positif, 30 orang (50%) netral, dan tidak ada subjek yang bersikap negatif. Sedangakan pada komponen kognitif, 42 orang (70%) positif, 18 orang (30%) netral, dan tidak ada yang berada negatif. Pada komponen afektif, 14 orang (23,3%) positif, 46 orang (76,7%) netral, dan tidak ada yang negatif. Pada komponen konatif, 33 orang (55%) positif, 27 orang (45%) netral, dan tidak ada yang negatif.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perguruan tinggi/universitas menggunakan model pendidikan yang paling umum dan dikenal masyarakat yaitu sistem sekolah formal dimana penyelenggaraan pendidikannya mempunyai persyaratan beserta kurikulum yang ketat, teratur dengan mempunyai struktur yang bertingkat dan berjenjang, serta kegiatan pendidikanya berorientasi akademis dan umum, bermacam-macam spesialisasi dan latihan-latihan teknik serta profesional yang dilaksanakan secara terus-menerus (Abdulhak, 1986).

Di perguruan tinggi/universitas ini terdapat sistem pembelajaran yang tidak bisa memuaskan “kehausan” intelektual bagi peserta didik yang disebut dengan sistem pembelajaran konvensional dimana sistem ini adalah sistem yang diterapkan oleh pengajar kepada pelajar sampai pada taraf memberi bekal penge-tahuan dan keterampilan sebatas sekedar tahu saja. Belum sampai kepada meletakan nilai-nilai wawasan sosial dan kemanusiaan, serta penguasaan bekal hidup yang praktis (Marjohan, 2007).

Sistem belajar konvensional di perguruan tinggi/universitas makin diyakini sebagai sistem yang sudah tidak efektif lagi. Berbagai konsep yang menyangkut kemampuan otak, kecerdasan, dan kreativitas, berkembang makin jauh, dan makin menguatkan argumentasi yang ingin mengoreksi kelemahan sistem belajar yang selama ini berlaku secara konvensional. Ciri-ciri sistem pengajaran kuno atau


(12)

konvensional sangat terlihat jelas dalam interaksi pengajar-pelajar di institusi pendidikan. Diantaranya adalah pendekatan yang masih bersifat otoriter, yaitu bersifat menguasai. Pengajar menganggap bahwa dirinyalah paling benar, yang mengharuskan setiap pelajar menerima apa yang dikatakan, sehingga interaksi pengajar-pelajar lebih diwarnai oleh rasa takut. Selain itu sistem pendidikan yang diterapkan oleh pengajar kepada pelajar bersifat mengulang-ulang dan tidak ada, atau kurang kreasi dalam mengembangkan pelajaran dan seni mengajarnya. Selain itu, masih ada pengajar yang mana kalau mengajar menggunakan buku dan catatan yang sama sepanjang tahun dan ceramah merupakan metode yang lazim diterapkan. Pelajar kurang terlibat secara aktif dan inilah penyebab suasana kelas dan suasana belajar menjadi serba membosankan (Suryadi, 2008).

Penerapan sistem belajar mengajar secara konvensional adalah suatu ketidakefektifan, sebab dengan perkembangan zaman, pertukaran informasi menjadi cepat dan instan sehingga institusi yang masih menggunakan sistem tradisional ini akan tertinggal dari perkembangan informasi teknologi yang semakin pesat. Banyak kendala yang dialami ketika penyelenggaraan pendidikan yang masih bersifat konvensional dituntut untuk memberikan pelayanannya bagi masyarakat luas yang tersebar di seluruh Nusantara (Riyanto, 2007). Kendala-kendala yang dialami antara lain keterbatasan finansial, jauhnya lokasi, dan keterbatasan institusi (Tafiardi, 2005).

Oleh karena perkembangan teknologi dan informasi yang berkembang begitu pesat, maka keberadaan teknologi ini telah mengubah cara kita membaca, berkomunikasi, dan belajar. Keberadaan tersebut juga memungkinkan semua


(13)

orang yang mempunyai akses terhadap teknologi dapat memperoleh informasi apa saja, di mana saja, dan kapan saja (Chaeruman, 2008). Dengan adanya teknologi, maka pembelajaran akan lebih bersifat terbuka, fleksibel, dan terdistribusi menurut Khan (dalam Chaeruman, 2008). Salah satu hasil dari perkembangan teknologi adalah keberadaan internet yang telah mengubah paradigma berpikir konvensional serta berhasil menawarkan alternatif pembelajaran dalam pendidikan (Suryaningtyas, 2008).

E-learning adalah salah satu revolusi di bidang pendidikan berbasis teknologi internet yang merupakan salah satu contoh aplikasi baru dalam perkembangan teknologi internet yang pesat. E-learning diharapkan dapat dijadikan alternatif bagi pengembangan sistem pendidikan yang lebih efektif dan efisien dengan biaya yang lebih rendah di masa mendatang. E-learning pada dasarnya mengefisiensikan proses belajar mengajar konvensional yang memposisikan siswa sebagai konsumen pengetahuan (Purbo & Hartanto, 2002).

E-learning merupakan sistem pembelajaran berbasis elektronik yang kini sedang marak dibicarakan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya jumlah perguruan tinggi di berbagai negara yang menyajikan materi perkuliahan secara elektronik, baik sebagai pelengkap maupun pengganti pelajaran tatap muka (Fachri, 2007). E-learning telah menjadi suatu kebutuhan bagi sivitas akademika, mengingat baik dosen, mahasiswa maupun institusi pendidikan telah memanfaatkan teknologi komputer dalam proses kegiatan belajar mengajar (Widanarko, 2007). Sistem pembelajaran e-learning di lingkungan perguruan


(14)

tinggi mendorong pendidik untuk memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan (Suryaningtyas, 2008).

E-learning makin banyak digunakan di dunia akademik. Di Amerika Serikat, e-learning telah digunakan di hampir 90% universitas yang memiliki lebih dari 10.000 siswa. Gerhard Casper, presiden Stanford University di AS, menyatakan yakin dalam waktu sepuluh tahun ke depan, pendidikan akan berganti dari pendidikan di kelas ke pendidikan online. Di Indonesia, e-learning telah mulai merambah di dunia akademis. Universitas Terbuka telah menyediakan beberapa tutorial secara online. Institut Teknologi Bandung (ITB) pun telah menawarkan sejumlah pelajaran online learning melalui Open Learning System (OLSys). Universitas Petra, Universitas Gajah Mada, Universitas Bina Nusantara, dan Universitas Pelita Harapan telah memberikan pula beberapa pelajaran dalam bentuk e-learning. Meningkatnya penggunaan internet sekitar 100% setiap tahun memberikan andil cukup besar dalam kemajuan penggunaan e-learning (Effendi & Zhuang dalam Suryaningtyas, 2008).

Proses pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan e-learning tidak dapat disamakan dengan lembaga pendidikan pada umumnya, juga berbeda dengan pola pembelajaran konvensional yang hanya menggunakan metode tatap muka. Proses pembelajaran e-learning adalah perpaduan antara metode tatap muka dengan metode online (via internet dan berbagai pengembangan teknologi informasi lainnya (Rochaety, Rahayuningsih & Yanti, 2005).

Penyelenggaraan pembelajaran dengan model e-learning harus didukung oleh berbagai institusi salah satunya adalah kalangan akademik (perguruan


(15)

tinggi/universitas). Hal ini mempertimbangan bahwa perguruan tinggi bertanggung jawab untuk menyiapkan mahasiswa agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam lingkungan dunia yang kompetitif. Aspek yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan peran pendidikan tinggi adalah dengan kemajuan teknologi informasi yang mempengaruhi proses pendidikan Dengan demikian, tugas dari pendidikan tinggi adalah dapat memperkuat daya saing bangsa dalam hal ini kemampuan sumber daya manusianya. Namun ternyata, untuk meningkatkan daya saing tersebut diperlukan pembelajaran yang lebih efektif (Wijaya dalam Rosa, 2008).

Sistem pembelajaran e-learning di lingkungan perguruan tinggi/universitas mendorong pendidik khususnya dosen untuk memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan. Pemanfaatan teknologi informasi ini secara tidak langsung atau otomatis membuat dosen harus lebih akrab lagi dengan dunia maya. Dunia maya yang dimaksud di sini adalah internet, yang merupakan jaringan komputer (interkoneksi) yang terbentuk dari milyaran komputer di seluruh dunia. Internet memungkinkan untuk menghilangkan hambatan jarak dan waktu dalam mendapatkan informasi. Penggunaan koneksi internet dalam institusi pendidikan berbasis IT (Informasi Teknologi) berfungsi sebagai sumber dan media belajar. Sebagai sumber belajar, koneksi internet akan memungkinkan sivitas akademika untuk dapat mengakses kekayaan sumber belajar di dunia maya. Dosen dapat mencari beragam referensi dari dalam dan luar negeri, demikian juga mahasiswa. Bahkan dosen dapat


(16)

menugaskan mahasiswa untuk mengakses situs-situs tertentu sebagai bagian dari tugas pembelajaran (Romisatriawahono, 2008).

Universitas Sumatera Utara (USU) merupakan salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Sumatera Utara yang bertanggung jawab untuk menyiapkan mahasiswanya agar memiliki pengetahuan dn keterampilan yang memadai dalam lingkungan yang kompetitif. Oleh karena kemajuan teknologi informasi mempengaruhi proses pendidikan, maka USU telah menyediakan jaringan ’hotspot’ di lingkungan kampus dan telah mengarah pada pembelajaran dengan e-learning. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dari USU, yaitu menciptakan pendekatan baru sebagai pusat belajar sesuai sesuai dengan kebutuhan yang mengikuti perkembangan teknologi informasi. Pihak USU mulai membangun pembelajaran dengan model e-learning, yang bentuk pengajaran dan pembelajarannya menggunakan internet, memberikan fasilitas yang dapat diakses oleh pengajar dan peserta didik/mahasiswa secara pribadi seperti materi pelajaran, interaksi dengan pengajar atau sesama mahasiswa serta dapat mengetahui informasi tentang nilai, jadwal dan konsep pembelajaran serta mahasiswa juga dapat memperoleh layanan berupa perpustakaan digital. Hal ini terlihat dari tersedianya portal akademik USU. Portal akademik merupakan sebuah sistem informasi yang berfungsi sebagai integrator informasi akademik yang ada di berbagai unit akademik (fakultas dan program studi) sekaligus sebagai sarana komunikasi antar sivitas akademika USU yang dapat diakses melalui internet dengan alamat www.usu.ac.id (Siregar, 2008).


(17)

Berdasarkan hasil rapat pimpinan USU dengan para Dekan, Pembantu Dekan-I, Direktur Sekolah Pascasarjana, Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kepala Perpustakaan dan Sistem Informasi pada tanggal 3 Februari 2009, disepakati bahwa semua konten mata kuliah harus dimuat dalam situs USU e-learning. Konten dimaksud antara lain terdiri dari: (1) silabus (bahasa Indonesia dan Inggris), (2) GBPP (Garis Besar Pedoman Pengajaran), (3) SAP (Satuan Acuan Pengajaran, (4) slide, (5) handout, (6) bahan-bahan lainnya seperti rekaman audio/video, kuis, tugas, dan soal-soal latihan serta link ke situs-situs terkait. Seluruh konten mata kuliah dimaksud direncanakan sudah termuat seluruhnya selambat-lambatnya 30 Mei 2009. Untuk tahap awal, setiap dosen pengampu mata kuliah menyerahkan konten mata kuliah yang diasuhnya kepada Dekan Fakultas melalui Ketua Departemen atau Program Studi dalam bentuk softcopy (dalam CD), yang selanjutnya diserahkan kepada Rektor USU, yang kemudian akan dimuat oleh Tim USU e-learning. Selanjutnya, untuk pemeliharaan konten tersebut, setiap dosen dapat melakukan update setiap saat dengan login ke USU e-learning menggunakan username dan password Portal Akademik. Hal ini menandakan bahwa implementasi e-learning semakin nyata diselenggarakan dan sedang marak-maraknya dibicarakan serta diharapkan akan disosialisasikan di USU.

Fenomena sikap dosen terhadap e-learning sendiri pun terjadi di FPMIPA (Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) UPI, Bandung berdasarkan blog dari dosen kepada mahasiswanya sebagai berikut:

“Mata kuliah e-learning itu tidak ada. E-learning itu merupakan fasilitas yang dimiliki oleh FPMIPA UPI sebagai sarana perkuliahan. Kalau anda mengikuti


(18)

kuliah yang dosennya menggunakan fasilitas e-learning, maka anda ikuti tugas-tugasnya untuk mendapatkan nilai yang diharapkan. Dan masalah tugas tergantung pada dosen yang mengajarnya.”

(C. K., blog dari fpmipa.upi.edu, 16 September 2006).

Berdasarkan blog dari dosen ini, dapat disimpulkan bahwa dosen ini memiliki pendapat atau opini sendiri tentang e-learning dimana dosen tersebut memiliki dasar pengetahuan terhadap apa yang telah dia ketahui dan alami tentang e-learning yang berkaitan dengan konten atau isi dari e-learning.

Selain itu, ada beberapa hasil wawancara dengan dosen yang mengetahui tentang e-learning. Wawancara pertama dilakukan kepada dosen USU yang berdomisili di Medan.

“E-learning itu kan pembelajaran dari internet. Yah, sangat membantu saya untuk mencari bahan-bahan mata kuliah saya. Saya juga bisa lebih mudah mengajar karena saya bisa menyuruh mahasiswa saya untuk mencari bahan kuliah dari internet.”

(A, Komunikasi Personal, 14 Januari 2009).

Berdasarkan hasil wawancara pertama ini, maka dapat diketahui bahwasannya dosen ini juga memiliki persepsi yang dapat disamakan dengan pendapat (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang sedang marak dibicarakan yaitu bahwa dosen memiliki pandangan yang positif terhadap keberadaan sistem e-learning karena kemudahan-kemudahan yang mereka rasakan yang sangat membantu dalam pengerjaan tugas kuliah.

Wawancara kedua pun dilakukan terhadap salah seorang dosen USU yang berdomisili di Medan.

“E-learning itu kan studi pembelajaran yang inovatif dengan menggunakan teknologi komunikasi yang mempermudah proses belajar mengajar. 24 jam bisa diakses secara online. Tapi, saya kurang suka karena terkadang materi yang saya upload untuk mahasiswa saya, dibaca bulat-bulat sehingga bisa


(19)

menyebabkan terjadinya kesalahpahan tanpa adanya penjelasan dari saya. Terus, biayanya juga mahal.”

(F, Komunikasi Personal, 4 Juni 2009).

Berdasarkan hasil wawancara kedua ini, maka dapat diketahui bahwasannya dosen tersebut memiliki pendapat yang negatif, meskipun dosen terebut mengetahui e-learning yang bisa terbentuk dari pengetahuannya mengenai kekurangan sistem e-learning itu sendiri maupun menyangkut masalah perasaan yang dimilikinya berkaitan dengan pengalaman pribadinya mengenai e-learning.

Berdasarkan blog dari dosen kepada mahasiswanya dan hasil wawancara dengan beberapa dosen USU yang mengetahui tentang e-learning tersebut, maka hal ini dapat menggambarkan sikap dosen terhadap e-learning karena menurut Azwar (2000), nilai (value) dan opini (opinion) atau pendapat sangat erat berkaitan dengan sikap. Dapat diketahui bahwa mereka memiliki pandangan yang positif terhadap keberadaan sistem e-learning karena kemudahan-kemudahan yang mereka rasakan yang sangat membantu dalam pengerjaan tugas kuliah. Pendapat positif dosen terhadap e-learning juga terbentuk dari manfaat yang mereka rasakan seperti kelenturan sistem e-learning itu sendiri. Selain itu, ada juga pendapat yang negatif dosen yang mengetahui e-learning yang bisa terbentuk dari pengetahuannya mengenai kekurangan sistem e-learning itu sendiri.

Dalam pembahasan psikologi sosial, sikap dianggap sebagai sesuatu yang penting. Muhadjir (dalam Sappaile, 2005) mengatakan sikap merupakan kecenderungan afektif suka-tidak suka pada suatu objek sosial. Harvey dan Smith (dalam Sappaile, 2005) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk positif atau negatif terhadap objek atau situasi.


(20)

Sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu: komponen kognitif yang merupakan persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu, komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi serta komponen konatif berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu (Mann dalam Azwar, 2000). Dengan ketiga komponen ini akan dilihat bagaimana gambaran sikap dosen terhadap e-learning.

E-learning pun kini sedang banyak diperbincangkan masyarakat Indonesia, baik itu dari praktisi pendidikan, tokoh-tokoh masyarakat, termasuk dosen yang peduli dengan keadaan pendidikan di Indonesia. Dosen merupakan salah satu unsur penting dalam menentukan kinerja universitas sebagai lembaga pendidikan. Seperti yangtertuang dalam UU RI No. 14 tahun 2005, tentang guru dan dosen, dosen dinyatakan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (“Undang-Undang”, 2005).

Dosen di USU pun merupakan pendidik profesional yang mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan kepada mahasiswanya. Berkaitan dengan implementasi e-learning yang sedang diselenggarakan dan marak-maraknya diperbincangkan di USU, maka dianggap perlu melakukan penelitian untuk melihat bagaimana sikap dosen USU terhadap e-learning agar dapat diketahui respon dosen terhadap e-learning, apakah positif atau negatif.


(21)

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti merasa penting untuk mendapatkan gambaran secara kuantitatif bagaimana sikap dosen USU terhadap e-learning. Sehingga, populasi dari penelitian ini adalah dosen di salah satu perguruan tinggi negeri Medan yaitu USU dan berdomisili di Medan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana gambaran sikap dosen USU terhadap e-learning?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran sikap dosen USU terhadap e-learning.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis:

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang berguna dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang Psikologi Pendidikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran sikap dosen USU terhadap pendidikan e-learning. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wacana dalam ilmu psikologi sendiri mengenai e-learning.


(22)

2. Manfaat praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai e-learning dalam dunia pendidikan.

b. Memberikan informasi bagi praktisi pendidikan untuk mengetahui bagaimana gambaran sikap dosen terhadap pendidikan e-learning.

c. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi, khususnya penelitian yang berhubungan dengan e-learning.

d. Sebagai masukan bagi pihak kampus USU untuk mengevaluasi sistem e-learning sehingga dapat lebih memudahkan kinerja para pengajar dan pembelajaran bagi peserta didik.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I adalah Pendahuluan yang terdiri dari lima sub bab meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah Landasan Teori yang meliputi pembahasan tentang e-learning, sikap, dan dosen.

Bab III adalah Metode Penelitian yang terdiri atas identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur dan metode analisis data.


(23)

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. E-learning

1. Pengertian e-learning

E-learning adalah sebuah proses pembelajaran yang berbasis elektronik. Salah satu media yang digunakan adalah jaringan komputer. Dengan dikembangkannya di jaringan komputer memungkinkan untuk dikembangkan dalam bentuk berbasis web, sehingga kemudian dikembangkan ke jaringan komputer yang lebih luas yaitu internet. Penyajian e-learning berbasis web ini bisa menjadi lebih interaktif. Sistem e-learning ini tidak memiliki batasan akses, inilah yang memungkinkan perkuliahan bisa dilakukan lebih banyak waktu (Nugroho, 2007).

Banyak orang menggunakan istilah yang berbeda-beda dengan e-learning, namun pada prinsipnya e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa elektronika sebagai alat bantunya. E-learning memang merupakan suatu teknologi pembelajaran yang yang relatif baru di Indonesia (Tafiardi, 2005).

Istilah e-learning dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah maya. Istilah e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet. Oleh karena itu, istilah e-learning lebih tepat ditujukan sebagai usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar mengajar yang ada di


(25)

sekolah/universitas ke dalam bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi internet (Purbo & Hartanto, 2002).

E-learning ini sendiri mempunyai beberapa karakteristik seperti yang telah dikemukakan oleh Suyanto (2005) mengemukakan 4 karakteristik e-learning yang terdiri dari:

a. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik, dimana pengajar dan peserta didik, peserta didik dan peserta didik, ataupun pengajar dan sesama pengajar dapat berkomunikasi dengan relatif mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.

b. Memanfaatkan keunggulan komputer (media digital dan jaringan komputer). c. Menggunakan bahan ajar yang bersifat mandiri yang dapat disimpan di

komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan dimana saja bila yang bersangkutan membutuhkannya.

d. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan yang dapat dilihat setiap saat di komputer.

Dengan demikian, e-learning itu dapat diartikan sebagai suatu sistem dalam pembelajaran yang mengacu pada penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan karakteristik-karakteristik seperti memanfaatkan jasa teknologi, memanfatkan keunggulan komputer, menggunakan bahan ajar yang bersifat mandiri, dan memanfaatkan jadwal belajar yang dapat dilihat pada komputer, serta memberikan fasilitas yang dapat diakses oleh pengajar dan peserta didik/mahasiswa secara pribadi


(26)

2. Komponen e-learning

Komponen yang membentuk e-learning (Romisatriawahono, 2008) adalah: a. Infrastruktur e-learning

Infrastruktur e-learning merupakan peralatan yang digunakan dalam e-learning yang dapat berupa Personal Computer ((PC), yakni komputer yang dimiliki secara pribadi (Febrian, 2004)), jaringan komputer (yakni, kumpulan dari sejumlah perangkat berupa komputer, hub, switch, router, atau perangkat jaringan lainnya yang terhubung dengan menggunakan media komunikasi tertentu (Wagito, 2005)), internet (merupakan singkatan dari Interconnection Networking yang diartikan sebagai komputer-komputer yang terhubung di seluruh dunia (Febrian, 2004)) dan perlengkapan multimedia (alat-alat media yang menggabungkan dua unsur atau lebih media yang terdiri dari teks, grafis, gambar, foto, audio, video dan animasi secara terintegrasi (Febrian, 2004)). Termasuk di dalamnya peralatan teleconference (pertemuan jarak jauh antara beberapa orang yang fisiknya berada pada lokasi yang berbeda secara geografis (Febrian, 2004)) apabila kita memberikan layanan synchronous learning yakni proses pembelajaran terjadi pada saat yang sama ketika pengajar sedang mengajar dan murid sedang belajar melalui teleconference. b. Sistem dan aplikasi e-learning

Sistem dan aplikasi e-learning yang sering disebut dengan Learning Management System (LMS), yang merupakan sistem perangkat lunak yang mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional untuk administrasi, dokumentasi, laporan suatu program pelatihan, ruangan kelas dan peristiwa


(27)

online, program e-learning, dan konten pelatihan (Ellis, 2009)), misalnya, segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar seperti bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), serta sistem ujian online yang semuanya terakses dengan internet.

c. Konten e-learning

Konten e-learning merupakan konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning sistem (Learning Management System). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk misalnya Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif seperti multimedia pembelajaran yang memungkinkan kita menggunakan mouse, keyboard untuk mengoperasikannya) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran yang ada di wikipedia.org, ilmukomputer.com, dsb.). Biasa disimpan dalam Learning Management System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh peserta didik kapan pun dan dimana pun.

Sedangkan ’aktoryang ada dalam pelaksanakan e-learning boleh dikatakan sama dengan proses belajar mengajar konvensional, yaitu perlu adanya pengajar (dosen) yang membimbing siswa (mahasiswa) yang menerima bahan ajar dan administrator yang mengelola administrasi dan proses belajar mengajar.


(28)

3. Manfaat e-learning

Manfaat e-learning (Smaratungga, 2009) terdiri atas 4 hal, yaitu:

a. Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity).

Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi. Mengapa?

Karena pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan dari teman sekelas.


(29)

b. Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility).

Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja. Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru/instruktur.

Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional. Dalam kaitan ini, Universitas Terbuka Inggris telah memanfaatkan internet sebagai metode/media penyajian materi. Sedangkan di Universitas Terbuka Indonesia (UT), penggunaan internet untuk kegiatan pembelajaran telah dikembangkan. Pada tahap awal, penggunaan internet di UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja atau yang disebut sebagai “tutorial elektronik”. c. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a

global audience).

Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.


(30)

d. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities).

Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri. Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar elektronik ini perlu dikuasai terlebih dahulu oleh instruktur yang akan mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan pengelolaan kegiatan pembelajarannya sendiri. Harus ada komitmen dari instruktur yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar peserta didiknya dan sekaligus secara teratur memotivasi peserta didiknya.

E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun antara sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi atau pendapat mengenai berbagai hal yang menyangkut pelajaran ataupun kebutuhan pengembangan diri peserta didik. Guru atau instruktur dapat menempatkan bahan-bahan belajar dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di tempat tertentu di dalam web


(31)

untuk diakses oleh para peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan, guru/instruktur dapat pula memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengakses bahan belajar tertentu maupun soal-soal ujian yang hanya dapat diakses oleh peserta didik sekali saja dan dalam rentangan waktu tertentu pula.

Secara lebih rinci, Smaratungga (2009) mengungkapkan manfaat e-learning yang dapat dilihat dari dua sudut yaitu:

a. Dari sudut peserta didik

Dengan kegiatan e-learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang tinggi. Artinya, peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang. Peserta didik juga dapat berkomunikasi dengan instruktur setiap saat. Dengan kondisi yang demikian ini, peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran. Manakala fasilitas infrastruktur tidak hanya tersedia di daerah perkotaan tetapi telah menjangkau daerah kecamatan dan pedesaan, maka kegiatan e-learning akan memberikan manfaat kepada peserta didik yang:

(1) belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk mengikuti mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh sekolahnya,

(2) mengikuti program pendidikan keluarga di rumah (home schoolers) untuk mempelajari materi pembelajaran yang tidak dapat diajarkan oleh para orangtuanya, seperti bahasa asing dan keterampilan di bidang komputer, (3) merasa phobia dengan sekolah, atau peserta didik yang dirawat di rumah sakit


(32)

pendidikannya, yang dikeluarkan oleh sekolah, maupun peserta didik yang berada di berbagai daerah atau bahkan yang berada di luar negeri, dan

(4) tidak tertampung di sekolah konvensional untuk mendapatkan pendidikan. b. Dari sudut instruktur

Dengan adanya kegiatan e-learning, beberapa manfaat yang diperoleh instruktur antara lain adalah bahwa instruktur dapat:

(1) lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung-jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang terjadi,

(2) mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan wawasannya karena waktu luang yang dimiliki relatif lebih banyak,

(3) mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan instruktur juga dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari, berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu dipelajari ulang, (4) mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan setelah

mempelajari topik tertentu, dan

(5) memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada peserta didik.


(33)

4. Kelebihan dan kekurangan e-learning

a. Kelebihan e-learning

Menyadari bahwa melalui internet dapat ditemukan berbagai informasi yang dapat diakses secara mudah, kapan saja dan dimana saja, maka pemanfaatan internet menjadi suatu kebutuhan. Bukan itu saja, pengguna internet bisa berkomunikasi dengan pihak lain dengan cara yang sangat mudah melalui teknik e-moderating yang tersedia di internet (Triluqman, 2007).

Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di literatur, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh, kelebihan e-learning antara lain dapat disebutkan sebagai berikut (Triluqman, 2007):

(1) Tersedianya fasilitas e-moderating dimana pendidik dan peserta didik dapat berkomunikasi dengan mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat, dan waktu.

(2) Pendidik dan peserta didik dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang tersruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.

(3) Peserta didik dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan dimana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.

(4) Bila peserta didik memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet.


(34)

(5) Baik pendidik maupun peserta didik dapat melaksanakan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.

(6) Berubahnya peran peserta didik dari yang biasanya pasif menjadi aktif.

(7) Relatif lebih efisien. Misalnya bagi yang mereka tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dan sebagainya.

b. Kekurangan e-learning

Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan antara lain dapat disebutkan sebagai berikut (Triluqman, 2007):

(1) Kurangnya interaksi antara pendidik dan peserta didik bahkan antar-peserta didik itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar-mengajar.

(2) Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis.

(3) Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan.

(4) Berubahnya peran pendidik dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional.

(5) Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.


(35)

(6) Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon, ataupun komputer).

(7) Kurangnya penguasaan komputer.

5. Filosofis e-learning

Menurut Cisco (dalam Suyanto,2005) ada beberapa filosofis dari e-learning, yaitu:

a. E-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan, secara on-line.

b. E-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku text, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalosasi.

c. E-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan isi dan pengembangan teknologi pendidikan.

d. Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Semakin baik keselarasan antar isi dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.


(36)

B. Sikap

1. Pengertian sikap

Sikap atau attitude sudah sejak lama menjadi salah satu konsep yang dianggap paling penting dalam psikologi sosial khususnya dan dalam berbagai ilmu sosial umumnya. Spencer (dalam Azwar, 2000) mengartikan istilah sikap pertama kali sebagai status mental seseorang. Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep untuk mengartikan postur fisik atau posisi tubuh seseorang (Wrightsman & Deaux dalam Azwar, 2000). Istilah ini kemudian berkembang menjadi kesiapan subjek dalam menghadapi stimulus yang datang tiba-tiba (Lange dalam Azwar, 2000). Pada perkembangan selanjutnya istilah sikap tidak hanya merupakan aspek mental semata melainkan mencakup pula aspek respons fisik.

Telah banyak ahli yang memberikan definisi mengenai sikap. Salah satu kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Thurstone, Likert, dan Osgood (dalam Azwar, 2000) menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak/favorabel maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak/tidak favorabel pada objek tersebut. Secara lebih spesifik, Thurstone (dalam Azwar, 2000) sendiri menformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologi meliputi simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan sebagainya (Hogg & Vaughan, 2002).

Secord dan Backman (dalam Azwar, 2000) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan


(37)

predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sobur (2003) menarik sebuah kesimpulan yang menyatakan bahwa sikap pada dasarnya meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang, situasi, dan mungkin aspek-aspek lain dunia, termasuk ide abstrak dan kebijakan sosial.

Menurut para ahli, dalam memahami sikap harus diperhatikan tentang ambivalensi sikap. Istilah ini mengacu pada kenyataan bahwa evaluasi manusia terhadap objek, isu, orang, atau peristiwa tidak selalu secara seragam positif atau negatif; sebaliknya, evaluasi itu sering terdiri dari dua reaksi baik positif maupun negatif (Baron & Byrne, 2004).

Hogg dan Vaughan (2002) menyatakan bahwa mengukur sikap adalah pekerjaan yang tidak mudah, karena sikap tidak dapat diobservasi secara langsung. Cara yang paling umum dilakukan untuk mengetahui sikap adalah bertanya langsung pada orang tersebut. Sikap diukur dengan pertanyaan untuk membuat evaluasi positif atau negatif pada objek tertentu. Ada 8 (delapan) teknik pengukuran sikap, yaitu: skala Thurstone (skala interval tampak setara), skala Likert (skala rating yang dijumlahkan), skala Bogardus (skala jarak sosial), skala Osgood (skala diferensi semantik), skala Guttman (scalogram), skala Fishbein, pengukuran fisiologikal, dan mengukur sikap yang terbuka.

Pernyataan sikap (attitude statements) adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap dapat berisi kalimat-kalimat yang bersifat mendukung atau memihak dan juga bersifat yang tidak mendukung atau tidak memihak. Skala sikap berisi


(38)

kalimat yang bersifat mendukung atau disebut sebagai pernyataan favorabel dan untuk kalimat yang bersifat tidak mendukung disebut sebagai penyataan tidak favorabeldalam jumlah kurang lebih seimbang. Variasi pernyataan favorabel dan tidak favorabel akan membuat responden untuk memikirkan secara hati-hati isi pernyataannya sebelum memberikan respons sehingga stereotipe responden dalam menjawab dapat dihindari (Azwar, 2000).

Dapat disimpulkan bahwa sikap adalah evaluasi terhadap suatu objek. Evaluasinya bisa positif atau negatif, dan juga bisa tercampur antara positif dan negatif. Dalam penelitian ini sikap dosen terhadap e-learning, yaitu pernyataan positif atau negatif yang ditampilkan dosen dalam memperlihatkan respon terhadap e-learning.

2. Komponen sikap

Calhoun & Acocella (dalam Sobur, 2003) mengemukakan bahwa sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, suatu sikap mengandung 3 komponen dasar yaitu kognitif (keyakinan), afektif (emosi/perasaan), dan konatif (tindakan).

Selanjutnya Krech, Cruthchfield, dan Ballachey (dalam Sobur, 2003) merumuskan ketiga komponen tersebut. Komponen kognitif adalah kepercayaan (belief) seseorang terhadap objek sikap. Belief bergantung pada sistem sikap, yang merupakan evaluative belief mencakup ciri-ciri menyenangkan atau tidak menyenangkan, menguntungkan atau tidak menguntungkan, berkualitas baik atau


(39)

buruk, dan belief tentang cara merespons yang sesuai dan tidak sesuai terhadap objek. Komponen afektif menunjuk pada emosionalitas terhadap objek. Objek dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai. Dan komponen konatif adalah kecenderungan tindakan seseorang, baik positif maupun negatif, terhadap objek sikap.

Mann (dalam Azwar, 2000), menyatakan sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu:

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. Azwar (2000) menyatakan kepercayaan terhadap sesuatu datang dari apa yang telah dilihat atau dari yang telah diketahui. Berdasarkan hal ini kemudian terbentuk ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan terbentuk akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin mengubah sikap seseorang. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila


(40)

dikaitkan dengan sikap. Azwar (2000) menyatakan bahwa reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud.

c. Komponen konatif

Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Menurut Azwar (2000) komponen konatif menunjukkan bagaimana cara berperilaku sesuai dengan objek sikap yang dihadapi. Asumsinya adalah bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual.

Azwar (2000) menyatakan bahwa ketiga komponen diatas adalah selaras dan konsisten. Konsistensi antara kepercayaan (kognitif), perasaan (afektif), dan tendensi perilaku (konatif) menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap. Apabila salah satu diantara ketiga komponen tersebut tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap.

3. Faktor-faktor pembentukan sikap

Hudaniah (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap.


(41)

Azwar (2000) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, diantaranya adalah:

a. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologi. Apakah penghayatan itu kemudian akan membentuk sikap positif ataupun sikap negatif, akan tergantung pada berbagai faktor lain. Sehubungan dengan hal ini, Middlebrook (dalam Azwar, 2000) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Namun, individu biasanya tidak melepaskan pengalaman yang sedang dialaminya dari pengalaman-pengalaman yang terdahulu, yang relevan.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, biasanya orang yang dianggap penting bagi individu adalah orangtua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, isteri atau


(42)

suami, dan lain-lain. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

Skinner (dalam Azwar, 2000) sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Menurutnya, kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita alami. Kita memiliki pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan kita mendapat reinforcement (penguat, ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain. Kebudayaan juga telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuat yang dapat memudarkan dominansi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual. d. Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lainnya mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut,


(43)

apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya. Dalam pemberitaan di surat kabar maupun di radio atau media komunikasi lainnya, berita-berita faktual yang seharusnya di sampaikan secara objektif seringkali dimasuki unsur subjektivitas penulis berita, baik secara sengaja maupun tidak. Hal ini seringkali berpengaruh terhadap sikap pembaca atau pendengarnya, sehingga dengan hanya menerima berita-berita yang sudah dimasuki unsur subjektif itu, terbentuklah sikap tertentu.

4. Perubahan sikap

Pada hakikatnya sikap itu relatif tetap, tetapi dapat berubah. Perubahan sikap dipengaruhi oleh (a) Sistem sikap (b) kepribadian dan (c) afiliasi individu dalam kelompok (Krech, Couthfield & ballachey dalam Mujiyati, 2004). Menurut Kelman (dalam Mujiyati, 2004) ada tiga proses sosial yang berperan dalam proses perubahan sikap yaitu kesediaan (compliance), identifikasi (identification) dan internalisasi (internalization). Selanjutnya Newcomb, Turner, & Converse (dalam Mujiyati, 2004) menambahkan bahwa perubahan sikap tidak hanya tergantung dari sifat sikap yang dibawa seseorang tetapi juga dari ciri-ciri lain yaitu berita yang persuasif dan ciri-ciri badan yang menyampaikan informasi itu, atau sumber informasi.


(44)

Menurut Walgito (dalam Hudaniah, 2003) bahwa perubahan sikap ditentukan oleh dua faktor, yaitu:

a. Faktor internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

b. Faktor eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk mengubah sikap.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan sikap pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam diri individu dan ada faktor di luar diri individu yang keduanya saling berinteraksi. Proses ini akan berlangsung selama perkembangan individu (Hudaniah, 2003).

Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sherif & Sherif (dalam Hudaniah, 2003) bahwa sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh yang diberikan. Sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan objek tertentu.


(45)

C. Dosen

1. Pengertian dosen

Menurut Undang-undang RI No. 14 tahun 2005, Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

2. Ciri-ciri dosen

Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dalam (UU RI No. 14 tahun 2005) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dalam (UU RI No. 14 tahun 2005), profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;


(46)

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

3. Dosen USU

Dosen USU merupakan dosen yang memiliki ciri-ciri seperti yang tertulis dalam pasal 7 ayat (1) dalam (UU RI No. 14 tahun 2005), yang kemudian terdaftar di beberapa fakultas di USU.

Adapun data rekapitulasi tenaga dosen menurut imur, pendidikan dan golongan di USU adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Rekapitulasi Tenaga Dosen menurut Umur dan Pendidikan di USU No. Unit Kerja

Umur Pendidikan

Jumlah ≤35

thn

36-45 thn

46-55 thn

≥56

thn S1 S2 S3

1. Kedokteran 89 54 37 92 194 65 13 272

2. Keperawatan 22 6 0 0 20 8 0 28

3. Psikologi 22 9 5 0 27 8 1 36

4. Hukum 18 19 53 20 35 55 20 110

5. Pertanian 35 55 60 38 45 107 36 188

6. Teknik 23 74 60 32 88 118 33 239

7. Ekonomi 27 12 46 34 29 75 15 119

8. Kedokteran Gigi 23 11 16 29 39 31 9 79

9. Sastra 6 36 68 25 53 105 13 171

10. MIPA 10 43 61 51 27 133 26 186

11. Farmasi 4 0 10 36 8 42 12 62

12. ISIP 7 39 48 9 20 71 12 103

13. Kes. Masyarakat 5 23 16 7 2 45 4 51


(47)

D. Gambaran Sikap Dosen USU terhadap e-learning

Thurstone, Likert, dan Osgood (dalam Azwar, 2000) menyatakan bahwa sikap seseorang terhadap objek adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Ada tiga komponen dalam sikap : pertama, komponen kognitif yang merupakan persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu; kedua, komponen afektif yang merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi dan ketiga, komponen konatif yang merupakan tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu (Mann dalam Azwar, 2000).

Sikap dosen terhadap e-learning dimaksudkan sebagai tendensi mental yang diaktualkan atau diverbalkan terhadap e-learning yang didasarkan pada pengetahuan atau perasaannya terhadap e-learning.

Berkaitan dengan komponen-komponen sikap, maka sikap terhadap e-learning dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan bagian sikap dosen yang muncul berdasarkan persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu dan dapat disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial terhadap infrastruktur e-learning, sistem dan aplikasi e-learning yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar, serta konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning sistem. Secara umum dapat


(48)

dikatakan bahwa komponen kognitif menjawab pertanyaan-pertanyaan apa yang diyakini, dipikirkan dosen terhadap e-learning.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan bagian sikap dosen yang muncul berdasarkan apa yang dirasakan dan reaksi emosional yang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku berkaitan dengan apa yang dirasakan dosen terhadap infrastruktur e-learning, sistem dan aplikasi e-learning yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar, serta konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning sistem. Komponen ini menjawab pertanyaan-pertanyaan apa yang dirasakan dosen terhadap e-learning. Misalnya, dosen senang dengan murahnya penyelenggaran pendidikan seperti e-learning maka hal tersebut termasuk komponen afeksi. Perasaan seperti senang atau tidak senang yang berhubungan dengan e-learning, termasuk komponen afektif. Jadi afektif menimbulkan evaluasi emosional terhadap objek.

c. Komponen konatif

Komponen konatif merupakan tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap e-learning yang menunjukkan bagaimana cara dosen berperilaku untuk bertindak terhadap infrastruktur e-learning, sistem dan aplikasi e-learning yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar, serta konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning sistem. Komponen ini menjawab pertanyaan-pertanyaan bagaimana kesediaan atau kesiapan dosen untuk bertindak terhadap e-learning. Dosen yang memperlihatkan tingkah laku seperti aktif mencari tahu tentang e-learning melalui media cetak, televisi maupun melalui


(49)

internet, mengikuti seminar yang berhubungan dengan e-learning, ataupun membeli buku yang membahas tentang e-learning dan sebagainya merupakan contoh yang tergolong dalam komponen konatif.

Azwar (2000) menyatakan bahwa ketiga komponen di atas adalah selaras dan konsisten. Konsistensi antara kepercayaan (kognitif), perasaan (afektif), dan tendensi perilaku (konatif) menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap. Apabila salah satu diantara ketiga komponen tersebut tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap.


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data dan pengambilan kesimpulan penelitian serta dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta, karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi (Hadi, 2000). Sejalan dengan yang diutarakan Hasan (2003) menyatakan bahwa jenis penelitian ini tidak mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel, dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya berupa deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori disuatu variabel. Dalam pengolahan dan analisis data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif.

Punch (dalam Hasan, 2003) menyatakan bahwa ada 2 kegunaan dilakukan penelitian deskriptif. Pertama, untuk pengembangan teori dan area penelitian yang baru, dimana sebelum merencanakan/melakukan penelitian yang lebih mendalam (exploratory studies) adalah lebih baik untuk terlebih dahulu memusatkan perhatian pada deskripsi yang sistematis terhadap objek penelitian.


(51)

Kedua, deskripsi yang tepat mengenai proses-proses sosial yang kompleks dapat membantu kita untuk memahami faktor apa saja yang mempengaruhi suatu variabel dan faktor apa yang perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian berikutnya secara lebih mendalam.

Arikunto (1998) menyatakan bahwa pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian yang non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau fenomena.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sikap dosen terhadap e-learning.

B. Defenisi Operasional Variabel

Sikap dosen USU terhadap e-learning dimaksudkan sebagai bentuk evaluasi dosen USU terhadap penerapan sistem belajar e-learning yang didasarkan pada persepsi, perasaan maupun kecenderungan bertingkah laku dosen USU itu sendiri yang diuraikan berdasarkan defenisi dari kompnen e-learning. Adapun komponen e-learning yang akan diukur dalam penelitian ini adalah:

1. Infrastruktur e-learning

Infrastruktur e-learning merupakan peralatan yang digunakan dalam e-learning yang dapat berupa Personal Computer ((PC), yakni komputer yang dimiliki secara pribadi), jaringan komputer (yakni, kumpulan dari sejumlah


(52)

perangkat berupa komputer, hub, switch, router, atau perangkat jaringan lainnya yang terhubung dengan menggunakan media komunikasi tertentu), internet (merupakan singkatan dari Interconnection Networking yang diartikan sebagai komputer-komputer yang terhubung di seluruh dunia) dan perlengkapan multimedia (alat-alat media yang menggabungkan dua unsur atau lebih media yang terdiri dari teks, grafis, gambar, foto, audio, video dan animasi secara terintegrasi). Termasuk di dalamnya peralatan teleconference (pertemuan jarak jauh antara beberapa orang yang fisiknya berada pada lokasi yang berbeda secara geografis) apabila kita memberikan layanan synchronous learning yakni proses pembelajaran terjadi pada saat yang sama ketika pengajar sedang mengajar dan murid sedang belajar melalui teleconference. 2. Sistem dan aplikasi e-learning

Sistem dan aplikasi e-learning yang sering disebut dengan Learning Management System (LMS), yang merupakan sistem perangkat lunak yang mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional untuk administrasi, dokumentasi, laporan suatu program pelatihan, ruangan kelas dan peristiwa online, program e-learning, dan konten pelatihan), misalnya, segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar seperti bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), serta sistem ujian online yang semuanya terakses dengan internet.


(53)

3. Konten e-learning

Konten e-learning merupakan konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning sistem (Learning Management System). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk misalnya Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif seperti multimedia pembelajaran yang memungkinkan kita menggunakan mouse, keyboard untuk mengoperasikannya) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran yang ada di wikipedia.org, ilmukomputer.com, dsb.). Biasa disimpan dalam Learning Management System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh peserta didik kapan pun dan dimana pun.

Gambaran sikap dosen USU terhadap e-learning diukur dengan menggunakan skala sikap berdasarkan 3 (komponen) sikap yaitu :

1. Komponen kognitif yaitu berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki serta dapat disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial terhadap e-learning yang diuraikan berdasarkan komponen-komponennya.

2. Komponen afektif berkaitan dengan apa yang dirasakan dan reaksi emosional yang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku terhadap e-learning yang diuraikan berdasarkan komponen-komponennya.

3. Komponen konatif memperlihatkan kesediaan atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap e-learning yang diuraikan berdasarkan komponen-komponennya.


(54)

Skor tinggi yang diperoleh individu dari skala menunjukkan subjek memiliki sikap yang positif terhadap e-learning. Sedangkan skor rendah menunjukkan sikap negatif terhadap e-learning.

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah seluruh objek yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki suatu sifat yang sama (Hadi,1991). Sehubungan dengan hal ini, yang perlu mendapat perhatian bahwa sample harus mencerminkan keadaan populasinya, agar sampel dapat digeneralisasikan terhadap populasinya. Populasi dalam penelitian ini adalah dosen USU yang ada di Medan yang berjumlah 1.644 jiwa (sumber: bagian kepegawaian USU).

.

2. Teknik pengambilan sampel

Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling, dimana pemilihan sub kelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000), yaitu: a. Dosen yang masih aktif di USU (mengajar dan mengikuti perkuliahan

minimal 2 SKS).


(1)

Dengan hormat,

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya membutuhkan sejumlah data yang hanya akan saya peroleh dengan adanya kerjasama Bapak/Ibu dalam mengisi skala ini.

Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu sejenak untuk mengisi skala ini. Saya sangat mengharapkan Bapak/Ibu memberikan jawaban yang jujur, terbuka dan apa adanya, bukan berdasarkan apa yang seharusnya.

Tidak ada jawaban yang dianggap salah dalam skala ini. Semua jawaban dan identitas Bapak/Ibu akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Cara menjawab skala ini akan dijelaskan di dalam petunjuk pengisian skala dan kemudian periksalah kembali jawaban Bapak/Ibu, jangan sampai ada nomor yang tidak diisi (terlewatkan).

Akhirnya atas segala partisipasi dan ketulusan dari jawaban yang telah Bapak/Ibu berikan, saya sangat menghargai dan mengucapkan terimakasih atas kerjasamanya.

Hormat Saya,


(2)

PETUNJUK PENGISIAN

1. Isilah identitas Anda dengan benar pada kolom yang telah disediakan di atas (identitas ini akan dijaga kerahasiaannya).

2. Jawablah semua pernyataan dalam skala ini (jangan sampai ada yang dilewatkan).

3. Pilihlah dengan menyilang salah satu jawaban berikut:

STS: jika Sangat Tidak Setuju dengan keadaan yang Anda rasakan TS: jika Tidak Setuju dengan keadaan yang Anda rasakan

S : jika Setuju dengan keadaan yang Anda rasakan

SS : jika Sangat Setuju dengan keadaan yang Anda rasakan

Contoh :

No. PERNYATAAN SS S TS STS

1. Saya rasa pembelajaran menggunakan internet di kampus saya menarik.

SS S TS STS

Bila Anda ingin mengganti jawaban yang telah Anda berikan sebelumnya, coret tanda silang (X) sebelumnya dengan dua garis (=), dan berikan tanda silang (X) pada pilihan Anda yang sesuai.

Contoh :

No. PERNYATAAN SS S TS STS

1. Saya rasa pembelajaran menggunakan internet di kampus saya menarik.

SS S TS STS

Bila sudah selesai, tolong periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada nomor yang terlewati.


(3)

NO. PERNYATAAN SS S TS STS 1. Pemberian materi kuliah dengan power point

memudahkan mahasiswa untuk memahami materinya.

SS S TS STS

2. Saya akan mengirimkan pesan ke mahasiswa saya melalui

e-mail jika saya tidak dapat menghubungi mahasiswa saya.

SS S TS STS

3. Saya pikir internet tidak cocok dijadikan tempat forum diskusi antara dosen dengan mahasiswa.

SS S TS STS

4. Saya langsung protes jika mahasiswa saya menyarankan untuk berdiskusi secara online.

SS S TS STS

5. Menurut saya sudah saatnya para dosen mencari bahan materi perkuliahan melalui internet.

SS S TS STS

6. Semangat mengajar saya belum tentu bertambah walaupun penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan internet.

SS S TS STS

7. Saya pikir berkomunikasi dengan mahasiswa melalui e-mail adalah sesuatu yang tidak sopan.

SS S TS STS

8. Diskusi online merupakan jalan alternatif yang dapat digunakan jika saya kurang mengerti tentang materi tertentu.

SS S TS STS

9. Saya melakukan diskusi online dengan dosen lain jika kami tidak dapat berdiskusi secara tatap muka.

SS S TS STS

10. Menurut saya diskusi online tidak dapat menyampaikan pesan dengan baik seperti ketika sedang berdiskusi secara tatap muka.

SS S TS STS

11. Fasilitas konferensi jarak jauh seperti komputer, jaringan komputer, serta perlengkapan multimedia membuat saya lebih bersemangat dalam mengajar di kelas.

SS S TS STS

12. Menurut saya, fasilitas internet belum dibutuhkan di kampus saya.


(4)

13. Saya tidak akan menggunakan fasilitas konferensi jarak jauh untuk berkomunikasi dengan mahasiswa.

SS S TS STS

14. Saya mengetahui bagaimana cara mengunduh (download) materi kuliah yang berbentuk Pdf dari internet.

SS S TS STS

15. Saya tidak tertarik untuk melakukan konferensi jarak jauh dengan mahasiswa saya.

SS S TS STS

16. Saya merasa diskusi online merupakan cara yang efisien dalam membahas masalah perkuliahan.

SS S TS STS

17. Materi perkuliahan yang saya berikan pada mahasiswa tidak perlu diakses melalui internet.

SS S TS STS

18. Saya rela harus menunggu mahasiswa/dosen untuk berdiskusi secara tatap muka daripada harus secara online.

SS S TS STS

19. Materi perkuliahan saya akan dapat diunduh (download) melalui internet.

SS S TS STS

20. Materi perkuliahan yang dapat diunduh (download) di internet lebih memudahkan mahasiswa untuk belajar.

SS S TS STS

21. Menurut saya, sistem ujian online menyulitkan mahasiswa.

SS S TS STS

22. Saya mendukung jika forum diskusi online bisa digalakkan di kampus saya.

SS S TS STS

23. Saya lebih suka mendapatkan informasi tentang kampus saya melalui media internet daripada secara langsung.

SS S TS STS

24. Menurut saya, materi ajar yang saya berikan lebih mudah dipahami apabila diberikan dalam bentuk animasi.

SS S TS STS

25. Ketika sedang mengajar, saya memilih untuk tidak akan menggunakan laptop.

SS S TS STS

26. Saya biasa mengirimkan tugas saya melalui e-mail ke mahasiswa saya.

SS S TS STS

27. Saya menyukai melakukan sistem ujian online. SS S TS STS 28. Menurut saya, sistem ujian online menjadi tidak jelas SS S TS STS


(5)

karena kemungkinan mahasiswa melakukan kecurangan sangat besar.

29. Perkuliahan dengan menggunakan laptop menuntut kesiapan belajar mengajar sivitas akademika.

SS S TS STS

30. Saya akan menggunakan internet untuk mencari bahan mata kuliah.

SS S TS STS

31. Saya yakin bahwa menggunakan power point dalam kegiatan perkuliahan menyulitkan dosen/mahasiswa.

SS S TS STS

32. Jika saya ke perpustakaan, saya enggan membuka jurnal-jurnal online.

SS S TS STS

33. Setiap kali terhubung ke internet saya tidak hanya sekedar melakukan pencarian informasi tetapi juga melakukan diskusi online.

SS S TS STS

34. Terkadang saya merasa membahas masalah perkuliahan melalui forum diskusi online hanya memperumit masalahnya.

SS S TS STS

35. Menyenangkan bagi saya bisa mencari bahan materi kuliah dengan fasilitas internet.

SS S TS STS

36. Saya tahu situs/website mana saja yang menyediakan layanan jurnal-jurnal online.

SS S TS STS

37. Membuka jurnal-jurnal online adalah hal yang biasa bagi saya.

SS S TS STS

38. Saya lebih suka melakukan diskusi online, jika saya kurang mengerti tentang materi tertentu.

SS S TS STS

39. Saya pikir pihak kampus sudah seharusnya menyediakan fasilitas jaringan komputer seperti Wi-Fi di masing-masing fakultas.

SS S TS STS

40. Saya akan mengunjungi tempat sistem informasi kampus saya untuk mengetahui perkembangan terbaru aplikasi proses belajar mengajar secara online di kampus saya.


(6)

41. Tidak ada untungnya bagi saya jika kampus menyediakan fasilitas jaringan komputer seperti Wi-Fi.

SS S TS STS

42. Menurut saya, pembuatan materi ajar di internet akan mempermudah mahasiswa karena dapat diunduh (download) secara langsung.

SS S TS STS

43. Jika saya kurang memahami konsep yang diuraikan pada referensi tertentu, kemungkinan teman saya yang sedang

online yang berprofesi sebagai dosen dapat membantu saya.

SS S TS STS

44. Walaupun mahal, perlengkapan multimedia membuat strategi pembelajaran lebih mudah.

SS S TS STS

45. Walaupun saya mengetahui keunggulan internet, saya tetap enggan menggunakan internet di kampus saya.

SS S TS STS

46. Saya tidak akan menggunakan power point pada materi kuliah saya ketika mengajar.

SS S TS STS

47. Saya merasa lebih terpacu untuk memahami materi perkuliahan jika menggunakan konferensi jarak jauh.

SS S TS STS

48. Saya yakin penggunaan diskusi online membantu meningkatkan efektivitas mengajar saya.

SS S TS STS

49. Jika saya kesulitan dalam memecahkan masalah perkuliahan, seharusnya saya bisa berdiskusi dengan dosen lain melalui diskusi online.

SS S TS STS

50. Saya akan kesulitan mengajar jika harus menggunakan internet.

SS S TS STS

51. Saya tahu bagaimana cara mengaplikasikan gambar-gambar animasi untuk materi kuliah saya.

SS S TS STS

52. Jika diberi kesempatan, saya ingin memantau kegiatan pembelajaran menggunakan internet di kampus saya.

SS S TS STS

53. Saya merasa diskusi online memudahkan saya untuk melakukan diskusi di mana saja dan kapan saja.