Pengaruh Bullying Di Tempat Kerja Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pekerja

(1)

PENGARUH BULLYING DI TEMPAT KERJA TERHADAP KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEKERJA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi

Persyaratan

Ujian Sarjana

Psikologi

Oleh:

VILYA SUTANTO 111301040

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pekerja

Vilya Sutanto & Zulkarnain

Abstrak

Kerja merupakan salah satu aspek penting di dalam kehidupan manusia. Karyawan menghabiskan waktu lebih banyak di pekerjaan mereka daripada sektor lainnya di kehidupan sosial. Pengalaman-pengalaman menyenangkan maupun tidak menyenangkan di tempat kerja dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis karyawan yang akan kemudian mempengaruhi organisasi dan karyawan itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara fenomena yang sudah banyak terjadi di tempat kerja namun masih kurang mendapatkan perhatian dari organisasi, yaitu bullying dengan kesejahteraan psikologis karyawan perbankan di kota Medan. Sebanyak 160 karyawan perbankan (47 pria dan 113 wanita) yang dilibatkan dalam penelitian ini dipilih melalui teknik accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala kesejahteraan psikologis dan Negative Acts Questionnaire-Revised (NAQ-R). Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik analisa regresi sederhana dan hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh negatif yang signifikan antara bullying di tempat kerja dengan kesejahteraan psikologis karyawan perbankan (r = -0.679, R square = 0.461, p < 0.01). Penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh negatif antara kedua dimensi bullying dengan kesejahteraan psikologis. Hasil dari penelitian ini diharapkan untuk dapat memberikan pemahaman mengenai bagaimana bullying dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis karyawan dan agar perusahaan dapat mempertahankan budaya anti-bullying di tempat kerja.

Kata kunci: kesejahteraan psikologis, bullying di tempat kerja, karyawan perbankan


(5)

The Impact of Workplace Bullying on Employees’ Psychological Well-Being

Vilya Sutanto & Zulkarnain

Abstract

Nowadays one of the most crucial aspects in life is one’s work and career. People spend more time at work than they do anywhere else in today’s society.

Pleasant or unpleasant experiences that employees gained in the workplace appear to have an immense impact on employees’ psychological well being, which will

then affect the organization and the employee’s own. This study aims to examine

the impact between workplace bullying on psychological well-being among banking employees in Medan. This study involved 160 banking employees (43 males and 117 females) and are selected through accidental sampling technique. Data were collected by using the scale of psychological well-being and negative-acts questionnaire-revised (NAQ-R). Data were analyzed by using linear regression and the result showed a significant negative impact of workplace bullying on psychological well-being among banking employees (r = -0.679, R square = 0.461, p < 0.01). Furthermore, both dimensions of bullying, namely the work-related bullying and personal bullying, are also found negatively correlated to psychological well-being. The results of this study are expected to provide an understanding of how workplace bullying affects psychological well-being of banking employees, as well as information to organization to mantain a workplace with low level of bullying.


(6)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya memperoleh kesempatan dan kesehatan yang baik dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul

“Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pekerja”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari bullying di tempat kerja terhadap kesejahteraan psikologis pekerja.

Penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, bimbingan, serta saran selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi USU atas dukungan yang telah diberikan demi kesuksesan seluruh .mahasiswa Fakultas Psikologi USU.

2. Bapak Zulkarnain, Ph.D., psikolog selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi penulis. Terima kasih atas bimbingan, pengarahan, dan dukungannya selama ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Keluarga penulis, khususnya kedua orang tua dan adik penulis yang terus menerus memberikan dukungan kepada penulis selama penulisan skripsi.


(7)

ii

4. Para sahabat Fakultas Psikologi USU, yaitu Fera, Chindy, Fonds, Puspa, Merry, dan Naomi yang selalu memberikan masukan-masukan dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi USU. Terima kasih untuk ilmu yang sudah bapak dan ibu ajarkan kepada penulis.

6. Para staf dan pegawai di Fakultas Psikologi USU. Terima kasih atas pelayanan yang baik buat penulis dan para mahasiswa lainnya.

Sebagai manusia yang masih belajar, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang dikarenakan oleh keterbatasan kemampuan, fasilitas, waktu, pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis membuka diri terhadap segala kritik dan saran yang merupakan masukan bagi penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Januari 2015

Penulis, Vilya Sutanto


(8)

iii

DAFTAR ISI

halaman

ABSTRAK

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GRAFIK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Kesejahteraan Psikologis ... 9

1. Definisi Kesejahteraan Psikologis ... 9


(9)

iv

3. Dimensi-Dimensi Kesejahteraan Psikologis ... 13

4. Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ……...17

B. Bullying di Tempat Kerja ... 22

1. Definisi Bullying ... 22

2. Komponen Bullying ... 24

3. Jenis-Jenis Bullying ... 25

4. Dimensi Bullying ... 26

C. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pekerja ... 26

D. Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 31

1. Bullying di Tempat Kerja ... 31

2. Kesejahteraan Psikologis ... 32

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 33

1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

2. Teknik Pengambilan Sampel... 34

D.Metode Pengambilan Data ... 34

1. Skala Kesejahteraan Psikologis ... 34

2. Skala Bullying di Tempat Kerja ... 35


(10)

v

1. Validitas Alat Ukur ... 36

2. Uji Daya Diskriminasi Item ... 37

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 37

F. Prosedur Penelitian ... 38

G. Metode Analisis Data ... 40

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 41

1. Hasil Uji Coba Skala Kesejahteraan Psikologis ... 41

2. Hasil Uji Coba Skala Bullying ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 44

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 45

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan 45 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja ... 46

B. Hasil Penelitian ... 47

1. Hasil Uji Asumsi ... 47

a. Uji Normalitas ... 47

b. Uji Linearitas ... 49

2. Hasil Utama Penelitian ... 50

a. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kesejahteraan Psikologis ... 50


(11)

vi

i. Nilai Empirik dan Hipotetik Kesejahteraan Psikologis

... 51

ii. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Bullying ... 53

c. Kategorisasi Data Penelitian ... 54

i. Kategorisasi Kesejahteraan Psikologis ... 54

ii. Kategorisasi Bullying di Tempat Kerja ... 55

3. Hasil Tambahan Penelitian ... 56

C. Pembahasan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

1. Saran Metodologis ... 63

2. Saran Praktis ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN


(12)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis………..35

Tabel 2.Blueprint Skala Bullying ...………..36

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba . ..42

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Bullying Setelah Uji Coba...…………..43

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin……….44

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia………...45

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan…..……..46

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja………...46

Tabel 9.Uji Linearitas………... 49

Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Sederhana ...………...50

Tabel 11. Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Kesejahteraan

Psikologis………..52

Tabel 12. Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Bullying ………...53

Tabel 13. Norma Kategorisasi Kesejahteraan Psikologis……….54

Tabel 14. Kategorisasi Data Kesejahteraan Psikologis………54

Tabel 15. Norma Kategorisasi Bullying ………....55

Tabel 16. Kategorisasi Data Bullying………...55

Tabel 17. Hasil Analisis Korelasi Antara Dimensi Bullying dan Kesejahteraan Psikologis………...56


(13)

viii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Uji Normalitas Kesejahteraan Psikologis………48


(14)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A

1. Reliabilitas & Daya Beda Aitem Skala Bullying

2. Reliabilitas & Daya Beda Aitem Skala Kesejahteraan Psikologis

Lampiran B

1. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Bullying

2. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Kesejahteraan Psikologis

Lampiran C

1. Uji Normalitas 2. Uji Linearitas

3. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kesejahteraan Psikologis

4. Pengaruh Dimensi Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kesejahteraan Psikologis

Lampiran D

Contoh Aitem Skala Bullying di Tempat Kerja dan Skala Kesejahteraan Psikologis


(15)

Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pekerja

Vilya Sutanto & Zulkarnain

Abstrak

Kerja merupakan salah satu aspek penting di dalam kehidupan manusia. Karyawan menghabiskan waktu lebih banyak di pekerjaan mereka daripada sektor lainnya di kehidupan sosial. Pengalaman-pengalaman menyenangkan maupun tidak menyenangkan di tempat kerja dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis karyawan yang akan kemudian mempengaruhi organisasi dan karyawan itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara fenomena yang sudah banyak terjadi di tempat kerja namun masih kurang mendapatkan perhatian dari organisasi, yaitu bullying dengan kesejahteraan psikologis karyawan perbankan di kota Medan. Sebanyak 160 karyawan perbankan (47 pria dan 113 wanita) yang dilibatkan dalam penelitian ini dipilih melalui teknik accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala kesejahteraan psikologis dan Negative Acts Questionnaire-Revised (NAQ-R). Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik analisa regresi sederhana dan hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh negatif yang signifikan antara bullying di tempat kerja dengan kesejahteraan psikologis karyawan perbankan (r = -0.679, R square = 0.461, p < 0.01). Penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh negatif antara kedua dimensi bullying dengan kesejahteraan psikologis. Hasil dari penelitian ini diharapkan untuk dapat memberikan pemahaman mengenai bagaimana bullying dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis karyawan dan agar perusahaan dapat mempertahankan budaya anti-bullying di tempat kerja.

Kata kunci: kesejahteraan psikologis, bullying di tempat kerja, karyawan perbankan


(16)

The Impact of Workplace Bullying on Employees’ Psychological Well-Being

Vilya Sutanto & Zulkarnain

Abstract

Nowadays one of the most crucial aspects in life is one’s work and career. People spend more time at work than they do anywhere else in today’s society.

Pleasant or unpleasant experiences that employees gained in the workplace appear to have an immense impact on employees’ psychological well being, which will

then affect the organization and the employee’s own. This study aims to examine

the impact between workplace bullying on psychological well-being among banking employees in Medan. This study involved 160 banking employees (43 males and 117 females) and are selected through accidental sampling technique. Data were collected by using the scale of psychological well-being and negative-acts questionnaire-revised (NAQ-R). Data were analyzed by using linear regression and the result showed a significant negative impact of workplace bullying on psychological well-being among banking employees (r = -0.679, R square = 0.461, p < 0.01). Furthermore, both dimensions of bullying, namely the work-related bullying and personal bullying, are also found negatively correlated to psychological well-being. The results of this study are expected to provide an understanding of how workplace bullying affects psychological well-being of banking employees, as well as information to organization to mantain a workplace with low level of bullying.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerja merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia saat ini untuk memenuhi kebutuhan dan kebanyakan pekerja menghabiskan waktu rata-rata delapan jam sehari di tempat kerjanya (Harter, Schmidt & Hayes, 2002). Kondisi ini menyebabkan sebagian besar waktu seorang pekerja itu dihabiskan di tempat kerja. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pekerja atau karyawan, ada hal-hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang mereka hadapi (Sianturi & Zulkarnain, 2013). Pengalaman-pengalaman menyenangkan dan tidak menyenangkan ataupun kebahagiaan dan ketidakbahagiaan dikenal sebagai kesejahteraan psikologis (Halim & Atmoko, 2005).

Kesejahteraan psikologis pekerja telah banyak menjadi fokus utama di psikologi industri dan organisasi. Kesejahteraan psikologis berhubungan dengan kesehatan mental seseorang dan penting sekali untuk ditingkatkan (The British Psychological Society, 2009). Ryff (1989) menyatakan bahwa individu yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi adalah individu yang puas dengan kehidupannya, memiliki kondisi emosional yang baik atau positif, bisa melewati pengalaman-pengalaman negatif yang tidak menyenangkan, mampu membangun hubungan yang positif dengan orang lain, tidak tergantung kepada


(18)

2

orang lain dalam pengambilan keputusan, memiliki kemampuan untuk mengontrol lingkungan di sekitarnya, memiliki tujuan hidup yang jelas dan mampu mengembangkan dirinya sendiri.

Dalam konteks organisasi, ketika individu memiliki kesejahteraan psikologis, maka ia akan mampu menjalankan fungsinya dengan baik, mengerjakan segala tugas dan bertanggung jawab (Zulkarnain, 2013). Kesejahteraan psikologis juga dapat mempengaruhi komitmen seseorang terhadap organisasi yang kemudian dapat berpengaruh terhadap efektivitas organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi (Rathi, 2011). Selain itu, pekerja dengan tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi juga dapat menurunkan tingkat turnover (Zulkarnain & Akbar, 2013) dan absenteeism (Spector, 1997), serta meningkatkan performa dan kepuasan kerja (Russel & Joyce, 2008).

Kesejahteraan psikologis merupakan istilah yang bersifat subjektif dan memiliki arti yang berbeda-beda bagi setiap orang (Singh &Mansi, 2009). Kesejahteraan psikologis merujuk kepada bagaimana individu itu sendiri mengevaluasi hidup mereka dan kemampuan mereka untuk mencapai aspek-aspek tertentu di dalam kehidupan mereka, seperti hubungan dengan orang lain, dukungan dan pekerjaan (Cripps & Zyromski, 2009). Selain itu, kesejahteraan psikologis dari pekerja juga sangat tergantung pada lingkungan kerjanya (Briner, 2000). Kondisi kerja yang baik, dukungan dan adanya kesempatan untuk berkembang merupakan pertimbangan utama yang dimiliki para karyawan dalam kehidupan pekerjaan yang dimilikinya (Zulkarnain & Akbar, 2013). Briner (2000) menyatakan bahwa lingkungan kerja seseorang


(19)

3

bisa menghasilkan dampak positif maupun negatif pada kesejahteraan psikologis pekerja.

Ryan dan Deci (2001) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis pekerja, yaitu status sosial ekonomi, kepribadian, dan kelekatan maupun hubungan interpersonal. Selanjutnya, kesehatan dan kesejahteraan pekerja secara signifikan sangat berhubungan dengan kualitas dari hubungan sosial di tempat kerja, termasuk kekerasan seksual, dan perilaku kasar lainnya (Bryson, Green, Bridges, Craig, 2012). Salah satu masalah mengenai konflik yang berkepanjangan di tempat kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental korban adalah

bullying (Clifford, 2006).

Bullying merupakan fenomena yang sedang marak-maraknya terjadi dan sering mendapatkan perhatian dari para peneliti (Rudi, 2010). Bullying

pada tempat kerja merupakan segala jenis perilaku yang ditujukan kepada seseorang maupun sekelompok orang secara terus menerus dan sistematis (Guidelines On The Prevention of Workplace Harassment, 2012). Menurut Rudi (2010), contoh perilaku yang termasuk ke dalam bullying adalah mengucilkan seseorang, mengejek, menyebarkan gosip, menakut-nakuti, mengancam, menindas, atau bahkan melakukan tindakan agresi seperti memukul, menendang, meninju dan sebagainya.

Bullying dikatakan dapat memberikan efek negatif pada kesehatan korban walaupun efek pada setiap korban berbeda-beda (Clifford, 2006). Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh Workplace Bullying Institute


(20)

4

(2012) pada 1000 subjek korban bullying, dilaporkan adanya kemunduran kesehatan maupun kondisi psikologis mereka. Terdapat lima gejala negatif utama yang dirasakan mereka yang merupakan korban bullying, antara lain kecemasan (76%), kehilangan konsentrasi (71%), tidur yang terganggu (71%), kewaspadaan yang melewati batas(60%) dan sakit kepala akibat stres (55%). Survei tersebut juga menunjukkan bahwa selain menimbulkan gangguan psikologis, bullying juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada korbannya. Kasus bullying sendiri di Indonesia juga sempat menyita perhatian publik karena banyak korban bullying telah melakukan usaha bunuh diri (Jakarta Globe, 2011).

Bullying dalam konteks pekerjaan dapat terjadi pada semua level di dalam organisasi, mulai dari direksi kepemimpinan sampai dengan staff pekerja dengan level paling rendah (Bentley, Catley, Cooper-Thomas,

Gardner, O’Driscoll & Trenbeth, 2009). Di dalam kumpulan penelitian tersebut juga dikatakan bahwa model organisasi yang dasarnya bersifat autokratik (kekuasaan dan pengambilan keputusan dipusatkan pada satu orang) merupakan kunci dari terjadinya bullying.

Bullying yang terjadi di tempat kerja berupa perlakuan negatif yang secara terus menerus diberikan kepada satu atau beberapa pekerja sehingga mengakibatkan perasaan tidak berdaya dan tekanan psikologis pada korban yang kemudian akan berefek pada perilaku kerja (Rudi, 2010). Bullying


(21)

5

yang disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuasaan dan hanya dapat diatasi dengan intervensi legal (Williams, 2013).

Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai bullying dan berfokus kepada pengaruh negatif yang diberikan oleh bullying. Bullying bersifat destruktif bagi pekerja (Leymann, 1996) dan bullying memiliki hubungan yang erat dengan kesehatan pekerja (Einarsen & Raknes, 1997). Bullying juga dapat mengakibatkan menurunnya kinerja dan produktivitas dan dapat berpengaruh pada kesejahteraan diri mereka sendiri maupun keluarga mereka (Guidelines on The Prevention of Workplace Harassment, 2012)

Korban bullying, baik dalam persepsi korban maupun nyata, akan memunculkan reaksi emosional yang sangat intens, seperti ketakutan, kecemasan, perasaan tidak berdaya, depresi dan shock (Janoff-Bulman, 1992). Einarsen & Raknes (1997), menemukan adanya hubungan negatif antara bullying terhadap kesehatan dan kesejahteraan psikologis pekerja. Hal ini berarti semakin sering bullying terjadi atau semakin banyak intensitas

bullying yang terjadi di lingkungan kerja, maka kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis dari pekerja akan semakin menurun. Demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu, dari penjelasan-penjelasan diatas, peneliti sangat tertarik untuk mengetahui pengaruh antara bullying di tempat kerja dengan kesejahteraan psikologispekerja.


(22)

6 B.Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh antara bullying di tempat kerja dengan kesejahteraan psikologis pekerja dan seberapa banyak pengaruh

bullying tersebut terhadap kesejahteraan psikologis pekerja?

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara bullying di tempat kerja dengan kesejahteraan psikologis pekerja.

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat:

a. Memberikan sumbangan pengetahuan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang psikologi industri dan organisasi mengenai bullying di tempat kerja dan kesejahteraan psikologis..

b. Memberikan masukan yang bermanfaat untuk penelitian-penelitian yang berhubungan dengan bullying dan kesejahteraan psikologis.

2. Manfaat Praktis


(23)

7

a. Memberikan pemahaman yang lebih mendalam beserta data empirik dari kesejahteraan psikologis dan bullying di tempat kerja sehingga penelitian ini diharapkan untuk dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

b. Memberikan gambaran dan besar pengaruh dari bullying di tempat kerja terhadap kesejahteraan psikologis pekerja sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

E.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bab I - Pendahuluan

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

2. Bab II - Landasan Teoritis

Pada bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian, antara lain teori mengenai bullying,

kesejahteraan psikologisdan pekerja.

3. Bab III - Metode Penelitian

Berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisikan tentang identifikasi variabel, definisi operasional variabel, subjek


(24)

8

penelitian, jenis penelitian, metode dan alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian serta metode analisis data.

4. Bab IV – Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum dan karakteristik dari subjek penelitian di kota Medan serta cara analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa statistik dengan bantuan program SPSS versi 20.0 for windows. Selain itu, pada bab ini juga akan dibahas mengenai interpretasi data hasil penelitian beserta pembahasan.

5. Bab V – Kesimpulan Dan Saran

Bab ini kesimpulan dari hasil penelitian yang disusun berdasarkan analisa dan interpretasi data serta dilengkapi dengan saran-saran bagi perusahaan dan bagi peneliti lain berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.


(25)

9 BAB II

LANDASAN TEORITIS

A.Kesejahteraan Psikologis

1. Definisi Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis merupakan pembahasan yang penting dalam kesehatan mental manusia (Huppert, 2009). Kesejahteraan psikologis merupakan konsep yang terdapat di dalam Positive Psychology dan telah terbukti di dalam dua dekade belakangan ini bahwa keadaan psikologis seseorang yang positif bukan hanya penting bagi kesehatan seseorang, melainkan juga dapat mempengaruhi proses penyembuhan maupun onset

dari suatu penyakit atau permasalahan fisik (Vazquez, Hervas, Rahona, & Gomez, 2009).

Secara tradisional, kesejahteraan psikologis didefinisikan sebagai suatu kondisi yang bebas dari rasa cemas, depresi, dan simtom distres lainnya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, kesejahteraan psikologis sudah didefinisikan dengan lebih positif, yaitu meliputi kualitas positif yang dimiliki oleh seorang individu sehingga dapat mencapai kesehatan mental yang baik (Keyes & Magyar-Moe, 2003).

Secara umum, kesejahteraan psikologis didefinisikan sebagai kebahagiaan, kepuasan hidup, dan pertumbuhan pribadi (Jarden, 2012).


(26)

10

Menurut Huppert (2009), kesejahteraan psikologis merupakan perpaduan antara feeling good dengan keberfungsian yang efektif.

Kesejahteraan psikologis juga merujuk kepada bagaimana individu mengevaluasi diri mereka sendiri dan juga mengevaluasi kemampuan mereka untuk memenuhi aspek-aspek tertentu di dalam kehidupan mereka, seperti hubungan dengan orang lain, dukungan, maupun pekerjaan (Flouri & Buchanan, 2003; Wilkinson 2004).

Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai suatu usaha individu untuk menemukan kemampuan atau potensi yang dimilikinya secara keseluruhan. Usaha tersebut bisa menyebabkan individu untuk menyerah pada keadaan sehingga kesejahteraan psikologisnya menjadi lebih rendah atau bisa pula menyebabkan individu tersebut berusaha mengubah hidupnya sehingga kesejahteraan psikologisnya meningkat (Ryff & Keyes, 1995).

Individu yang memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi merupakan individu yang merasa puas dengan hidupnya, memiliki kondisi emosional yang positif, mampu membuat keputusan sendiri dan mengatur kehidupannya sendiri, mampu melewati pengalaman-pengalaman buruk dengan baik, mampu membangun hubungan yang positif dengan orang lain, mengendalikan lingkungan, memiliki tujuan hidup yang jelas, serta mampu mengembangkan dirinya sendiri (Ryff, 1989). Kesejahteraan


(27)

11

psikologis merupakan inti dari teori positive functioning psychology yang dikemukakan oleh Ryff (Ryff & Keyes, 1995).

Berdasarkan uraian di atas, maka kesejahteraan psikologis adalah suatu kondisi dimana individu yang dapat berfungsi secara efektif sesuai dengan potensi yang dimilikinya, mau mengevaluasi dirinya sendiri, mampu mengembangkan dirinya sendiri, puas terhadap kehidupannya, merasa bahagia, dan mampu memenuhi aspek-aspek di dalam kehidupannya.

2. Konsep Kesejahteraan

Dalam perkembangannya, konsep mengenai kesejahteraan terbagi menjadi dua perspektif besar yang saling berlawanan satu dengan lainnya (Ryan & Deci, 2001). Menurut Ryan dan Deci (2001), kesejahteraan merupakan suatu konstruk yang kompleks yang melibatkan pengalaman dan keberfungsian yang optimal. Pada kenyataannya, bahkan semenjak awal permulaan perkembangannya, terdapat banyak sekali perdebatan mengenai definisi keberfungsian optimal yang sebenarnya dan apa saja terdapat di

dalam lingkaran “good life”.

Perspektif yang pertama disebut juga dengan hedonism. Hedonism

memandang bahwa kesejahteraan terdiri dari komponen yang berupa kebahagiaan dan kesenangan. Asal muasal perspektif ini dari seorang filsuf asal Yunani yang bernama Aristippus yang mengajarkan bahwa tujuan utama dari hidup manusia adalah untuk mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan yang tidak terhitung (Ryan & Deci, 2011). Setelah masa itu,


(28)

12

perspektif hedonism telah diekspresikan ke dalam berbagai macam bentuk. Namun pada umumnya, psikolog yang menganut perspektif hedonism

cenderung berfokus pada kebahagiaan subjektif, pengalaman yang mendatangkan kenikmatan dan penilaian terhadap elemen kehidupan yang baik atau buruk. Asesmen yang digunakan untuk mengukur kebahagiaan

hedonism kebanyakan menggunakan subjective well-being (Diener & Lucas, 1999). Diener & Lucas (1999) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen yang penting di dalam subjective well-being, antara lain kepuasan hidup, adanya mood yang positif, dan tidak adanya mood yang negatif. Ketiga komponen inilah yang mencakup konsep kebahagiaan.

Perspektif kedua disebut dengan pandangan eudaimonic. Perspektif

eudaimonic ini mendefinisikan kesejahteraan bukan semata-mata hanya dari kebahagiaan (Ryan & Deci, 2001). Perspektif eudaimonic menyatakan bahwa tidak semua hal yang diinginkan akan memberi kesejahteraan pada manusia. Walaupun hasil akhir membawa kesenangan, beberapa hasil tidak akan meningkatkan kesejahteraan dan bahkan tidak baik untuk manusia.

Waterman (1993) mengemukakan bahwa konsep kesejahteraan

eudaimonic berfokus pada bagaimana manusia hidup dalam daimon, atau

true self (diri mereka yang sebenarnya). Beliau menjelaskan bahwa

eudaimonic akan muncul apabila aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang sejalan dengan nilai-nilai yang dimilikinya dan orang tersbut secara penuh terlibat di dalamnya. Dalam kondisi demikian, individu tersebut akan merasa dirinya aktif, hidup dan apa adanya. Waterman (1993)


(29)

13

mendefinisikan kondisi tersebut sebagai suatu personal expressiveness (PE).

Personal expressiveness sangat berhubungan erat dengan aktivitas-aktivitas yang dapat memberikan pertumbuhan dan perkembangan bagi diri individu. Selanjutnya, personal expressiveness juga lebih diasosiasikan dengan tantangan dan usaha, sedangkan hedonism lebih diasosiasikan dengan perasaan santai, jauh dari masalah, dan menjadi individu yang bahagia (Ryan & Deci, 2001).

Ryff dan Keyes (1995) kemudian membedakan kesejahteraan psikologis dengan kesejahteraan subjektif (subjective psychological

well-being). Kesejahteraan psikologis merepresentasikan perspektif

kesejahteraan eudaimonic, sedangkan kesejahteraan subjektif merepresentasikan perspektif hedonism (Ryan & Deci, 2001). Kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep multidimensional yang terdiri dari enam dimensi yang menggambarkan aktualisasi diri manusia, yaitu otonomi, pertumbuhan pribadi, penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan, dan hubungan yang positif dengan orang lain (Ryan & Deci, 2001).

3. Dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) menjelaskan ada enam dimensi kesejahteraan psikologis yang merupakan inti dari positive functioning psychology, yaitu:


(30)

14

Dimensi penerimaan diri merujuk kepada kemampuan seorang individu untuk menerima dirinya sendiri dengan baik berkaitan dengan masa lalu maupun masa sekarang. Selain itu, penerimaan diri juga memiliki kaitan yang erat dengan sikap positif terhadap individu itu sendiri.

Individu yang memiliki nilai tinggi pada dimensi penerimaan diri akan memiliki sikap yang positif terhadap dirinya sendiri, dapat merasakan adanya hal positif yang bisa didapatkan dari pengalamannya di masa lalu, dan mampu menerima serta memahami kualitas diri yang dimilikinya baik kualitas yang bagus maupun yang buruk.

Sebaliknya, individu dikatakan memiliki penerimaan diri yang rendah apabila ia tidak dapat menerima kondisinya sendiri apa adanya, kurang puas dengan dirinya, terdapat kekecewaan di dalam dirinya akibat dari masa lalu, dan berharap bahwa ia dapat menjadi orang lain dan bukan dirinya saat ini.

b. Hubungan yang positif dengan orang lain (positive relations with others) Dimensi hubungan positif dengan orang lain merujuk kepada kemampuan individu untuk membina hubungan yang baik dengan orang lain. Individu yang memiliki nilai tinggi dalam dimensi ini cenderung mampu menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, menunjukkan rasa afeksi dan empati terhadap orang lain, peduli


(31)

15

terhadap kesejahteraan orang lain, dan memahami bahwa di dalam hubungan interpersonal diperlukan prinsip memberi dan menerima.

Sebaliknya, individu dengan dimensi hubungan positif yang rendah dengan orang lain cenderung kurang cakap dalam membangun hubungan interpersonal, terisolasi, susah untuk terbuka dan peduli terhadap orang lain, tertutup dan tidak berkeinginan untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain.

c. Otonomi (autonomy)

Dimensi otonomi merujuk kepada kemampuan individu untuk lepas atau bebas dari norma-norma yang mengaturnya dan kemampuan untuk mengatur hidupnya sendiri. Individu yang memiliki nilai tinggi pada dimensi ini cenderung bebas dalam membuat keputusan sendiri tanpa bantuan orang lain, bersifat mandiri, mampu menghadapi tekanan sosial, menentukan sendiri perilaku yang akan dimunculkan, dan memiliki kemampuan untuk mengevaluasi dirinya sendiri.

Sebaliknya, individu yang rendah pada dimensi ini cenderung mempertimbangkan penilaian dari orang lain ketika memutuskan sesuatu, tidak mandiri, mudah melakukan konformitas, mudah terpengaruh oleh tekanan sosial saat mengambil keputusan.

d. Penguasaan lingkungan (environment mastery)

Dimensi penguasaan lingkungan merujuk kepada kemampuan seorang individu untuk menguasai dan mengatur lingkungannya,


(32)

16

menciptakan perubahan pada lingkungan, memanfaatkan lingkungan dengan baik dan mengendalikan lingkungan sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai yang dimilikinya.

Individu yang memiliki nilai tinggi pada dimensi ini akan mampu untuk mengontrol aktivitas eksternalnya seperti mengatur kehidupan sehari-hari, lingkungannya, dan dapat memilih lingkungan yang dibutuhkannya.

Sebaliknya, individu yang rendah pada dimensi ini memiliki kendali yang sedikit di dalam lingkungannya karena ia mengalami kesulitan dalam mengatur kehidupan sehari-harinya, tidak mampu memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, dan tidak bisa mengubah kualitas lingkungannya.

e. Tujuan hidup (purpose of life)

Dimensi tujuan hidup merujuk kepada arah dan tujuan hidup seorang individu serta kemampuan untuk mencapai tujuan tersebut. Individu dengan nilai tinggi pada dimensi ini akan memiliki tujuan hidup dan sasaran yang akan dituju secara jelas, mampu mengarahkan perilakunya agar dapat mencapai tujuan hidup, dan memiliki makna hidup pada masa sekarang maupun pada pengalaman masa lalunya.

Sebaliknya, individu dengan tujuan hidup yang rendah hanya memiliki makna hidup yang sangat sedikit atau bahkan sudah kehilangan makna hidup, tidak mengetahui arah yang akan dituju, serta


(33)

17

tidak mampu mengambil esensi dari hidup yang dijalaninya sekarang maupun dari pengalaman masa lalu.

f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

Dimensi pertumbuhan pribadi merujuk kepada sejauh mana individu mampu menyadari potensi yang dimilikinya, dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya ke arah yang lebih positif.

Individu yang tinggi pada dimensi ini akan terbuka pada hal-hal baru, memiliki perasaan bahwa dirinya terus menerus berkembang, dapat merasakan perkembangan yang dialami, dan menjadi individu yang memiliki pengetahuan baru

Sebaliknya, individu yang rendah pada dimensi ini merasa dirinya kurang baik dalam berkembang, mengalami stagnasi, kehilangan keinginan untuk mempelajari hal-hal baru yang dapat memperkaya dirinya.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang, yaitu:

a. Gender

Gender juga merupakan faktor yang mempengaruhi


(34)

18

penelitiannya, ditemukan bahwa wanita memiliki pertumbuhan pribadi dan hubungan positif dengan orang lain yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pria.

b. Usia

Penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Keyes (1995) menemukan bahwa usia ternyata dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Penelitian tersebut melibatkan tiga kelompok usia (muda, dewasa madya, dan lansia) pada aspek kesejahteraan psikologis yang bersifat multidimensional. Pada dimensi pertumbuhan pribadi dan tujuan hidup, ditemukan terdapat penurunan skor dari usia muda sampai dengan lansia. Hal ini berarti bahwa individu yang lebih muda memiliki pertumbuhan pribadi dan tujuan hidup yang lebih tinggi daripada dewasa madya. Sedangkan dewasa madya memiliki nilai yang lebih tinggi daripada lansia pada kedua aspek. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa dimensi pertumbuhan pribadi dan tujuan hidup mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia.

Namun, penelitian tersebut menemukan adanya peningkatan skor pada dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan pada dua dimensi lain, yaitu penerimaan diri dan hubungan positif dengan orang lain, tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan diantara subjek dengan usia berbeda tersebut.


(35)

19

c. Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis seseorang. Penelitian oleh Wilkinson, Walford dan Espnes (2000) menemukan bahwa ketidaksetaraan status sosial ekonomi pada suatu negara berkembang dapat dikaitkan dengan ketidaksetaraan kesehatan mental individu di dalamnya; dimana hal ini akan berakibat terhadap kesejahteraan seseorang maupun komunitas. Selanjutnya, status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan diri (Ryff, Magee, Kling, & Wing, 1999; Ryan & Deci, 2001).

d. Pendidikan

Pendidikan juga merupakan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pendidikan yang semakin tinggi akan mengakibatkan individu memiliki berbagai macam solusi atas permasalahan yang dimilikinya. Pendidikan akan berpengaruh terhadap dimensi tujuan hidup seseorang (Ryff, Magee, Kling & Wing, 1999).

e. Budaya

Faktor lainnya yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang adalah budaya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lu (2008), budaya seseorang mempengaruhi cara individu tersebut memaknai kebahagiaan. Hal ini disebabkan karena budaya memegang


(36)

20

peranan penting dalam membentuk cara seseorang berpikir, mengkonseptualisasikan diri dan kebahagiaan, serta cara mengatasi masalah-masalah yang timbul di dalam kehidupan sehari-hari.

f. Locus of Control

Dalam penelitian VanderZee, Buunk dan Sanderman (1997) ditemukan bahwa locus of control merupakan variabel moderator yang menghubungkan antara dukungan sosial dan kesejahteraan psikologis.

Individu dengan locus of control internal selalu berusaha untuk menguasai dan memanipulasi lingkungannya secara aktif, mampu mengendalikan kejadian-kejadian seperti keberhasilan atau kegagalan, serta mampu menghindarkan diri mereka dari situasi yang tidak menguntungkan (Kulshretha & Sen, 2006), demikian sebaliknya untuk individu dengan locus of control eksternal.

g. Kepribadian

Kepribadian seseorang juga ternyata mempengaruhi kesejahteraan psikologisnya. Huppert (2009) mengemukakan bahwa kepribadian extraversion dan neuroticism memiliki hubungan dengan kesejahteraan psikologis. Kepribadian seseorang merupakan prediktor terbesar dalam menentukan tipe emosi yang akan ia munculkan. Individu dengan kepribadian neuroticism selalu identik dengan tipe emosi yang negatif. Sebaliknya, individu extraversion identik dengan emosi yang lebih positif (Diener, Suh, Lucas & Smith, 1999).


(37)

21

Banyak penelitian lintas budaya yang telah melakukan penelitian sehubungan dengan kesejahteraan psikologis dan

extraversion-neuroticism dan penelitian dari tiga dekade belakangan ini menunjukkan bahwa kepribadian extraversion memiliki pengaruh yang besar terhadap kesejahteraan psikologis (Abbott, Ploubidis, Croudace, Kuh, Wadsworth, & Huppert, 2008). Sedangkan, neuroticism memiliki efek terhadap kesejahteraan psikologis yang dimediasi oleh distres psikologis.

h. Marital Status (Status Pernikahan)

Banyak penelitian telah membuktikan bahwa individu yang telah menikah memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi (Myers, 1999). Bierman, Fazio dan Milkie (2006) meneliti mengenai salah satu dimensi dalam kesejahteraan psikologis, yaitu tujuan hidup. Mereka menemukan bahwa individu yang telah menikah memiliki nilai yang lebih tinggi pada sub-skala ini dibandingkan dengan yang tidak menikah.

Penelitian lainnya oleh Clarke, Marshall, Ryff dan Roshental (2000) pada sejumlah senior di Kanada yang berumur 65 tahun ke atas menunjukkan bahwa senoior yang sudah menikah memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi tujuan hidup, penerimaan diri dan hubungan negatif dengan orang lain.


(38)

22

i. Relatedness

Beberapa teoritis telah mendefinisikan relatedness sebagai kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kesejahteraan manusia (Baumeister & Leary, 1995). Hubungan interpersonal dapat dikaitkan dengan relatedness dan banyak penelitian telah menunjukkan bahwa hubungan interpersonal yang suportif, hangat, dan penuh kepercayaan dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang (Ryan & Deci, 2001).

Nezlek (2000; Ryan & Deci, 2001) telah melakukan review pada beberapa penelitian dan menemukan bahwa kuantitas dari interaksi dengan orang lain tidak dapat memprediksi kesejahteraan seseorang, melainkan kualitas interaksi dengan orang lain (relatedness) yang dapat memprediksi kesejahteraan. Menurut Johnson dan Johnson (2007), hubungan interpersonal yang negatif antar individu dapat memicu terjadinya bullying pada sekolah maupun tempat kerja. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa faktor relatedness ini merupakan faktor penting munculnya bullying di tempat kerja.

B. Bullying di Tempat Kerja 1. Definisi Bullying

Secara harfiah, bullying berasal dari kata dasar “bully” yang di


(39)

23

mengganggu yang lemah (Rudi, 2010). Bullying merupakan salah satu perilaku negatif yang ditujukan kepada seseorang yang dapat menyebabkan efek yang negatif dan berkepanjangan kepada korban (MA-L, 2001). Selain itu, bullying juga termasuk ke dalam perilaku agresi (Griffin & Gross, 2004; Einarsen & Mattthiesen, 2007).

Bullying di tempat kerja didefinisikan sebagai segala bentuk perilaku yang berulang, sistematis, dan ditujukan pada seorang pekerja maupun sekelompok pekerja dimana perilaku yang ditujukan tersebut dapat mengancam keselamatan dan kesehatan dari korban (Dealing With Workplace Bullying, 2005; Guidelines on The Prevention of Workplace Harassment, 2012).

Leymann (1996) menggunakan istilah mobbing atau teror psikologis untuk menjelaskan mengenai bullying. Menurut Leymann,

bullying (mobbing) pada lingkungan kerja melibatkan komunikasi yang kasar dan tidak etis, yang ditujukan kepada seorang atau sekelompok pekerja yang menyebabkan pekerja tersebut berada pada posisi yang

helpless. Bullying terjadi apabila seorang pekerja secara berkepanjangan merasa dirinya mendapatkan perlakuan-perlakuan negatif dari rekan kerjanya yang lain, yang mana pada situasi tersebut, ia mengalami kesulitan dalam melindungi dirinya sendiri (Einarsen, Matthiesen, & Raknes, 1994). Selanjutnya, bullying didefinisikan sebagai salah satu bentuk interpersonal influence yang sifatnya koersif atau memaksa; menghasilkan rasa sakit yang bagi orang lain secara sengaja atau menyebabkan rekan kerja menjadi


(40)

24

tidak nyaman melalui aksi-aksi negatif seperti kontak fisik, cacian verbal, pengeluaran atau pengabaian anggota kelompok, dan lain-lain (Forsyth, 2006).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

bullying di tempat kerja merupakan perlakuan negatif yang berulang-ulang dirasakan dan diterima oleh seseorang atau sekelompok pekerja yang mana perilaku tersebut bertujuan untuk menyakiti atau menyusahkan korban dan pada saat yang bersamaan, korban tidak dapat melindungi dirinya sehingga dapat mengakibatkan efek negatif pada korban.

2. Komponen bullying

Ada tiga komponen penting di dalam bullying, yaitu:

a. Berulang (repeated), berupa perilaku yang persisten dan terus-menerus yang diberikan kepada korban. Selain itu, bentuk perilaku yang diberikan bisa saja berbeda-beda, namun cenderung berulang dalam melakukannya.

b. Sistematis, berupa perilaku yang telah direncanakan melalui suatu metode atau ide.

c. Mengancam kesehatan dan keamanan, berarti perilaku yang ditujukan kepada korban dapat berakibat pada kesehatan mental, fisik, maupun emosional pada korban di tempat kerja.

Contoh yang termasuk ke dalam perilaku bullying yaitu menggunakan bahasa yang kasar atau menghina, menakut-nakuti rekan


(41)

25

kerja, menghina, mencaci-maki, mengintimidasi, melakukan kekerasan, menyebarkan rumor atau gosip, melontarkan humor yang ditujukan untuk mengejek, ataupun mengucilkan rekan kerja.

3. Jenis-Jenis Bullying

Berdasarkan jenisnya, bullying dapat dibagi menjadi bullying

langsung dan bullying tidak langsung (Bullying At Work: A Guide for Employee, 2009).

a. Bullying yang sifatnya langsung, seperti mengejek, secara teratur mengerjai atau membuat korban sebagai bahan lelucon, menggunakan kekerasan fisik, menggunakan kata-kata yang kasar dan ofensif, perilaku yang bertujuan untuk mengintimidasi, komentar yang pedas mengenai penampilan seseorang, maupun menyebarkan rumor atau gosip mengenai seseorang.

b. Bullying yang sifatnya tidak langsung dapat berupa penumpukan pekerjaan yang berlebihan pada target, memberikan tugas yang di luar kompetensi individu maupun memberi tugas yang tidak berhubungan dengan pekerjaannya, memberikan perlakuan yang tidak adil di tempat kerja, serta mengucilkan dengan tidak menghiraukan respon atau pendapat dari individu tertentu.

Johnson & Johnson (2007) mengemukakan terdapat tiga tipe individual yang terlibat di dalam bullying, yaitu (1) bully, yaitu orang yang


(42)

26

terus menerus melakukan tindakan bullying seperti menyakiti secara verbal maupun non-verbal, mengucilkan, melakukan kekerasan kepada orang yang lebih lemah, (2) korban, merupakan target dari perilaku agresi yang dikenakan bullying, dan (3) bystanders, yaitu individu diluar bully dan korban yang menyaksikan terjadinya bullying.

4. Dimensi Bullying

Bullying di tempat kerja dapat dibagi menjadi dua dimensi (Einarsen, 1999; Giorgi , Arenas, & Leon-Perez, 2011), yaitu:

a. Work-related bullying, yaitu perilaku-perilaku bullying yang bertujuan untuk menyusahkan pekerjaan target, misalnya menyembunyikan informasi dari target yang dapat mempengaruhi kinerja target, memberikan pekerjaan diluar kemampuan target, memberikan pekerjaan di luar tanggung jawab target, dan lain-lain.

b. Personal bullying, yaitu perilaku-perilaku bullying yang semata-mata ditujukan untuk target yang sifatnya personal, seperti menyebarkan rumor atau gosip mengenai target di tempat kerja, mengucilkan target, mencemarkan nama baik, dan lain-lain.

C. Pengaruh antara Bullying di Tempat Kerja dengan Kesejahteraan Psikologis

Konsep kesejahteraan pada dasarnya merujuk kepada keberfungsian psikologis dan pengalaman yang optimal pada manusia


(43)

27

(Ryan & Deci, 2001). Upaya dalam mencapai keberfungsian yang positif memiliki prinsip dasar bahwa dengan meningkatkan kekuatan-kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh individu, dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis individu (Moe, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Keyes (1995) menjelaskan mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis, antara lain usia dan jenis kelamin. Selanjutnya, penelitian lainnya oleh Ryff, Magee, Kling dan Wing (1999) juga menemukan faktor lainnya yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis, seperti status sosial-ekonomi dan tingkat pendidikan. Sedangkan Ryan dan Deci (2001) menemukan bahwa kepribadian, kesehatan fisik, kelekatan (attachment) dan relatedness

merupakan faktor penting lainnya yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sood dan Bakhshi (2012), menemukan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan psikologis seseorang.

Di dalam konteks organisasi, kesejahteraan psikologis pekerja sangat dipengaruhi oleh lingkungan kerjanya (Briner, 2000). Kualitas kehidupan kerja seseorang merupakan hasil dari apa yang dirasakan pekerja terhadap seluruh situasi kerja (Jewell, 1998). Peneliti yang meneliti tentang kesejahteraan psikologis setuju bahwa kehadiran dari perasaan emosi yang positif, penilaian yang juga positif terhadap pekerja dan hubungan pekerja dengan tempat kerja yang baik akan meningkatkan performa dan kualitas hidup dari pekerja (Harter, Schmidt, & Keyes,


(44)

28

2002). Hal ini berhubungan dengan faktor relatedness yang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis.

Relatedness erat hubungannya dengan hubungan interpersonal dan merupakan salah satu kebutuhan dasar untuk dapat mencapai kesejahteraan (Ryan & Deci, 2001). Baumeister dan Leary (1995) membuktikan bahwa individu-individu cenderung memilih interaksi yang dapat menciptakan hubungan yang positif dan bertahan lama, serta saling peduli.

Selanjutnya, hubungan interpersonal dapat dikaitkan dengan berbagai hal di dalam kehidupan, seperti reaksi terhadap stress, kepuasan hidup, dan kesehatan psikologis (Reis & Collins, 2004). Hubungan positif dengan orang lain juga merupakan salah satu dimensi yang terdapat di dalam kesejahteraan psikologis (Ryff, 1989). Ryff dan Singer (2000) mengidentifikasikan dimensi hubungan positif dengan orang lain sebagai dimensi yang paling penting dalam perkembangan manusia. Selanjutnya, Diener dan Seligman (2002) menemukan bahwa individu yang bahagia adalah individu yang dapat mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik dapat menyebabkan peningkatan kepuasan hidup (Park, Peterson,& Seligman, 2005) dan dapat meningkatkan kesejahteraan (Lansford, 2000).

Akan tetapi, pada kondisi yang kompetitif pada hubungan interpersonal, seperti pada konteks kerja, hubungan yang terbentuk kebanyakan bersifat lebih negatif daripada positif (Johnson & Johnson,


(45)

29

2007). Di dalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa bullying

merupakan indikasi dari hubungan interpersonal yang negatif. Bullying

merupakan salah satu perilaku atau perlakuan negatif yang ditujukan kepada seorang maupun sekelompok rekan kerja yang dapat menyebabkan efek yang negatif dan berkepanjangan kepada korban (MA-L, 2001).

Bullying di tempat kerja dilaporkan dapat meningkatkan simtom-simtom fisik maupun psikologis, seperti depresi, burnout, kecemasan, keluhan otot maupun psikosomatis, keinginan untuk tidak hadir pada hari kerja, dan bahkan dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri (Zapf, Knorz & Kulla, 1996; Nield, 1996). Selain itu, penelitian lebih lanjut juga menemukan bahwa korban bullying memiliki tingkat self-esteem, social-competence (Eirnesen & Matthiesen, 2007) dan kepercayaan diri yang rendah (Clifford, 2006). Lebih jauh lagi, bukan hanya korban bullying saja yang akan menderita stres, tetapi orang disekitar (observer atau bystander) yang sering menjadi saksi terjadinya bullying juga akan mengalami stres walaupun intensitasnya berbeda (Vartia, 2001).

Selanjutnya, Leymann (1996) memasukkan efek dari bullying ke dalam empat area, yaitu (1) sosial, meliputi isolasi dari orang-orang di sekitar, (2) sosial-psikologis, meliputi kehilangan kemampuan mengatasi masalah, (3) psikologis, meliputi depresi dan perasaan tidak berdaya, serta (4) psikosomatis, berupa depresi atau kompulsif.

Penelitian sebelumnya oleh Einarsen, Matthiesen, dan Skogstad (1998) menunjukkan bahwa perawat yang mengalami bullying di tempat


(46)

30

kerja cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih rendah daripada perawat yang tidak mengalami bullying. Berdasarkan uraian penjelasan diatas, maka peneliti ingin meneliti pengaruh perilaku bullying

dengan kesejahteraan psikologis pekerja.

D. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti memiliki hipotesa bahwa terdapat pengaruh negatif antara bullying di tempat kerja dengan kesejahteraan psikologis pekerja. Hipotesa di atas mengandung pengertian bahwa perilaku bullying dapat menurunkan kesejahteraan psikologis pekerja.

Selain itu, terdapat dua hipotesis lainnya yang juga ingin dibuktikan dalam penelitian ini berkaitan dengan bullying di tempat kerja, yaitu:

1. Ada pengaruh negatif antara work-related bullying dengan kesejahteraan psikologis, yaitu work-related bullying dapat menurunkan kesejahteraan psikologis pekerja.

2. Ada pengaruh negatif antara personal bullying dengan kesejahteraan psikologis, yaitu personal bullying dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis pekerja.


(47)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terlibat di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas (independent variable) : bullying di tempat kerja 2. Variabel terikat (dependent variable) : kesejahteraan psikologis

B.Definisi Operasional Penelitian 1. Bullying di tempat kerja

Bullying di tempat kerja merupakan segala bentuk perilaku negatif yang terus menerus dirasakan dan diterima oleh seorang pekerja sehingga ia tidak dapat melindungi dirinya sendiri dan mendapatkan efek negatif dari perilaku tersebut. Bullying di tempat kerja diukur dengan menggunakan Negative Acts Questionnaire Revised (NAQ-R) yang dikembangkan oleh Einarsen dan Raknes (1997). Versi asli dari kuisioner ini diciptakan dalam bahasa Norwegia, kemudian kuisioner ini dikembangkan dalam bahasa Inggris serta direvisi lagi (Tambur & Vadi, 2009).

NAQ-R merupakan kuisioner yang berisikan 26 buah aitem yang memuat daftar-daftar perilaku negatif yang dirasakan dalam enam bulan terakhir di tempat kerja dan seberapa sering mereka mendapatkan


(48)

32

perlakuan tersebut. Respon yang dapat diberikan ada lima, yaitu: tidak pernah, jarang, setiap bulan, setiap minggu dan setiap hari. Semakin sering subjek merasa mendapatkan perlakukan negatif, maka semakin tinggi pula intensitas bullying. Sebaliknya, semakin subjek tidak merasa mendapatkan perlakuan negatif, maka semakin rendah pula intentitas bullying yang ditujukan padanya.

2. Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis didefinisikan sebagai kondisi pekerja yang efektif dalam mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dan mengembangkan perasaan yang positif dalam mencapai kepuasan hidup. Kesejahteraan psikologis dapat diukur dengan menggunakan Psychological Well Being Scale yang dikembangkan oleh Ryff & Keyes (1995). Skala tersebut terdiri dari aitem-aitem yang dapat mengukur keenam dimensi kesejahteraan psikologis, yaitu penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.

Skala terdiri dari 42 aitem-aitem yang memiliki lima buah rentang respon, dimulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan pada skala, semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan psikologis yang dirasakan oleh pekerja. Sebaliknya, semakin rendah nilai yang dihasilkan pada skala, maka semakin rendah pula tingkat kesejahteraan psikologis pekerja.


(49)

33 C.Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi subjek dalam penelitian ini adalah semua karyawan bank yang bekerja di kota Medan. Adapun karakteristik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Pria maupun wanita yang bekerja pada sebuah bank b. Telah bekerja lebih dari 6 bulan di bank tersebut c. Bekerja di kota Medan

2. Teknik Sampling

Teknik sampling yang akan digunakan pada penelitian ini adalah non-probability sampling, yaitu teknik sampling yang digunakan apabila tidak semua orang di dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian. Di dalam teknik sampling non-probability, terdapat berbagai jenis metode pemilihan sampel lagi. Metode pemilihan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

accidental sampling dimana peneliti akan mengambil data dari subjek manapun yang ditemui peneliti sepanjang subjek tersebut memenuhi kriteria penelitian (Azwar, 2010).


(50)

34

Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan menggunakan skala. Menurut Azwar (2010), penggunaan skala merupakan metode untuk mendapatkan jawaban subjektif dari subjek dengan menempatkan respon pada titik-titik yang kontinum. Sedangkan stimulus diberikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Skala yang akan diberikan di dalam penelitian ini merupakan skala Likert, yang menyediakan respon yang kontinum dari respon negatif sampai dengan respon positif.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologis, yaitu skala Psychological Well Being Scale dan Negative Acts Questionnaire-Revised.

1. Skala Kesejahteraan Psikologis

Penyusunan skala kesejahteraan psikologis disusun berdasarkan enam dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis yang dikemukakan oleh Ryff (1989). Skala kesejahteraan psikologis ini mencakup enam dimensi, yaitu penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.

Skala ini terdiri dari 42 aitem dan menyediakan lima rentang respon, yaitu sangat setuju (angka 5), setuju (angka 4), netral (angka 3), tidak setuju (angka 2), dan sangat tidak setuju (angka 1). Berikut ini merupakan bentuk pernyataan favorable dan unfavorable dalam penelitian ini.


(51)

35

Tabel 1. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis

No. Dimensi Nomor aitem

(favourable)

Nomor aitem

(unfavourable)

1. Penerimaan diri 6,12,18,24 30,36,42 2. Hubungan positif dengan

orang lain

4,22,28,40 10,16,34

3. Otonomi 1,7,25,37 13,19,31

4. Penguasaan lingkungan 2,20,38 8,14,26,32 5. Tujuan hidup 11,29,35,41 5,17,23 6. Pertumbuhan pribadi 3,9,21,33 15,27,39

Total 23 19

2. Skala Bullying

Penyusunan skala bullying disusun berdasarkan seberapa sering subjek merasa di-bully oleh rekan kerja yang disebut dengan Negative Acts

Questionnaire Revised (NAQ-R) dan skala ini dikembangkan oleh

Einarsen dan Raknes (1997). Skala NAQ-R ini terdiri dari 26 buah aitem dengan rentang lima buah respon yang terdiri dari tidak pernah (angka 1), jarang (angka 2), setiap bulan (angka 3), setiap minggu (angka 4), dan setiap hari (angka 5). Kuisioner NAQ-R terdiri dari dua dimensi dari


(52)

36

pekerjaan (work-related bullying) dan area personal (personal / person-related bullying). Berikut ini merupakan tabel blue-print dari Negative Acts Questionnaire-Revised.

Tabel 2. Blue Print Skala Bullying

No. Dimensi Nomor aitem

1. Work-related bullying (favourable) 1,2,3,4,11,13,14,17,18,20,21,24,25

2. Personal bullying (favourable) 5,6,7,8,9,10,12,15,16,19,22,23,26

Total aitem 26

E.Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Pada dasarnya, validitas berasal dari kata validity, yaitu sejauh mana sebuah alat ukur mampu menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 2010). Menurut Anastasi dan Urbina (1997), validitas tes berhubungan dengan apa yang diukur oleh suatu tes dan seberapa baik tes tersebut dapat mengukur atribut. Sebuah alat ukur dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya dan memberikan hasil pengukuran sesuai dengan tujuan yang dimasudkan. Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi (content

validity).

Validitas isi pada dasarnya berhubungan dengan pengujian yang sistematis terhadap isi (konten) dari tes untuk mengetahui apakah tes


(53)

37

tersebut secara representatif telah mencakup konsep yang ingin diukur (Anastasi & Urbina, 1997). Menurut Fitzpatrick (1983), validitas isi merupakan konsep mengenai seberapa banyak tes tersebut dapat meliputi seluruh domain yang seharusnya hendak diukur. Validitas isi dalam penelitian ini dapat diperoleh dengan bertanya kepada ahli (professional judgement) yaitu dosen yang ahli dalam bidangnya untuk memberikan pendapat atas isi tes.

2. Uji Daya Diskriminasi Aitem

Tujuan dari dilakukannya uji diskriminasi aitem adalah untuk melihat sejauh mana aitem dapat membedakan antara individu yang memiliki atribut yang akan diukur dengan individu yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Pengujian daya diskriminasi aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan aplikasi SPSS 20.0 for windows. Nilai daya beda aitem yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.3 sehingga hanya aitem-aitem yang memiliki nilai beda aitem diatas 0.3 yang akan lolos seleksi.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur merupakan konsep sejauh mana alat ukur dapat dipercaya dan konsisten (Azwar, 2010). Reliabilitas juga merujuk


(54)

38

pada konsistensi skor yang dihasilkan oleh subjek ketika mereka diberikan lagi tes tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan yang ekuivalen tetapi pada kesempatan yang berbeda (Anastasi & Urbina, 1997). Alat ukur yang memiliki reliabilitas yang tinggi disebut dengan alat ukur yang reliabel.

Pada penelitian ini, pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal berupa koefisien cronbach alpha. Metode ini menguji konsistensi tes antaraitem atau antarbagian. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila konsistensi di antara komponen-komponen yang membentuk tes tinggi. Dalam Azwar (2010), reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisien konsistensinya mencapai 0,9. Dalam penelitian ini, perhitungan koefisien reliabilitas akan dilakukan secara komputasi.

F. Prosedur Pelaksanaan

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti akan membuat konstruksi alat ukur berupa skala untuk mengukur bullying di tempat kerja dan kesejahteraan psikologis. Penyusunan skala ini dimulai dengan membuat blue-print


(55)

39

aitem, sedangkan skala kesejahteraan psikologis terdiri dari 42 buah aitem. Setiap respon terdiri dari 5 buah alternatif jawaban. Skala akan diprint

pada kertas berukuran A4 dan berbentuk booklet.

Setelah perancangan skala selesai, peneliti akan melakukan uji coba alat ukur kepada 80 orang subjek. Uji coba ini bertujuan untuk memperoleh nilai reliabilitas dan validitas dari alat ukur. Setelah try out

selesai, peneliti akan merevisi alat ukur dengan cara memilih aitem-aitem yang sudah teruji reliabilitas dan validitasnya.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti akan mengambil data penelitian yang sebenarnya. Alat ukur akan diberikan kepada karyawan-karyawan perbankan pada berbagai bank dengan menjelaskan tujuan dari pengisian skala. Di akhir pengisian skala oleh responden, peneliti memberikan

reward kepada responden sebagai bentuk apresiasi telah berpartisipasi di dalam penelitian.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah memperoleh data dari subjek, peneliti akan melakukan pengolahan data dengan komputasi dan dibantu oleh program SPSS versi 20 for windows.


(56)

40 G. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisa data inferensial, yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan hubungan atau komparasi dari dua buah variabel. Teknik inferensial yang akan digunakan adalah statistika parametrik dengan menggunakan teknik analisa regresi sederhana. Seluruh analisa data pada penelitian ini akan dilakukan dengan bantuan aplikasi komputer, yaitu program SPSS 20.0 for windows. Penelitian ini juga perlu memenuhi uji asumsi-asumsi tertentu, seperti:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Test of

Normality pada program SPSS untuk melihat apakah sampel yang

digunakan berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Pengujian normalitas akan menggunakan Normal QQ Plots. Sampel dapat dikatakan berasal dari populasi yang berdistribusi normal apabila titik-titik penyebaran sampel berada pada satu garis linear yang lurus.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan Test for Linearity

pada program SPSS untuk melihat apakah variabel bullying dan kesejahteraan psikologis memiliki hubungan yang linear. Berbeda dengan


(57)

41

pengujian normalitas, sasumsi linearitas dianggap terpenuhi apabila signifikansinya berada di bawah 0,05.

H.Hasil Uji Coba Alat Ukur

Tahap selanjutnya setelah alat ukur selesai disusun adalah melakukan uji coba alat ukur pada sekelompok kecil responden guna mengetahui apakah kalimat yang digunakan dalam aitem mudah atau dapat dipahami dengan benar oleh responden sebagaimana diinginkan oleh penulis dan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat mengungkapkan apa yang diukur (Azwar, 2013). Uji coba pada penelitian ini dilakukan pada 80 orang subjek yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek yang diinginkan pada penelitian ini.

1. Hasil Uji Coba Skala Kesejahteraan Psikologis

Jumlah skala kesejahteraan psikologis yang diujicobakan terdiri dari 42 aitem. Setelah dilakukan analisis aitem, diperoleh 29 aitem yang memiliki nilai diskriminasi diatas 0,3 dan terdapat 13 aitem yang gugur. Hasil uji coba terhadap skala kesejahteraan psikologis menunjukkan nilai diskriminasi yang bergerak dari 0,305 sampai dengan 0,625 dengan koefisien α sebesar 0,851.


(58)

42

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba No. Komponen Favorable Unfavorable Total Bobot

1. Penerimaan diri 12,18,24 30,36,42 6 20,67% 2. Hubungan positif

dengan orang lain

22,40 10,16 4 13,79%

3. Otonomi 1,25 13,31 4 13,79%

4. Penguasaan lingkungan

2,20,38 14,32 5 17,25%

5. Tujuan hidup 11,29,35 17,23 5 17,25% 6. Pertumbuhan pribadi 3,21 15,27,39 5 17,25%

Total 15 14 29 100%

2. Hasil Uji Coba Skala Bullying

Jumlah skala bullying yang diujicobakan terdiri dari 26 aitem. Setelah dilakukan analisis aitem, diperoleh bahwa 26 aitem tersebut semuanya memiliki nilai diskriminasi diatas 0,3 sehingga tidak ada aitem yang gugur. Hasil uji coba terhadap skala bullying menunjukkan nilai diskriminasi yang bergerak dari 0,350 sampai dengan 0,705 dengan koefisien α sebesar 0,921.


(59)

43

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Bullying Setelah Uji Coba

No. Dimensi Favorable Total Bobot

1. Work-related

bullying

1,2,3,4,11,13,14,17,18,20,21, 24,25

13 50%

2. Personal

bullying

5,6,7,8,9,10,12,15,16,19,22, 23,26

13 50%


(60)

44 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, analisis dan interpretasi data dari hasil yang didapatkan.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Penelitian ini secara keseluruhan melibatkan 160 orang subjek yang merupakan karyawan perbankan. Pada awalnya peneliti menyebar 195 skala, akan tetapi peneliti hanya mengolah data dari 160 responden karena sebanyak 21 responden tidak mengembalikan skala dan sebayak 14 responden tidak mengisi data demografis. Berikut ini merupakan deskripsi dari subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, dan lamanya masa bekerja.

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase

Laki-Laki 47 29,4%

Perempuan 113 70,6%


(61)

45

Tabel diatas menunjukkan bahwa subjek penelitian terbanyak berjenis kelamin perempuan sebanyak 113 orang (70,6%), sedangkan laki-laki hanya 47 orang (29,4%).

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan rentang usia menurut Hurlock (2002).

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Kategori Jumlah (N) Persentase

18-40 tahun Dewasa dini 145 90.63% 41-60 tahun Dewasa madya 15 9.37%

> 60 tahun Lanjut usia 0 0%

Total 160 100%

Tabel diatas menunjukkan bahwa subjek penelitian terbanyak merupakan subjek-subjek yang berada pada masa dewasa dini, yaitu sebanyak 145 responden (90.63%). Sebanyak 15 responden berada pada masa dewasa madya (9.37%), sedangkan tidak ada responden yang berusia lanjut (lebih dari 60 tahun).

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan status pernikahan dapat dilihat di tabel berikut ini.


(62)

46

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan

Status Pernikahan Jumlah (N) Persentase

Belum menikah 113 70,6%

Menikah 47 29,4%

Total 160 100%

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa kebanyakan subjek memiliki status belum menikah. Sebanyak 113 responden memiliki status belum menikah (70,6%), sedangkan responden yang sudah menikah ada sebanyak 47 orang (29,4%).

4. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Bekerja

Gambaran subjek berdasarkan lamanya masa bekerja sesuai dengan teori perkembangan karir oleh Morrow dan McElroy (1987) dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja

Masa Bekerja Kategori Jumlah (N) Persentase

< 2 tahun Tahap perkembangan (establishment stage)

56 35%

2 tahun – 10 tahun

Tahap lanjutan (advancement stage)

68 42.5%

> 10 tahun

Tahap pemeliharaan (maintenance stage)

36 22.5%


(63)

47

Tabel diatas menunjukkan bahwa subjek penelitian terbanyak, yaitu sebanyak 68 responden (42.5%) sedang berada dalam tahap lanjutan dalam pekerjaan mereka dan telah bekerja selama dua sampai dengan lima tahun. Sebanyak 56 responden (35%) berada dalam tahap perkembangan dengan masa bekerja kurang dari 2 tahun. Selebihnya, yaitu sebanyak 36 responden (22.5%), sedang berada di dalam tahap pemeliharaan dengan masa bekerja lebih dari 10 tahun.

B. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi

a. Uji normalitas

Uji asumsi normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi data penelitian terdistribusi secara normal dalam kurva sebaran normalitas. Uji normalitas skala kesejahteraan psikologis dan skala bullying pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pengolahan data Normal QQ Plots di dalam SPSS. Berikut ini merupakan grafik hasil uji normalitas untuk skala kesejahteraan psikologis dan skala bullying.


(64)

48

Grafik 1. Uji Normalitas Kesejatheraan Psikologis

Grafik 2. Uji Normalitas Bullying

Dari grafik 1 yang ditunjukkan dari pengolahan data tersebut dapat dilihat bahwa titik-titik nilai data skala kesejahteraan psikologis banyak yang menempel atau berada di sekitar satu garis lurus. Begitu pula dengan grafik 2 yang menunjukkan nilai data skala


(65)

49

bullying. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa skala modal psikologis dan bullying berasal dari populasi yang terdistribusi normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah dua variabel penelitian ini, yaitu variabel kesejahteraan psikologis dan bullying di tempat kerja memiliki hubungan yang linear secara signifikan. Hasil dari pengujian linearitas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 9. Uji Linearitas Variabel Kesejahteraan Psikologis dan Bullying ANOVA Table

Sum of Squares

Df Mean

Square

F Sig.

pwb * bullying

Between Groups

(Combined) 13046,547 36 362,404 5,444 ,000

Linearity 9791,350 1 9791,350 147,076 ,000

Deviation from

Linearity 3255,197 35 93,006 1,397 ,094

Within Groups 8188,553 123 66,574

Total 21235,100 159

Berdasarkan tabel diatas, dapat diperoleh nilai signifikansi linearitas adalah 0.000 (<0.05) sehingga uji asumsi linearitas variabel kesejahteraan psikologis dan bullying terpenuhi.


(66)

50 2. Hasil Utama Penelitian

a. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja terhadap Kesejahteraan Psikologis Pekerja

Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu variabel kesejahteraan psikologis dan bullying di tempat kerja dan juga seberapa besar pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kesejahteraan psikologis pekerja. Oleh sebab itu, pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik analisa regresi sederhana dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS versi 20 for windows dan Microsoft Office Excel 2007.

Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Sederhana Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 -,679a ,461 ,458 8,511

a. Predictors: (Constant), bullying

Berdasarkan tabel diatas, diketahui variabel bullying di tempat kerja memiliki pengaruh yang negatif dengan kesejahteraan psikologis. Tanda negatif didapatkan melalui hasil korelasi Pearson

Product Moment menunjukkan bahwa bullying telah memiliki

hubungan yang negatif dengan kesejahteraan psikologis. Selain itu, pada kolom berikutnya didapatkan nilai R square sebesar 0.461


(1)

10. Saya sering merasa kesepian karena saya hanya memiliki sedikit teman dekat untuk berbagi

11. Saya merasa aktivitas sehari-hari yang saya lakukan tidak terlalu penting

12. Saya merasa beruntung jika dibandingkan dengan orang lain

13. Saya mampu menjalani tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari saya

14. Saya merasa menjadi manusia yang berkembang dari waktu ke waktu

15. Saya menikmati percakapan dengan keluarga maupun teman-teman

16. Saya belum memiliki tujuan yang jelas mengenai apa yang harus saya raih di dalam hidup

17. Saya merasa percaya diri dengan diri saya saat ini

18. Saya yakin dengan pendapat saya walaupun bertentangan dengan khalayak ramai

19. Saya tidak menyukai situasi yang mengharuskan saya untuk mengubah kebiasaan lama saya

20. Saya suka membuat perencanaan untuk masa depan saya dan berusaha menjadikannya kenyataan


(2)

21. Saya sering sekali merasa kecewa dengan pencapaian-pencapaian saya

22. Sulit bagi saya untuk mengeluarkan pendapat dalam membahas masalah yang controversial 23. Saya memiliki kesulitan dalam mengatur

hidup saya agar menjadi memuaskan

24. Saya bukanlah orang yang tidak memiliki tujuan hidup

25. Saya tidak terlalu puas dengan diri saya 26. Saya mampu menciptakan gaya hidup seperti

yang saya senangi

27. Saya sudah menyerah untuk melakukan perubahan besar dalam hidup

28. Saya dapat mempercayai teman saya dan mereka juga mengetahui bahwa saya dapat dipercaya

29. Ketika saya membandingkan diri saya dengan orang lain, saya merasa kurang puas dengan diri saya sendiri


(3)

PETUNJUK PENGISIAN SKALA 2

Berikut merupakan sejumlah pernyataan mengenai perilaku-perilaku negatif yang mungkin Anda terima di tempat kerja. Anda diminta untuk memberikan jawaban atas setiap pernyataan dengan di kolom yang tersedia di sebelah kanan kolom pernyataan. Gunakan skala berikut untuk mengindikasikan frekuensi terjadinya perilaku negatif tersebut di tempat kerja selama 6 bulan terakhir.

1 : Anda tidak pernah mengalami kejadian tersebut

2 : Anda jarang mengalami kejadian tersebut

3 : Anda mengalami kejadian tersebut setiap bulan

4 : Anda mengalami kejadian tersebut setiap minggu

5 : Anda mengalami kejadian tersebut setiap hari

Berikan tanda (X) pada kolom yang sesuai dengan tingkat kesetujuan Anda terhadap setiap pernyataan berikut.

Contoh:

No. Pernyataan 1 2 3 4 5

1. Saya cenderung menjadi bahan pembicaraan rekan-rekan kerja

X

Bila Anda melakukan kesalahan ataupun hendak memperbaiki pilihan jawaban Anda, silakan mencoret tanda (X) sebelumnya dan berikan tanda (X) kembali di kolom yang benar.

Contoh:

No. Pernyataan 1 2 3 4 5

1. Saya cenderung menjadi bahan pembicaraan


(4)

rekan kerja

Mohon baca dan pahami setiap pernyataan dengan cermat sebelum menuliskan jawaban.

Selamat Mengerjakan.

Seberapa seringkah perilaku negatif dibawah ini dirasakan di tempat kerja?

No. Pernyataan 1 2 3 4 5

1. Rekan kerja saya menyembunyikan informasi tertentu sehingga hal tersebut mempengaruhi kinerja saya

2. Saya cenderung dipermalukan dalam kaitan dengan pekerjaan

3. Saya diperintahkan untuk mengerjakan sesuatu di luar kompetensi saya

4. Tanggung jawab yang seharusnya saya miliki diubah menjadi pekerjaan-pekerjaan yang tidak menyenangkan

5. Beredarnya gosip mengenai saya di tempat kerja

6. Saya merasa terabaikan oleh rekan kerja 7. Saya mendapatkan hinaan atau kecaman dari

orang mengenai kehidupan personal saya 8. Saya cenderung menjadi sasaran amarah


(5)

9. Saya cenderung mengalami perlakuan intimidasi, seperti didorong, ditunjuk-tunjuk, atau dihadang rekan kerja atau atasan

10. Adanya isyarat dari orang lain agar saya berhenti bekerja

11. Saya diingatkan terus mengenai kesalahan yang telah saya lakukan

12. Saat berjumpa dengan rekan kerja saya cenderung mendapatkan ekspresi wajah yang kurang menyenangkan

13. Saya mendapatkan kritikan yang terus menerus mengenai hasil kerja dan usaha yang telah saya berikan

14. Pendapat saya cenderung kurang didengarkan

15. Saya cenderung mendapatkan pesan / sms, telepon, ataupun email yang tidak menyenangkan

16. Saya cenderung dijadikan bahan tertawaan oleh orang yang tidak berhubungan baik dengan saya

17. Saya sering diminta untuk mengerjakan tugas-tugas yang lebih bersifat personal

18. Saya diberikan pekerjaan dengan batas waktu yang terlalu singkat


(6)

19. Saya cenderung mendapatkan tuduhan-tuduhan yang tidak menyenangkan

20. Dalam kerja, saya sering dimonitor secara berlebihan

21. Saya kurang mendapatkan hak-hak yang menjadi milik saya, seperti izin cuti

22. Saya cenderung menjadi target sindiran oleh orang lain

23. Saya cenderung mendapatkan ancaman-ancaman yang mengharuskan saya untuk lembur, dan mengerjakan pekerjaan yang tidak penting

24. Dalam bekerja, ada saja yang selalu mencari-cari kesalahan saya

25. Saya mendapatkan beban kerja yang berlebihan dan di luar kemampuan saya

26. Dipindahkan ke bagian lainnya tanpa keinginan saya

Periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada pernyataan yang terlewatkan