10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualitas Kehidupan Kerja
1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja
Robbins 1989 menjelaskan konsep teoritik dari kualitas kehidupan kerja, yaitu sebuah proses yang melibatkan respon instansi atau
organisasi terhadap kebutuhan pekerja melalui pengembangan sebuah mekanisme yang melibatkan mereka dalam berbagi dan pengambilan
keputusan berkaitan dengan kehidupan pekerjaan mereka. Menurut Sirgy et al 2001 kualitas kehidupan kerja mengarah pada dampak yang
ditimbulkan pekerjaan terhadap kepuasan setiap pekerja, baik kepuasan kehidupan kerja job satisfaction, maupun kepuasan yang tidak
berhubungan dengan kehidupan pekerjaan, bahkan kepuasan hidup secara keseluruhan.
Cascio 2003 menjelaskan konsep kualitas kehidupan kerja sebagai sebuah persepsi akan perwujudan serangkaian kondisi dan praktek
yang disediakan oleh instansiorganisasi secara objektif seperti promosi, keterlibatan pekerja, kondisi kerja, dan pengawasan yang demokratis pada
setiap pekerja. Bowditch, Buono 2005 menambahkan bahwa kualitas kehidupan kerja merupakan suatu konsep yang berfokus pada kesehatan
Universitas Sumatera Utara
11
dan kesejahteraan pekerja, serta upaya untuk meningkatkan kualitas pengalaman kerja pada setiap pekerja.
Sementara itu, Hart, Ribbing, Abrahamsson 2005 mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja menggambarkan kesempatan pekerja
untuk belajar, berinovasi, dan mengembangkan potensi kreatif sejalan dengan perkembangan sebuah instansi atau organisasi, yang tidak hanya
melibatkan kondisi tempat kerja, melainkan juga relasi antara setiap pekerja dan faktor eksternal lainnya.
Di sisi lain, Ballou Godwin 2007 menjelaskan lebih spesifik bahwa kualitas kehidupan kerja adalah standar yang berhubungan erat
dengan segala hal yang mempengaruhi kesejahteraan pekerja selama mereka bekerja, seperti: gaji, fasilitas, potensi untuk pengembangan karir,
serta keseimbangan antara kehidupan pekerja di tempat kerja dan kehidupan pekerja di luar pekerjaan.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja merupakan sebuah konsep yang menggambarkan
hubungan antara pekerja dengan tempat kerjanya, yang melibatkan persepsi pekerja terhadap pekerjaan, standar, dan hal-hal lain yang
disediakan perusahaan yang mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan, kepuasan kerja, dan kesempatan pekerja untuk belajar, berinovasi dan
mengembangkan potensi mereka.
Universitas Sumatera Utara
12
2. Aspek-Aspek Kualitas Kehidupan Kerja
Walton 1975 secara spesifik mengemukakan delapan aspek yang menjadi kriteria terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang baik pada
setiap pekerja di sebuah instansi ataupun organisasi, yaitu: a.
Adequate and Fair Compensation Aspek ini berhubungan dengan hal-hal seperti bonus, tunjangan, upah,
dan kompensasi yang diberikan oleh instansi ataupun organisasi kepada pekerja sebagai feedback atas kinerja mereka yang diharapkan
adil dan sesuai. b.
Safe and Healthy Environment Hal-hal seperti fasilitas, layanan kesehatan, jumlah jam kerja, jumlah
beban kerja yang didapatkan pekerja, dan segala hal yang berhubungan dengan kondisi fisik tempat kerja diharapkan baik dan rendah resiko
kecelakaan. c.
Development of Human Capacities Hal-hal yang berhubungan dengan upaya setiap instansi ataupun
organisasi dalam memberi kesempatan bagi setiap pekerja untuk menggunakan serta mengembangkan kemampuan dan keterampilan
yang dimiliki selama bekerja, seperti: evaluasi kerja, kesempatan untuk memberikan pendapat, dan memimpin sebuah tim kerja.
d. Growth and Security
Aspek ini berkaitan dengan hal-hal yang disediakan setiap instansi ataupun organisasi untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan
Universitas Sumatera Utara
13
yang dimiliki setiap pekerja, seperi seminar, pembinaan, dan pelatihan, serta keyakinan akan rasa aman dan nyaman bagi setiap pekerja selama
mereka bekerja. e.
Social Integration Aspek ini berkaitan dengan bagaimana hubungan antara pekerja
dengan atasan dan rekan kerja lainnya di tempat kerja, dan sejauh apa keterikatan pekerja dengan instansiorganisasi tempat mereka bekerja.
f. Constitutionalism
Aspek ini berhubungan dengan hak-hak yang diterima pekerja selama mereka bekerja, kebebasan pekerja di tempat kerja, serta peraturan
yang diberlakukan bagi setiap pekerja. g.
Total Life-Space Aspek ini behubungan dengan upaya mewujudkan keseimbangan
antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi pekerja seperti waktu bersama keluarga, sistem cuti, waktu istirahat, serta hal lain yang
bersifat pribadi. h.
Social Relevance Aspek ini berhubungan dengan tanggung jawab sosial instansi atau
organisasi pekerja dan masyarakat. Hal ini menjelaskan bagaimana kualitas produk yang dihasilkan ataupun jasa yang diberikan kepada
masyarakat, dan hubungan yang terjalin antara instansiorganisasi dengan masyarakat menimbulkan rasa bangga pekerja terhadap
instansiorganisasi tempat mereka bekerja.
Universitas Sumatera Utara
14
3. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Kehidupan Kerja
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja adalah:
a. Job Satisfaction
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja adalah kepuasan kerja Warr, Cook, Wall, 1979; Baba Jamal, 1991.
Kepuasan kerja mengacu pada sikap pekerja terhadap pekerjaannya, artinya ketika pekerja memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi,
maka ia memiliki sikap positif pada pekerjaannya, dan sebaliknya Robbins, 2002. Sirgy et al., 2001 mengemukakan bahwa kepuasan
yang dimaksud adalah kepuasan yang berhubungan dengan kebutuhan- kebutuhan berbasis ketentuan kerja, lingkungan kerja, perilaku
supervisor, dam program-program tambahan lainnya. b.
Employee Motivation Setiap pekerja memiliki motivasi yang berbeda dalam bekerja Haim,
2003, dan sulit untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi setiap pekerja dalam bekerja Mishra Gupta, 2009.
Warr, Cook, Wall 1979 mengemukakan bahwa motivasi intrinsik setiap pekerja dapat
mempengaruhi kualitas kehidupan kerja mereka. c.
Employee Participation Warr, Cook, Wall 1979 mengatakan bahwa keterlibatan pekerja di
tempat kerja dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja. Keterlibatan yang dimaksud salah satunya adalah keterlibatan pekerja
Universitas Sumatera Utara
15
dalam pengambilan keputusan di perusahaan Ellis Pompli, 2002 dan keterlibatan pekerja dalam menajemen Taylor, 1979.
Keterlibatan pekerja dianggap penting karena merupakan indikator kualitas kehidupan kerja di sebuah instansi Baba Jamal, 1991.
d. Career Development Growth
Islam 2012 mengatakan bahwa pengembangan karir merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja. Pertumbuhan
dan pengembangan diri dalam bekerja meliputi kesempatan untuk belajar, sharing pengetahuan, serta perkembangan dalam pekerjaan
Yeo Li, 2011. Yeo Li 2011 mengemukakan bahwa kemampuan pekerja untuk mengembangkan kapasitas belajar dalam
perusahaan, sangat berkontribusi pada pengembangan kompetensi mereka yang akan berdampak bagi instansiorganisasi. Kesempatan
untuk maju, belajar, bertumbuh dalam pekerjaan merupakan hal yang penting untuk mewujudkan kualitas kehidupan kerja
Mirvis Lawler, 1984
. e.
Rewards Benefits Keuntungan dan kompensasi yang bijaksana dan adil merupakan faktor
lain yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja Islam, 2012. Yeo Li 2011 menambahkan bahwa reward yang dimaksud bersifat
ekstrinsik, seperti: kompensasi, fasilitas, dan layanan kesehatan, yang mana hal-hal ini dapat meningkatkan motivasi intrinsik dan
kesejahteraan pekerja.
Universitas Sumatera Utara
16
f. Organizational Commitment
Baba Jamal 1991 dan Sirgy et al. 2001 mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja dipengaruhi oleh komitmen terhadap
instansiorganisasi. Owen 2006 mengemukakan bahwa tingkat komitmen yang tinggi pada pekerja sejalan dengan meningkatnya
turnover cognition,
yang artinya
pekerja akan
lebih mempertimbangkan untuk turnover dan lebih memiliki attitude yang
baik dalam pekerjaan. g.
Organizational Culture Budaya organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas
kehidupan kerja, yang mana hal ini menunjukkan praktek instansi ataupun organisasi yang transparan berkaitan dengan kebijakan dan
aturan yang kuat dan konsisten Yeo Li, 2011. h.
Workplace Bullying Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja
adalah bullying di tempat kerja Daly, Speedy, Jackson, 2003. Bullying di tempat kerja merupakan perilaku negatif yang terjadi di
tempat kerja, yang berhubungan dengan konflik serta berdampak buruk bagi seorang pekerja di tempat kerja Clifford, 2006. Daniel
2009 mengatakan bahwa konflik akan menyebabkan seorang melakukan serangan psikologis dan perilaku agresi. Sementara,
perilaku agresi akan mempengaruhi kualitas kehidupan kerja setiap pekerja
Ellis Pompli 2002.
Universitas Sumatera Utara
17
B. Bullying di Tempat Kerja
1. Pengertian Bullying di Tempat Kerja
Istilah bullying berasal dari bahasa Inggris, dan penggunaan istilahnya berbeda pada setiap negara, seperti: mobbing Scandinavia,
bullismo Italia, harcelement Prancis, intimidation Kanada, dan ijime Jepang, yang secara umum berarti perilaku yang mengancam kenyaman
seseorang baik dilakukan secara fisik maupun verbal Elame, 2013. Bullying di tempat kerja merupakan penyalahgunaan kekuasaan di
perusahaan dengan mengintimidasi seseorang yang menimbulkan rasa sakit, marah, rentan, dan tidak berdaya Rayner, Hoel, Copper, 2002.
Australian Public Service Commission 2009 mengemukakan konsep bullying di tempat kerja merupakan perilaku berulang yang tidak
beralasan, seperti: mempermalukan, mengintimidasi, mengancam, serta merendahkan seorang atau beberapa pekerja, yang berdampak pada
kesehatan dan keamanan pekerja. Menurut Oade 2009, bullying di tempat kerja adalah perilaku
seorang pekerja yang menyerang pekerja lainnya secara psikologis ataupun emosional berkaitan dengan self esteem, self confidence, dan
reputasi pekerja, sehingga mengurangi kemampuan pekerja untuk mengerjakan kewajibannya di tempat kerja.
Rudi 2010 menambahkan bahwa bullying di tempat kerja merupakan perilaku dan praktek negatif secara berulang yang ditujukan
kepada satu atau beberapa pekerja, sehingga berakibat ketidakberdayaan
Universitas Sumatera Utara
18
dan penderitaan psikologis yang mempengaruhi perilaku seorang pekerja dan kinerjanya di sebuah instansi ataupun organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut, bullying di tempat kerja merupakan perilaku negatif yang dilakukan secara berulang oleh seorang pekerja
terhadap pekerja lainnya yang berdampak pada keamanan dan kesehatan pekerja, serta mempengaruhi pekerja dalam mengerjakan tugasnya.
2. Konsep Bullying di tempat kerja
Interagency Round Table on Workpalce Bullying 2005 mengemukakan tiga komponen penting terkait bullying di tempat kerja,
yaitu: a.
Repeated, perilaku bullying di tempat kerja merupakan perilaku yang dilakukan berulang-ulang, dan bisa mencakup lebih dari satu jenis
perilaku yang dilakukan terus-menerus. b.
Sistematic, perilaku bullying dilakukan dengan perencanaan melalui suatu metode ataupun ide.
c. Risk to health and safety, perilaku bullying mencakup hal-hal yang
beresiko pada kondisi kesehatan pekerja baik secara fisik maupun mental.
Bullying di tempat kerja tersebut melibatkan tiga pihak, yaitu: 1 bully, yaitu orang yang melakukan tindakan bullying, 2 korban,
merupakan target dari perilaku bullying, dan 3 bystanders, yaitu individu
Universitas Sumatera Utara
19
selain bully dan korban yang ikut menyaksikan perilaku bullying di tempat kerja Johnson Johnson, 2007.
Australian Public Service Commision 2009 mengemukakan bahwa seorang bully dapat melakukan perilaku bullying baik secara
sengaja, maupun tidak sengaja tetap dengan tujuan untuk mengintimidasi dan menyebabkan distress dan dampak negatif lain bagi pekerja. Selain
itu, perilaku bullying dapat berupa: a. Perilaku bullying secara langsung, yaitu perilaku seperti mengejek,
menggunakan kekerasan fisik, menggunakan kata-kata yang kasar, intimidasi, berkomentar yang pedas mengenai penampilan seseorang,
maupun menyebarkan gosip mengenai seorang pekerja. b. Perilaku bullying secara tidak langsung, yaitu perilaku seperti
menumpuk pekerjaan untuk dikerjakan seorang pekerja, memberi tugas yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, memberikan tugas di
luar kemampuan pekerja, perlakuan yang tidak adil, mengucilkan pekerja, serta tidak merespon pendapat dari pekerja tersebut.
3. Jenis-Jenis Bullying di Tempat Kerja
Peyton 2003 mengemukakan dua tipe bullying yaitu: gross and obvious behavior dan subtle variety. Perilaku bullying yang termasuk
dalam tipe gross and obvious behavior adalah merendahkan dan menjatuhkan pekerja lain, mengubah deadline kerja, memanfaatkan
informasi personal mengenai pekerja, mengisolasi dan mengintimidasi
Universitas Sumatera Utara
20
pekerja lain, sarkasme, membuat joke atau humor yang tidak pantas mengenai pekerja, berpura-pura dan sengaja menciptakan kondisi yang
berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja, pelecehan seksual, pelecehan dengan menggunakan media elektronik, mengganggu privasi pekerja, serta
merusak reputasi profesional seorang pekerja. Sedangkan yang termasuk subtle variety behavior adalah membuat jadwal palsu, menggunakan
kebijakan instansiorganisasi untuk menyembunyikan perilaku yang tidak pantas, menyalahkan orang lain atas sesuatu yang tidak tanggung jawab
mereka, kontrol berlebih, sikap tidak adil, serta menyebarkan gosip Peyton, 2003.
Daniel 2009 secara spesifik meyebutkan beberapa tipe perilaku bullying di tempat kerja, yaitu:
a. Kekerasan verbal: membentak, menyumpahi, menggunakan kata-kata kasar dan tidak sopan.
b. Perilaku kasar: mempermalukan, mengancam baik secara publik ataupun personal, pengarahan kerja yang tidak pantas, menyerang, dan
intimidasi. c. Kekerasan yang berhubungan dengan otoritas pekerja: evaluasi yang
berlebihan dan tidak sesuai tentang pekerja, menolak kemajuan pekerja, mencuri credit pekerja, dan bertindak sewenang-wenang.
d. Berhubungan dengan performa kerja seperti: sabotase, mencari-cari kesalahan, dan merendahkan seorang pekerja.
e. Merusak hubungan seorang pekerja dengan atasan dan pekerja lainnya.
Universitas Sumatera Utara
21
4. Dimensi Bullying di Tempat Kerja
Dimensi bullying di tempat kerja terfokus pada tiga hal Einarsen, Hoel, Notelaers, 2009 yaitu:
a. Work-related acts: dimensi bullying yang berfokus pada perilaku
negatif terkait pekerjaan, yang mana perilaku ini menyulitkan individu dalam mengerjakan tugasnya, seperti: mengawasi pekerja secara
berlebihan, atau sengaja tidak memberikan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan.
b. Personal related acts: dimensi ini fokus pada hal-hal yang
berhubungan dengan target, seperti menyebarkan gosip, dan penghinaan terhadap seorang pekerja.
c. Physical intimidation: dimensi ini menggambarkan hal-hal yang
berkaitan dengan intimidasi fisik, seperti mendorong, mengganggu area personal pekerja, finger pointing, dan segala bentuk kekerasan
fisik.
5. Dampak Perilaku Bullying di Tempat Kerja
Australian Public Service Commision 2009 mengemukakan bahwa pekerja yang mengalami bullying di tempat kerja akan mengalami
hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis, seperti: distress, cemas, panic attack, depresi, gangguan tidur,
perasaan terasing di tempat kerja, penyakit fisik sakit kepala, musculoskeletal disorder, luka fisik ataupun psikologis, hingga resiko
Universitas Sumatera Utara
22
bunuh diri pada pekerja, serta mengalami hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti: berkurangnya kualitas performa kerja, hilangnya
kepercayaan diri, hilangnya konsentrasi, dan kesulitan dalam pengambilan keputusan.
Bullying di tempat kerja tidak hanya berdampak bagi individu yang menjadi target bully, namun juga berdampak bagi instansi, rekan kerja
lain, serta kerabat dan keluarga pekerja yang menjadi korban bullying Daniel, 2009. Daniel 2009 mengatakan:
a. Dampak bagi instansiorganisasi dapat berupa: turnover, kehilangan
produktivitasabsenteeism, asuransi pegawai jangka panjang dan jangka pendek.
b. Dampak bagi pekerja lain bystander, yaitu: depresi, stres, cemas, dan
komplain psikosomatis lainnya, bahkan adanya kecenderungan untuk keluar dari instansiorganisasi tersebut.
c. Bullying di tempat kerja juga berdampak pada kerabat dan keluarga
target, yaitu terganggunya kualitas kehidupan keluarga, serta renggangnya hubungan keluarga dengan korban bully.
C. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja
Kualitas kehidupan kerja adalah konsep yang penting untuk diterapkan di setiap instansiorganisasi Saraji Dargahi, 2006. Konsep kualitas
kehidupan kerja mengarah pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja selama mereka bekerja Worrall Chopper, 2012, yang mana
Universitas Sumatera Utara
23
pekerja memiliki kesempatan untuk belajar, berinovasi, serta mengembangkan potensi kreatif sejalan dengan perkembangan instansi atau organisasi Hart,
Ribbing, Abrahamsson, 2005. Penelitian dilakukan untuk menjelaskan pentingnya kualitas kehidupan
kerja, seperti penelitian yang dilakukan oleh Arifin 2012 yang mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja berpengaruh terhadap kinerja setiap pekerja.
Kualitas kehidupan kerja memiliki peran terhadap upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja Royuela, Tamayo, Surinach, 2008 dan komitmen pekerja
terhadap organisasi Senasu Singhapakdi, 2014. Ditambah lagi, terdapat hubungan yang positif antara kualitas kehidupan kerja dengan kecenderungan
pekerja untuk bertahan pada pekerjaannya Yirik Babur, 2014, yang artinya semakin tinggi kualitas kehidupan kerja, maka pekerja akan cenderung
bertahan pada pekerjaannya. Dalam konteks organisasi, lingkungan kerja yang tersedia oleh sebuah
instansi sangat berperan penting untuk mewujudkan kualitas kehidupan kerja Kiriago Bwisa, 2013. Pekerja yang memiliki persepsi yang positif
terhadap iklim yang diciptakan oleh perusahaan akan menimbulkan rasa nyaman dan nikmat dalam bekerja, yang selanjutnya akan menimbulkan rasa
puas dan menghasilkan kualitas kehidupan kerja yang baik pada setiap pekerja Idrus, 2006. Hal ini tidak lepas dari peran pemimpin dalam sebuah
instansi karena fungsinya dalam mewujudkan keseimbangan antara pekerjaan dan outcome pekerja Yeo Li, 2011. Oleh sebab itu, dalam upaya
Universitas Sumatera Utara
24
meningkatkan kualitas kehidupan kerja pada setiap pekerja perlu diwujudkan relasi yang baik antara atasan dan bawahan Daly, Speedy, Jackson, 2003.
Pemimpin yang menyalahgunakan otoritas yang dimilikinya akan berdampak pada pekerja seperti menyebabkan kecemasan, stres, bahkan
gangguan kesehatan pada pekerja Donellan, 2006. Donellan 2006 menyebutkan bahwa perilaku ini sering dilakukan oleh manajer, supervisor,
ataupun pemimpin lainnya dalam sebuah instansi karena merasa tidak mampu mengerjakan sebuah tugas serta keinginan untuk tetap melakukan kontrol pada
bawahannya. Padahal pemimpin sebagai atasan harusnya berperan sebagai mentor yang baik dan membantu setiap pekerja untuk meningkatkan
kompetensi mereka dalam mengerjakan setiap tugas Yeo Li, 2011. Penyalahgunaan kekuasaan tersebut mengarah pada perilaku negatif yang
disebut dengan workplace bullying atau bullying di tempat kerja Donellan, 2006, yang selanjutnya berdampak pada pekerja karena mempengaruhi
kualitas kehidupan kerja setiap pekerja Daly, Speedy, Jackson, 2003 Bullying merupakan masalah yang terjadi pada level individu yang
selanjutnya berkembang menjadi masalah organisasi Heames Harvey, 2006; Brotheridge, 2013. Bullying dapat dilihat sebagai bentuk yang ekstrim
dari stres sosial, dan diasosiasikan dengan pengalaman stress individu Hoel, Zapf, Cooper, 2002. Hal-hal seperti promosi, menajemen tugas, penolakan,
keuntungan kerja, dan penilaian kerja adalah alasan mengapa seorang pekerja melakukan bullying terhadap pekerja lainnya Katrinli, Atabay, Gunay,
Cangarli, 2010. Ketika seorang pekerja melakukan agresi terhadap pekerja
Universitas Sumatera Utara
25
lain, maka kualitas kehidupan kerja mereka yang menjadi target akan menurun Ellis Pompli, 2002.
Bullying di tempat kerja dikatakan mempengaruhi kualitas kehidupan kerja karena menyebabkan konflik Clifford, 2006. Daniel 2009
mengatakan bahwa konsep bullying di tempat kerja digambarkan sebagai sebuah siklus yang mana sebuah konflik akan menyebabkan seorang
melakukan perilaku agresi, kemudian menyebabkan hal-hal yang berujung kembali pada munculnya konflik. Sementara itu, ada tidaknya konflik yang
dialami seorang pekerja merupakan sebuah indikator untuk mengetahui apakah pekerja memiliki kualitas kehidupan kerja yang baik di tempat kerja
Baba Jamal, 1991; Ellis Pompli, 2002. Pekerja yang mengalami bullying menganggap bahwa lingkungan
kerja mereka sangat tidak menyenangkan, dan biasanya mereka akan memiliki kepuasan kerja yang rendah, komitmen yang rendah, kemandirian
yang rendah, serta rendahnya intensitas untuk bertahan pada pekerjaannya Budin, Brewer, Chao, Kovner, 2013. Selanjutnya, bullying di tempat kerja
ditemukan memberi dampak negatif yang mengarah pada masalah kesehatan pekerja Djurkovic, McCormack, Casimir, 2004. Hasil penelitian oleh
Nielsen, Hetland, Matthiesen, Einarsen 2012 menjelaskan bahwa bullying memiliki korelasi yang sangat kuat dengan distress psikologis yang sifatnya
berkepanjangan, dan hal ini menambah serta memperkuat efek negatif lain bagi pekerja ketika mengalami bullying di tempat kerja. Selain itu, Vartia
2001 mengatakan baik target maupun observer perilaku bullying selain
Universitas Sumatera Utara
26
mengalami stress, mereka akan mengalami penurunan kepercayaan diri, dan kesulitan
untuk mengerjakan
tugas yang
sesuai dengan
tujuan instansiorganisasi. Pada level yang lebih ekstrem, Simons Mawn 2012
mengatakan bahwa bullying di tempat kerja dapat menyebabkan seorang pekerja keluar dan meninggalkan pekerjaannya.
Dampak-dampak yang ditimbulkan memperlihatkan adanya aspek kualitas kehidupan kerja yang dipengaruhi oleh bullying di tempat kerja. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti penelitian oleh Blase, Blase, dan Du 2008 yang
mengatakan bahwa bullying di tempat kerja sangat berdampak pada kondisi psikologis, dan fisiologis pekerja. Oluwakemi 2011 mendukung penelitian
tersebut dengan penemuannya yang menegaskan bahwa bullying di tempat kerja memberi dampak pada kesehatan mental dan fisik pekerja. Secara
spesifik, bullying di tempat kerja dikatakan berkorelasi positif dengan kelelahan emosional pekerja yang artinya semakin tinggi tingkat bullying di
tempat kerja maka semakin tinggi tingkat kelelahan emosional yang dialami seorang pekerja Chipps, Stelmaschuk, Albert, Bernhard, Halloman, 2013.
Ditinjau dari segi kesehatan, bullying di tempat kerja berhubungan erat dengan stres kerja Vartia, 2001; Gholipour, et. al., 2011, serta dapat menyebabkan
gangguan tidur baik pada pekerja pria maupun wanita Lallukka, et. al, 2011. Selanjutnya, bullying di tempat kerja juga mengakibatkan sakit kepala, kaku
pada leher dan bahu, sakit pinggang, dan rasa sakit lainnya Takaki, Taniguchi, Hirokawa, 2013. Doyle 2001 mengatakan bahwa kesehatan
Universitas Sumatera Utara
27
fisik dan mental merupakan aspek yang penting untuk mendukung terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang dipengaruhi oleh bullying di
tempat kerja dan kemudian mempengaruhi kesempatan kerja, kehidupan keluarga serta kualitas kehidupan pekerja secara umum.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah bullying di tempat kerja berpengaruh negatif terhadap kualitas
kehidupan kerja. Hipotesis di atas mengandung pengertian bahwa bullying di tempat kerja dapat menurunkan kualitas kehidupan kerja.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB III METODE PENELITIAN