Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja

(1)

PENGARUH BULLYING DI TEMPAT KERJA TERHADAP

KUALITAS KEHIDUPAN KERJA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi

Persyaratan

Ujian Sarjana

Psikologi

Oleh:

SIMSON KRISTIANTO PUTRA PASARIBU 111301125

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja Simson K. P. Pasaribu & Zulkarnain

Abstrak

Bullying dan perilaku tidak menyenangkan yang didapatkan di tempat kerja merupakan salah satu gambaran kondisi di tempat kerja yang berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji

pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja. Penelitian ini

melibatkan 178 petugas kepolisian yang bekerja di Polres Tapanuli Utara.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi. Hasil

penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh negatif bulying di tempat kerja

terhadap kualitas kehidupan kerja pada petugas kepolisian. Studi ini membuktikan

bahwa bullying di tempat kerja berpengaruh negatif terhadap kualitas kehidupan

kerja. Selanjutnya, dimensi physical intimidation ditemukan yang paling

signifikan berpengaruh secara negatif terhadap kualitas kehidupan kerja.

Penelitian ini diharapkan memberi pemahaman tentang bagaimana bullying di

tempat kerja berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja.


(3)

The Influence of Workplace Bullying toward Quality of Work Life Simson K. P. Pasaribu & Zulkarnain

Abstract

Bullying and unpleasant experiences in the workplace have impact to the quality of worklife of workers. The purpose of this study is to determine the influence of workplace bullying toward quality of work life. This study involved 178 police officer in Polres Tapanuli Utara. Data were analyzed by using linear

regression, and the result showed a negative influence of workplace bullying

toward quality of worklife among police officer. Furthermore, the dimension of bullying, namely physical intimidation was the most significant negatively influenced to quality of work life. The implication of this study could help to understand how workplace bullying affects quality of worklife among police officer.


(4)

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan

sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Bullying di Tempat

Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja” adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 29 Mei 2015

Simson K. P. Pasaribu 111301125


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat hidayat serta ridho-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap

Kualitas Kehidupan Kerja” dengan tepat waktu. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan semua pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi USU sekaligus

dosen pembimbing akademik penulis. Terimakasih atas dukungan yang telah diberikan demi kesuksesan penulis dan seluruh mahasiswa psikologi USU.

2. Bapak Zulkarnain, Ph.D., psikolog selaku dosen pembimbing skripsi penulis,

yang dengan sabar membimbing, mengarahkan dan mendukung penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Keluarga penulis yang terus memberi dukungan selama pengerjaan skripsi ini.

4. Seluruh sahabat penulis di Fakultas Psikologi USU, terkhusus Vilya Sutanto

yang mau memberi masukan dan informasi yang berguna untuk kelancaran skripsi ini.

5. Seluruh rekan penulis di pelayanan RNHKBP Bethesda Ressort Bethesda dan

UKM KMK USU UP Psikologi, yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis.


(7)

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi USU atas ilmu yang telah bapak dan ibu ajarkan kepada penulis.

7. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Psikologi USU atas pelayanan dan bantuan

yang diberikan kepada penulis dan seluruh mahasiswa psikologi.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini dikarenakan keterbatasan kemampuan, pengalaman, waktu, dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan berharap skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, 29 Mei 2015

Penulis, Simson K. P. Pasaribu 111301125


(8)

DAFTAR ISI

halaman

ABSTRAK

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GRAFIK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Kualitas Kehidupan Kerja ... 10

1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja ... 10


(9)

3. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Kehidupan Kerja ... 14

B. Bullying di Tempat Kerja ... 17

1. Pengertian Bullying di Tempat Kerja ... 17

2. Konsep Bullying di Tempat Kerja ... 18

3. Jenis-Jenis Bullying di Tempat Kerja ... 19

4. Dimensi Bullying di Tempat Kerja ... 20

5. Dampak Perilaku Bullying di Tempat Kerja ... 21

C. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja ... 22

D. Hipotesis Penelitian ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 28

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 28

1. Kualitas Kehidupan Kerja ... 28

2. Bullying di Tempat Kerja ... 29

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 29

1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 30

D.Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 31

1. Skala Kualitas Kehidupan Kerja ... 31

2. Skala Bullying di Tempat Kerja ... 33


(10)

1. Validitas Alat Ukur ... 34

2. Uji Daya Beda Item ... 35

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 35

F. Prosedur Penelitian ... 36

G. Metode Analisis Data ... 37

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 38

1. Hasil Uji Coba Skala Kualitas Kehidupan Kerja ... 39

2. Hasil Uji Coba Skala Bullying di Tempat Kerja ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 42

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 43

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja ... 44

4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan 45 B. Hasil Penelitian ... 45

1. Hasil Uji Asumsi ... 45

a. Uji Normalitas ... 45

b. Uji Linearitas ... 48

2. Hasil Utama Penelitian ... 49

a. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja ... 49


(11)

i. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Kualitas

Kehidupan Kerja ... 51

ii. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Bullying di Tempat Kerja ... 52

c. Kategorisasi Data Penelitian ... 53

i. Kategorisasi Kualitas Kehidupan Kerja ... 53

ii. Kategorisasi Bullying di Tempat Kerja ... 54

3. Hasil Tambahan Penelitian ... 55

C. Pembahasan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

1. Saran Metodologis ... 63

2. Saran Praktis ... .... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint Skala Kualitas Kehidupan Kerja ... 32

Tabel 2. Blueprint Skala Bullying di Tempat Kerja ... 33

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Kualitas Kehidupan Kerja Setelah Uji Coba 40

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Bullying di Tempat Kerja Setelah Uji Coba . 41 Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 43

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja ... 44

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan ... 45

Tabel 9. Uji Linearitas Variabel Kualitas Kehidupan Kerja dan Bullying di Tempat Kerja ... 48

Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Sederhana ... 50

Tabel 11. Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Kualitas Kehidupan Kerja ... 51

Tabel 12. Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Bullying di Tempat Kerja ... 53

Tabel 13. Norma Kategorisasi Kualitas Kehidupan Kerja ... 53

Tabel 14. Kategorisasi Data Kualitas Kehidupan Kerja ... 54

Tabel 15. Norma Kategorisasi Bullying di Tempat Kerja ... 55

Tabel 16. Kategorisasi Data Bullying di Tempat Kerja ... 55

Tabel 17. Hasil Analisis Pengaruh Dimensi Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja ... 56


(13)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Uji Normalitas Kualitas Kehidupan Kerja ... 46 Grafik 2. Uji Normalitas Bullying di Tempat Kerja ... 46 Grafik 3. Uji Normalitas Data Residual ... 47


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A

Surat Keterangan Pengambilan Data di Polres Tapanuli Utara

Lampiran B

1. Reliabilitas & Daya Beda Aitem Skala Kualitas Kehidupan Kerja

2. Reliabilitas & Daya Beda Aitem Skala Bullying di Tempat Kerja

Lampiran C

1. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Kualitas Kehidupan Kerja

2. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Bullying di Tempat Kerja

Lampiran D

1. Uji Normalitas

2. Uji Linearitas

3. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja

4. Pengaruh Dimensi Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas

Kehidupan Kerja

Lampiran E


(15)

Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja Simson K. P. Pasaribu & Zulkarnain

Abstrak

Bullying dan perilaku tidak menyenangkan yang didapatkan di tempat kerja merupakan salah satu gambaran kondisi di tempat kerja yang berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji

pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja. Penelitian ini

melibatkan 178 petugas kepolisian yang bekerja di Polres Tapanuli Utara.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi. Hasil

penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh negatif bulying di tempat kerja

terhadap kualitas kehidupan kerja pada petugas kepolisian. Studi ini membuktikan

bahwa bullying di tempat kerja berpengaruh negatif terhadap kualitas kehidupan

kerja. Selanjutnya, dimensi physical intimidation ditemukan yang paling

signifikan berpengaruh secara negatif terhadap kualitas kehidupan kerja.

Penelitian ini diharapkan memberi pemahaman tentang bagaimana bullying di

tempat kerja berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja.


(16)

The Influence of Workplace Bullying toward Quality of Work Life Simson K. P. Pasaribu & Zulkarnain

Abstract

Bullying and unpleasant experiences in the workplace have impact to the quality of worklife of workers. The purpose of this study is to determine the influence of workplace bullying toward quality of work life. This study involved 178 police officer in Polres Tapanuli Utara. Data were analyzed by using linear

regression, and the result showed a negative influence of workplace bullying

toward quality of worklife among police officer. Furthermore, the dimension of bullying, namely physical intimidation was the most significant negatively influenced to quality of work life. The implication of this study could help to understand how workplace bullying affects quality of worklife among police officer.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan kerja adalah hal yang penting bagi setiap instansi karena di era kompetisi global ini, setiap instansi dihadapkan pada lingkungan kerja yang kompleks dan dinamis, yang mana kondisi ini memberi cukup tekanan pada pekerja untuk lebih fleksibel, bervisi, dan inovatif dalam bekerja (Ballou & Godwin, 2007). Lingkungan kerja yang baik adalah lingkungan kerja yang sehat, yaitu lingkungan kerja yang diciptakan oleh setiap instansi atau organisasi untuk mendukung kesehatan pekerja secara fisik maupun psikologis, dan membantu pekerja menguasai pekerjaan, serta menghadapi hal-hal seperti stres dan tekanan (Kelloway & Day, 2005). Tidak terwujudnya lingkungan kerja yang baik akan berdampak pada kehidupan kerja setiap pekerja. Kiriago & Bwisa (2013) mengatakan bahwa tekanan yang muncul dari aspek lingkungan seperti tekanan yang berkaitan dengan pekerjaan, rendahnya tingkat keselamatan dan kesehatan kerja, stres, serta fasilitas-fasilitas lain yang tidak memadai menyebabkan rendahnya kualitas kehidupan kerja pada setiap pekerja.

Kualitas kehidupan kerja (quality of work life) digambarkan sebagai

perwujudan serangkaian kondisi dan praktek yang disediakan oleh instansi atau organisasi secara objektif pada setiap pekerja seperti promosi, kondisi


(18)

kerja, keterlibatan pekerja, dan pengawasan yang demokratis pada setiap pekerja (Cascio, 2003). Cascio (2003) mengatakan bahwa aspek-aspek seperti

komunikasi, job security, resolusi konflik, dan lingkungan kerja yang aman

sangat berperan untuk mewujudkan kualitas kehidupan kerja yang baik pada setiap pekerja. Worrall & Chopper (2012) menambahkan bahwa kualitas kehidupan kerja juga berkaitan dengan kesejahteraan yang terdiri dari beberapa isu penting, yaitu: hal-hal apa saja yang mendorong setiap pekerja untuk merasa sejahtera di tempat kerja, bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap kesejahteraan tersebut, serta bagaimana hubungan antara pekerja dengan rekan kerja lainnya. Secara khusus, kualitas kehidupan kerja berhubungan dengan hal-hal seperti: gaji, fasilitas, potensi untuk pengembangan karir, serta keseimbangan hidup di dalam dan di luar pekerjaan setiap pekerja (Ballou & Godwin, 2007).

Terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang baik memberi manfaat dan keuntungan tidak hanya bagi pekerja, tetapi juga bagi instansi. Penelitian yang dilakukan oleh Chinomona & Dhurup (2013) mengemukakan bahwa kualitas

kehidupan kerja yang baik dapat meningkatkan kepuasan kerja (job

satisfaction), komitmen pada organisasi, serta meningkatkan kecenderungan setiap pekerja untuk bertahan pada pekerjaannya. Kualitas kehidupan kerja yang baik juga memiliki efek terhadap kognisi yaitu kecenderungan setiap pekerja untuk mengubah orientasi belajar dan mengembangkan strategi belajar untuk mengeksplor setiap kondisi kerja (Yeo & Li, 2013). Studi lain juga menemukan adanya korelasi positif antara kualitas kehidupan kerja dengan


(19)

efektivitas bekerja (Taghavi, Ebrahimzadeh, Bhramzadh, & Masoumeh, 2014). Artinya, semakin baik kualitas kehidupan kerja maka setiap pekerja akan semakin efektif dalam bekerja. Ditambah lagi kualitas kehidupan kerja secara positif berkontribusi pada kuatnya suatu budaya organisasi (Mohan & Bowsher, 2014). Jadi, dapat dikatakan bahwa kualitas kehidupan kerja yang baik akan memberi efek positif bagi setiap pekerja, serta menjadi keuntungan bagi sebuah instansi atau organisasi bisnis.

Kualitas kehidupan kerja terwujud karena adanya kesesuaian antara pekerjaan dengan ekspektasi pekerja mengenai pekerjaannya (Yeo & Li, 2011). Artinya seorang pekerja akan memiliki kualitas kehidupan kerja yang kurang baik ketika ada kesenjangan antara ekspektasi pekerja mengenai pekerjaannya dengan apa yang sebenarnya ada dan terjadi di tempat kerjanya. Moradi, Maghaminejad, & Fini (2014) mengatakan bahwa segala hal yang dialami pekerja di tempat kerja berhubungan dengan kualitas kehidupan kerja. Hal ini dikarenakan tekanan dan stres yang berhubungan dengan pekerjaan dapat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja (Kiriago & Bwisa, 2013). Aspek pekerjaan dikatakan berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja karena secara khusus pekerjaan berkorelasi dengan kesejahteran psikologis pekerja (Tenggara, Zamralita, & Suyasa, 2008).

Salah satu pekerjaan yang memberi tugas serta peran khusus pada setiap pekerjanya adalah pekerjaan sebagai polisi. Polisi merupakan salah satu profesi yang mendapat sorotan karena fungsinya sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum pidana (Raharadjo, 2002). Dalam mengerjakan tugasnya


(20)

setiap polisi pada dasarnya memiliki potensi untuk memberikan kontribusi yang produktif bagi instansi tempat kerjanya yaitu kepolisian (Prasetyo, 2012). Namun kontribusi yang dinilai produktif tersebut tidak lepas dari aspek kepuasan kerja, karena keterlibatan kerja dan kebanggan profesi sebagai seorang polisi tergantung dari kepuasan kerja setiap personil di instansi kepolisian (Sukarno, 2001). Ditambah lagi, Hedissa, Sukhirman, & Supandi (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepuasan kerja polisi berkorelasi dengan modal psikologis secara khusus aspek ketahanan dan optimisme polisi dalam bekerja. Pentingnya aspek kepuasan kerja di instansi kepolisian membuat konsep kualitas kehidupan kerja juga perlu disoroti di instansi ini, dikarenakan kepuasan kerja merupakan manifestasi dari upaya meningkatkan kualitas kehidupan kerja setiap pekerja di tempat kerja (Sirgy, Efraty, Siegel, Lee, 2001; Royuela, Tamayo, & Surinach, 2008)

Upaya meningkatan kesejahteraan dan kepuasan kerja sebagai wujud meningkatkan kualitas kehidupan kerja tidak lepas dari aspek kepemimpinan yang ada dalam sebuah instansi (Yeo & Li, 2011). Hal ini disebabkan peran pemimpin sangat penting dalam upaya menciptakan keseimbangan antara

pekerjaan dan outcome pekerja (Yeo & Li, 2011). Pemimpin yang

menggunakan kekuasaan, posisi, ataupun otoritasnya dengan tidak tepat dapat menyebabkan kecemasan, stres, bahkan gangguan kesehatan pada pekerja (Donellan, 2006). Donellan (2006) menyebutkan bahwa penyalahgunaan

kekuasaan itu sebagai salah satu bentuk workplace bullying atau bullying di


(21)

bullying tersebut dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja setiap pekerja di tempat kerja.

Bullying di tempat kerja (workplace bullying) merupakan perilaku yang berulang pada target individual seperti kekerasan verbal, atau arahan yang bersifat ancaman, mempermalukan, intimidasi, dan sabotase yang berkaitan dengan pekerjaan (Daniel, 2009). Selanjutnya, secara spesifik

perilaku bullying di tempat kerja dapat berupa: (1) penghinaan, yaitu:

mengejek, mencela, mempermalukan, dan merendahkan martabat, (2) intimidasi, yaitu kekerasan fisik, intimidasi psikologis, dan menyalahgunakan jabatan, (3) pengucilan sosial, yaitu: mengasingkan, menimpakan kesalahan pada orang lain tanpa fakta, dan menjadikan orang lain sebagai korban, (4) gangguan yang berkaitan dengan pekerjaan, yaitu: memberi tugas dengan tenggat waktu yang tidak masuk akal, dan pengawasan berlebihan (Rudi,

2010). Adapun pekerja yang mengalami bullying di tempat kerja akan

mengalami hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan fisik dan psikologis,

seperti: distress, cemas, panic attack, depresi, gangguan tidur, perasaan

terasing di tempat kerja, penyakit fisik (sakit kepala, musculoskeletal

disorder), luka (fisik ataupun psikologis), hingga resiko bunuh diri pada pekerja, serta mengalami hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti: berkurangnya kualitas performa kerja, hilangnya kepercayaan diri, hilangnya

konsentrasi, dan kesulitan dalam pengambilan keputusan (Australian Public


(22)

mempengaruhi hubungan antara pekerja dengan rekan kerjanya, kerabat, teman, dan keluarga mereka (Daniel, 2009).

Salah satu aspek kualitas kehidupan kerja yang secara langsung

dipengaruhi oleh bullying adalah kesehatan dan kesejahteraan pekerja (Lehto

& Parnanen, 2007). Penelitian yang mendukung dilakukan oleh Vergel &

Munoz (2011) yang membuktikan bahwa bullying di tempat kerja memberi

efek negatif secara langsung bagi kesehatan pekerja. Lalu, melalui hasil

penelitian oleh Kaliath & Kaliath (2012) ditemukan bahwa bullying di tempat

kerja merupakan salah satu aspek lingkungan kerja yang mempengaruhi

kesejahteraan pekerja. Secara lebih spesifik bullying di tempat kerja

berhubungan dengan stres kerja (Gholipour, Sanjari, Bod, & Kozekanan, 2011), dan dapat menyebabkan gangguan tidur pada pria maupun wanita (Lallukka, Rahkonen, & Lahelma, 2011). Pemaparan ini memberi gambaran

bahwa dampak-dampak yang ditimbulkan oleh bullying di tempat kerja

berkaitan dengan kualitas kehidupan kerja setiap pekerja di sebuah instansi/organisasi bisnis.

Kualitas kehidupan kerja berperan sebagai sebuah indikator yang berhubungan dengan fungsi dan ketahanan sebuah organisasi bisnis (Koonmee, Singhapakdi, Virakul, & Lee, 2010). Salah satu upaya

meningkatkan kualitas kehidupan kerja adalah menciptakan kondisi kerja

anti-bullying di tempat kerja, karena bullying itu sendiri berdampak pada kesehatan pekerja, terkhusus dampak psikologis (Gorenak & Popovic, 2014). Berbagai


(23)

tempat kerja dan kualitas kehidupan kerja menjadi acuan bagi peneliti untuk

menguji secara empirik bagaimana pengaruh bullying di tempat kerja terhadap

kualitas kehidupan kerja.

B. Rumusan Masalah

Apakah bullying di tempat kerja berpengaruh terhadap kualitas

kehidupan kerja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bullying

di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yaitu sebagai wacana dalam ilmu psikologi, secara khusus di bidang Psikologi Industri dan Organisasi.

2. Manfaat Praktis:

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan informasi data empiris

berkaitan dengan tingkat bullying di tempat kerja, dan kualitas kehidupan

kerja sehingga dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya, serta

memberi pemahaman mengenai dampak bullying di tempat kerja terhadap


(24)

3. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

1. BAB I - Pendahuluan

Pada bab pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

2. BAB II - Tinjauan Pustaka

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai teori dan dinamika kedua variabel dalam penelitian yang menjadi acuan dalam menjawab permasalahan penelitian. Pada bab ini juga dicantumkan apa yang menjadi hipotesis dalam penelitan.

3. BAB III - Metode Penelitian

Bab ini memaparkan penjelasan mengenai variabel penelitian, tipe dan desain penelitian, populasi dan sampel target penelitian, karakteristik

subjek, teknik sampling, prosedur dan pelaksanaan penelitian, pengujian

validitas dan reliabilitas alat ukur, metode analisis data yang digunakan, serta data hasil uji coba alat ukur.

4. BAB IV - Hasil Dan Pembahasan

Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum dan karakteristik dari

subjek penelitian, analisis penelitian, serta interpretasi dari hasil penelitian

yang didapatkan dengan menggunakan analisis statistik melalui program

SPSS versi 17.0 for windows. Selain itu, pada bab ini juga akan


(25)

5. BAB V - Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah disusun berdasarkan analisis dan interpretasi data, serta dilengkapi dengan saran-saran bagi instansi dan bagi peneliti lain berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kualitas Kehidupan Kerja

1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja

Robbins (1989) menjelaskan konsep teoritik dari kualitas kehidupan kerja, yaitu sebuah proses yang melibatkan respon instansi atau organisasi terhadap kebutuhan pekerja melalui pengembangan sebuah mekanisme yang melibatkan mereka dalam berbagi dan pengambilan keputusan berkaitan dengan kehidupan pekerjaan mereka. Menurut Sirgy et al (2001) kualitas kehidupan kerja mengarah pada dampak yang ditimbulkan pekerjaan terhadap kepuasan setiap pekerja, baik kepuasan

kehidupan kerja (job satisfaction), maupun kepuasan yang tidak

berhubungan dengan kehidupan pekerjaan, bahkan kepuasan hidup secara keseluruhan.

Cascio (2003) menjelaskan konsep kualitas kehidupan kerja sebagai sebuah persepsi akan perwujudan serangkaian kondisi dan praktek yang disediakan oleh instansi/organisasi secara objektif seperti promosi, keterlibatan pekerja, kondisi kerja, dan pengawasan yang demokratis pada setiap pekerja. Bowditch, & Buono (2005) menambahkan bahwa kualitas kehidupan kerja merupakan suatu konsep yang berfokus pada kesehatan


(27)

dan kesejahteraan pekerja, serta upaya untuk meningkatkan kualitas pengalaman kerja pada setiap pekerja.

Sementara itu, Hart, Ribbing, Abrahamsson (2005) mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja menggambarkan kesempatan pekerja untuk belajar, berinovasi, dan mengembangkan potensi kreatif sejalan dengan perkembangan sebuah instansi atau organisasi, yang tidak hanya melibatkan kondisi tempat kerja, melainkan juga relasi antara setiap pekerja dan faktor eksternal lainnya.

Di sisi lain, Ballou & Godwin (2007) menjelaskan lebih spesifik bahwa kualitas kehidupan kerja adalah standar yang berhubungan erat dengan segala hal yang mempengaruhi kesejahteraan pekerja selama mereka bekerja, seperti: gaji, fasilitas, potensi untuk pengembangan karir, serta keseimbangan antara kehidupan pekerja di tempat kerja dan kehidupan pekerja di luar pekerjaan.

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja merupakan sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara pekerja dengan tempat kerjanya, yang melibatkan persepsi pekerja terhadap pekerjaan, standar, dan hal-hal lain yang disediakan perusahaan yang mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan, kepuasan kerja, dan kesempatan pekerja untuk belajar, berinovasi dan mengembangkan potensi mereka.


(28)

2. Aspek-Aspek Kualitas Kehidupan Kerja

Walton (1975) secara spesifik mengemukakan delapan aspek yang menjadi kriteria terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang baik pada setiap pekerja di sebuah instansi ataupun organisasi, yaitu:

a. Adequate and Fair Compensation

Aspek ini berhubungan dengan hal-hal seperti bonus, tunjangan, upah, dan kompensasi yang diberikan oleh instansi ataupun organisasi kepada pekerja sebagai feedback atas kinerja mereka yang diharapkan

adil dan sesuai.

b. Safe and Healthy Environment

Hal-hal seperti fasilitas, layanan kesehatan, jumlah jam kerja, jumlah beban kerja yang didapatkan pekerja, dan segala hal yang berhubungan dengan kondisi fisik tempat kerja diharapkan baik dan rendah resiko kecelakaan.

c. Development of Human Capacities

Hal-hal yang berhubungan dengan upaya setiap instansi ataupun organisasi dalam memberi kesempatan bagi setiap pekerja untuk menggunakan serta mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki selama bekerja, seperti: evaluasi kerja, kesempatan untuk memberikan pendapat, dan memimpin sebuah tim kerja.

d. Growth and Security

Aspek ini berkaitan dengan hal-hal yang disediakan setiap instansi ataupun organisasi untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan


(29)

yang dimiliki setiap pekerja, seperi seminar, pembinaan, dan pelatihan, serta keyakinan akan rasa aman dan nyaman bagi setiap pekerja selama mereka bekerja.

e. Social Integration

Aspek ini berkaitan dengan bagaimana hubungan antara pekerja dengan atasan dan rekan kerja lainnya di tempat kerja, dan sejauh apa keterikatan pekerja dengan instansi/organisasi tempat mereka bekerja.

f. Constitutionalism

Aspek ini berhubungan dengan hak-hak yang diterima pekerja selama mereka bekerja, kebebasan pekerja di tempat kerja, serta peraturan yang diberlakukan bagi setiap pekerja.

g. Total Life-Space

Aspek ini behubungan dengan upaya mewujudkan keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi pekerja seperti waktu bersama keluarga, sistem cuti, waktu istirahat, serta hal lain yang bersifat pribadi.

h. Social Relevance

Aspek ini berhubungan dengan tanggung jawab sosial instansi atau organisasi pekerja dan masyarakat. Hal ini menjelaskan bagaimana kualitas produk yang dihasilkan ataupun jasa yang diberikan kepada masyarakat, dan hubungan yang terjalin antara instansi/organisasi dengan masyarakat menimbulkan rasa bangga pekerja terhadap instansi/organisasi tempat mereka bekerja.


(30)

3. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Kehidupan Kerja

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja adalah:

a. Job Satisfaction

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja adalah kepuasan kerja (Warr, Cook, & Wall, 1979; Baba & Jamal, 1991). Kepuasan kerja mengacu pada sikap pekerja terhadap pekerjaannya, artinya ketika pekerja memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, maka ia memiliki sikap positif pada pekerjaannya, dan sebaliknya (Robbins, 2002). Sirgy et al., (2001) mengemukakan bahwa kepuasan yang dimaksud adalah kepuasan yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan berbasis ketentuan kerja, lingkungan kerja, perilaku supervisor, dam program-program tambahan lainnya.

b. Employee Motivation

Setiap pekerja memiliki motivasi yang berbeda dalam bekerja (Haim, 2003), dan sulit untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi setiap

pekerja dalam bekerja (Mishra & Gupta, 2009). Warr, Cook, & Wall

(1979) mengemukakan bahwa motivasi intrinsik setiap pekerja dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja mereka.

c. Employee Participation

Warr, Cook, & Wall (1979) mengatakan bahwa keterlibatan pekerja di tempat kerja dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja. Keterlibatan yang dimaksud salah satunya adalah keterlibatan pekerja


(31)

dalam pengambilan keputusan di perusahaan (Ellis & Pompli, 2002) dan keterlibatan pekerja dalam menajemen (Taylor, 1979). Keterlibatan pekerja dianggap penting karena merupakan indikator kualitas kehidupan kerja di sebuah instansi (Baba & Jamal, 1991).

d. Career Development & Growth

Islam (2012) mengatakan bahwa pengembangan karir merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja. Pertumbuhan dan pengembangan diri dalam bekerja meliputi kesempatan untuk

belajar, sharing pengetahuan, serta perkembangan dalam pekerjaan

(Yeo & Li, 2011). Yeo & Li (2011) mengemukakan bahwa kemampuan pekerja untuk mengembangkan kapasitas belajar dalam perusahaan, sangat berkontribusi pada pengembangan kompetensi mereka yang akan berdampak bagi instansi/organisasi. Kesempatan untuk maju, belajar, & bertumbuh dalam pekerjaan merupakan hal

yang penting untuk mewujudkan kualitas kehidupan kerja (Mirvis &

Lawler, 1984).

e. Rewards & Benefits

Keuntungan dan kompensasi yang bijaksana dan adil merupakan faktor lain yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja (Islam, 2012). Yeo & Li (2011) menambahkan bahwa reward yang dimaksud bersifat ekstrinsik, seperti: kompensasi, fasilitas, dan layanan kesehatan, yang mana hal-hal ini dapat meningkatkan motivasi intrinsik dan kesejahteraan pekerja.


(32)

f. Organizational Commitment

Baba & Jamal (1991) dan Sirgy et al. (2001) mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja dipengaruhi oleh komitmen terhadap instansi/organisasi. Owen (2006) mengemukakan bahwa tingkat komitmen yang tinggi pada pekerja sejalan dengan meningkatnya

turnover cognition, yang artinya pekerja akan lebih

mempertimbangkan untuk turnover dan lebih memiliki attitude yang

baik dalam pekerjaan.

g. Organizational Culture

Budaya organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja, yang mana hal ini menunjukkan praktek instansi ataupun organisasi yang transparan berkaitan dengan kebijakan dan aturan yang kuat dan konsisten (Yeo & Li, 2011).

h. Workplace Bullying

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja

adalah bullying di tempat kerja (Daly, Speedy, & Jackson, 2003).

Bullying di tempat kerja merupakan perilaku negatif yang terjadi di tempat kerja, yang berhubungan dengan konflik serta berdampak buruk bagi seorang pekerja di tempat kerja (Clifford, 2006). Daniel (2009) mengatakan bahwa konflik akan menyebabkan seorang melakukan serangan psikologis dan perilaku agresi. Sementara, perilaku agresi akan mempengaruhi kualitas kehidupan kerja setiap


(33)

B. Bullying di Tempat Kerja

1. Pengertian Bullying di Tempat Kerja

Istilah bullying berasal dari bahasa Inggris, dan penggunaan

istilahnya berbeda pada setiap negara, seperti: mobbing (Scandinavia),

bullismo (Italia), harcelement (Prancis), intimidation (Kanada), dan ijime

(Jepang), yang secara umum berarti perilaku yang mengancam kenyaman seseorang baik dilakukan secara fisik maupun verbal (Elame, 2013).

Bullying di tempat kerja merupakan penyalahgunaan kekuasaan di perusahaan dengan mengintimidasi seseorang yang menimbulkan rasa sakit, marah, rentan, dan tidak berdaya (Rayner, Hoel, & Copper, 2002).

Australian Public Service Commission (2009) mengemukakan

konsep bullying di tempat kerja merupakan perilaku berulang yang tidak

beralasan, seperti: mempermalukan, mengintimidasi, mengancam, serta merendahkan seorang atau beberapa pekerja, yang berdampak pada kesehatan dan keamanan pekerja.

Menurut Oade (2009), bullying di tempat kerja adalah perilaku

seorang pekerja yang menyerang pekerja lainnya secara psikologis

ataupun emosional berkaitan dengan self esteem, self confidence, dan

reputasi pekerja, sehingga mengurangi kemampuan pekerja untuk mengerjakan kewajibannya di tempat kerja.

Rudi (2010) menambahkan bahwa bullying di tempat kerja

merupakan perilaku dan praktek negatif secara berulang yang ditujukan kepada satu atau beberapa pekerja, sehingga berakibat ketidakberdayaan


(34)

dan penderitaan psikologis yang mempengaruhi perilaku seorang pekerja dan kinerjanya di sebuah instansi ataupun organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut, bullying di tempat kerja merupakan

perilaku negatif yang dilakukan secara berulang oleh seorang pekerja terhadap pekerja lainnya yang berdampak pada keamanan dan kesehatan pekerja, serta mempengaruhi pekerja dalam mengerjakan tugasnya.

2. Konsep Bullying di tempat kerja

Interagency Round Table on Workpalce Bullying (2005)

mengemukakan tiga komponen penting terkait bullying di tempat kerja,

yaitu:

a. Repeated, perilaku bullying di tempat kerja merupakan perilaku yang dilakukan berulang-ulang, dan bisa mencakup lebih dari satu jenis perilaku yang dilakukan terus-menerus.

b. Sistematic, perilaku bullying dilakukan dengan perencanaan melalui suatu metode ataupun ide.

c. Risk to health and safety, perilaku bullying mencakup hal-hal yang beresiko pada kondisi kesehatan pekerja baik secara fisik maupun mental.

Bullying di tempat kerja tersebut melibatkan tiga pihak, yaitu: (1)

bully, yaitu orang yang melakukan tindakan bullying, (2) korban,


(35)

selain bully dan korban yang ikut menyaksikan perilaku bullying di tempat kerja (Johnson & Johnson, 2007).

Australian Public Service Commision (2009) mengemukakan

bahwa seorang bully dapat melakukan perilaku bullying baik secara

sengaja, maupun tidak sengaja tetap dengan tujuan untuk mengintimidasi

dan menyebabkan distress dan dampak negatif lain bagi pekerja. Selain

itu, perilaku bullying dapat berupa:

a. Perilaku bullying secara langsung, yaitu perilaku seperti mengejek,

menggunakan kekerasan fisik, menggunakan kata-kata yang kasar, intimidasi, berkomentar yang pedas mengenai penampilan seseorang, maupun menyebarkan gosip mengenai seorang pekerja.

b. Perilaku bullying secara tidak langsung, yaitu perilaku seperti

menumpuk pekerjaan untuk dikerjakan seorang pekerja, memberi tugas yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, memberikan tugas di luar kemampuan pekerja, perlakuan yang tidak adil, mengucilkan pekerja, serta tidak merespon pendapat dari pekerja tersebut.

3. Jenis-Jenis Bullying di Tempat Kerja

Peyton (2003) mengemukakan dua tipe bullying yaitu: gross and

obvious behavior dan subtle variety. Perilaku bullying yang termasuk

dalam tipe gross and obvious behavior adalah merendahkan dan

menjatuhkan pekerja lain, mengubah deadline kerja, memanfaatkan


(36)

pekerja lain, sarkasme, membuat joke atau humor yang tidak pantas mengenai pekerja, berpura-pura dan sengaja menciptakan kondisi yang berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja, pelecehan seksual, pelecehan dengan menggunakan media elektronik, mengganggu privasi pekerja, serta merusak reputasi profesional seorang pekerja. Sedangkan yang termasuk

subtle variety behavior adalah membuat jadwal palsu, menggunakan kebijakan instansi/organisasi untuk menyembunyikan perilaku yang tidak pantas, menyalahkan orang lain atas sesuatu yang tidak tanggung jawab mereka, kontrol berlebih, sikap tidak adil, serta menyebarkan gosip (Peyton, 2003).

Daniel (2009) secara spesifik meyebutkan beberapa tipe perilaku

bullying di tempat kerja, yaitu:

a. Kekerasan verbal: membentak, menyumpahi, menggunakan kata-kata

kasar dan tidak sopan.

b. Perilaku kasar: mempermalukan, mengancam baik secara publik

ataupun personal, pengarahan kerja yang tidak pantas, menyerang, dan intimidasi.

c. Kekerasan yang berhubungan dengan otoritas pekerja: evaluasi yang

berlebihan dan tidak sesuai tentang pekerja, menolak kemajuan

pekerja, mencuri credit pekerja, dan bertindak sewenang-wenang.

d. Berhubungan dengan performa kerja seperti: sabotase, mencari-cari

kesalahan, dan merendahkan seorang pekerja.


(37)

4. Dimensi Bullying di Tempat Kerja

Dimensi bullying di tempat kerja terfokus pada tiga hal (Einarsen,

Hoel, & Notelaers, 2009) yaitu:

a. Work-related acts: dimensi bullying yang berfokus pada perilaku negatif terkait pekerjaan, yang mana perilaku ini menyulitkan individu dalam mengerjakan tugasnya, seperti: mengawasi pekerja secara berlebihan, atau sengaja tidak memberikan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan.

b. Personal related acts: dimensi ini fokus pada hal-hal yang berhubungan dengan target, seperti menyebarkan gosip, dan penghinaan terhadap seorang pekerja.

c. Physical intimidation: dimensi ini menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan intimidasi fisik, seperti mendorong, mengganggu

area personal pekerja, finger pointing, dan segala bentuk kekerasan

fisik.

5. Dampak Perilaku Bullying di Tempat Kerja

Australian Public Service Commision (2009) mengemukakan

bahwa pekerja yang mengalami bullying di tempat kerja akan mengalami

hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan baik secara fisik maupun

psikologis, seperti: distress, cemas, panic attack, depresi, gangguan tidur,

perasaan terasing di tempat kerja, penyakit fisik (sakit kepala,


(38)

bunuh diri pada pekerja, serta mengalami hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti: berkurangnya kualitas performa kerja, hilangnya kepercayaan diri, hilangnya konsentrasi, dan kesulitan dalam pengambilan

keputusan.

Bullying di tempat kerja tidak hanya berdampak bagi individu yang

menjadi target bully, namun juga berdampak bagi instansi, rekan kerja

lain, serta kerabat dan keluarga pekerja yang menjadi korban bullying

(Daniel, 2009). Daniel (2009) mengatakan:

a. Dampak bagi instansi/organisasi dapat berupa: turnover, kehilangan

produktivitas/absenteeism, asuransi pegawai jangka panjang dan

jangka pendek.

b. Dampak bagi pekerja lain (bystander), yaitu: depresi, stres, cemas, dan

komplain psikosomatis lainnya, bahkan adanya kecenderungan untuk keluar dari instansi/organisasi tersebut.

c. Bullying di tempat kerja juga berdampak pada kerabat dan keluarga target, yaitu terganggunya kualitas kehidupan keluarga, serta

renggangnya hubungan keluarga dengan korban bully.

C. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja Kualitas kehidupan kerja adalah konsep yang penting untuk diterapkan di setiap instansi/organisasi (Saraji & Dargahi, 2006). Konsep kualitas kehidupan kerja mengarah pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja selama mereka bekerja (Worrall & Chopper, 2012), yang mana


(39)

pekerja memiliki kesempatan untuk belajar, berinovasi, serta mengembangkan potensi kreatif sejalan dengan perkembangan instansi atau organisasi (Hart, Ribbing, & Abrahamsson, 2005).

Penelitian dilakukan untuk menjelaskan pentingnya kualitas kehidupan kerja, seperti penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2012) yang mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja berpengaruh terhadap kinerja setiap pekerja. Kualitas kehidupan kerja memiliki peran terhadap upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja (Royuela, Tamayo, & Surinach, 2008) dan komitmen pekerja terhadap organisasi (Senasu & Singhapakdi, 2014). Ditambah lagi, terdapat hubungan yang positif antara kualitas kehidupan kerja dengan kecenderungan pekerja untuk bertahan pada pekerjaannya (Yirik & Babur, 2014), yang artinya semakin tinggi kualitas kehidupan kerja, maka pekerja akan cenderung bertahan pada pekerjaannya.

Dalam konteks organisasi, lingkungan kerja yang tersedia oleh sebuah instansi sangat berperan penting untuk mewujudkan kualitas kehidupan kerja (Kiriago & Bwisa, 2013). Pekerja yang memiliki persepsi yang positif terhadap iklim yang diciptakan oleh perusahaan akan menimbulkan rasa nyaman dan nikmat dalam bekerja, yang selanjutnya akan menimbulkan rasa puas dan menghasilkan kualitas kehidupan kerja yang baik pada setiap pekerja (Idrus, 2006). Hal ini tidak lepas dari peran pemimpin dalam sebuah instansi karena fungsinya dalam mewujudkan keseimbangan antara pekerjaan dan outcome pekerja (Yeo & Li, 2011). Oleh sebab itu, dalam upaya


(40)

meningkatkan kualitas kehidupan kerja pada setiap pekerja perlu diwujudkan relasi yang baik antara atasan dan bawahan (Daly, Speedy, & Jackson, 2003). Pemimpin yang menyalahgunakan otoritas yang dimilikinya akan berdampak pada pekerja seperti menyebabkan kecemasan, stres, bahkan gangguan kesehatan pada pekerja (Donellan, 2006). Donellan (2006) menyebutkan bahwa perilaku ini sering dilakukan oleh manajer, supervisor, ataupun pemimpin lainnya dalam sebuah instansi karena merasa tidak mampu mengerjakan sebuah tugas serta keinginan untuk tetap melakukan kontrol pada bawahannya. Padahal pemimpin sebagai atasan harusnya berperan sebagai mentor yang baik dan membantu setiap pekerja untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam mengerjakan setiap tugas (Yeo & Li, 2011). Penyalahgunaan kekuasaan tersebut mengarah pada perilaku negatif yang

disebut dengan workplace bullying atau bullying di tempat kerja (Donellan,

2006), yang selanjutnya berdampak pada pekerja karena mempengaruhi kualitas kehidupan kerja setiap pekerja (Daly, Speedy, & Jackson, 2003)

Bullying merupakan masalah yang terjadi pada level individu yang selanjutnya berkembang menjadi masalah organisasi (Heames & Harvey,

2006; Brotheridge, 2013). Bullying dapat dilihat sebagai bentuk yang ekstrim

dari stres sosial, dan diasosiasikan dengan pengalaman stress individu (Hoel, Zapf, & Cooper, 2002). Hal-hal seperti promosi, menajemen tugas, penolakan, keuntungan kerja, dan penilaian kerja adalah alasan mengapa seorang pekerja

melakukan bullying terhadap pekerja lainnya (Katrinli, Atabay, Gunay, &


(41)

lain, maka kualitas kehidupan kerja mereka yang menjadi target akan menurun (Ellis & Pompli, 2002).

Bullying di tempat kerja dikatakan mempengaruhi kualitas kehidupan kerja karena menyebabkan konflik (Clifford, 2006). Daniel (2009)

mengatakan bahwa konsep bullying di tempat kerja digambarkan sebagai

sebuah siklus yang mana sebuah konflik akan menyebabkan seorang melakukan perilaku agresi, kemudian menyebabkan hal-hal yang berujung kembali pada munculnya konflik. Sementara itu, ada tidaknya konflik yang dialami seorang pekerja merupakan sebuah indikator untuk mengetahui apakah pekerja memiliki kualitas kehidupan kerja yang baik di tempat kerja (Baba & Jamal, 1991; Ellis & Pompli, 2002).

Pekerja yang mengalami bullying menganggap bahwa lingkungan

kerja mereka sangat tidak menyenangkan, dan biasanya mereka akan memiliki kepuasan kerja yang rendah, komitmen yang rendah, kemandirian yang rendah, serta rendahnya intensitas untuk bertahan pada pekerjaannya

(Budin, Brewer, Chao, & Kovner, 2013). Selanjutnya, bullying di tempat kerja

ditemukan memberi dampak negatif yang mengarah pada masalah kesehatan pekerja (Djurkovic, McCormack, Casimir, 2004). Hasil penelitian oleh

Nielsen, Hetland, Matthiesen, & Einarsen (2012) menjelaskan bahwa bullying

memiliki korelasi yang sangat kuat dengan distress psikologis yang sifatnya

berkepanjangan, dan hal ini menambah serta memperkuat efek negatif lain

bagi pekerja ketika mengalami bullying di tempat kerja. Selain itu, Vartia


(42)

mengalami stress, mereka akan mengalami penurunan kepercayaan diri, dan

kesulitan untuk mengerjakan tugas yang sesuai dengan tujuan

instansi/organisasi. Pada level yang lebih ekstrem, Simons & Mawn (2012)

mengatakan bahwa bullying di tempat kerja dapat menyebabkan seorang

pekerja keluar dan meninggalkan pekerjaannya.

Dampak-dampak yang ditimbulkan memperlihatkan adanya aspek

kualitas kehidupan kerja yang dipengaruhi oleh bullying di tempat kerja. Hal

ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti penelitian oleh Blase, Blase, dan Du (2008) yang

mengatakan bahwa bullying di tempat kerja sangat berdampak pada kondisi

psikologis, dan fisiologis pekerja. Oluwakemi (2011) mendukung penelitian

tersebut dengan penemuannya yang menegaskan bahwa bullying di tempat

kerja memberi dampak pada kesehatan mental dan fisik pekerja. Secara

spesifik, bullying di tempat kerja dikatakan berkorelasi positif dengan

kelelahan emosional pekerja yang artinya semakin tinggi tingkat bullying di

tempat kerja maka semakin tinggi tingkat kelelahan emosional yang dialami seorang pekerja (Chipps, Stelmaschuk, Albert, Bernhard, & Halloman, 2013).

Ditinjau dari segi kesehatan, bullying di tempat kerja berhubungan erat dengan

stres kerja (Vartia, 2001; Gholipour, et. al., 2011), serta dapat menyebabkan gangguan tidur baik pada pekerja pria maupun wanita (Lallukka, et. al, 2011).

Selanjutnya, bullying di tempat kerja juga mengakibatkan sakit kepala, kaku

pada leher dan bahu, sakit pinggang, dan rasa sakit lainnya (Takaki, Taniguchi, & Hirokawa, 2013). Doyle (2001) mengatakan bahwa kesehatan


(43)

fisik dan mental merupakan aspek yang penting untuk mendukung

terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang dipengaruhi oleh bullying di

tempat kerja dan kemudian mempengaruhi kesempatan kerja, kehidupan keluarga serta kualitas kehidupan pekerja secara umum.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah bullying di tempat kerja berpengaruh negatif terhadap kualitas

kehidupan kerja. Hipotesis di atas mengandung pengertian bahwa bullying di


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terlibat di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Terikat : Kualitas kehidupan kerja

2. Variabel Bebas : Bullying di tempat kerja

B. Definisi Operasional Penelitian

1. Kualitas Kehidupan Kerja

Kualitas kehidupan kerja didefinisikan sebagai penilaian pekerja terhadap hal-hal yang disediakan instansi/organisasi yang mempengaruhi kesehatan, kepuasan kerja, serta kesejahteraan seorang pekerja. Kualitas kehidupan kerja diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan 8 (delapan) kriteria yang dikemukakan oleh Walton (1975), yaitu: imbalan yang adil dan mencukupi, kesehatan dan keselamatan tempat kerja, peluang untuk mengembangkan kemampuan individu, adanya jaminan untuk berkembang, adanya integrasi sosial di dalam organisasi, perlembagaan di dalam organisasi, keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pekerja, dan tanggung jawab sosial organisasi. Semakin tinggi skor pada skala tersebut menunjukkan semakin


(45)

baik kualitas kehidupan kerja yang dirasakan pekerja. Sebaliknya, semakin rendah skor pada skala, maka semakin rendah kualitas kehidupan kerja seorang pekerja.

2. Bullying di Tempat Kerja

Bullying di tempat kerja didefinisikan sebagai perilaku negatif yang diterima oleh pekerja yang berdampak pada keamanan dan kesehatan, serta mempengaruhi pekerja dalam mengerjakan tugasnya.

Dalam penelitian ini, bullying di tempat kerja akan diukur dengan

menggunakan skala bullying di tempat kerja yang diadaptasi dari Negative

Acts Questionnaire Revised (NAQ-R) oleh Einarsen, Hoel, dan Notelaers

(2009). Negative Acts Questionaire-Revised (NAQ-R) terdiri dari tiga

dimensi yang akan dilihat intensitasnya, yaitu bullying yang berhubungan

dengan pekerjaan (work-related), bullying yang berhubungan dengan area

personal (personal), dan physical intimidation. Semakin sering pekerja

merasakan perilaku bullying, maka semakin tinggi pula intensitas bullying

yang ada. Sebaliknya, semakin pekerja tidak merasakan perilaku bullying,

maka intensitas bullying pada seorang pekerja juga semakin rendah.

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan sekelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2001). Populasi yang akan diteliti


(46)

dalam penelitian ini adalah polisi yang bekerja di Polres Tapanuli Utara. Adapun jumlah polisi yang terdaftar di Polres Tapanuli Utara sebanyak 428 personil. Oleh karena peneliti memiliki keterbatasan dalam mengambil keseluruhan data dari populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian polisi sebagai subjek penelitian yang dapat mewakili seluruh populasi.

Sementara itu, sampel merupakan bagian terkecil dari keseluruhan populasi yang melaluinya akan dilihat bagaimana gambaran populasi secara keseluruhan (Walliman, 2011). Dalam penelitian kuantitatif, jika sampel dipilih secara hati-hati dan sesuai dengan prosedur penelitian, maka akan sangat mungkin bagi peneliti untuk melakukan generalisasi pada populasi yang sudah ditetapkan (Dawson, 2002). Oleh sebab itu, peneliti menetapkan karakteristik sampel dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Pria dan wanita yang berprofesi sebagai polisi.

b. Telah bekerja lebih dari 6 bulan di instansi kepolisian tersebut.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik non-random/non-probability sampling karena tidak semua sampel

memiliki kesempatan yang sama dan tidak dipilih secara random (Myers

& Hansen, 2005). Sedangkan metode yang digunakan adalah accidental


(47)

data dari subjek manapun selama subjek tersebut memenuhi kriteria subjek yang telah ditetapkan dalam penelitian ini (Azwar, 2010).

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan menggunakan skala. Penggunaan skala ditujukan untuk mengungkap sebuah atribut psikologi tertentu melalui respon terhadap pernyataan-pernyataan yang dibuat (Azwar, 2013). Dalam penelitian ini, skala yang akan digunakan adalah skala Likert. Skala Likert adalah skala yang menyediakan respon yang sifatnya kontinum, yaitu dari negatif hingga positif, seperti sangat setuju hingga sangat tidak setuju (Bhattacherjee, 2012).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologi, yaitu

skala Kualitas Kehidupan Kerja dan skala bullying di tempat kerja yang

diadaptasi dari Negative Acts Questionnaire Revised.

1. Skala Kualitas Kehidupan Kerja

Skala kualitas kehidupan kerja disusun berdasarkan delapan aspek kualitas kehidupan kerja oleh Walton (1975). Aspek-aspek tersebut diantaranya: imbalan yang adil dan mencukupi, kesehatan dan keselamatan tempat kerja, peluang untuk mengembangkan kemampuan individu, adanya jaminan untuk berkembang, adanya integrasi sosial di dalam organisasi, perlembagaan di dalam organisasi, keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pekerja dan tanggung jawab sosial organisasi. Dalam skala ini terdapat lima respon mulai dari sangat setuju hingga


(48)

sangat tidak setuju. Respon dapat diberikan dalam bentuk angka yang berada pada satu garis kontinum, yaitu angka 5 untuk respon sangat setuju, 4 untuk respon setuju, 3 untuk respon netral, 2 untuk respon tidak setuju, dan angka 1 untuk respon sangat tidak setuju.

Tabel 1. Blue Print Skala Kualitas Kehidupan Kerja

No Aspek Nomor aitem

(favourable)

Nomor aitem (unfavourable)

1. Imbalan yang adil dan

mencukupi

21, 33, 51, 57 2, 13, 25, 53

2. Kesehatan dan

keselamatan tempat kerja

39, 46, 55, 59 4, 9, 26, 47

3. Peluang untuk

mengembangkan kemampuan individu

34, 48, 54, 58 10, 27, 41, 49,

4. Adanya jaminan untuk

berkembang

20, 38, 42, 64 5, 16, 28, 56

5. Adanya integrasi sosial di

dalam organisasi

17, 37, 45, 59 3, 12, 29, 44

6. Perlembagaan di dalam

organisasi

18, 40, 43, 61 6, 11, 30, 50

7 Keseimbangan antara

pekerjaan dengan

kehidupan pekerja

23, 36, 52, 63 8, 15, 19, 31

8 Tanggung jawab sosial

organisasi

1, 24, 35, 62 7, 14, 22, 32


(49)

2. Skala Bullying di tempat kerja

Bullying di tempat kerja akan diukur dengan menggunakan skala

bullying di tempat kerja yaitu Negative Acts Questionnaire Revised

(NAQ-R). Alat ukur ini awalnya berbahasa Norwegia dan telah direvisi serta diterjemahkan dalam Bahasa Inggris berjumlah 29 aitem (Einarsen & Hoel, 2001; Daniels, 2005). Alat ukur (NAQ-R) ini terus dikembangkan

agar menjadi alat ukur yang valid dan reliabel untuk mengukur bullying di

tempat kerja pada berbagai negara yang berbeda (Einarsen, Hoel & Notelaers, 2009; Tambur & Vadi, 2009; Giorgi, Arenas, & Perez, 2011).

Pada penelitian ini, alat yang digunakan untuk mengukur bullying

diadaptasi dari NAQR yang telah dikembangkan oleh Einarsen, Hoel, dan Notelaers (2009) sebanyak 22 aitem, serta ditambah 14 aitem yang disusun

berdasarkan karakteristik dimensi bullying di tempat kerja. Blue print

skala bullying di tempat kerja yang akan digunakan dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Blue Print Skala Bullying di Tempat Kerja

No. Kategori Nomor aitem

1. Work-Related (favourable) 1, 3, 4, 5, 13, 16, 17, 27, 32, 33, 35, 36

2. Personal-Related (favourable) 2, 7, 9, 10, 11, 12, 14, 18, 19, 21, 28, 30

3. Physical Intimidation (favourable) 6, 8, 15, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 31, 34


(50)

Pada skala ini terdapat tiga dimensi yang akan dilihat intensitasnya.

Dimensi pertama yaitu work-related bullying, yaitu bullying yang

berhubungan dengan pekerjaan. Dimensi kedua yaitu personal-related

bullying, yaitu bullying yang berhubungan dengan area personal pekerja.

Dan yang ketiga physical intimidation, yaitu dimensi yang

menggambarkan perilaku bullying yang berhubungan dengan intimidasi

secara fisik.

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

1. Validitas Alat ukur

Untuk mengetahui apakah alat ukur mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu proses pengujian validitas atau validasi (Azwar, 2013). Secara umum, validitas merupakan kebenaran dari ukuran, dan ukuran yang valid adalah ukuran yang mengukur apa yang diklaim ingin diukurnya (Shaughnessy, Zechmeister, & Zechmeister, 2012).

Adapun jenis validitas digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas ini merupakan validitas yang tidak didapatkan melalui perhitungan secara statistika, melainkan melalui analisis logika (Azwar, 2013). Oleh sebab itu, validitas alat ukur yang digunakan dalam

penelitian ini diuji berdasarkan pendapat dari para ahli (professional


(51)

2. Uji Daya Beda Aitem

Daya beda aitem digunakan untuk melihat apakah aitem yang digunakan mampu membedakan individu yang memiliki atribut yang diukur dan individu yang tidak memiliki atribut yang diukur. Pada

penelitian ini akan digunakan teknik korelasi Pearson Product Moment

untuk menghitung koefisien korelasi distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala. Semakin tinggi korelasinya, semakin tinggi daya bedanya.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Selain validitas, ciri instrumen ukur yang berkualitas baik adalah reliabel, yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat dengan eror pengukuran yang kecil (Azwar, 2013). Menurut Dawson (2002), reliabilitas mengacu pada pengukuran yang stabil dan konsisten, rendahnya eror dan bias, baik yang berasal dari responden maupun dari peneliti. Dalam penelitian ini pengukuran reliabilitas pada alat ukur dilakukan dengan penghitungan atau komputasi.

Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan

melihat koefisien alpha cronbach (cronbach’s alpha coeffecient), yaitu

koefisien yang melihat sejauh mana aitem-aitem dalam suatu kelompok aspek saling berhubungan atau konsistensi internal. Koefisien konsistensi yang mencapai angka 0,9 memperlihatkan reliabilitas alat ukur yang digunakan cukup memuaskan (Azwar, 2010).


(52)

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

Adapun yang dilakukan pada tahap persiapan penelitian adalah:

a. Konstruksi Alat Ukur

Peneliti menyusun alat ukur berupa skalakualitas kehidupan kerja, dan

skala untuk mengukur bullying. Skala dibuat berbentuk booklet dengan

memakai kertas A4. Setiap pernyataan memiliki 5 alternatif jawaban.

b. Permohonan Izin

Peneliti mengurus surat permohonan izin kepada Fakultas Psikologi USU untuk mengambil data di instansi yang dituju untuk mengambil data.

c. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat validitas dan reabilitas

skala kualitas kehidupan kerja dan skala bullying yang telah disusun.

d. Revisi Alat Ukur

Hasil dari uji coba yang didapat terkait validitas dan reliabilitas skala

kualitas kehidupan kerja dan skala bullying menjadi acuan untuk

mendapatkan aitem-aitem yang valid dan reliabel.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti mengambil data penelitian yang sesungguhnya di instansi atau organisasi yang ditetapkan. Skala yang menjadi alat ukur diberikan pada setiap pekerja dalam instansi tersebut dengan menjelaskan


(53)

terlebih dahulu tujuan dari pengambilan data tersebut. Setelah pengisian

data, peneliti memberikan reward sebagai wujud apresiasi peneliti kepada

pekerja yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah data diperoleh, peneliti akan melakukan pengolahan dan

komputasi data dengan menggunakan program SPSS versi 17.00 for

windows.

G. Metode Analisis Data

Dalam penelitan ini, data dianalisis dengan menggunakan metode analisis data inferensial. Tujuan dari penggunaan teknik inferensial ini adalah untuk membentuk data berdasarkan kesimpulan yang didapat dari populasi, yaitu untuk melihat karakteristik sampel, kemudian menyimpulkan bahwa populasi memiliki karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti (Kothari, 2004). Teknik inferensial yang akan digunakan adalah statistika parametrik dengan teknik analisis regresi sederhana. Model analisis regresi sederhana adalah teknik untuk melihat secara statistik hubungan antara variabel, serta melihat dampak yang ditimbulkan satu variabel terhadap variabel lainnya (Kothari, 2004). Model ini digunakan karena dalam penelitian ini hanya terdapat dua variabel.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan


(54)

Office Excel 2003. Sebelum menganalisis data perlu dilakukan uji asumsi terlebih dahulu. Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Untuk melihat apakah data sampel berasal dari populasi yang terdistribusi secara normal dilakukan uji normalitas. Dalam penelitian ini, uji

normalitas dilakukan melalui Test of Normality dengan tekknik Q-Q Plots.

Sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal jika sebaran titik

pada tampilan grafik Q-Q Plots berada pada satu garis lurus.

2. Uji Linearitas

Test for Linearity yang terdapat program SPSS digunakan untuk melihat apakah kedua variabel yang diteliti dalam penelitian ini memiliki hubungan yang linear. Kedua variabel yakni kualitas kehidupan kerja dan

bullying di tempat kerja dikatakan linear jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Setelah alat ukur disusun, maka yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan uji coba p ad a alat ukur. Uji coba alat ukur dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan skor jawaban responden, yang mana melalui analisis kuantitatif terhadap skor tersebut akan ditemukan aitem yang memenuhi persyaratan psikometrik untuk disertakan sebagai bagian dari skala


(55)

(Azwar, 2013). Formula yang digunakan adalah product-moment Pearson

melalui program SPSS, yang mana akan muncul hasil (output) salah satunya

tampilan item-total statistic. Pada tabel tersebut, di kolom corrected item total

correlation akan didapati koefisien korelasi setiap aitem, yang mana aitem dengan nilai korelasi dibawah 0,3 akan dihapus karena daya bedanya dianggap tidak memuaskan (Azwar, 2013). Uji coba alat ukur dalam penelitian ini dilakukan pada subjek sebanyak 80 orang yang memiliki kesamaan karakteristik dengan subjek yang diinginkan.

1. Hasil Uji Coba Pada Skala Kualitas Kehidupan Kerja

Jumlah aitem yang diujicobakan di dalam skala kualitas kehidupan kerja sebanyak 64 aitem. Berdasarkan hasil analisis aitem maka diperoleh 51 aitem yang memiliki nilai diskriminasi aitem di atas 0,3 dan 13 aitem yang gugur. Melalui analisis statatistik ditemukan nilai diskriminasi aitem bergerak dari 0,309 hingga 0,710 dan α = 0,938, artinya skala kualitas kehidupan kerja dalam penelitian ini memiliki reliabilitas yang sangat memuaskan yaitu sebesar 0,938. Distribusi aitem pada skala kualitas kehidupan kerja dapat dilihat pada tabel 3.

2. Hasil Uji Coba Pada Skala Bullying di Tempat Kerja

Dalam skala bullying di tempat kerja terdapat 36 aitem. Berdasarkan hasil

analisis statistik untuk skala ini diperoleh nilai diskriminasi aitem bergerak dari 0,423 hingga 0,834, sehingga tidak ada aitem yang perlu dibuang.


(56)

skala ini juga memiliki reliabilitas yang sangat baik. Distribusi aitem pada skala ini dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Kualitas Kehidupan Kerja Setelah Uji Coba

No Aspek Nomor aitem

(favourable)

Nomor aitem

(unfavourable) Total Bobot

1. Imbalan yang adil

dan mencukupi

21, 33, 51, 57 2, 25, 53 7 13,72 %

2. Kesehatan dan

keselamatan tempat kerja

46, 55, 59 9, 26, 47 6 11,76 %

3. Peluang untuk

mengembangkan kemampuan individu

48, 54, 58 27 4 7,84 %

4. Adanya jaminan

untuk berkembang

20, 38, 42, 64 5, 16, 28, 56 8 15,68 %

5. Adanya integrasi

sosial di dalam

organisasi

45, 59 3, 12, 29, 44 6 11,76 %

6. Perlembagaan di

dalam organisasi

18, 40, 43, 61 6, 11, 30, 50 8 15,68 %

7 Keseimbangan

antara pekerjaan

dengan kehidupan pekerja

36, 52, 63 8, 15, 19, 31 7 13,72 %

8 Tanggung jawab

sosial organisasi

24, 35, 62 7, 32 5 9,8 %


(57)

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Bullying di Tempat Kerja Setelah Uji Coba

No. Kategori Nomor aitem Total Bobot

1. Work-Related

(favourable)

1, 3, 4, 5, 13, 16, 17, 27, 32, 33, 35, 36

12 33,33%

2. Personal-Related

(favourable)

2, 7, 9, 10, 11, 12, 14, 18, 19, 21, 28, 30

12 33,33 %

3. Physical Intimidation

(favourable)

6, 8, 15, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 31, 34

12 33,33 %


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, analisis, interpretasi, serta pembahasan dari hasil penelitian yang didapatkan.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Penelitian ini secara keseluruhan melibatkan 178 orang subjek yang berprofesi sebagai polisi di Polres Tapanuli Utara. Pada awalnya peneliti menyebar 193 skala, akan tetapi peneliti hanya mengolah sebanyak 178 data

karena ada sebanyak 11 subjek yang tidak mengisi skala bullying di tempat

kerja, dan sebanyak 4 set skala yang tidak kembali. Berikut ini gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, lamanya masa bekerja, dan status pernikahan.

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki adalah subjek terbanyak dengan angka statistik yang sangat signifikan yaitu 172 orang (99,6%), sedangkan subjek berjenis kelamin perempuan hanya sebanyak 6 orang (3,4%). Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(59)

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase

Laki-Laki 172 96,6%

Perempuan 6 3,4%

Total 178 100%

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan rentang usia dikelompokkan menurut teori perkembangan oleh Santrock (2009). Berikut ini tabel kategorisasi subjek berdasarkan usia.

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Usia Kategori Jumlah (N) Persentase

10-19 tahun Remaja 5 2,8%

20-39 tahun Dewasa Dini 128 71,9%

40-59 tahun Dewasa Madya 45 25,3%

Total 178 100%

Dapat dilihat bahwa bahwa subjek penelitian terbanyak berada pada tahap perkembangan dewasa dini yaitu sebanyak 128 orang atau sebesar 71,9% dari total keseluruhan subjek. Subjek penelitian yang berada pada tahap perkembangan dewasa madya sebanyak 45 orang yaitu sebesar 25,3%, sedangkan subjek yang berada pada usia remaja hanya sebanyak 5 orang yaitu sebesar 2,8% dari total subjek yang menjadi partisipan dalam penelitian ini.


(60)

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja

Subjek penelitian berdasarkan masa kerjanya akan dikelompokkan berdasarkan teori Morrow dan McElroy (1978) tentang perkembangan karir. Tabel berikut ini menjelaskan gambaran subjek berdasarkan lamanya masa bekerja.

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja

Masa Bekerja Kategori Jumlah

(N)

Persentase

< 2 tahun Tahap perkembangan

(establishment stage)

16 8,99%

2 tahun – 10 tahun

Tahap lanjutan (advancement stage)

75 42,13%

> 10 tahun

Tahap pemeliharaan (maintenance stage)

87 48,88%

Total 178 100%

Melalui tabel diatas dapat dilihat bahwa subjek penelitian terbanyak adalah subjek yang telah bekerja lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 87 responden atau sebesar 48,88% dari total subjek. Subjek yang memiliki masa kerja kurang dari 10 tahun sebanyak 91 orang, yaitu sebanyak 75 orang yang telah bekerja selama rentang 2 hingga 10 tahun (42,13%), dan sebanyak 16 orang yang bekerja kurang dari 2 tahun (8,99%). Semua subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini masih tercatat sebagai pekerja di instansi dimana peneliti mengambil data penelitian.


(61)

4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan

Penyebaran subjek penelitian juga dikategorikan berdasarkan status pernikahan. Ditinjau dari status pernikahan ditemukan sebanyak 140 subjek penelitian dengan status sudah menikah atau sebesar 78,7% dari total subjek, sedangkan sisanya sebanyak 38 subjek atau sebesar 21,3% dengan status belum menikah. Tabel dibawah ini memperlihatkan statistik penyebaran subjek berdasarkan status pernikahan.

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan Status Pernikahan Jumlah (N) Persentase

Belum menikah 38 21,3%

Menikah 140 78,7%

Total 178 100%

B. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji asumsi normalitas dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui populasi data penelitian terdistribusi atau tidak terdistribusi secara normal dalam kurva sebaran normalitas. Dengan

menggunakan pengolahan data Normal QQ Plots di dalam SPSS,

dapat dilihat sebaran ataupun distribusi data dari variabel kualitas

kehidupan kerja dan variabel bullying di tempat kerja. Jika sebaran

titik pada grafik berada di sekitar garis maka sebaran datanya dapat dikatakan normal.


(62)

Grafik 1. Uji Normalitas Kualitas Kehidupan Kerja

Grafik 2. Uji Normalitas Bullying di Tempat Kerja

Grafik 1 menunjukkan sebaran data kualitas kehidupan kerja

sedangkan grafik 2 menunjukkan sebaran data bullying di tempat


(63)

kehidupan kerja cukup normal karena setiap titik terlihat berada

disekitar garis normal, hanya saja untuk sebaran data bullying di

tempat kerja terlihat beberapa titik menjauh dari garis normal.

Namun penelitian ini menggunakan uji regresi untuk membuktikan hipotesis penelitian. Dalam pengujian hipotesis nol dari regresi (uji signifikansi) yang dibutuhkan adalah normalitas sebaran residunya bukan normalitas variabelnya (Pedazhur, 1997). Data residu merepresentasikan perbedaan antara skor yang diprediksikan dari subjek dengan skor yang sebenarnya, dan uji asumsi pada data residu ini sangat penting untuk mengetahui apakah model regresi tepat digunakan untuk menguji data yang terkumpul (Field, 2009)


(64)

Sebaran data residu dalam penelitian ini dapat dilihat pada grafik diatas. Melalui grafik tersebut jelas terlihat bahwa setiap titik sebagian besar berada pada satu garis lurus, sehingga dapat dikatakan bahwa sampel berasal dari populasi yang terdistribusi secara normal.

2. Hasil Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah variabel kualitas

kehidupan kerja dan bullying di tempat kerja memiliki hubungan yang

linear secara signifikan atau sebaliknya.

Tabel 9. Uji Linearitas Variabel Kualitas Kehidupan Kerja dan Bullying di Tempat Kerja

Df F Sig

Between Groups Within Groups Combined Linearity Deviation from Linearity 57 1 56 120 2,074 44,508 1,317 0,000 0,000 0,107

Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 9, dapat dilihat bahwa

nilai linearity kualitas kehidupan kerja dan bullying di tempat kerja

memiliki signifikansi sebesar 0,000. Angka tersebut menunjukkan asumsi linearitas dalam penelitian ini terpenuhi karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.


(65)

3. Hasil Utama Penelitian

a. Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan

Kerja

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh bullying di

tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja. Oleh sebab itu, dalam

menguji pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kualitas

kehidupan kerja digunakan metode analisis regresi sederhana dengan

bantuan program SPSS 17.0 for windows dan Microsoft Office Excel

2003.

Besarnya nilai korelasi (R) antara kualitas kehidupan kerja

dengan bullying di tempat kerja diperoleh sebesar 0,432, dan besarnya

presentase pengaruh bullying di tempat kerja terhadap kualitas

kehidupan kerja yang disebut koefisien determinasi yang merupakan hasil pengkuadratan nilai R yaitu sebesar 0,187. Hal ini menunjukkan

bahwa bullying di tempat kerja memiliki pengaruh sebesar 18,7%

terhadap kualitas kehidupan kerja. Tabel 10 bagian pertama

memperlihatkan nilai korelasi dan pengaruh bullying di tempat kerja

terhadap kualitas kehidupan kerja.

Kemudian tabel uji regresi menunjukkan bahwa bullying di

tempat kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas kehidupan kerja dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut

lebih kecil dari 0,05 yang artinya bullying di tempat kerja


(1)

27. Instansi tempat saya bekerja menyediakan waktu istirahat yang cukup

28. Saya puas dengan karir saya saat ini

29. Instansi tempat saya bekerja sangat menghargai hak-hak saya dalam bekerja

30. Perusahaan memberikan kesempatan bagi saya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang saya miliki dalam mengerjakan tugas

31. Saya bebas mengekspresikan ide, saran, atau pendapat dalam bekerja

32. Saya merasa ada diskriminasi suku, ras, ataupun agama oleh atasan maupun rekan kerja saya

33. Saya semakin bersemangat dalam bekerja karna setiap pekerja bekerja dengan sungguh-sungguh

34. Saya merasa nyaman dengan fasilitas yang diberikan perusahaan

35. Saya kurang puas dengan layanan kesehatan yang ada di kantor ini

36. Evaluasi kerja sering dilakukan agar semua pekerja bekerja lebih baik lagi

37. Beberapa rekan kerja dan atasan kurang menghargai saya

38. Saya puas dengan tunjangan ekstra (seperti upah lembur, bonus, transport, uang makan) yang diberikan

39. Saya puas dengan sistem cuti yang ditawarkan perusahaan

40. Ditinjau dari beratnya tugas yang saya kerjakan, seharusnya gaji yang saya terima juga lebih tinggi dibandingkan yang saya terima saat ini


(2)

41. Saya sering mendapat kesempatan untuk memimpin sebuah tim kerja

42. Instansi tempat saya bekerja menyediakan program/layanan yang berhubungan dengan kesehatan kerja pekerja

43. Saya kurang puas dengan fasilitas yang disediakan bagi saya dalam bekerja

44. Saya puas dengan gaji yang saya peroleh

45. Saya bebas memberikan masukan, ide, saran, serta inovasi di tempat saya bekerja

46. Saya kompak dengan semua rekan kerja saya

47. Saya nyaman dengan jumlah jam kerja per hari yang ditetapkan perusahaan

48. Saya puas dengan peraturan yang diterapkan di instansi tempat saya bekerja

49. Penilaian masyarakat terhadap instansi tempat saya bekerja membuat saya merasa bangga

50. Saya mempunyai kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga

51. Instansi tempat saya bekerja sering menyediakan pelatihan/seminar untuk setiap pekerja


(3)

SKALA II

Instruksi

Pada skala ini Anda diminta untuk memberikan jawaban atas setiap pernyataan di kolom yang tersedia di sebelah kanan kolom pernyataan. Jawaban yang Anda berikan adalah seberapa sering Anda mengalami hal yang sesuai dengan pernyataan yang dicantumkan. Gunakan skala berikut untuk mengindikasikan frekuensi tersebut:

1 : Anda tidak pernah mengalami kejadian tersebut  2 : Anda jarang mengalami kejadian tersebut

3 : Anda mengalami kejadian tersebut setiap bulan

4 : Anda mengalami kejadian tersebut setiap minggu

5 : Anda mengalami kejadian tersebut setiap hari

Contoh: Ketika anda mendapat pujian dari atasan setiap hari berikan tanda ceklis () di kolom 5, seperti pada contoh dibawah ini:

No PERNYATAAN 1 2 3 4 5

Saya sering mendapatkan pujian dari atasan saya di tempat kerja


(4)

No PERNYATAAN 1 2 3 4 5

1 Dalam bekerja pendapat saya cenderung kurang diperhatikan

2 Saya terkadang dipermalukan karena pekerjaan yang saya kerjakan

3 Saya diperintahkan untuk mengerjakan sesuatu di luar kompetensi saya

4 Rekan kerja saya cenderung menyembunyikan informasi tertentu sehingga mempengaruhi kinerja saya 5 Saya diberikan pekerjaan dengan batas

waktu yang terlalu singkat

6 Saya mendapat ancaman jika saya tidak melakukan apa yang diperintahkan

7 Beredar gosip yang tidak

menyenangkan mengenai saya di tempat kerja

8 Saya sering dibentak atau menjadi sasaran amarah rekan kerja/atasan saya

9 Saya merasa terabaikan (diasingkan) oleh rekan kerja saya

10 Saya mendapatkan hinaan atau kesan negatif dari rekan kerja/atasan mengenai kehidupan pribadi saya

11 Rekan kerja/atasan memberikan isyarat agar saya berhenti dari pekerjaan saya 12 Rekan kerja/atasan sering mengungkit

kesalahan yang pernah saya kerjakan 13 Saya dimonitor secara berlebihan ketika

bekerja

14 Saat berjumpa dengan atasan/rekan kerja saya cenderung mendapatkan ekspresi wajah yang kurang menyenangkan


(5)

15 Saya sering dihadang, ditunjuk-tunjuk, dan didorong di tempat kerja

16 Saya kurang mendapatkan hak-hak yang menjadi milik saya, seperti izin cuti 17 Saya mendapatkan beban kerja yang

berlebihan dan di luar kemampuan saya 18 Saya cenderung dijadikan bahan

tertawaan oleh atasan/rekan kerja yang tidak menyukai saya

19 Terkadang saya diperintahkan untuk melakukan pekerjaan lain diluar pekerjaan yang seharusnya saya kerjakan

20 Saya pernah mengalami kekerasan fisik di tempat kerja

21 Saya sering menjadi target sindiran oleh rekan kerja/atasan saya

22 Saya diberikan pekerjaan/tugas bahkan diwaktu libur dan cuti saya

23 Diluar jam kerja pun saya terkadang diberi hukuman atau perlakuan yang tidak menyenangkan

24 Saya sering dihalang-halangi untuk istirahat atau makan siang

25 Fasilitas/barang yang saya miliki sering dipinjam atau diambil dengan paksa oleh rekan kerja saya

26 Saya sering dihalang-halangi saat akan bekerja

27 Rekan kerja/atasan sering mencari-cari kesalahan dari pekerjaan saya

28 Saya terus menerus mendapatkan kritikan mengenai hasil kerja dan usaha yang telah saya berikan

29 Saya harus bekerja bahkan di waktu istirahat saya

30 Saya cenderung mendapatkan tuduhan-tuduhan yang tidak menyenangkan


(6)

31 Saya sering mendapat hukuman dengan alasan yang tidak masuk akal 32 Rekan kerja/atasan mengklaim hasil

pekerjaan saya sebagai hasil kerjanya 33 Saya tidak bisa menolak apapun yang

diperintahkan orang yang jabatannya jauh diatas saya

34 Saya cenderung ditahan di kantor hingga pekerjaan saya selesai

35 Saya sering mendapat perintah dengan suara yang keras dan kasar

36 Saya harus hormat secara berlebihan pada orang yang jabatannya jauh diatas saya