Gambaran Student Centered Learning Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Menuju Proses Pembelajaran E-Learning

(1)

GAMBARAN STUDENT CENTERED LEARNING

PADA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA (USU) MENUJU PROSES PEMBELAJARAN

E-LEARNING

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

NOFRIA ROSALINA SIREGAR 041301012

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN JUNI 2008


(2)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Juni 2008 Nofria Rosalina Siregar : 041301012

Gambaran Student Centered Learning Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Menuju Proses Pembelajaran E-Learning.

+ 71 Halaman + 15 Tabel + 4 Grafik + Lampiran Biobliografi (1997-2008)

Metode pembelajaran dengan pendekatan student centered merupakan metode pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar-mengajar. Metode pembelajaran dengan student centered menjadikan peserta didik aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, mampu untuk menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab pertanyaannya dan memiiki kemampuan dalam membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhannya berdasarkan dengan sumber-sumber belajar, dalam batas-batas tertentu peserta didik mampu untuk memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya ( Raharjo & Pongtuluran dalam Pannen, 1999).

Memasuki era informasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat. Perkembangan ini dirasakan dalam dunia pendidikan, dimana metode pembelajaran semakin berkembang. Salah satunya adalah metode pembelajan e-learning. Menurut Purbo (2002) metode pembelajaran e-learning merupakan bentuk teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran melalui internet. Penggunaan metode e-learning memberikan fasilitas yang dapat diakses oleh mahasiswa secara pribadi seperti materi pembelajaran, interaksi dengan staff pengajar atau sesama mahasiswa serta dapat menggetahui informasi tentang nilai, jadwal, konsep pembelajaran dan juga bisa memperoleh layanan perpustakaan digital, dengan demikian metode pembelajaran dengan e-learning menuntut peserta didik untuk aktif dan belajar secara mandiri (Karsendalam Rosa, 2008). Keberhasilan dalam menerapkan metode pembelajaran e-learning, perlu diterapkannya pendekatan student centered learning dalam proses belajar mengajar saat ini.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menggambaran bagaimana student centered learning mahasiswa Universitas Sumatera Utara menuju proses pembelajan e-learning. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 259 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah multi-stage random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala student centered learning yang dibuat berdasarkan karakteristik student centered learning yang dikemukakan oleh Karsen dalam Rosa (2008) dan telah diuji cobakan terlebih dahulu.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 61 orang lebih siap untuk metode pembelajaran student centered, sebanyak 134 orang belum terlalu siap untukmetode pembelajaran student centered dan sebanyak 64 orang belum siap untuk metode student centered.

Bagi pihak yang berminat dengan penelitian sejenis atau untuk mengembangkan penelitian ini lebih jauh, hendaknya memperbanyak tinjauan kepustakaan tentang student centered learning dan e-learning, lebih memperhatikan dalam pembuatan skala, melakukan penelitian lanjutan dengan kualitatif atau korelasi. Bagi pihak yang berkaitan dengan dunia pendidikan, hendaknya dapat menghadirkan atau membuat kurikulum


(3)

DAFTAR ISI

Abstrak...i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... viii

Daftar Grafik ... ix

Daftar Lampiran ... ...x

BAB I. PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah ... 1

I. B. Tujuan Penelitian ... 8

I. C. Manfaat Penelitian ... 9

I. C. 1 Manfaat teoritis penelitian ... 9

I. C. 2 Manfaat praktis penelitian ... 9

I. D. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II. LANDASAN TEORI II. A. Student Centered Learning ... 11

II. A. 1. Pengertian student centered learning ... 11

II. A. 2. Faktor yang mempengaruhi student centered learning ... 14

II. A. 3. Karakteristik pembelajaran student centered learning ... 18

II. A. 4. Aspek yang mempengaruhi student centered learningi ... 20

II. B. Model Pembelajaran E-Learning... 21

II. B. 1. Pengertian model pembelajaran e-learning... 21


(4)

II. B. 3. Kelebihan dan kekurangan e-learning... 26

II. B. 4. Beberapa aspek dari pembelajaran e-learning... 27

II. C. Mahasiswa ... 30

II.D. Gambaran student centered learning pada mahasiswa USU pembelajaran e-learning...31

BAB III. METODE PENELITIAN III. A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34

III. B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 35

III. C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 37

III. C. 1. Populasi dan sampel ... 37

III. C. 2. Teknik pengambilan sampel ... 39

III. C. 3. Jumlah sampel penelitian...41

III. D. Alat Ukur yang Digunakan ... 41

III. D. 1. Skala student centered learning ... 41

III. D. 2. Validitas dan reliabilitas alat ukur ... 43

III. D. 3. Hasil uji coba alat ukur ... 44

III. E. Prosedur Tahap Penelitian ... 47

III. E. 1. Tahap persiapan penelitian ... 47

III. E. 2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 48

III. E 3. Tahap pengolahan data ... 49

III. F. Metode Analisa Data ... 49

BAB IV. ANALISA DAN INTERPRETASI DATA IV. A. Gambaran Subjek Penelitian ... 50


(5)

IV. A. 1. Usia subjek penelitian ... 50

IV. A. 2. Jenis kelamin subjek penelitian... 51

IV. A. 3. Jurusan subjek penelitian ... 52

IV. A. 4. Angkatan subjek penelitian ... 53

IV. B. Hasil Utama Penelitian ... 54

IV. B. 1. Gambaran umum student centered learning ... 54

IV. C. Hasil Tambahan Penelitian ... 59

IV. C. 1. Student centered learning berdasarkan usia ... 59

IV. C. 2. Student centered learning berdasarkan jenis kelamin ... 60

IV. C. 3. Student centered learning berdasarkan jurusan ... 61

IV. C. 4. Student centered learning berdasarkan angkatan ... 62

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 63

V. A. Kesimpulan ... 63

V. B. Diskusi ... 65

V. C. Saran ... 67

V. C. 1. Saran untuk pengembangan penelitian ... 67

V. C. 2. Saran untuk pihak yang berkaitan dengan pendidikan ... 68

Daftar Pustaka………69 LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Daftar Nama Fakultas dan Jurusannya ... 40

Tabel 2 : Distribusi Aitem Skala Student Centered Learning... 42

Tabel 3 : Distribusi Aitem Hasil Uji Coba Skala ... 44

Tabel 4 : Distribusi Aitem Skala Setelah Penomoran Ulang ... 46

Tabel 5 : Persentase Subjek Berdasarkan Usia ... 50

Tabel 6 : Persentase Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

Tabel 7 : Persentase Subjek Berdasarkan Jurusan ... 52

Tabel 8 : Persentase Subjek Berdasarkan Angkatan ... 53

Tabel 9 : Gambaran Skor Skala Student Csntered Learning ... 56

Tabel 10 : Kategorisasi Skor Sturdent Centered Learning ... 58

Tabel 11 : Gambaran Umum Student Centered Learning ... 58

Tabel 12 : Hasil Analisis Deskriptif Berdasarkan Usia ... 59

Tabel 13 : Hasil Analisis Deskritif Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

Tabel 14 : Hasil Analisis Deskriptif Berdasarkan Jurusan ... 61


(7)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 : Persentase SCL Berdasarkan Usia ... 51

Grafik 2 : Persentase SCL Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

Grafik 3 : Persentase SCL Berdasarkan Jurusan ... 53

Grafik 4 : Persentase SCL Berdasarkan Angkatan ... 54


(8)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Juni 2008 Nofria Rosalina Siregar : 041301012

Gambaran Student Centered Learning Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Menuju Proses Pembelajaran E-Learning.

+ 71 Halaman + 15 Tabel + 4 Grafik + Lampiran Biobliografi (1997-2008)

Metode pembelajaran dengan pendekatan student centered merupakan metode pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar-mengajar. Metode pembelajaran dengan student centered menjadikan peserta didik aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, mampu untuk menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab pertanyaannya dan memiiki kemampuan dalam membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhannya berdasarkan dengan sumber-sumber belajar, dalam batas-batas tertentu peserta didik mampu untuk memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya ( Raharjo & Pongtuluran dalam Pannen, 1999).

Memasuki era informasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat. Perkembangan ini dirasakan dalam dunia pendidikan, dimana metode pembelajaran semakin berkembang. Salah satunya adalah metode pembelajan e-learning. Menurut Purbo (2002) metode pembelajaran e-learning merupakan bentuk teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran melalui internet. Penggunaan metode e-learning memberikan fasilitas yang dapat diakses oleh mahasiswa secara pribadi seperti materi pembelajaran, interaksi dengan staff pengajar atau sesama mahasiswa serta dapat menggetahui informasi tentang nilai, jadwal, konsep pembelajaran dan juga bisa memperoleh layanan perpustakaan digital, dengan demikian metode pembelajaran dengan e-learning menuntut peserta didik untuk aktif dan belajar secara mandiri (Karsendalam Rosa, 2008). Keberhasilan dalam menerapkan metode pembelajaran e-learning, perlu diterapkannya pendekatan student centered learning dalam proses belajar mengajar saat ini.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menggambaran bagaimana student centered learning mahasiswa Universitas Sumatera Utara menuju proses pembelajan e-learning. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 259 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah multi-stage random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala student centered learning yang dibuat berdasarkan karakteristik student centered learning yang dikemukakan oleh Karsen dalam Rosa (2008) dan telah diuji cobakan terlebih dahulu.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 61 orang lebih siap untuk metode pembelajaran student centered, sebanyak 134 orang belum terlalu siap untukmetode pembelajaran student centered dan sebanyak 64 orang belum siap untuk metode student centered.

Bagi pihak yang berminat dengan penelitian sejenis atau untuk mengembangkan penelitian ini lebih jauh, hendaknya memperbanyak tinjauan kepustakaan tentang student centered learning dan e-learning, lebih memperhatikan dalam pembuatan skala, melakukan penelitian lanjutan dengan kualitatif atau korelasi. Bagi pihak yang berkaitan dengan dunia pendidikan, hendaknya dapat menghadirkan atau membuat kurikulum


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

I. A. Latar belakang Masalah

Kata globalisasi sering dipakai sebagai salah satu ciri abad 21. Globalisasi adalah suatu fakta yang tidak dapat dihindari dan sekaligus merupakan suatu proses yang sedang berkembang (Soekartawi dalam Andriani, 2003). Memasuki era globalisasi ditandai dengan beberapa hal, antara lain adanya peningkatan interaksi antara warga dunia baik secara langsung maupun tidak langsung, meluasnya cakrawala intelektual, tersedianya informasi yang semakin banyak dan bervariasi, tersebarnya informasi yang semakin luas dan tersajinya informasi dalam berbagai bentuk dengan waktu yang sangat cepat. Era globalisasi atau disebut juga era informasi ditandai dengan semakin banyaknya saluran media yang tersedia seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, telepon, faks, komputer, internet serta satelit komunikasi yang mengarah pada pengumpulan, pengelolaan, penyimpanan serta penyajian informasi (Miarso, 2004).

Era globalisasi dipandang sebagai suatu proses yang berkembang pesat sebagai akibat dari semakin berkembangnya kemajuan teknologi informasi (Soekartawi dalam Andriani, 2003). Perkembangan teknologi informasi yang pesat tersebut telah menyentuh berbagai aspek dan bidang dalam kehidupan manusia seperti pada aspek kehidupan sosial, ekonomi, budaya serta bidang pendidikan (Widodo dalam Rosa, 2008).

Bidang pendidikan, dampak globalisasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi memperlihatkan adanya pergeseran dalam


(10)

proses belajar-mengajar, dalam hal ini menyangkut proses penyajian materi pengajaran dari pihak pengajar yang mulanya menggunakan peralatan papan tulis dan kapur yang kemudian teknologi berkembang menjadikan pengajar bisa memberikan materi belajar dalam bentuk slide yang ditampilkan melalui overhead projektor (OHP), selanjutnya muncul model pemberian materi belajar dengan mempresentasikan melalui file presentasi seperti power point dan model berikutnya dengan menggunakan e-learning (Widodo dalam Rosa, 2008).

Seiring dengan hal tersebut, pergeseran mekanisme pembelajaran juga berevolusi, terlihat dengan metode belajar yang dulunya konvensional menjadi metode yang lebih terbuka yang lebih bersifat jaringan yang disebut dengan model e-learning. Metode konvensional merupakan metode belajar yang proses penyampaian materi pelajarannya masih dilakukan dengan tatap muka dalam waktu dan tempat yang bersamaan sedangkan dalam metode dengan e-learning penyampaian materi belajar melalui media internet atau intranet baik secara langsung/synchronous dan tidak langsung/asynchronous (Mukhopadhyay dalam Miarso, 2004).

Penyelenggaraan pembelajaran dengan model e-learning harus didukung oleh berbagai institusi salah satunya adalah kalangan akademik (perguruan tinggi/ universitas), dengan pertimbangan bahwa perguruan tinggi merupakan gudangnya ilmu pengetahuan dan perguruan tinggi juga dianggap sebagai tempat berkumpulnya para staff yang terlatih dan sangat peka terhadap perkembangan teknologi informasi. Selain hal tersebut, perguruan tinggi telah memiliki pengajaran yang telah terstruktur dan memiliki layanan perpustakaan yang menyediakan buku yang mendukung proses pembelajaran dan perguruan tinggi


(11)

telah diakui kualitasnya secara resmi melalui akreditas (Purbo, 2002). Sejalan dengan hal tersebut, Cabal (dalam Simanjuttak, 1998) menyatakan bahwa Universitas/pendidikan tinggi merupakan sumber bagi terwujudnya inovasi dan imaginasi, sehingga dengan pembelajaran e-learning dijadikan sebagai sarana yang memungkinkan terjadinya kontak bagi semua orang di belahan dunia manapun sehingga dapat memfasilitasi terjadinya inovasi dan imajinasi-imajinasi baru bagi peserta didik. Mendukung hal tersebut, tanggungjawab utama pendidikan tinggi adalah menyiapkan mahasiswa agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam lingkungan dunia yang kompetitif, sehingga aspek yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan peran pendidikan tinggi adalah dengan kemajuan teknologi informasi yang mempengaruhi proses pendidikan (Wijaya dalam Rosa, 2008), sehingga tugas dari pendidikan tinggi adalah dapat memperkuat daya saing bangsa dalam hal ini kemampuan sumber daya manusianya (SDM), dengan demikian untuk meningkatkan daya saing tersebut diperlukan pembelajaran yang lebih efektif yang mengarah pada kurikulum yang berbasis kompetensi (KBK).

Pemanfaatan teknologi informasi dalam lingkungan pendidikan tinggi memiliki tujuan utama yaitu mendukung kegiatan riset, belajar-mengajar dan proses administrasi. Teknologi informasi merupakan media yang dapat membantu akses terhadap pengetahuan dan efisiensi proses administrasi kampus, dalam hal tersebut untuk membantu kegiatan belajar mengajar maka berbagai infrastruktur teknologi informasi telah dikembangkan dan diadopsi oleh pendidikan tinggi. Hal ini terlihat dari pengembangan situs yang melayani tentang lembaga, pendaftaran mahasiswa baru dan pengelolaan sumber belajar digital. Akses tersebut


(12)

dipermudah dengan menyediakan fasilitas hotspot (area/kawasan yang terbatas menyediakan jaringan internet) maupun koneksi internet kabel di lingkungan kampus (Wijaya dalam Rosa, 2008).

Seiring dengan hal tersebut, Universitas Sumatera Utara telah menyediakan jaringan hotspot di lingkungan kampus dan telah mengarah pada pembelajaran dengan e-learning. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dari Universitas Sumatera Utara, yaitu menciptakan pendekatan baru sebagi pusat belajar sesuai dengan kebutuhan yang mengikuti perkembangan teknologi informasi. Pihak Universitas Sumatera Utara mulai membangun pembelajaran dengan model e-learning, yang bentuk pengajaran dan pembelajarannya menggunakan internet, memberikan fasilitas yang dapat diakses oleh peserta didik/mahasiswa secara pribadi seperti materi pelajaran, interaksi dengan pengajar atau sesama mahasiswa serta dapat mengetahui informasi tentang nilai, jadwal dan konsep pembelajaran serta mahasiswa juga dapat memperoleh layanan berupa perpustakaan digital. Hal ini terlihat dari tersedianya portal akademik Universitas Sumatera Utara. Portal akademik merupakan sebuah sistem informasi yang berfungsi sebagai integrator informasi akademik yang ada diberbagai unit akademik (fakultas dan program studi) sekaligus sebagai sarana komunikasi antar sivitas akademika Universitas Sumatera Utara yang dapat diakses melalui internet dengan alamat www.usu.ac.id. Penggunaan dari e-learning di Universitas Sumatera Utara dijelaskan oleh bapak Suharwinto yang bekerja pada pusat komunikasi Universitas Sumatera Utara, seperti dibawah ini:

“Penggunaan e-learning yang ada di USU disediakan melalui portal akademik. Portal akademik itu sendiri merupakan sarana informasi yang disediakan pihak Universitas untuk kemudahan aktivitas sivitas akademika baik itu mahasiswa ataupun dosen. Dalam portal akademik disajikan


(13)

beberapa layanan yang dapat diakses oleh mahasiswa sesuai dengan kebutuhannya, seperti penggelolaan KRS, transkrip nilai, e-jurnal, kalender (jadwal perkuliahan), messaging, alumni, dan masih banyak lagi fasilitas yang bisa dibuka…..tapi sampai saat ini mahasiswa belum menggunakan fasilitas yang disajikan, biasanya portal akademik banyak dibuka mahasiswa hanya pada saat pengisian KRS.” (komunikasi personal, 4 maret 2008).

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Universitas Sumatera Utara telah menyediakan fasilitas e-learning, tetapi e-learning di Universitas Sumatera Utara masih belum optimal dalam pelaksanaannya disebabkan oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara tidak menggunakan semua fasilitas yang sudah disediakan di dalam portal akademik. Sesuai dengan yang dikatakan oleh seorang mahasiswa mengenai pengetahuannya tentang penggunaan e-learning di Universitas Sumatera Utara, di bawah ini:

“e-learning…. Oo.. yang portal itu ya. Yang saya tahu kalu mau ngisi KRS melalui portal itu ka’. Kalau saya ka’ buka portal akademik pas pengisian KRS aja kak itupun kadang-kadang saya nitip sama kawan untuk bukain… saya tahu ada fasilitas lain di portal akademik selain pengisian KRS tapi saya nggak pernah mencoba menggunakannya, soalnya kan ka..membukanya saja sulit, he..he...”(A komunikasi personal, 3 Maret 2008).

Dari wawancara di atas terbukti apa yang dikatakan bapak Suharwinto bahwa Universitas Sumatera Utara telah menyediaan fasilitas untuk e-learning tapi penggunaannya masih kurang optimal, karena dari kalangan mahasiswa tidak tertarik untuk membuka dan menggunakan portal akademik yang telah disajikan oleh pihak Universitas Sumatera Utara.

Mendukung hasil wawancara di atas, Perbawiningsih (2005) menyatakan bahwa mahasiswa sebenarnya sangat pasif dalam mengikuti proses belajar-mengajar dan rendahnya semangat untuk belajar secara mandiri. Ciri belajar mahasiswa yang pasif mengarah pada kebiasaan mahasiswa untuk menghapal


(14)

seluruh materi pelajaran yang telah disajikan dosen tanpa mencari sumber lain yang mendukung materi yang telah disampaikan, mahasiswa sulit untuk menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya, mahasiswa hanya bisa mengungkap apa yang telah ditulis oleh pengarang tanpa mampu mencoba untuk menghubungkan apa yang dibaca dengan pengalaman sendiri dan tidak mampu membuat suatu kesimpulan. Ditambah lagi, pengajaran saat ini sangat memprihatinkan dimana pengajar sebagai aktor utama dalam proses belajar-mengajar, disini fungsi dari pengajar tersebut sebagai orang yang menyajikan, menjelaskan, menganalisa dan bertanggungjawab dalam proses belajar sedangkan peserta didik/mahasiswa hanya bersikap pasif dalam mengikuti proses belajar-mengajar. Peserta didik/mahasiswa hanya membuat catatan dari penjelasan pengajar dengan kondisi seperti ini peserta didik/mahasiswa tidak menjadi komunikatif dan tidak memiliki keterampilan untuk menyatakan diri. Peserta didik/mahasiswa pada umumnya lebih menekankan pada proses penghapalan materi yang diajarkan dengan kata lain jarang terjadi pengembangan secara mandiri berdasarkan aktivitas kreatif dalam konteks tipe pelajar yang bersifat eksploratif (Conny, 1995). Proses pembelajaran yang berlangsung pada saat ini dapat disimpulkan masih dititik beratkan pada peran guru/pengajar sebagai pusat dari proses pembelajaran yang disebut dengan teacher centered learning.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang menghasilkan model belajar yang bersifat jaringan (e-learning), maka proses belajar yang berpusat pada pengajar (teacher centered learning) dianggap sudah tidak memadai lagi, sehingga perlu adanya perubahan metode pembelajaran yang lebih berfokus pada peserta didik (student centered learning) dengan harapan peserta


(15)

didik/mahasiswa memiliki motivasi dalam diri sendiri untuk menentukan arah tujuan pembelajarannya (Brojonegoro, 2005). Mendukung hal tersebut, Rahardjo & Pongtuluran (dalam Pannen, 1999) menyatakan bahwa pembelajaran student centered learning adalah model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dimana peserta didik/siswa mampu untuk menjadi peserta didik yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya dan memiliki bertanggungjawab serta inisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya dan mampu untuk menemukan sumber-sumber informasi tanpa tergantung pada orang lain dalam hal ini pengajar. Pembelajaran dengan student centered learning lebih berfokus pada kebutuhan, kemampuan, minat dan gaya pembelajaran dari siswa dengan pengajar sebagai fasilitator pembelajaran.

Pembelajaran student centered learning dipengaruhi oleh empat faktor, salah satunya adalah faktor kognitif dan metakognitif. Faktor kognitif dan metakognitif mengarah pada kemampuan untuk belajar dan mampu untuk berpikir dalam menentukan tujuan belajar, memilih strategi yang tepat serta mampu untuk memantau perkembangan dari proses belajar yang dilalui. Faktor kognitif dan metakognitif terdapat enam prinsip, salah satu dari enam prinsip tersebut adalah konteks pembelajaran. Prinsip konteks pembelajaran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, salah satunya adalah teknologi dalam hal ini teknologi yang digunakan adalah dengan model e-learning.

Mendukung hal tersebut, Karsen (dalam Rosa, 2008) menyatakan bahwa karakteristik utama dalam pembelajaran dengan model e-learning adalah pusat pembelajarannya berfokus pada peserta didik/mahasiswa, dengan demikian peserta didik/mahasiswa dituntut untuk dapat aktif dan mampu untuk belajar


(16)

secara mandiri dan memiliki inisiatif untuk belajar serta memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan melalui internet atau media yang lainnya dan juga tidak tergantung sepenuhnya kepada orang lain dalam hal ini pengajar. Seiring dengan hal tersebut, karakteristik dari e-learning hanya ada pada proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning). Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning) dalam penerapannya dalam model e-learning dapat memudahkan perancangan instruksi pembelajaran yang efektif untuk setiap siswa, memudahkan penyerapan materi bagi siswa serta dapat meningkatkan kemandirian maupun kemampuan komunikasi dan kolaborasi bagi siswa, dengan demikian pembelajaran student centered learning adalah kunci keberhasilan dalam penerapan model pembelajaran e-learning.

Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin melihat bagaimana gambaran student centered learnnig pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara menuju proses pembelajaran e-learning.

I. B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk melihat gambaran student centered learning pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara menuju proses pembelajaran e-learning.


(17)

I.C. Manfaat Penelitian

I. C. 1. Manfaat teoritis penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan mengenai gambaran student centered learning pada mahasiswa Universitas Sumatara Utara menuju proses pembelajaran e-learning.

I. C. 2. Manfaat praktis penelitian

Harapan peneliti dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai gambaran student centered learning pada mahasiswa Universitas Sumatara Utara menuju proses pembelajaran e-learning kepada pihak Universitas Sumatera Utara sehingga pihak Universitas Sumatera Utara dapat mengetahui sejauh mana proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning) yang berlangsung dan juga mengetahui bagaimana kesuksesan/kegagalan dari penerapan model belajar yang berbasis internet (e-learning). Penelitian ini mengharapkan pihak Universitas Sumatera Utara dapat merumuskan cara untuk dapat mensukseskan dan meningkatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning) dalam penerapan pembelajaran yang berbasis internet (e-learning).

Penelitian ini juga memberikan informasi bagi kalangan mahasiswa yang akan mengikuti metode dengan e-learning sehingga dapat mempersiapkan atau menyesuaikan diri dengan pembelajaran student centered learning demi kesuksesan dalam mengikuti model pembelajaran dengan e-learning sehingga proses akademis dapat berjalan sesuai dengan harapan.


(18)

I. D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah :

Bab I adalah Pendahuluan, yang menjelaskan latar belakang penelitian tentang gambaran student centered learning pada mahasiswa Universitas sumatera utara menuju proses pembelajaran e-learning.

Bab II merupakan landasan teori yang menjelaskan pengertian student centered learning dan pembelajaran e-learning.

Bab III membicarakan tentang metode Penelitian yang terdiri atas identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur, sumber data serta metode analisis data.

Bab IV terdiri dari analisa dan interpretasi data yang berisikan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil utama dan juga hasil tambahan penelitian.

Bab V merupakan kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu saran untuk pengembangan penelitian dan saran bagi pihak yang berkaitan dengan dunia pendidikan.


(19)

BAB II

LANDASAN TEORI

II. A. Student Centered Learning (SCL)

II. A. 1. Pengertian Student Centered Learning (SCL)

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berfokus pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui proses pembelajaran yang keterlibatan siswa secara aktif, berarti guru tidak lagi mengambil hak seorang peserta didik untuk belajar. Proses pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta didik, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk dapat membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa. Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisa dan dapat memecahkan masalahnya sendiri (Karsen, 2008).

Model SCL menjadikan peran pengajar sebagai fasilitator, dalam hal ini pengajar mampu untuk memberikan fasilitasi dalam proses pembelajaran yang menjadikan pengajar sebagai mitra atau pendamping bagi siswa dalam proses pembelajarannya, artinya pengajar mampu untuk membantu siswa menciptakan rasa nyaman dalam proses pembelajaran, sehingga siswa memiliki keberanian


(20)

untuk menggungkapkan atau mendiskusikan perasaan dan keyakinannya yang pada akhirnya proses belajar-mangajar dapat berlangsung sesuai harapan, dengan kata lain pengajar mambantu siswa untuk meningkatkan atau mengembangkan keterampilan akademik. Selain hal tersebut, pengajar mampu untuk memberikan pengarahan bagi siswa dan apabila perlu ikut membantu siswa dalam mengembangkan materi belajar.

Karakteristik utama dari kurikulum berbasis kompetensi adalah dengan adanya penerapan pendekatan SCL, model pembelajaran SCL lebih berfokus pada siswa bukan lagi pada pengajar. Pendekatan pembelajaran SCL diharapkan setiap pribadi dapat lebih bebas dalam mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya, tidak bergantung kepada pengajar melainkan kepada dirinya sendiri, sehingga siswa/peserta didik menjadi pribadi yang mandiri dan mampu untuk bersaing dalam meraih kesuksesan (Karsen, 2008).

SCL atau pembelajaran yang berfokus pada peserta didik merupakan model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar mengajar. Model pembelajaran ini berbeda dari model pembelajaran teacher centered learning yang menekankan pada transfer pengetahuan dari guru ke murid yang relatif bersikap pasif. Menerapkan model pembelajaran SCL, maka peserta didik diharapkan mampu menjadi peserta didik yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggungjawab dan memiliki inisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, mampu untuk menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab pertanyaannya dan memiliki kemampuan untuk dapat membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan


(21)

kebutuhannya dengan sumber-sumber belajar, dalam batas-batas tertentu peserta didik dapat memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya (Rahardjo & Pongtuluran dalam Panen, 1999).

Pembelajaran dengan model SCL lebih berfokus pada kebutuhan, kemampuan, minat dan gaya pembelajaran dari siswa dengan pengajar sebagai fasilitator pembelajaran, yang mana dalam penerapan pembelajaran dengan model SCL menjadikan setiap siswa untuk lebih aktif dan mampu untuk bertanggungjawab terhadap proses pembelajarannya sendiri. Model SCL memberikan autonomi, pengelolaan pilihan materi dan pendekatan pembelajaran yang lebih baik bagi siswa, sehingga karakteristik utama dari SCL adalah input dari siswa, diantaranya dengan materi, cara dan waktu pembelajaran (Karsen, 2008).

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran SCL adalah model pembelajaran yang berfokus pada siswa/peserta didik sehingga peran pengajar hanya sebagai fasilitator dalam proses belajar. Model pembelajaran SCL, menjadikan siswa mampu untuk menjadi peserta didik yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggungjawab dan memiliki inisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, yang menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab pertanyaannya dan memiliki kemampuan untuk dapat membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhannya dengan sumber-sumber belajar tanpa harus tergantung dengan orang lain.


(22)

II. A. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi SCL

Santrock (2007) menyatakan bahwa ada empat faktor yang harus diperhatikan dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa (SCL), yaitu :

1. Faktor kognitif dan metakognitif

Ada enam prinsip dalam faktor kognitif dan metakognitif, antara lain: a. Sifat proses pembelajaran

Pembelajaran subjek materi yang kompleks akan sangat efektif jika dilakukan dengan proses pengkonstruksian makna dari informasi dan pengalaman. Pelajar yang sukses adalah pelajar yang aktif, mempunyai tujuan dan mampu untuk mengatur dirinya sendiri serta memiliki tanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.

b. Tujuan proses pembelajaran

Menjadikan siswa mampu untuk menciptakan makna dari pengetahuan dan pengalaman, siswa dapat merepresentasikan pengetahuan mereka dengan kemampuan untuk memecahkan masalah dan juga memiliki pemahaman terhadap pelajaran.

c. Konstruksi pengetahuan

Siswa dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya melalui cara-cara yang unik dan penuh makna. d. Pemikiran strategis

Pelajar/siswa dapat menciptakan dan menggunakan berbagai strategi serta penalaran untuk mencapai tujuan dari pembelajaran, dalam hal ini mereka belajar untuk mengembangkan keterampilan strategis dengan mendalami


(23)

ulang strategi yang sukses dengan mau menerima feedback dan juga dengan mengobservasi atau berinteraksi dengan model yang tepat.

e. Metakognisi

Pelajar/siswa yang berhasil adalah mereka yang mencoba untuk belajar dan berpikir, dapat menentukan tujuan belajar, memilih strategi yang tepat serta mampu untuk memantau perkembangan dari proses pembelajaran mereka.

f. Kontek pembelajaran

Pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti kultur, dan teknologi.

2. Faktor motivasi dan emosional

Motivasi dan emosi merupakan aspek dari pembelajaran. Ada tiga prinsip dalam motivasi dan emosi dalam proses pembelajaran, yaitu:

a. Pengaruh motivasi terhadap pembelajaran

Kedalaman informasi diproses, serta apa dan seberapa banyak yang dipelajari dan diingat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kesadaran diri, keyakinan, kontrol diri, kemampuan, afeksi, emosi, minat, harapan pribadi terhadap kesuksesan dan kegagalan serta tingkat motivasi untuk belajar.

b. Motivasi instrinsik untuk belajar

Hal ini mengarah pada apa yang disebut dengan motivasi yang berasal dari dalam diri. Rasa ingin tahu, pemikiran yang mendalam, dan kreativitas merupakan indikator dari motivasi intrinsik anak untuk belajar. Tetapi


(24)

pemikiran atau emosi negatif misalnya rasa tidak nyaman, takut gagal ataupun rasa malu dapat menghambat anak untuk belajar.

c. Efek motivasi terhadap usaha

Usaha adalah aspek yang penting dari motivasi untuk belajar. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memerlukan banyak waktu, energi dan ketekunan. Pembelajaran anak akan membaik jika guru mendorong usaha anak dan ketekunan pada anak.

3. Faktor sosial dan perkembangan

Faktor sosial dan perkembangan mendasari dua prinsip dalam student centered, yaitu :

a. Pengaruh perkembangan pada pembelajaran

Individu akan belajar dengan baik apabila pembelajarannya sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Karena perkembangan fisik, kognitif dan sosioemosional individu berbeda-beda, maka prestasi setiap anak juga berbeda-beda.

b. Pengaruh sosial terhadap pembelajaran

Pembelajaran dipengaruhi oleh interaksi sosial, hubungan interpersonal dan komunikasi dengan orang lain. Pembelajaran sering kali membaik bila anak punya kesempatan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain dalam menangani tugas, dalam situasi ini, anak punya kesempatan untuk menciptakan perspektif dan mampu untuk berpikir reflektif sehingga bisa memperkuat rasa percaya diri. Hubungan interpersonal yang berkualitas dapat menghasilkan rasa percaya dan perhatian sehingga


(25)

meningkatkan rasa memiliki, penghargaan diri, penerimaan diri dan menghasilkan iklim pembelajaran yang positif. Orang tua, guru, teman sebaya adalah orang yang sangat penting dalam dunia sosial anak dan hubungan mereka dengan anak dapat memperkuat atau melemahkan pembelajaran anak.

4. Faktor perbedaan individu

Tiga prinsip learner-centered dalam perbedaan individu dalam pembelajaran adalah :

a. Perbedaan individu terhadap pembelajaran

Setiap anak punya strategi yang berbeda, pendekatan yang berbeda, dan kemampuan belajar yang berbeda pula. Perbedaan ini akibat dari pengalaman dan hereditas. Anak dilahirkan dengan kemampuan dan bakat yang bisa dikembangkan dan melalui pengalaman mereka akan memilih sendiri cara untuk belajar dan langkah yang diambil dalam belajar.

b. Pembelajaran dan diversitas

Pembelajaran yang efektif jika perbedaan bahasa, kultur, dan latar belakang sosial murid ikut dipertimbangkan karena bahasa, kultur dan juga latar belakang sosial mempengaruhi pembelajaran anak. Ketika anak menganggap bahwa latar belakang dan perbedaan individu dihargai, maka motivasi dan prestasi mereka akan meningkat.

c. Standar dan penilaian

Menentukan standar yang tinggi dan menilai kemajuan pembelajaran siswa adalah bagian yang penting dari proses pembelajaran. Pembelajaran


(26)

yang efektif terjadi ketika murid ditantang untuk meraih tujuan yang tinggi dan tepat. Penilaian terhadap pemahaman anak atas suatu materi akan sangat berguna dalam pembelajaran anak. Penilaian diri atas kemajuan pembelajaran dapat meningkatkan keahlian murid dalam menilai diri sendiri dan meningkatkan motivasi dan keinginan untuk belajar mandiri.

II. A. 3. Karakteristik pembelajaran SCL

Karsen (2008) menyatakan beberapa karakteristik dari pendekatan SCL yang menyangkut aspek dari pengajar, siswa, materi dan teknik penyampainnya, yaitu :

1. Pengajar berperan sebagai penunjang, dalam hal ini bertugas sebagai perantara pembelajaran yang membantu mengarahkan siswa, dan apabila perlu ikut dalam membantu siswa dalam mengembangkan materi yang ada. 2. Pengajar berwawasan luas dan bersifat terbuka terhadap masukan maupun

kritikan yang membangun bagi siswanya.

3. Pengajar menggunakan cara penyampaian materi yang dianggap sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa, dalam hal ini tidak menutup kemungkinan seorang pengajar menggunakan cara pengajaran yang berbeda untuk setiap kelas.

4. Siswa merupakan tokoh utama pembelajaran yang memiliki wewenang untuk menentukan apa saja yang akan dipelajari terkait dengan materi yang ada termasuk cara penyampaiannya.


(27)

5. Siswa merupakan tokoh yang aktif pada proses pembelajaran yang senantiasa memberikan gagasan, baik saran dan kritik. Mereka bukan hanya menerima materi dari pengajar melainkan juga ikut serta dalam merumuskan, mengembangkan dan memproses materi pembelajaran.

6. Siswa mampu untuk mengembangkan materi belajar secara mandiri, dimana saja, kapan saja, bukan hanya di kelas atau di tempat pengajar berada.

7. Siswa mampu merumuskan harapan mereka terhadap proses pembelajaran dan mengukur kinerja mereka sendiri.

8. Siswa saling berkoloborasi satu sama lain.

9. Siswa memantau pembelajarannya sendiri, sehingga mampu untuk merumuskan strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai hasil yang optimal.

10. Siswa termotivasi untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkannya sendiri. 11. Siswa memilih anggota kelompoknya sendiri dan menemukan bagaimana

cara bekerja dalam kelompok tersebut.

12. Materi pembelajaran bersifat sebagai arahan bukan patokan pembelajaran, sehingga pengajar dan siswa tidak hanya terpaku pada materi yang ada, namun kreatif untuk mengembangkannya secara berkelanjutan.

13. Pembelajaran adalah proses pencarian ilmu pengetahuan secara aktif atau proses perumusan ilmu bukan proses penangkapan ilmu semata.

14. Siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran pribadi yang dilaluinya. Hubungan timbal balik antara siswa dengan komponen-komponen lain penyusun proses pembelajaran yang tercipta pada


(28)

beberapa aktivitas, seperti skilled instructor, online curiculum, online asessment, communities, optimal textbook, projek and case studies, instruction multimedia, simulation, remote lab, on skill exams, hand-on lab.

II. A. 4. Aspek-aspek yang mempengaruhi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning).

Brodjonegoro (2005) menyatakan bahwa aspek-aspek yang perlu diperhatikan agar pembelajaran menjadi aktif, kreatif, dinamis, dialogis dan efektif pada model pembelajaran SCL, adalah:

1. Memahami tujuan dan fungsi belajar, dimana seorang dosen perlu memahami konsep-konsep mendasar dan cara belajar sesuai dengan pengalaman mahasiswa serta memusatkan pembelajaran pada mahasiswa.

2. Mengenal mahasiswa sebagai individu dan perbedaan kemampuannya, untuk menentukan berbagai metode dan strategi untuk mendorong kreativitas.

3. Menciptakan kondisi yang memnyenangkan dan menantang serta memanfaatkan organisasi kelas agar mahasiswa dapat saling membantu dalam melakukan tugas belajar tertentu.

4. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan berfikir kritis dan mampu untuk memecahkan masalah.

5. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar serta memberikan muatan nilai, estetika dan logika.

6. Memberikan umpan balik yang baik untuk mendorong kegiatan belajar. 7. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam.


(29)

II.B. Model Pembelajaran E-Learning

II. B. 1. Pengertian model pembelajaran e-learning

Pembelajaran mempunyai pengertian yang hampir sama dengan pengajaran. Pada proses pengajaran lebih menekankan pada aktivitas dari seorang guru sedangkan pembelajaran tersebut lebih menekankan pada interaksi antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan atau kemahiran dan juga pembentukan sikap serta kepercayaan pada peserta didik dengan demikian pembelajaran tersebut merupakan suatu proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik (Soetopo, 2005). Sejalan dengan hal tersebut di atas, pembelajaran dianggap sebagai suatu kegiatan yang terprogram yang membantu mahasiswa untuk dapat belajar secara aktif, meningkatkan cara berfikir mahasiswa serta dapat meningkatkan dan mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan dan pengembangan yang baik terhadap materi perkulihan dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada (Bodjonegoro, 2005).

Model pembelajaran e-learning merupakan suatu jenis proses belajar- mengajar yang memungkinkan tersampainya bahan ajar ke peserta didik dengan menggunakan media internet, intranet ataupun media jaringan komputer lain (Harley, 2001). Kata e-learning bukan saja singkatan dari electronic tetapi juga experience (pengalaman), extended (perpanjangan) dan expanded (perluasan). Kata electronic bermakna bahwa dalam e-learning adanya penambahan unsur


(30)

teknologi pada proses belajar sehingga proses belajar-mengajar menyertakan berbagai perangkat keras dan perangkat lunak serta proses elektronik. Experience dalam e-learning mengarah pada terbukanya kesempatan yang sangat luas dan bervariasi untuk belajar yang disesuaikan dengan waktu, tempat, bahan maupun lingkungan yang tersedia. Extended bahwa e-learning mengarah pada perpanjangan dan perluasan kesempatan proses belajar, tidak terbatas pada program-program tertentu tetapi merupakan proses yang berkelanjutan setiap saat. Expanded dalam e-learning mengarah pada adanya kesempatan belajar yang terbuka luas bagi banyak orang baik itu pelajar, lulusan yang belum bekerja, karyawan dan juga para pejabat sedangkan bahan yang diperoleh juga menjadi sangat luas dan proses belajar tidak terhambat oleh adanya masalah dana (Sukmadinata, 2002).

Berbagai pendapat telah banyak dikemukakan oleh para tokoh untuk mendefinisikan e-learning secara tepat. E- learning ini sebenarnya merupakan bentuk dari konsep distance learning. Distance learning merupakan seluruh bentuk pembelajaran (pendidikan dan pelatihan) jarak jauh, baik yang berupa korespondensi (model tercetak) dan juga berbasis teknologi (Asep, 2005). Model pembelajaran dengan e-learning merupakan sebuah proses belajar-mengajar yang dilakukan melalui network (jaringan), biasanya lewat internet atau intranet sehingga dengan model e-learning memungkinkan tersampainya bahan ajar ke mahasiswa dengan menggunakan jaringan internet atau intranet. E-learning dapat dibagai dua yaitu synchronous dan asynchronous. Synchronous e-learning meniru model pertemuan kelas yaitu antara pengajar dan mahasiswanya berinteraksi


(31)

langsung secara real-time melalui audio, video maupun melalui chatroom pada internet sedangkan asynchronous e-learning mahasiswa diberikan kebebasan untuk membuka materi kuliah maupun tugas yang diberikan pengajar sesuai dengan waktu masing-masing, dengan demikian proses belajar-mengajar yang terjadi tidak real-time dan hubungan antara pengajar dan mahasiswanya bisa dilakukan melalui email (Widodo dalam Rosa, 2008).

E-learning merupakan segala bentuk teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet (Purbo, 2002). E-learning merupakan bentuk pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (Lokal Area Network, Wider Area Network atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi ataupun bimbingan (Koran dalam Asep, 2005). E-learning merupakan kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya (Dong dalam Asep, 2005).

E-learning merujuk pada penggunakan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (Rosenberg dalam Asep, 2005). E-learning merupakan kegiatan pendidikan atau pembelajaran yang memanfaatkan sebagai sarana tekonologi, baik itu berupa web- based, web- distributed, web-capable (Mark dalam Siahaan, 2005).

Pembelajaran dengan e-learning merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, yang mana berperan sebagai media yang dapat menyediakan interaksi antara staff pengajar dengan


(32)

mahasiswanya, sumber belajar dan juga sarana untuk mengefisiensikan evaluasi pembelajaran. Ciri khas dari pembelajaran dengan e-learning adalah independen terhadap waktu dan ruang. Independen terhadap waktu dan ruang memiliki arti bahwa pembelajaran dapat dilaksanakan kapan saja. Hal ini, lebih terkait dengan kemampuan teknologi informasi yang dapat menyediakan bahan ajar dan menyimpan instruksi pembelajaran yang dapat diakses kapan saja. Independen terhadap ruang lebih terkaiat dengan fasilitas dari e-learning yang tidak membutuhkan tempat yang luas sebagaimana ruang kelas konvensional. Pembelajaran yang menggunakan e-learning, mahasiswa dapat melakukan interaksi terhadap staff pengajar. Interaksi dapat berupa pertanyaan atau evaluasi terhadap proses pembelajaran mahasiswa, dengan demikian hasil evaluasi pembelajaran tersebut dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk menentukan kelulusan mahasiswa terhadap sebuah mata kuliah tertentu. Informasi kelulusan tersebut dapat dijadikan sebagai stimulus untuk menerbitkan tanda kelulusan, KRS ataupun untuk izin mengambil mata kuliah lanjutan (Wijaya dalam Rosa, 2008). Model pembelajaran e-learning yang menggunakan internet memberikan berbagai fasilitas yang dapat diakses oleh mahasiswa secara pribadi seperti materi pembelajaran, interaksi dengan pengajar atau sesama mahasiswa serta dapat mengetahui informasi tentang nilai, jadwal, konsep pembelajaran. Selain hal tersebut mahasiswa juga dapat memperoleh layanan berupa perpustakaan digital (Karsen dalam Rosa, 2008).

Definisi lain dari e-learning adalah sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah maya. E-learning


(33)

ditujukan sebagai suatu usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar-mengajar yang ada di sekolah ke dalam bentuk digital yang di jembatani oleh teknologi internet. Penerapan model e-learning ini diharapkan dapat memberikan pilihan solusi yang sangat luas yang mengarah pada peningkatan pengetahuan dan performa (Sadiman, 2005).

Berbagai pengertian pembelajaran e-learning yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model e-learning merupakan kegiatan pendidikan atau pembelajaran yang memanfaatkan sarana tekonologi berupa media internet, intranet maupun melalui media komputer lainnya yang memungkinkan tersampainya bahan ajar ke peserta didik untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi yang berupa pertanyaan atau evaluasi terhadap proses pembelajaran mahasiswa dan juga bimbingan dengan cara langsung (synchronous) dan tidak langsung (asynchronous).

II. B. 2. Ciri-ciri e-Learning

Sukmadinata (2002) menyebutkan ada beberapa ciri dari e-learning, yaitu: 1. E-learning adalah network, yang memungkinkan informasi selalu mutahir,

disimpan, didistribusikan dan dipertukarkan.

2. Informasi yang disampaikan langsung kepada pengguna melalui teknologi internet.


(34)

Karakteristik e-learning menurut Cisco (dalam Asep, 2005) antara lain : 1. Memanfaatkan jasa teknologi elektonik, yang mana siswa ataupun guru dapat

berkomunikasi dengan relatif mudah dan tanpa batas.

2. Memanfaatkan media komputer (media digital dan computer network). 3. Menggunakan bahan pembelajaran yang bersifat mandiri.

4. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat saat menggunakan dan mengakses komputer.

Purbo (2002) menyatakan bahwa ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk menjadikan e-learning dapat terlihat menarik, antara lain :

1. Sederhana, yang mengarah pada kemudahan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi yang ada.

2. Personal, mengarah pada interaksi guru dengan anak didiknya sehingga dapat diketahui setiap persoalan dan kemajuan dari anak didik tersebut.

3. Kecepatan, mengarah pada respon bagi setiap keluhan dan kebutuhan peserta didik sehingga perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin.

II. B. 3. Kelebihan dan kekurangan e-Learning

Rotor (1995) mengemukakan bahwa ada beberapa kelebihan dari penerapan e-learning dalam dunia pendidikan, yaitu :

1. Interactivity; Siswa dan pengajar memungkinkan tersedianya komunikasi lebih banyak dan interaktif baik secara langsung maupun tidak langsung.


(35)

2. Independency; Mengenai waktu, tempat, pengajar menjadi fleksibel, pembelajaran lebih berorientasi pada siswa (siswa lebih banyak aktif). Siswa dapat mengulang pelajarannya sehingga pemahaman tercapai. Mereka belajar dalam suasana aman tanpa ada rasa malu untuk bertanya.

3. Adaptivity; Mudah beradaptasi dengan lingkungannya.

4. Enrichment/Enlivenment; Memperkaya pengajaran dengan menggunakan video, simulasi ataupun animasi.

Sedangkan kekurangan dari pemanfaatan e-learning ini adalah:

1. Dalam model belajar e-learning interaksi antara pengajar dan pelajar bahkan antara pelajar dengan pelajar lain sangat kurang.

2. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial sehingga mendorong tumbuhnya aspek komersil.

3. Proses belajar mengajar cenderung kearah pelatihan.

4. Berubahnya peran pengajar yang semula sebagai menguasai teknik pengajaran konvensional, kini juga dituntut untuk mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT (Information, Communication and Technologi).

5. Kurangnya pengetahuan tentang bahasa komputer serta penggunaan internet sehingga berpengaruh pada proses belajar.

II. B. 4. Beberapa aspek dari model pembelajaran e-Learning

Rogers (dalam Mulyana & Saepudin, 2006) mengemukakan aspek dari model pembelajaran e-learning, antara lain:


(36)

1. Relative Advantage

Pemanfaatan teknologi informasi menghasilkan komunikasi yang dapat dilakukan antara personal ataupun kelompok secara nyata walaupun yang bersangkutan tidak hadir secara nyata. Selain itu proses belajar-mengajar tidak harus mengeluarkan biaya yang relatif mahal.

2. Compatibility

Penerapan teknologi internet tidak bertentangan dengan nilai yang berkembang dalam masyarakat seperti nilai-nilai budaya ataupun norma masyarakat.

3. Complexity

Proses belajar-mengajar dengan memanfaatkan teknologi internet tidak terlepas dari peran lembaga kursus komputer dan juga tersedianya buku untuk pengoperasian komputer sehingga dapat menghasilkan proses belajar yang lebih optimal.

4. Triability

Teknologi internet menggunakan sarana komputer yang merupakan barang nyata yang dapat dicoba langsung oleh setiap warga belajar bahkan dapat dipelajari oleh siapa saja.

5. Observability

Proses kerja komputer adalah proses kerja yang menggunakan teknologi terkini dan hasilnya dapat langsung dilihat. Dengan demikian, setelah pelajar memasukkan data maka komputer akan memproses data yang kita masukkan dan hasilnya akan segera keluar.


(37)

Oetomao (dalam Patmanthara, 2006) menyatakan bahwa pembelajaran melalui internet harus mengandung beberapa unsur, antara lain :

1. Silabus berbasis web, siswa dapat mengetahui dengan pasti kurikulum yang akan diikuti selama masa pendidikannya.

2. E-mail, siswa dapat berkonsultasi secara elektronik dengan guru atau dosen. 3. Diskusi beralur, fasilitasnya melengkapi diskusi kelas biasa dengan model

debat online yang hidup dan dapat dijalankan dengan teknologi.

4. Diskusi elektronik, peserta didik seakan dapat hadir untuk mengunjungi masing-masing peserta untuk memberikan pekerjaan rumah (PR) atau bahan diskusi untuk topik yang menarik.

5. Bahan ajar secara online, mengarah pada digitalisasi dari materi ajar yang disusun oleh pendidikan.

6. Buku nilai secara online, untuk melihat hasil belajar dan evaluasi pribadi atas prestasi.

7. Ujian berbasis komputer, dimungkinkan untuk diakses oleh para siswa bilamana telah menyelesaikan pemahaman terhadap materi dari suatu topik atau mata pelajaran yang telah ditekuninya.

Beberapa potensi dari penerapan e-learning dalam pembelajaran antara lain: memberikan peluang bagi siswa untuk dapat berinteraksi dengan guru dan sesama temannya. Komunikasi dengan guru mengarah bahwa siswa dapat bertanya langsung kepada gurunya tentang materi tertentu dan pertanyaan beserta jawaban yang diberikan guru atau dosen dapat dibaca oleh siswa yang lain. Sedangkan untuk guru sendiri potensi utama dari e-learning ini membantu guru


(38)

melihat perkembangan siswanya secara pribadi yang meliputi guru dapat mengetahui tentang topik apa yang dipelajari siswanya sampai berapa skor nilai yang berhasil diperoleh siswanya dalam mengerjakan soal tes setelah memahami suatu materi (Koesnanda, 2003)

II. C. Mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi (Salim & salim dalam kamus umum Bahasa Indonesia, 2002). Secara umum, mahasiswa adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya dalam kaitannya dengan perguruan tinggi, sedangkan perguruan tinggi didefenisikan sebagai lembaga pendidikan formal di atas sekolah lanjutan menengah ke atas yang terutama memberikan pendidikan teori dari suatu ilmu pengetahuan, disamping mengajarkan keterampilan (skill) tertentu (Sarwono dalam Nugraha, 2001).

Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel, 1997). Rentang umur mahasiswa ini dibagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV; dan periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V sampai semester VIII (Winkel, 1997). Pada rentang usia tersebut mahasiswa berada pada masa dewasa dini. Menurut Hurlock (1980) menyatakan bahwa pada masa dewasa dini disebut sebagai masa pembentukan komitmen artinya mahasiswa pada masa dewasa dini mengalami perubahan dari pelajar yang mulanya tergantung pada orang lain menjadi pelajar/mahasiswa yang tidak


(39)

tergantung kepada orang lain/pengajar dan lebih mandiri, sehingga mahasiswa mampu untuk menentukan komitmen baru, bertanggungjawab dan menjadi pribadi yang lebih mandiri.

II. D. Gambaran Student Centered Learning (SCL) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Menuju Proses Pembelajaran E-Learning Dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menimbulkan beragam tantangan baru dalam dunia pendidikan tinggi. Tantangan dan perkembangan tersebut mempersyaratkan perguruan tinggi untuk berubah, salah satu perubahannya terjadi pada pendekatan proses pembelajaran (Subagjo dalam Pannen, 1999). Pembelajaran dalam hal ini dapat diartikan sebagai kegiatan yang telah terprogram yang membantu peserta didik/mahasiswa mampu untuk mengembangkan kreativitas berfikir dan juga dapat meningkatkan kemampuan untuk mengkontruksikan pengetahuan yang baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan dan pengembangan yang baik terhadap materi perkuliahan (Brodjonegoro, 2005).

Seiring dengan hal tersebut, pembelajaran saat ini yang ada di dalam lingkungan perguruan tinggi masih berfokus pada pengajar/dosen sebagai pusat dari proses belajar, dimana pengajar/dosen tidak lebih hanya sekedar penyampai informasi kepada peserta didik/mahasiswa yang memiliki kecenderungan pasif dalam proses pembelajarannya. Keadaan proses pembelajaran tersebut, sivitas akademik merasa perlu untuk merubah proses pembelajaran yang tadinya berfokus pada pengajar/dosen menjadi proses pembelajaran yang berpusat pada


(40)

peserta didik/mahasiswa yang disebut dengan student centered learning (Subagjo dalam Pannen,1999).

Perubahan proses pembelajaran tersebut didorong oleh salah satu tanggungjawab perguruan tinggi untuk mampu menciptakan dan menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bekerja secara efektif dalam keberagaman konteks dan mampu untuk menerapkan ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin dan juga bertanggungjawab untuk menyiapkan mahasiswa/peserta didik yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam lingkungan dunia yang kompetitif (Wijaya dalam Rosa, 2008). Sejalan dengan perubahan dari proses pembelajaran di lingkungan perguruan tinggi juga didorong oleh keadaan dari salah satu masyarakat yang ada di lingkungan perguruan tinggi yaitu mahasiswa. Hurlock (1999) menyatakan bahwa mahasiswa adalah individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa dini. Pada tahap perkembangan dewasa dini, individu mulai membentuk suatu komitmen sehingga terjadi proses perubahan dari individu yang mulanya tergantung pada orang lain menjadi individu yang lebih mandiri. Tamat (dalam Panen, 1999) menambahkan bahwa proses pendidikan pada individu yang dewasa ditandai beberapa hal, seperti motivasi untuk belajar timbul dari dalam diri peserta didik, mampu untuk mendiagnosa kebutuhan belajar, dapat merumuskan tujuan belajar dan dapat mengembangkan kegiatan dalam belajar tanpa tergantung pada orang lain, sehingga individu yang berada pada tahap dewasa dini (mahasiswa) sudah mengarah pada pembelajaran student centered learning. Rahardjo & Pongtuluran (dalam Pannen, 1999) menyatakan bahwa pembelajaran student centered learning


(41)

adalalh model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dimana peserta didik/siswa mampu untuk menjadi peserta didik yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, memiliki tanggungjawab serta inisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya dan mampu untuk menemukan sumber-sumber informasi tanpa tergantung pada orang lain, dalam hal ini pengajar.

Mewujudkan proses pembelajaran yang berfokus pada peserta didik (student centered learning), maka berbagai infrastruktur teknologi informasi telah dikembangkan dan diadopsi oleh pendidikan tinggi seperti dengan penerapan model pembelajaran yang bersifa jaringan (e-learning). Pembelajaran e-learning menghasilkan peserta didik/ siswa dituntut untuk belajar secara mandiri bukan hanya melalui tatap muka di kelas, melainkan juga melalui media lainnya khususnya internet dan karakteristik utama dalam pembelajaran dengan model e-learning adalah pusat pembelajarannya berfokus pada peserta didik/mahasiswa, dengan demikian peserta didik/mahasiswa dituntut untuk dapat aktif dan mampu untuk belajar secara mandiri dan memiliki inisiatif untuk belajar serta memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan melalui internet atau media yang lainnya dan juga tidak tergantung sepenuhnya kepada orang lain dalam hal ini pengajar.

Seiring dengan hal tersebut, karakteristik dari e-learning hanya ada pada proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (SCL). Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dalam penerapannya dalam model e-learning maka dapat memudahkan perancangan instruksi pembelajaran yang efektif untuk setiap siswa, memudahkan penyerapan materi bagi siswa serta dapat meningkatkan


(42)

kemandirian maupun kemampuan komunikasi dan kolaborasi bagi siswa. Seiring dengan hal tersebut bahwa SCL adalah kunci keberhasilan dalam penerapan model pembelajaran e-learning.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data dan pengambilan kesimpulan penelitian serta dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000).

Sesuai dengan permasalahan penelitian yang tertulis di bab pendahuluan yaitu ingin mendapatkan gambaran student centered learning (SCL), maka penelitian ini akan menggunakan pendekatan deskriptif.

Hadi (2000) menyatakan bahwa metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik, akurat, fakta, karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Seiring dengan hal tersebut, Arianto (1998) menyatakan bahwa pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian yang non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Penelian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau fenomena.

Bab ini akan membahas mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode data dan metode analisa data.

III. A. Identifikasi Variabel Penelitian


(44)

III. B. Definisi Operasional

SCL adalah pembelajaran yang peserta didik/siswa aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, bertanggungjawab serta memiliki inisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, mampu untuk menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab pertanyaannya dan memiliki kemampuan untuk dapat membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhannya dengan sumber belajar, untuk batas-batas tertentu peserta didik dapat memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya.

SCL pada mahasiswa menuju proses pembelajaran e-learning, dalam penerapannya siswa dituntut untuk mandiri, berani belajar sendiri untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan melalui media internet atau media lainnya tanpa tergantung sepenuhnya kepada pengajar.

SCL pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara menuju proses pembelajaran e-learning diungkap dengan menggunakan skala SCL yang disusun peneliti berdasarkan beberapa karakteristik dari pembelajaran SCL yang dikemukakan oleh Karsen (dalam Rosa, 2008), yaitu:

1. Pengajar berperan sebagai penunjang, dalam hal ini bertugas sebagai perantara pembelajaran yang membantu mengarahkan siswa, dan apabila perlu ikut membantu siswa dalam mengembangkan materi yang ada.

2. Pengajar berwawasan luas dan bersifat terbuka terhadap masukan dan kritikan membangun dari siswanya.

3. Pengajar menggunakan cara penyampaian materi yang dianggap sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Dalam hal ini tidak menutup


(45)

kemungkinan seorang pengajar menggunakan cara pengajaran yang berbeda untuk setiap kelas.

4. Siswa merupakan tokoh utama dalam pembelajaran yang memiliki wewenang untuk menentukan apa saja yang akan dipelajarinya terkait dengan materi yang ada, termaksud cara penyampaiannya.

5. Siswa merupakan anggota aktif dalam proses pembelajaran yang senantiasa memberikan gagasan, baik saran maupun kritik. Mereka bukan hanya menerima materi dari pengajar melainkan dapat ikut serta dalam merumuskan, mengembangkan dan memproses materi pelajaran.

6. Siswa mampu untuk mengembangkan materi pembelajaran secara mandiri, dimana saja dan kapan saja, bukan hanya di kelas atau di tempat pengajar berada.

7. Siswa mampu untuk merumuskan harapan mereka terhadap proses pembelajaran dan mengukur kinerja mereka sendiri.

8. Siswa saling berkolaborasi satu sama lain.

9. Siswa memantau pembelajarannya sendiri, sehingga mampu untuk merumuskan strategi pembelajaran yang tepat untuk hasil yang optimal. 10.Siswa termotivasi untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkannya

sendiri.

11.Siswa memilih anggota kelompoknya sendiri dan menentukan bagaimana cara bekerja dalam kelompoknya.


(46)

12.Materi pembelajaran bersifat sebagai arahan bukan patokan pembelajaran, sehingga pengajar dan siswa tidak terpaku pada materi yang ada, namun kreatif untuk mengembangkannya secara berkelanjutan.

13.Pembelajaran adalah proses pencarian ilmu pengetahuan secara aktif atau proses perumusan ilmu bukan proses penangkapan ilmu semata.

14. Siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran pribadi yang dilaluinya. Hubungan timbal balik antara siswa dengan komponen-komponen lain penyusun proses pembelajaran yang tercipta pada beberapa aktivitas, seperti skilled instructor, online curiculum, online asessment, communities, optimal textbook, projek and case studies, instruction multimedia, simulation, remote lab, on skill exams, hand-on lab.

Semakin tinggi skor SCL yang dicapai Mahasiswa, maka semakin siap mahasiswa tersebut menuju e-learning. Sebaliknya, semakin rendah skor SCL yang dicapai mahasiswa, maka mahasiswa belum siap untuk pembelajaran e-learning.

III. C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel III. C. 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang sedikitnya memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa


(47)

Universitas Sumatera Utara yang terdiri dari 13 fakultas. Berikut ini nama-nama fakultas di Universitas Sumatera Utara, yaitu:

1. Fakultas Kedokteran 2. Fakultas Hukum 3. Fakultas Pertanian 4. Fakultas Teknik 5. Fakultas Ekonomi

6. Fakultas Kedokteran Gigi 7. Fakultas Sastra

8. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan 9. Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik 10.Fakultas Keperawatan

11.Fakultas Psikologi 12.Fakultas Farmasi

13.Fakultas Kesehatan Masyarakat

Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, peneliti hanya memilih sebagian dari keseluruhan populasi untuk dijadikan subjek penelitian yang dinamakan sampel (Azwar, 2001). Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi. Sampel paling sedikitnya harus memiliki satu sifat yang sama dengan populasi (Hadi, 2000). Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa dari fakultas hukum, fakultas farmasi, fakultas Ekonomi jurusan manajemen dan pembangunan, Fakultas teknik jurusan sipil dan elektro.


(48)

III. C. 2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu multi-stage random cluster sampling. Multi-stage random sampling adalah proses pengambilan sampel yang dilakukan dalam beberapa tingkatan kelompok secara random. Pendekatan ini digunakan karena tidak memungkinkannya merandom secara langsung individu-individu dalam jumlah populasi yang besar (Longridge, 2004).

Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan beberapa tingkatan random, 13 Fakultas di Universitas Sumatera Utara dirandom dengan cara undian maka terpilihlah 4 (empat) Fakultas yaitu fakultas farmasi, fakultas hukum, fakultas ekonomi, fakultas teknik. Masing-masing setiap Fakultas memiliki jurusan. Berikut ini daftar nama-nama jurusan disetiap Fakultas.


(49)

Tabel 1

Daftar Fakultas dan Jurusannya

No. Fakultas Jurusan

1. Fak. Farmasi -

2. Fak. Hukum -

3. Fak. Ekonomi 1. Manajemen

2. Akuntansi D3/S1 3. Sekretaris D3 4. Pembangunan 5. Keuangan

4. Fak. Teknik 1. Teknik Sipil

2. Teknik Mesin 3. Teknik Elektro 4. Teknik Kimia 5. Teknik Arsitek 6. Teknik Industri

Selanjutnya melalui table 1 di atas didapatkan 4 jurusan yang akan dijadikan anggota sampel, yaitu farmasi, hukum, ekonomi Pembangunan dan manajemen, teknik elektro dan sipil. selanjutnya dirandom angkatan dari setiap jurusan yang akan dijadikan sampel penelitian, yang terpilih adalah angkatan 2007 dari jurusan hukum, jurusan farmasi angkatan 2006, teknik elektro angkatan 2005, teknik sipil angkatan 2006, ekonomi jurusan pembangunan angkatan 2007 dan jurusan ekonomi jurusan manejemen angkatan 2006.


(50)

III. C. 3. Jumlah Sampel Penelitian

Jumlah sampel yang ingin diteliti berjumlah 259 orang, yang diharapkan dapat mewakili populasi yang ada, terdiri dari 56 orang dari jurusan hukum, 53 orang dari jurusan farmasi, 37 orang dari jurusan ekonomi manejemen dan 35 orang dari jurusan ekonomi pembangunan, dari jurusan teknik sipil sebanyak 38 orang dan teknik elektro sebanyak 40 orang.

III. D. Alat Ukur yang Digunakan

Upaya untuk mendapatkan gambaran mengenai student centered learning, maka digunakan suatu skala yaitu skala student centered learning. Model skala yang digunakan adalah penskalaan model likert yang menggunakan 4 (empat) kategori pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS).

Bentuk skala terdiri dari aitem favorable dan unfavorable. Aitem favorable adalah aitem yang bersifat mendukung pernyataan, sedangkan aitem unfavorable bersifat kebalikannya yaitu tidak mendukung pernyataannya (Suryabrata, 2000).

III. D. 1. Skala SCL

Skala SCL Yang digunakan untuk mengetahui gambaran SCL pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara menuju proses pembelajaran e-learning. Skala ini disusun berdasarkan beberapa karakteristik dari SCL yang dikemukakan oleh Karsen ( dalam Rosa, 2008).


(51)

Tabel 2

Distribusi aitem-aitem skala student centered learning

No. Karakteristik Favorable Unfavorable Total

1. Pengajar membantu

mengarahkan siswa dalam belajar dan membantu mengembangkan materi belajar.

1, 3, 5 8, 10, 12 6

2. Pengajar berwawasan luas dan terbuka terhadap masukan dan kritik dari siswa.

7, 9, 11 2, 4, 6 6

3. Pengajar menyampaikan materi sesuai dengan kondisi siswanya.

13, 15, 17 22, 22, 24 6 4. Siswa berperan penting dalam

belajarnya dapat menentukan apa yang akan dipelajari terkait dengan materi.

19, 21, 23 14, 16, 18 6

5. Siswa aktif dalam belajar dengan memberikan saran/kritik dan mau untuk merumuskan, mengembangkan serta memproses materi belajar.

25, 27, 29 32, 34, 36 6

6. Siswa secara mandiri mengembangkan materi pelajaran kapan saja dan dimana

saja tanpa tergantung pada pengajar.

31, 33, 35 26, 28, 30 6

7. Siswa dapat merumuskan harapan dan mengukur proses dan kinerja belajarnya.

37, 39, 41 44, 46, 48 6

8. Siswa saling berkolaborasi satu sama lain.

43, 45, 47 38, 40, 42 6 9. Siswa memantau proses

belajarnya dan mampu untuk merumuskan strategi belajar yag optimal.

49, 51, 53 56, 58, 60 6

10. Siswa memiliki motivasi untuk mencapai sasaran dalam belajar yang telah ditentukan.

55, 57, 59 50, 52, 54 6

11. Siswa memilih anggota kelompoknya dan menentukan cara belajar dalam kelompoknya.

61, 63, 65 68, 70, 72 6

12. Materi belajar bersifat arahan bukan patokan, sehinga siswa tidak terpaku pada materi yang ada dan lebih kreatif untuk


(52)

mengembangkan materi.

13. Proses belajar dipandang sebagai proses pencarian ilmu bukan proses penangkapan ilmu semata.

71, 73, 78 74, 76 5

14 Siswa membangun

pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran yang dilaluinya dan juga melakukan berbagai aktivitas yang

berhubungan proses pembelajaran.

75, 77, 79 80, 81, 82 6

Total 41 41 82

III. D. 2. Validitas dan Reliablitas Alat Ukur

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu mengungkapkan data tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment (Azwar, 2000). Profesional judgement di peroleh dengan cara berkonsultasi dengan dosen pembimbing.

Setelah dilakukan uji validitas isi terhadap alat ukur penelitian, selanjutnya adalah melakukan uji daya beda aitem. Daya beda aitem merupakan suatu alat ukur dalam penelitian yang sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur.


(53)

Pernyataan-pernyataan dalam skala SCL diuji daya beda aitemnya dengan menghitung koefisien korelasi antara skor aitem dengan skor total skala. Teknik analisis korelasi yang digunakan adalah teknik product momen pearson. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS untuk windows versi 12.0

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil penguluran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut dengan pengukuran yang reliabel (Azwar, 2000). Teknik yang digunakan untuk mengukur reliabilitas skala SCL adalah alpha cronbach.

III. D. 3. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala student centered learning dilakukan pada 100 orang subjek yang terdaftar sebagai mahasiswa. Adapun uji coba dari skala student centered learning dijelaskan pada blue print berikut:

Tabel 3

Distribusi aitem-aitem hasil uji coba skala student centered learning No. Karakteristik Favorable Unfavorable Total

1. Pengajar membantu

mengarahkan siswa dalam belajar dan membantu mengembangkan materi belajar.

- 8, 10, 12 3

2. Pengajar berwawasan luas dan terbuka terhadap masukan dan kritik dari siswa.

- 4, 6 2

3. Pengajar menyampaikan materi sesuai dengan kondisi siswanya.

15, 17 20, 22, 24 5 4. Siswa berperan penting dalam 19, 23 14, 16, 18 5


(54)

belajarnya dapat menentukan apa yang akan dipelajari terkait dengan materi.

5. Siswa aktif dalam belajar dengan memberikan saran/kritik dan mau untuk merumuskan, mengembangkan serta memproses materi belajar.

25, 27, 29 32, 34, 5

6. Siswa secara mandiri mengembangkan materi pelajaran kapan saja dan dimana

saja tanpa tergantung pada pengajar.

31, 35 26, 30 4

7. Siswa dapat merumuskan harapan dan mengukur proses dan kinerja belajarnya.

37, 39, 41 48 4

8. Siswa saling berkolaborasi satu sama lain.

43, 45, 47 - 3

9. Siswa memantau proses belajarnya dan mampu untuk merumuskan strategi belajar yag optimal.

49, 51, 53 56, 58, 60 6

10. Siswa memiliki motivasi untuk mencapai sasaran dalam belajar yang telah ditentukan.

55, 57, 59 50, 52, 54 6

11. Siswa memilih anggota kelompoknya dan menentukan cara belajar dalam kelompoknya.

- - -

12. Materi belajar bersifat arahan bukan patokan, sehinga siswa tidak terpaku pada materi yang ada dan lebih kreatif untuk mengembangkan materi.

- 62 1

13. Proses belajar dipandang sebagai proses pencarian ilmu bukan proses penangkapan ilmu semata.

73 74, 76 3

14 Siswa membangun

pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran yang dilaluinya dan juga melakukan berbagai aktivitas yang

berhubungan proses pembelajaran.

75 80, 82 3


(55)

Dari blue print di atas diketahui bahwa setelah diuji coba dari 82 aitem skala student centered learning dengan subjek 100 orang, maka terdapat 50 aitem yang valid dan 32 aitem yang tidak valid dengan reliabilitas alpha 0. 926. Koefisien korelasi aitem bergerak dari 0.317 sampai dengan 0.575.

Pada skala di atas akan dilakukan perubahan tata letak urutan nomor aitem-aitem. Hal ini dilakukan karena aitem-aitem yang gugur tidak diikutsertakan lagi dalam skala penelitian. Distibusi aitem-aitem skala yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4

Distribusi aitem-aitem skala student centered learning

No. Karakteristik Favorable Unfavorable Total

1. Pengajar membantu

mengarahkan siswa dalam belajar dan membantu mengembangkan materi belajar.

- 2, 4, 6 3

2. Pengajar berwawasan luas dan terbuka terhadap masukan dan kritik dari siswa.

- 8, 10 2

3. Pengajar menyampaikan materi sesuai dengan kondisi siswanya.

1,3 12, 14, 16 5 4. Siswa berperan penting dalam

belajarnya dapat menentukan apa yang akan dipelajari terkait dengan materi.

5, 7 18, 20, 22 5

5. Siswa aktif dalam belajar dengan memberikan saran/kritik dan mau untuk merumuskan, mengembangkan serta memproses materi belajar.

9, 11, 13 24,26 5

6. Siswa secara mandiri mengembangkan materi pelajaran kapan saja dan dimana

saja tanpa tergantung pada pengajar.

15, 17 28, 30 4

7. Siswa dapat merumuskan harapan dan mengukur proses dan kinerja belajarnya.


(56)

8. Siswa saling berkolaborasi satu sama lain.

25, 27, 29 - 3

9. Siswa memantau proses belajarnya dan mampu untuk merumuskan strategi belajar yag optimal.

31, 33, 35 34, 36, 38 6

10. Siswa memiliki motivasi untuk mencapai sasaran dalam belajar yang telah ditentukan.

37, 39, 41 40, 42, 44 6

11. Siswa memilih anggota kelompoknya dan menentukan cara belajar dalam kelompoknya.

- - -

12. Materi belajar bersifat arahan bukan patokan, sehinga siswa tidak terpaku pada materi yang ada dan lebih kreatif untuk mengembangkan materi.

- 46 1

13. Proses belajar dipandang sebagai proses pencarian ilmu bukan proses penangkapan ilmu semata.

43 48, 50 3

14 Siswa membangun

pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran yang dilaluinya dan juga melakukan berbagai aktivitas yang

berhubungan proses pembelajaran.

45 47, 49 3

Total 23 27 50

III.E. Prosedur Penelitian

III. E. 1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap persiapan penelitian dilakukan untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian. Tahap persiapan yang dilakukan peneliti salah satunya adalah mencari bahan atau literatur yang berhubungan dengan pembelajaran SCL dengan mengunjungi perpustakaan dari Universitas lain, seperti Universitas Medan Area (UMA) dan Universitas Negeri Medan


(1)

V. B. Diskusi

Proses pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran yang berfokus pada peserta didik (student centered learning) menjadikan peserta didik mampu untuk menjadi peserta didik yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, memiliki tanggungjawab dan inisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, dan mampu untuk menemukan sumber-sumber informasi tanpa harus tergantung dengan orang lain. Menurut Santrock (2007) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembelajaran student centered learning, yaitu faktor kognitif dan metakognitif, faktor motivasi dan emosional, faktor sosial dan perkembangan dan faktor perbedaan individu.

Hasil pengolahan data, diperoleh bahwa terdapat 61 orang yang dikategorisasikan memiliki SCL yang tinggi. Skor SCL yang tinggi bisa terbentuk dari berbagai faktor. Faktor kognitif dan metakognitif salah satunya dapat menjadi pembentuk SCL yang tinggi karena dalam faktor kognitif dan metakognitif menjelaskan tentang kemampuan individu dalam hal ini mahasiswa untuk dapat belajar, berpikir, mampu untuk menentukan tujuan dari belajarnya, mampu untuk menentukan strategi yang tepat dalam belajar serta mampu untuk memantau perkembangan dari proses pembelajaran yang dilakukan. Faktor lain yang dapat menghasilkan SCL yang tinggi adalah motivasi dan emosional, dimana motivasi yang berasal dari dalam diri peserta didik untuk belajar. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, factor sokial dan perkembangan juga dapat membentuk SCL yang


(2)

tinggi, dimana dalam hal ini interaksi dengan orang lain baik itu orang tua/guru, teman sebaya dapat memberikan pengaruh kepada cara belajar seseorang.

SCL yang dikategorisasikan rendah, bisa terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti faktor motivasi intrinsik untuk belajar yang rendah, dan juga bisa disebabkan oleh faktor kognitif dan metakognitif, dalam hal ini ketidakmampuan mahasiswa untuk menentukan tujuan belajarnya dan juga ketidakmampuan dalam memantau proses pembelajarannya. Selain itu, faktor sosial juga dapat membentuk SCL yang rendah, dimana interaksi yang tidak baik dengan orang tua/dosen serta teman sebaya memberikan dampak yang bisa saja memberikan dampak yang baik atau buruk dalam proses belajar, karena teman sebaya memberikan pengaruh yang sangat besar.

Hasil penelitian tambahan berdasarkan usia, nilai mean tertinggi terdapat pada usia 17 tahun, yaitu sebesar 152.50 bila dibandingkan dari kelompok usia yang lainnya, dari nilai mean dapat disimpulkan bahwa kelompok usia 17 tahun lebih siap untuk pembelajaran SCL dibandingkan dengan kelompok usia yang lainnya. Penelitian tambahan berdasarkan jenis kelamin, dapat dikatakan bahwa Mean dari kedua jenis kelamin ini tidak jauh berbeda, dimana mean subjek laki-laki adalah 145.54 yang dibulatkan menjadi 146 dan mean perempuan adalah 144.89 yang dibulatkan menjadi 145, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih siap untuk mengikuti proses pembelajaran SCL dibandingkan dari jenis kelamin perempuan.


(3)

Hasil penelitian tambahan berdasarkan jurusan, didapatkan hasil bahwa Mean tertinggi dari setiap jurusan ada pada fakultas ekonomi jurusan manejemen, yaitu sebesar 148.38 yang dibulatkan menjadi 148, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fakultas ekonomi jurusan manejemen lebih siap dengan proses pembelajaran SCL dibandingkan dengan dari jurusan yang lainnya, sedangkan hasil tambahan penelitian berdasarkan angkatan diperoleh bahwa angkatan yang lebih siap dengan pembelajaran SCL adalah angkatan 2005, yang nilai meannya sebesar 147.43 bila dibandingkan dengan angkatan yang 2006 nilai meannya 145.44 dan angkatan 2007 dengan nilai mean sebesar 144.02.

V. C. Saran

Pada bagian ini peneliti akan mengakhirinya dengan memberikan saran, mengingat penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Berikut ini beberapa saran dari peneliti :

V. C. 1 Saran untuk pengembangan penelitian

Berdasarkan dari hasil penelitian ini, bagi pihak-pihak yang berminat dengan penelitian sejenis atau untuk mengembangkan penelitian lebih jauh, hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :

a. Memperbanyak tinjauan kepustakaan tentang student centered learning dan juga pembelajaran dengan model e-learning, terutama dari buku-buku yang khusus membahas mengenai student centered learning dan pembelajaran dengan model e-learning.


(4)

b. Lebih memperhatikan dalam pembuatan aitem-aitem dalam skala student centered learning sehingga benar-benar dapat mengungkap karakteristik dari student centered learning.

c. Hendaknya penelitian ini tidak hanya dilakukan secara deskriptif tapi juga secara kualitatif dan pendekatan lainnya, misalnya dengan menggunakan penelitian hipotesis. Mengingat permasalahan tentang student centered learning dan juga pembelajaran dengan model e-learning masih banyak yang perlu digali.

d. Data demografis yang dikontrol hendaknya tidak hanya mencakup usia, jenis kelamin, jurusan dan tahun angkatan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Santrock (2007) mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi student centered learning, seperti faktor kognitif dan metakognitif, faktor motivasi dan emosional, faktor sosial dan perkembangan serta faktor perbedaan individu. Faktor-faktor ini bisa jadi berkaitan dengan student centered learning.

V. C. 2 Saran bagi pihak yang berkaitan dengan pendidikan

a. Hendaknya perlu menjadi buah pemikiran untuk menghadirkan proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning) di pendidikan formal dan universitas.

b. Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai salah satu rujukan untuk membuat kurikulum pembelajaran di pendidikan formal dan universitas.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar (2003). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Andriani, D. (2003). Cakrawala Pendidikan: E-learning dalam Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Asep, H. S. ( 2005). Mengenal E-learning. [on-line]. http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id. Diakses 16 September 2007.

Afiatin, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Student Centered Learning. [on-line]. http://www.inparametric.com/bhinablog/download/pembelajaran _berbasis student centered learning. Diakses 26 Februari 2008.

Conny, R. S. (1995). Pendidikan Tinggi Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: Direktotar Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Hadi, S. (2000). Metedologi Research (Jilid1-4). Yogyakarta: Penerbit Andi.

Hasan, S. (2003). Pokok-pokok Materi Statistik I (statistik deskriptif). Jakarta: Bumi Aksara.

Koesnandar, A. (2003). Guru dan Media Pembelajaran. Jurnal Teknodik No.13/VII/TEKNODIK/DESEMBER/2003.

Longridge, Darren (2004). Introduction to Research Methods & Data Analysis in Psychology.

Miarso, Y. (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Mulyana dan Saepudin (2006). Perkembangan dan Pemanfaatan Teknologi dalam Penyelenggaraan dan Pendidikan Jarak Jauh. Jurnal Teknologi No.18/X/TEKNODIK/JUNI/2006.

Nugraha. D. K. R. (2001). AQ dan Creative Leadershhip pada Mahasiswa yang Menduduki Posisi Pimpinan Organisasi Kemahasiswaan. Skripsi. Depok: UI.


(6)

Perbawiningsih (2005). Mental Belajar dan Melek Media Teknologi sebagai Dasar Efektivitas Pembelajaran Berteknologi Tinggi. Jurnal Teknodik No.054, Tahun ke-11, Mei 2005.

Parmanthara, S. (2006). Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk Pengembangan Pembelajaran Media Melalui Web Sekolah. Jurnal Teknodik NO.19/X/TEKNODIK/DESEMBER/2006.

Purbo (2002). E-learning Berbasis PHP dan MySQL: Merencanakan dan Mengimplemantasikan Sistem e-learning. Jakarta: PT Elekmedia Komputindo Kelompok Gramedia.

Rotor (2005). E-learning Suatu Paradigma Pendidikan Digital. [on-line]. http://www.kecoa.elektronik.net. Diakses 14 September 2007.

Rosa, P. (2008). Konferensi Nasional Sistem Informasi 2008 (KNSI 2008). Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Siahaan, S. (2005). Seputar pembelajaran elektronik (e-learning). Jurnal Teknodik NO.17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005.

Santrock, J. W. (2007). Psikologi Pendidikan. Indonesia : Kencana Media Group.

Winkel, W. S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Perguruan Tinggi (Edisi Revisi). Jakarta: PT.Garsindo.