42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, analisis, interpretasi, serta pembahasan dari
hasil penelitian yang didapatkan.
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Penelitian ini secara keseluruhan melibatkan 178 orang subjek yang berprofesi sebagai polisi di Polres Tapanuli Utara. Pada awalnya peneliti
menyebar 193 skala, akan tetapi peneliti hanya mengolah sebanyak 178 data karena ada sebanyak 11 subjek yang tidak mengisi skala bullying di tempat
kerja, dan sebanyak 4 set skala yang tidak kembali. Berikut ini gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, lamanya masa bekerja, dan
status pernikahan.
1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki adalah subjek terbanyak dengan angka statistik
yang sangat signifikan yaitu 172 orang 99,6, sedangkan subjek berjenis kelamin perempuan hanya sebanyak 6 orang 3,4. Gambaran
subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah N Persentase
Laki-Laki 172
96,6 Perempuan
6 3,4
Total 178
100
2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Penyebaran subjek penelitian berdasarkan rentang usia dikelompokkan menurut teori perkembangan oleh Santrock 2009.
Berikut ini tabel kategorisasi subjek berdasarkan usia.
Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Kategori
Jumlah N Persentase
10-19 tahun Remaja
5 2,8
20-39 tahun Dewasa Dini
128 71,9
40-59 tahun Dewasa Madya
45 25,3
Total 178
100
Dapat dilihat bahwa bahwa subjek penelitian terbanyak berada pada tahap perkembangan dewasa dini yaitu sebanyak 128 orang atau
sebesar 71,9 dari total keseluruhan subjek. Subjek penelitian yang berada pada tahap perkembangan dewasa madya sebanyak 45 orang yaitu
sebesar 25,3, sedangkan subjek yang berada pada usia remaja hanya sebanyak 5 orang yaitu sebesar 2,8 dari total subjek yang menjadi
partisipan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
44
3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja
Subjek penelitian berdasarkan masa kerjanya akan dikelompokkan berdasarkan teori Morrow dan McElroy 1978 tentang perkembangan
karir. Tabel berikut ini menjelaskan gambaran subjek berdasarkan lamanya masa bekerja.
Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja Masa Bekerja
Kategori Jumlah
N Persentase
2 tahun Tahap perkembangan
establishment stage 16
8,99
2 tahun – 10
tahun Tahap lanjutan
advancement stage 75
42,13
10 tahun
Tahap pemeliharaan maintenance stage
87 48,88
Total 178
100
Melalui tabel diatas dapat dilihat bahwa subjek penelitian terbanyak adalah subjek yang telah bekerja lebih dari 10 tahun yaitu
sebanyak 87 responden atau sebesar 48,88 dari total subjek. Subjek yang memiliki masa kerja kurang dari 10 tahun sebanyak 91 orang, yaitu
sebanyak 75 orang yang telah bekerja selama rentang 2 hingga 10 tahun 42,13, dan sebanyak 16 orang yang bekerja kurang dari 2 tahun
8,99. Semua subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini masih tercatat sebagai pekerja di instansi dimana peneliti mengambil data
penelitian.
Universitas Sumatera Utara
45
4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan
Penyebaran subjek penelitian juga dikategorikan berdasarkan status pernikahan. Ditinjau dari status pernikahan ditemukan sebanyak
140 subjek penelitian dengan status sudah menikah atau sebesar 78,7 dari total subjek, sedangkan sisanya sebanyak 38 subjek atau sebesar
21,3 dengan status belum menikah. Tabel dibawah ini memperlihatkan statistik penyebaran subjek berdasarkan status pernikahan.
Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan Status Pernikahan
Jumlah N Persentase
Belum menikah 38
21,3 Menikah
140 78,7
Total 178
100
B. Hasil Penelitian
1. Hasil Uji Asumsi
a. Uji Normalitas Uji asumsi normalitas dilakukan sebagai upaya untuk
mengetahui populasi data penelitian terdistribusi atau tidak terdistribusi secara normal dalam kurva sebaran normalitas. Dengan
menggunakan pengolahan data Normal QQ Plots di dalam SPSS, dapat dilihat sebaran ataupun distribusi data dari variabel kualitas
kehidupan kerja dan variabel bullying di tempat kerja. Jika sebaran titik pada grafik berada di sekitar garis maka sebaran datanya dapat
dikatakan normal.
Universitas Sumatera Utara
46
Grafik 1. Uji Normalitas Kualitas Kehidupan Kerja
Grafik 2. Uji Normalitas Bullying di Tempat Kerja
Grafik 1 menunjukkan sebaran data kualitas kehidupan kerja sedangkan grafik 2 menunjukkan sebaran data bullying di tempat
kerja. Melalui grafik diatas dapat dilihat bahwa sebaran data kualitas
Universitas Sumatera Utara
47
kehidupan kerja cukup normal karena setiap titik terlihat berada disekitar garis normal, hanya saja untuk sebaran data bullying di
tempat kerja terlihat beberapa titik menjauh dari garis normal. Namun penelitian ini menggunakan uji regresi untuk
membuktikan hipotesis penelitian. Dalam pengujian hipotesis nol dari regresi uji signifikansi yang dibutuhkan adalah normalitas sebaran
residunya bukan normalitas variabelnya Pedazhur, 1997. Data residu merepresentasikan perbedaan antara skor yang diprediksikan dari
subjek dengan skor yang sebenarnya, dan uji asumsi pada data residu ini sangat penting untuk mengetahui apakah model regresi tepat
digunakan untuk menguji data yang terkumpul Field, 2009
Grafik 3. Uji Normalitas Data Residu
Universitas Sumatera Utara
48
Sebaran data residu dalam penelitian ini dapat dilihat pada grafik diatas. Melalui grafik tersebut jelas terlihat bahwa setiap titik
sebagian besar berada pada satu garis lurus, sehingga dapat dikatakan bahwa sampel berasal dari populasi yang terdistribusi secara normal.
2. Hasil Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah variabel kualitas kehidupan kerja dan bullying di tempat kerja memiliki hubungan yang
linear secara signifikan atau sebaliknya.
Tabel 9. Uji Linearitas Variabel Kualitas Kehidupan Kerja dan Bullying di Tempat Kerja
Df F
Sig Between
Groups
Within Groups
Combined Linearity
Deviation from Linearity
57 1
56
120 2,074
44,508 1,317
0,000 0,000
0,107
Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 9, dapat dilihat bahwa nilai linearity kualitas kehidupan kerja dan bullying di tempat kerja
memiliki signifikansi sebesar 0,000. Angka tersebut menunjukkan asumsi linearitas dalam penelitian ini terpenuhi karena nilai signifikansi lebih
kecil dari 0,05.
Universitas Sumatera Utara
49
3. Hasil Utama Penelitian
a. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja. Oleh sebab itu, dalam
menguji pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja digunakan metode analisis regresi sederhana dengan
bantuan program SPSS 17.0 for windows dan Microsoft Office Excel 2003.
Besarnya nilai korelasi R antara kualitas kehidupan kerja dengan bullying di tempat kerja diperoleh sebesar 0,432, dan besarnya
presentase pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja yang disebut koefisien determinasi yang merupakan
hasil pengkuadratan nilai R yaitu sebesar 0,187. Hal ini menunjukkan bahwa bullying di tempat kerja memiliki pengaruh sebesar 18,7
terhadap kualitas kehidupan kerja. Tabel 10 bagian pertama memperlihatkan nilai korelasi dan pengaruh bullying di tempat kerja
terhadap kualitas kehidupan kerja. Kemudian tabel uji regresi menunjukkan bahwa bullying di
tempat kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas kehidupan kerja dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut
lebih kecil dari 0,05 yang artinya bullying di tempat kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas kehidupan kerja.
Universitas Sumatera Utara
50
Tabel 10. Uji Regresi: Pengaruh Bullying di Tempat Kerja
Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja Model
R R Square
Adjusted R Square
1
0,432 0,187
0,182
I
Model Df
F Sig
Regression Residual
total
1 176
177 40,434
0,000
II
Unstandardized Coefficient
Standardized Coefficient
T Sig
B Std.
Error Beta
Constan Bullying
192,629 -0,461
4,545 0,073
-0,432 42,386
-6,359 0,000
0,000
III
Mengenai arah regresi ataupun arah pengaruh dari bullying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja dapat dilihat melalui
tabel uji regresi bagian ketiga. Model regresi digambarkan dengan persamaan: y = a + bx. Dari tabel diatas kolom B, nilai konstanta a
diperoleh sebesar 192,63, sedangkan nilai b sebesar -0,461, sehingga persamaan regresinya menjadi: y = 192,63
– 0,461x. Tanda negatif menunjukkan arah regresi yang negatif. Semakin besar nilai x maka
nilai y akan semakin kecil, artinya variabel x memiliki pengaruh yang negatif terhadap variabel y. Dengan kata lain, bullying di tempat kerja
Universitas Sumatera Utara
51
berkontribusi terhadap penurunan kualitas kehidupan kerja pada subjek dimana penelitian ini dilakukan, atau dapat disebutkan bahwa
hipotesis null dalam penelitian ini ditolak.
b. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik 1. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Kualitas Kehidupan Kerja
Skala kualitas kehidupan kerja disusun berdasarkan delapan aspek kualitas kehidupan kerja oleh Walton 1975.
Setelah uji reliabilitas, terdapat 51 aitem yang memenuhi persyaratan untuk kemudian dianalisis dengan rentang nilai 1
sampai 5, sehingga total skor minimum 51, dan skor maksimum 255. Sementara itu, berdasarkan data penelitian di lapangan
diperoleh nilai minimum 65, dan nilai maksimum sebesar 251. Perbandingan antara nilai empirik dan nilai hipotetik untuk skala
kualitas kehidupan kerja dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Kualitas Kehidupan Kerja
Variabel Kualitas Kehidupan Kerja Nilai
Hipotetik Empirik
Min 51
65
Maks 255
251
Mean
153 165,85
SD
34 25,192
Universitas Sumatera Utara
52
Melalui tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai rata-rata hipotetik sebesar 153 dengan standar deviasi sebesar 34,
sementara nilai rata-rata empirik sebesar 165,85 dengan standar deviasi sebesar 25,192. Jika dibandingkan, mean empirik lebih
besar daripada mean hipotetik dengan selisih sebesar 12,85. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kualitas kehidupan kerja subjek
dalam penelitian ini tergolong sedang. .
2. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Bullying di Tempat Kerja Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur
bullying di tempat kerja yang diadaptasi dari NAQ-R oleh Einarsen, Hoel, Notelaers 2009. Total aitem yang memenuhi
persyaratan setelah uji coba sebanyak 36 aitem. Sehingga, dengan nilai rentang respon dari 1 sampai 5, diperoleh nilai maksimum
sebesar 180 dan nilai minimum sebesar 36. Sementara itu, nilai empirik yang diperoleh dari lapangan juga menunjukkan bahwa
nilai minimum sebesar 36 dan nilai maksimum sebesar 180. Nilai mean empirik untuk variabel bullying di tempat kerja
diperoleh sebesar 58,09 dengan standar deviasi sebesar 23,618. Sedangkan nilai mean hipotetik untuk variabel bullying di tempat
kerja diperoleh sebesar 108 dengan standar deviasi sebesar 34. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat bullying yang dirasakan
subjek di tempat kerja dalam penelitian ini tergolong cukup
Universitas Sumatera Utara
53
rendah dikarenakan nilai mean empirik lebih kecil dibandingkan mean hipotetik, yaitu dengan selisih sebesar 49,91. Perbandingan
nilai hipotetik dan empirik untuk variabel bullying di tempat kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 12. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Bullying di Tempat Kerja
Variabel Bullying di Tempat Kerja
Nilai Hipotetik
Empirik Min
36 36
Maks
180 180
Mean 108
58,09 SD
24 23,618
c. Kategorisasi Data Penelitian 1. Kategorisasi Untuk Variabel Kualitas Kehidupan Kerja
Norma yang dipakai untuk mengkategorikan kualitas kehidupan kerja subjek adalah sebagai berikut:
Tabel 13. Norma Kategorisasi Kualitas Kehidupan Kerja Rentang Nilai
Kategori
X ≤ µ - 1,5 SD
Rendah µ -
1.5 SD X ≤ µ + 1,5 SD Sedang
X µ + 1,5 SD Tinggi
Universitas Sumatera Utara
54
Besar nilai rata-rata hipotetik kualitas kehidupan kerja sebesar 153 dengan standar deviasi sebesar 34, sehingga kategori
yang diperoleh seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 14. Kategorisasi Data Kualitas Kehidupan Kerja
Rentang Nilai Kategori
Jumlah Persentase
X ≤ 102 Rendah
2 1,12
102 X ≤ 204
Sedang 169
94,94 X 204
Tinggi 7
3,93
Total 178
100
Melalui tabel 14 dapat dilihat bahwa subjek terbanyak memiliki tingkat kualitas kehidupan kerja yang sedang yaitu
sebesar 94,94 atau sebanyak 169 orang, sedangkan sisanya memiliki kualitas kehidupan kerja yang tinggi sebesar 3,93 yaitu
sebanyak 7 orang, dan yang memiliki tingkat kualitas kehidupan kerja yang rendah hanya sebesar 1,12 dari total keseluruhan
subjek yaitu sebanyak 2 orang.
2. Kategorisasi Untuk Variabel Bullying di Tempat Kerja Untuk mengkategorikan bullying di tempat kerja,
diperlukan norma berdasarkan data rata-rata dan standar deviasi hipotetik untuk variabel bullying di tempat kerja. Adapun norma
yang dipakai adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
55
Tabel 15. Norma Kategorisasi Bullying di Tempat Kerja
Rentang Nilai Kategori
X ≤ µ - 1,5 SD
Rendah µ -
1.5 SD X ≤ µ + 1,5 SD Sedang
X µ + 1,5 SD Tinggi
Besar nilai rata-rata hipotetik bullying di tempat kerja sebesar 108 dengan standar deviasi sebesar 24, sehingga kategori
yang diperoleh seperti yang tertera pada tabel 16.
Tabel 16.Kategorisasi Data Bullying di Tempat Kerja
Rentang Nilai Kategori
Jumlah Persentase
X ≤ 72 Rendah
150 84,26
72 X ≤ 144
Sedang 25
14,04 X 144
Tinggi 3
1,69
Total 178
100
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat bullying yang dirasakan subjek tergolong rendah sebanyak 84,26. Hanya
sebesar 1,69 sebanyak 3 orang yang mengalami tingkat bullying yang tinggi, sedangkan sisanya sebesar 14,04 sebanyak
25 orang mengalami tingkat bullying yang tergolong sedang.
4. Hasil Tambahan Penelitian
Sebagai hasil tambahan, peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh dari dimensi-dimensi bullying di tempat kerja terhadap kualitas
Universitas Sumatera Utara
56
kehidupan kerja. Dimensi tersebut yaitu work-related bullying, personal- related bullying, dan physical intimidation. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan teknik regresi model stepwise.
Tabel 17. Hasil Analisis Regresi Pengaruh Dimensi Bullying
Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja Variable
Entered Variable
Removed Method
Intimidation
Stepwise Criteria: Probability-of-F-to-enter = .050, Probability-of-F-to-remove = .100.
I Model
Beta in T
Sig Partial
correlation Work
Personal
-0,233 0,181
-1,728 -1,322
0,086 0,188
-0,129 0,099
II Model
R R Square
Adjusted R Square
1 0,442
0,196 0,191
III
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari ketiga dimensi bullying, dimensi physical intimidation adalah dimensi yang paling signifikan
berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja. Dari tabel yang tertera juga bisa dilihat bahwa tidak ada dimensi yang dibuang, namun yang
dimasukkan dalam persamaan regresi adalah dimensi physical intimidation. Selengkapnya hasil regresi dimensi bullying terhadap
kualitas kehidupan kerja dapat dilihat pada tabel 17.
Universitas Sumatera Utara
57
C. Pembahasan
Penelitian membuktikan bahwa bullying di tempat kerja ternyata secara negatif mempengaruhi kualitas kehidupan kerja, dengan kontribusi
sebesar 18,7. Pengaruh yang negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat bullying di tempat kerja maka kualitas kehidupan kerja akan
semakin menurun dan berlaku sebaliknya. Penelitian ini sekaligus membuktikan pendapat yang dikemukakan
oleh Daly, Speedy, Jackson 2003 bahwa bullying di tempat kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan
kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Nazir, Qureshi, Shafaat, Ilyas 2011 juga menunjukkan bahwa bullying ataupun perilaku negatif lain di
tempat kerja berkorelasi terhadap kualitas kehidupan kerja. Artinya, semakin tinggi tingkat perilaku negatif di tempat kerja, maka kualitas
kehidupan kerja akan semakin rendah. Studi lain yang juga sejalan dengan penelitian ini yaitu penelitian
oleh Alazab 2011 yang menunjukkan bahwa bullying atau perilaku negatif di tempat kerja ternyata berpengaruh terhadap kualitas kehidupan
kerja, secara khusus yaitu perilaku seperti: merendahkan pendapat dan pemikiran seseorang, berteriak, menolak permintaan yang beralasan, serta
mengkritik di depan pekerja lainnya. Kesempatan untuk menerima dan memberikan pendapat, ide, ataupun evaluasi di tempat kerja berhubungan
dengan aspek kualitas kehidupan kerja dalam hal pengembangan kapasitas pekerja Walton, 1975. King 1992 mengatakan bahwa upaya
Universitas Sumatera Utara
58
meningkatkan kualitas kehidupan kerja sejalan dengan kualitas komunikasi melalui keterlibatan dan partisipasi pekerja dalam
mewujudkan visi dan misi instansiorganisasi King, 1992. Terdapat dua alasan yang menjelaskan mengapa bullying di tempat
kerja mempengaruhi kualitas kehidupan kerja, khususnya pada polisi yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Pertama, bullying berhubungan
dengan kepemimpinan dalam sebuah instansi. Pembagian posisi dalam sebuah instansi biasanya terdiri atas tingkatan yang menggambarkan
otoritas Robbbins, 2002. Di instansi kepolisian, penyalahgunaan otoritas ataupun wewenang merupakan salah satu penyimpangan yang sering
terjadi Barker Carter, 1999. Kondisi ini mempengaruhi kualitas kehidupan kerja karena gaya kepemimpinan yang dinilai positif, serta
komunikasi yang dianggap terjalin dengan baik antara atasan dan bawahan akan mendukung terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang baik pada
setiap pekerja Yeo Li, 2011. Einarsen, Hoel, Notelaers 2009, menemukan bahwa bullying di tempat kerja berkorelasi dengan gaya
kepemimpinan autocratic, yaitu pemimpin yang tidak membiarkan setiap pekerja untuk terlibat dalam pengambilan keputusan, dan Laissez-Faire
leadership, yaitu pemimpin yang tidak peduli dengan tugas bahkan pekerja yang menjadi bawahannya. Lingkungan kerja anti-bullying dapat terwujud
melalui pemimpin yang mau memberi motivasi dan dukungan sosial pada pekerjanya, karena akan membantu setiap pekerja untuk menjalankan
Universitas Sumatera Utara
59
fungsi organisasi dengan efektif, dan mendapakan kehidupan kerja yang baik Anderson, Coffey, Byerly, 2002; McShane Glinow, 2005.
Kedua, bullying berhubungan dengan perilaku kekerasan di tempat kerja. Kekerasan tersebut dapat berupa kekerasan fisik maupun verbal
Daniel, 2009. Perilaku kekerasan di tempat kerja masih dapat dijumpai khususnya di instansi kepolisian, yang mana polisi cukup rentan
menggunakan kekerasan dalam mengerjakan tugasnya Abdurrahman, 2000; Raharjo Angkasa, 2011. Barker dan Carter 1999
mendefinisikan kekerasan yang dilakukan oleh polisi dalam mengerjakan tugasnya dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan psikologis, bahkan
kekerasan hukum. Kondisi kerja yang seperti ini diprediksikan dapat mengancam kualitas kehidupan kerja personil. Ketika seorang pekerja
melakukan agresi terhadap pekerja lainnya, maka kualitas kehidupan kerja mereka yang menjadi target akan menurun Ellis Pompli, 2002.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kekerasan yang merupakan bentuk perilaku bullying di tempat kerja berpengaruh secara
langsung terhadap kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Seperti penelitian Djurkovic, McCormack, Casimir 2004 yang menemukan adanya dampak
negatif yang mengarah pada masalah kesehatan akibat perilaku bullying di tempat kerja. Lalu, penelitian Golpalvar Rafizadeh 2014 yang
menemukan adanya korelasi bullying di tempat kerja dengan kesejahteraan psikologis dan spiritual pekerja. Doyle 2001 mengatakan bahwa
kesehatan fisik dan mental merupakan salah satu aspek penting berkaitan
Universitas Sumatera Utara
60
dengan kesempatan kerja, kehidupan keluarga dan kualitas kehidupan pekerja secara umum. Uraian ini menunjukkan bahwa perilaku negatif di
tempat kerja berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja dikarenakan tidak terwujudnya kepuasan ditinjau dari segi kesehatan dan kesejahteraan
pekerja. Sejalan dengan uraian yang dipaparkan sebelumnya, ternyata alat
ukur NAQ-R The Negative Acts Questionaire Revised yang digunakan dalam
penelitian ini
memiliki korelasi
terhadap pengukuran
kepemimpinan, lingkungan kerja psikososial, serta kesehatan mental Einarsen, Hoel, Notelaers, 2009. Alat ukur NAQ-R yang
dikembangkan oleh Einarsen, Hoel, Notelaers 2009 merupakan alat ukur bullying yang telah divalidasi menjadi 22 aitem dengan tiga dimensi,
yaitu work-related acts, personal-related acts, dan dimensi yang baru ditambahkan yaitu physical intimidation.
Pada polisi yang menjadi subjek penelitian ini ditemukan bahwa dimensi physical intimidation merupakan dimensi yang paling signifikan
pengaruhnya pada kualitas kehidupan kerja dibandingkan dengan dua dimensi lainnya. Dimensi ini menggambarkan bagaimana pekerja
diintimidasi secara fisik seperti dihalang-halangi, didorong, ataupun segala bentuk perilaku yang mengganggu area personal pekerja Einarsen, Hoel,
Notelaers, 2009. Einarsen, Hoel, Notlaers 2009 dalam temuannya mengatakan physical intimidation justru dimensi yang pengaruhnya secara
statistik lebih rendah dibandingkan dimensi lainnya. Namun ditemukan
Universitas Sumatera Utara
61
bahwa dimensi ini memiliki korelasi terhadap tipe kepemimpinan autocratic dan stress pekerja yang berkaitan dengan relasi pekerja dengan
rekan kerja lainnya Einarsen, Hoel, Notelaers, 2009. Pada polisi yang menjadi subjek penelitian ditemukan bahwa setiap personil sangat
berorientasi pada atasan, dan bekerja hanya ketika ada perintah Komunikasi Personal, 2015. Setiap personil harus siap menjalankan
perintah dalam kondisi apapun, baik saat istirahat maupun saat sedang melakukan aktivitas lain, karena apapun instruksi atasan dianggap sebagai
urgensi yang berkaitan dengan kelancaran dan kemajuan instansi kepolisian Komunikasi Personal, 2015. Hal ini yang diprediksikan
menjadi prediktor tingginya dimensi physical intimidation dalam penelitian ini, yaitu karena gaya kepemimpinan yang menyebabkan
kurangnya kapasitas personil dalam pengambilan keputusan dan bersikap asertif, merasa terganggu dengan berbagai bentuk dan banyaknya perintah
atasan ketika bekerja, serta stres akibat relasi yang dihasilkan dari perilaku negatif tersebut. Selanjutnya, Einarsen, Hoel, Notlaers 2009
menambahkan bahwa physical intimidation akan lebih banyak mempengaruhi aspek kesehatan pada pekerja, seperti keluhan akan
gangguan psikosomatis. Konsep bullying di tempat kerja berkaitan dengan lingkungan dan
kondisi kerja Kiriago Bwisa, 2013, sehingga hasil penelitian yang berkaitan dengan bullying di setiap instansi juga akan berbeda Daniels,
2005; Einarsen, Hoel Notelaers, 2009; Tambur Vadi, 2009; Giorgi,
Universitas Sumatera Utara
62
Arenas, Perez, 2011. Selain itu, setiap pekerja juga memiliki persepsi yang berbeda terhadap pekerjaan dan segala hal yang disediakan oleh
instansi. Ketika seorang pekerja memiliki persepsi yang positif terhadap iklim yang diciptakan oleh sebuah instansi, maka akan timbul rasa nyaman
dan nikmat dalam bekerja, yang selanjutnya akan menimbulkan rasa puas serta menghasilkan kualitas kehidupan kerja yang baik, dan berlaku
sebaliknya Idrus, 2006.
Universitas Sumatera Utara
63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN