Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN

PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Oleh

HENNIWATI

067012043/AKK

S

E K O L A H P

A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN

PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENNIWATI

067012043/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR

Nama Mahasiswa : Henniwati

Nomor Pokok : 067012043

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp,PD,Sp.JP) (Drs. A. Ridwan Siregar, M.Lib)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 10 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp, PD, Sp.JP Anggota : 1. Drs. A. Ridwan Siregar, M.Lib

2. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si 3. dr. Fauzi, SKM


(5)

SURAT PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN

PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, November 2008

Henniwati 067012043


(6)

ABSTRAK

Lanjut Usia adalah suatu proses yang alami dan tidak dapat dihindari dan dialami secara alamiah oleh setiap orang yang akan mencapai tingkat umur tertentu, di mana sasaran Posyandu Lanjut Usia langsung meliputi virilitas/pra senilis adalah usia 45-59 tahun, Lanjut Usia 60-69 tahun dan Lanjut Usia risiko tinggi usia lebih dari 70 tahun. Tahun 2007 jumlah kunjungan Lanjut Usia ke posyandu 505 orang dari 2511 orang Lanjut Usia yang dibina di Kabupaten Aceh Timur.

Penelitian ini merupakan Survei explanatory untuk menganalisis faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) terhadap pemanfaatan pelayanan posyandu lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Populasi seluruh Lanjut Usia yang dibina di Puskesmas Kabupaten Aceh Timur, yang berumur 45 tahun ke atas yang datang ke Posyandu Lanjut Usia pada bulan Juni tahun 2008 berjumlah 462 orang. Sampel berjumlah 137 orang diambil secara simpel random sampling. Analisis menggunakan uji chi-square dan uji regresi logistik ganda.

Hasil uji chi – square menunjukkan variabel status perkawinan (p=0,207), pekerjaan (p=0,077), kualitas pelayanan (p=0,000), jarak tempuh (p=0,000), petugas kesehatan (0,000) ada pengaruh dengan pemanfaatan pelayanan Posyandu Lanjut Usia, sedangkan variabel umur (p=0,671), jenis kelamin (p=0,810), pendidikan (p=0,780), jumlah kader (p=0,833) tidak ada pengaruh dengan pemanfaatan pelayanan Posyandu Lanjut Usia. Berdasarkan hasil uji regresi logistik ganda diperoleh variabel yang dominan yang signifikan (p=0,000) berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lanjut Usia adalah jarak.

Untuk meningkatkan motivasi dan jumlah kunjungan Lanjut Usia ke Posyandu, diharapkan pada petugas kesehatan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan penyuluhan tentang manfaat Posyandu Lanjut Usia.


(7)

ABSTRACT

Aging is natural process that cannot be avoided and naturally experienced by everybody reaching a certain level of age. The target of Posyandu (integrated health service post), includes the virilitas/prasinilis of the people of the age groups of 45-59 years old, 60-69 years old, and the high-risk old people of over 70 years old. In 2007, only 505 out of the 2511 old people under the supervision of Posyandu in Aceh Timur District Visited the Posyandu.

The purpose of this explanatory study is to analyze the factors influencing the use of the service provided by the Posyandu for the old people. The population of this study is all of the 462 old people over 45 years old under the supervision of Posyandu

in Aceh Timur District who visited the Posyandu in Juni 2008. Through simple random sampling technique, 137 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests.

The result of Chi-square test shows that the variables of age (p=0,671), sex (p=0,398), education (p=0,780), number of cadres (p=0,833), have no influence on the use of the services provided the Posyandu for the old people, thereas the variables of occupation (p=0,077), marital status (p=0,207), service quality (p=0,000), distance of the Posyandu (p=0,000), health worker (p=0,000), have a significant influence on the use of the services provided by the Posyandu for the old people. The result of multiple logistic regression test shows that the variables of service quality and distance of the Posyandu dominantly, and have not use probability the services provided by the Posyandu for the old people. It is seen from its percentage value (97, 93).

To increase the motivation and to the number of the old people to visit the

Posyandu, the health extension workers are suggested to improve the quality of service and extension on the advantage of the Posyandu for the old people they provide.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Kabupaten Aceh Timur”.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp,PD, Sp,JP, dan Bapak Drs. A. Ridwan Siregar, M.Lib, selaku komisi pembimbing yang telah membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Kepada Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, DSAK, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Ibu Prof. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan fasilitas perkuliahan.

Kepada Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dan Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan motivasi serta arahan dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis.

Kepada Bapak Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Bapak/Ibu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur yang telah


(9)

memberikan izin untuk melakukan penelitian, dukungan dan bimbingan selama melakukan penelitian. Kepala Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur yang telah memberikan tugas belajar untuk melanjutkan perkuliahan.

Kepada Ibu Ria Masniari Lubis, M.Si dan Bapak Drs. Abdul Jalil Amri A. M.Kes sebagai pembanding yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan yang tak terhingga kepada orang tua penulis ayahanda H. Muhammad Armis dan ibunda Hj. Anidar Said yang telah memberikan motivasi dan dorongan untuk kuliah, beserta doa dan bantuan dana dalam menyelesaikan perkuliahan dan terima kasih juga kepada abang-abang, kakak dan adik penulis yang telah memberikan dorongan bagi penulis untuk meniti karir dan motivasi untuk kuliah. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan dan kelemahan, untuk kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, November 2008 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Henniwati yang telah dilahirkan di Desa Leugo pada tanggal 31 Juli 1973, anak keenam dari tujuh bersaudara, beragama Islam dan bertempat tinggal di Desa Leugo Peureulak Kecamatan Peureulak Kota Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1986 di SD No 1 Peureulak Kabupaten Aceh Timur, tahun 1989 menamatkan SMP Negeri Peureulak, kemudian tahun 1992 menamatkan Sekolah Pendidikan Kesehatan (SPK), tahun 1993 menamatkan Sekolah Program Pendidikan Bidan A, Langsa dan Kemudian pada tahun 2001 menamatkan sekolah Akademi Kebidanan Depkes Banda Aceh di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun 2003 peneliti menamatkan sekolah D4 Kebidanan di Fakultas Kedokteran Unpad Bandung.

Penulis bekerja sebagai bidan desa pada tahun 1994-2001 pada tahun 2001-2003 sebagai staf Puskesmas Peureulak, dan pada tahun 2004 sampai sekarang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...………. i

ABSTRACT..………. ii

KATA PENGANTAR..……….… iii

RIWAYAT HIDUP.………... v

DAFTAR ISI...………... vi

DAFTAR TABEL………... viii

DAFTAR GAMBAR……….... . x

DAFTAR LAMPIRAN………. xi

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Permasalahan………... 5

1.3 Tujuan Penelitian………... 5

1.4 Hipotesis……….... 5

1.5 Manfaat Penelitian………... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 7

2.1 Teori Lansia...………... 7

2.2 Posyandu Lansia...……… 18

2.3 Landasan Teori………... 21

2.4 Kerangka Konsep………... 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN..………... 25

3.1 Jenis Penelitian……… 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…………... 25

3.3 Populasi dan Sampel………... 25

3.4 Metode Pengumpulan Data……….... 27

3.5 Variabel dan Definisi Operasional………. 29

3.6 Metode Pengukuran……… 30

3.7 Metode Analisa Data……….. 36

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 38

4.1. Deskriptif Lokasi Penelitian... 38

4.2. Analisis Univariat... 40

4.3. Analisis Bivariat... 42


(12)

BAB 5 PEMBAHASAN... 51

5.1. Pengaruh Umur terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 51

5.2. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 52

5.3. Pengaruh Status Perkawinan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 52

5.4. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 53

5.5. Pengaruh Pekerjaan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 54

5.6. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 54

5.7. Pengaruh Jarak terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 55

5.8. Pengaruh Petugas Kesehatan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 56

5.9. Pengaruh Jumlah Kader terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 57

5.10.Keterbatasan Penelitian... 58

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 59

6.1. Kesimpulan... 59

6.2. Saran... 59


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Persentase Penduduk Lansia 60+ di Asia Tenggara dan Indonesia

pada Tahun 1970, 1995, 2025, dan 2050... 14 2. Ratio Jenis Kelamin (Sex Ratios) Pria Per 100 Wanita dari Jumlah Penduduk Lansia di Dunia Kawasan Maju, Kawasan Kurang Maju dan Indonesia, 1980-2005... 14 3. Penduduk Lansia Pria dan Wanita yang Tidak Bersekolah ... 15

4. Jumlah Sampel yang Diteliti di Wilayah Kerja Puskesmas

Kabupaten Aceh Timur... 27 5. Metode Pengukuran terhadap Variabel Independen ... 31 6. Metode Pengukuran terhadap Variabel Terikat (Dependen)... 35 7. Distribusi Frekwensi Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 40 8. Distribusi Pengaruh Karakteristik Demografi dengan

Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 42 9. Distribusi Pengaruh Karakteristik Struktur Sosial dengan

Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 44 10.Distribusi Pengaruh Faktor Penunjang Pelaksana dengan

Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 45 11.Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel

yang Akan Masuk dalam Model... 48


(14)

12.Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Pengaruh untuk

Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 49 13. Propabilitas yang Tidak Memanfaatkan Posyandu Lansia... 50


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 65

2. Hasil Pengolahan Data Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 69

3. Frequency... 72

4. Crosstabs... 74

5. Logistic Regression... 83

6. Surat Permohonan Izin Penelitian... 88

7. Surat Keterangan Selesai Penelitian... 89


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, juga dapat diukur dari produktivitas dalam arti mempunyai pekerjaan atau penghasilan secara ekonomi. Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang Batasan Kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa, dan Sosial yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Notoatmodjo, 2007).

Pembangunan kesehatan merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Pembangunan kesehatan berkembang dengan cepat dan menyentuh seluruh segi kehidupan sehingga perlu disusun tatanan upaya kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2001).

Upaya kesehatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk pelayanan dasar Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), peran serta masyarakat dan rujukan kesehatan. Upaya kesehatan melalui Puskesmas merupakan upaya menyeluruh dan terpadu yang meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan. Departemen


(18)

Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga telah merumuskan tatanan tersebut yang dilaksanakan dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat secara rutin setiap bulannya (Departemen Kesehatan RI, 2001).

Pembinaan Lansia (Lansia) di Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai landasan dalam menentukan kebijaksanaan pembinaan sesuai dengan Undang-Undang RI No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan Lansia, upaya penyuluhan, penyembuhan dan pengembangan lembaga (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Pembinaan kesehatan dimulai dari kehidupan keluarga, ibu hamil, anak-anak dan Lansia yang merupakan kelompok rawan dipandang dari segi kesehatan karena kepekaan dan kerentanan yang tinggi terhadap gangguan kesehatan dan ancaman kematian (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Pelaksanaan pembinaan kesehatan Lansia di Puskesmas perlu dilakukan dengan manajemen yang baik dengan memperhatikan aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Penilaian keberhasilan program harus dimulai dari awal kegiatan yang meliputi masukan, proses dan keluaran dengan aspek teknis dan manajerial termasuk penyediaan sarana, prasarana dan informasi yang digunakan untuk perencanaan lebih lanjut (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Pertambahan penduduk Lansia secara bermakna akan disertai oleh berbagai masalah dan akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan Lansia, baik terhadap


(19)

individu maupun bagi keluarga dan masyarakat yang meliputi fisik, biologis, mental maupun sosial ekonomi. Mengingat Lansia merupakan salah satu kelompok rawan dalam keluarga, pembinaan Lansia sangat memerlukan perhatian khusus sesuai dengan keberadaannya (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Seirama dengan peningkatan jumlah dan angka kesakitan Lansia diperlukan peningkatan jenis dan kualitas pelayanan kesehatan dan perawatan, baik yang dilaksanakan oleh Lansia itu sendiri maupun keluarga atau lembaga lain seperti PUSAKA (Pusat Santunan dalam Keluarga), Posyandu Lansia, Panti Sosial Tresna Wredha, Sasana Tresna Wredha maupun yang dilaksanakan di sarana pelayanan kesehatan tingkat dasar (primer), sarana pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama (sekunder) dan sarana pelayanan kesehatan tingkat lanjut (tersier) (Notoatmodjo, 2007).

Sasaran Posyandu Lansia meliputi beberapa kelompok di mana ada sasaran langsung dan sasaran tidak langsung. Sasaran langsung adalah usia virilitas/pra senilis 45 s.d. 59 tahun, Lansia 60 s.d. 69 tahun, dan Lansia risiko tinggi yaitu usia lebih dari 70 tahun. Sedangkan sasaran yang tidak langsung adalah keluarga di mana Lansia berada, masyarakat di lingkungan Lansia, organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan kesehatan Lansia, petugas kesehatan yang melayani kesehatan Lansia dan masyarakat luas (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Jumlah populasi Lansia 60 tahun ke atas di dunia terus bertambah, pada tahun 1950 sebanyak 130 juta (4% dari total populasi), tahun 2000 sebanyak 16 juta (7,2% dari total populasi) dan terus bertambah berkisar 8 juta setiap tahunnya, diperkirakan


(20)

pada tahun 2025 menjadi 41,5 juta (13,6%), dan pada tahun 2050 sebanyak 79,6 juta (23,7%) (U.S. Census Bureau, 2002).

Secara demografi berdasarkan data sensus penduduk tahun 2000, Indonesia memasuki era penduduk berstruktur tua di mana proporsi Lansia mencapai 14,4 juta jiwa atau (7,18%) dari total jumlah penduduk. Pada tahun 2005 jumlah Lansia sudah berkisar 19,9 juta jiwa atau (8,48%) dan meningkat menjadi 24 juta jiwa atau (9,77%) dari total penduduk pada tahun 2010 (Biro Pusat Statistik, 2000).

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam jumlah penduduk dalam kelompok umur 60 tahun ke atas sebanyak 304.281 orang (7,54%) dan Kabupaten Aceh Timur jumlah kelompok Lansia 60 tahun ke atas sebanyak 17.327 orang (5,55%) (Dinas Kesehatan Provinsi N.A.D., 2007).

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur membentuk pembinaan Posyandu Lansia pada tahun 2002 dengan 10 Posyandu. Dengan adanya pemekaran wilayah dan penambahan Puskesmas di wilayah Kabupaten Aceh Timur, maka Posyandu Lansia menjadi 22 Posyandu dari 22 Puskesmas pada tahun 2007. Namun program tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan dari 22 Posyandu Lansia yang dibentuk hanya 8 Posyandu saja yang aktif. Hal ini dapat dilihat dari laporan bulanan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur tahun 2007 di mana jumlah kunjungan Lansia di Posyandu binaan sebanyak 505 orang (20,12%) dari 2511 orang (100%). Berdasarkan laporan yang diperoleh 6 bulan terakhir, sejak Januari jumlah Lansia yang datang ke Posyandu sebanyak 498 orang, bulan Februari 476 orang, Maret 486 orang, April 455 orang, Mei 467 orang, Juni 462 orang, Hal ini membuktikan bahwa


(21)

pemanfaatan pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia masih sangat jauh dari target yang diharapkan yaitu 90% (Dinas Kesehatan Aceh Timur, 2008).

1.2. Permasalaan

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.

1.4. Hipotesis

Menganalisis faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.


(22)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas kesehatan, pihak Puskesmas, kecamatan, pemerintah daerah dan sektor yang terkait di dalam pembinaan Lansia melalui pemberdayaan program Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.

2. Bagi petugas kesehatan dan kelompok Lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai Posyandu Lansia, sehingga dapat menggunakan Posyandu secara mandiri. 3. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan masukan yang

dapat dijadikan referensi untuk pengembangan ilmu dalam bidang pelayanan Posyandu Lansia.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Lansia

Lansia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Umur manusia sebagai makhluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal sekitar 6 (enam) kali masa bayi sampai dewasa atau 6 x 20 tahun, sama dengan 120 tahun. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase progresif, stabil dan regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke arah kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia. Sel-sel menjadi haus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam struktur anatomik, proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Orang yang mencapai tahap perjalanan hidup sampai mencapai Lansia dapat dikatakan sebagai orang yang beruntung, karena mereka telah mengenyam kehidupan dalam masa yang panjang. Di Indonesia Pemerintah dan lembaga-lembaga pengelola Lansia, memberi patokan bahwa mereka yang disebut Lansia adalah yang telah


(24)

mencapai usia 60 tahun yang dinyatakan dengan pemberian Kartu Tanda Penduduk (KTP) seumur hidup. Namun di negara maju diberi patokan yang lebih spesifik 65 s.d. 75 tahun disebut old, 75 s.d. 90 tahun disebut old – old dan 90 tahun ke atas disebut veryold (Hardywinoto, 2007).

Penuaan yang terjadi secara fisiologis dan patologis perlu hati-hati dalam mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (fisiological aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat (healthy aging). Penuaan itu sesuai dengan kronologi usia (penuaan primer) dipengaruhi oleh faktor endogen, perubahan yang dimulai dari sel jaringan organ sistem pada tubuh. Penuaan banyak dipengaruhi oleh faktor eksogen yaitu (a), lingkungan (b), sosial budaya, dan (c), gaya hidup disebut penuaan sekunder (Pudjiastuti, 2000).

Proses tua secara umum ditandai dengan adanya kemunduran fungsi organ tubuh. Kemunduran yang kerapkali dihadapi oleh Lansia lebih dikenal dengan istilah “Geriatric Giants 13 I” yang meliputi: immobility, instability, intellectual impairment. isolation, incontinence, impotence, immunodeficiency, infection, inanition, impaction, latrogenic, insomnia and impairment. Adapun penurunan fungsi kognitif (perhatian, bahasa, ingatan, kemampuan, visual sparsial dan intelegensi umum) dan psikomotor (hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak) pada Lansia terkait dengan pertambahan usia (Departemen Kesehatan RI, 2005).


(25)

2.1.1. Karakteristik Proses Penuaan

Menurut H.P.Von Hahn (1975), seperti dikutip oleh (Hardywinoto, 2007), proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang kompleks (a), adanya perubahan dalam tubuh yang terprogram oleh jam biologis (biological clock) (b), terjadinya aksi dari zat metabolik akibat mutasi spontan, radikal bebas dan adanya kesalahan di molekul DNA (Strehler, 1962), dan (c), perubahan yang terjadi di dalam sel dapat gangguan sistem pengaturan pertumbuhan atau secara sekunder akibat pengaruh dari luar sel.

Menurut Vincent J. Cristofolo (1990), seperti dikutip oleh (Hardywinoto, 2007), beberapa karakteristik tentang proses penuaan yang terjadi pada hewan menyusui dan manusia adalah sebagai berikut (a), Peningkatan kematian sejalan dengan peningkatan usia (b), Terjadinya perubahan kimiawi dalam sel dan jaringan tubuh mengakibatkan massa tubuh berkurang, peningkatan lemak dan lipofuscin yang dikenal sebagai age pigment, serta perubahan diserat kolagen yang dikenal dengan

cross-linking, dan (e), Meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit tertentu.

2.1.2. Teori Biologis tentang Penuaan

Menurut Mary Ann Christ et al (1993), seperti dikutip oleh (Hardywinoto, 2007), perubahan fisik yang terjadi pada proses penuaan, disusun dalam teori biologis tentang penuaan merupakan proses yang secara berangsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif dan mengakibatkan perubahan di dalam yang berakhir dengan kematian. Penuaan juga menyangkut perubahan struktur sel, akibat interaksi sel


(26)

dengan lingkungannya, yang pada akhirnya menimbulkan perubahan degeneratif. Teori biologis tentang proses penuaan dapat dibagi menjadi teori intrinsik dan ekstrinsik. Di mana teori instrinsik menyatakan perubahan yang berkaitan dengan usia timbul akibat penyebab di dalam sel sendiri, sedangkan teori ekstrinsik menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan oleh perubahan lingkungan.

Menjadi tua merupakan suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak mencolok. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Meski proses menjadi tua merupakan gambaran yang universal, tidak seorang pun mengetahui dengan pasti penyebab penuaan atau mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda. Ada asumsi dasar tentang teori penuaan yang harus diperhatikan dalam mempelajari Lansia yaitu (1), Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi perkembangan dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Seseorang dengan usia kronologis 70 tahun mungkin dapat memiliki usia fisiologis seperti orang usia 50 tahun. Atau sebaliknya, seseorang dengan usia 50 tahun mungkin memiliki banyak penyakit kronis sehingga usia fisiologisnya 90 tahun (2), Peningkatan jumlah Lansia merupakan hasil dari perkembangan ilmu dan tekhnologi abad ke 20 (Hardywinoto, 2007).

Menurut ahli gerontology, James Birren, seperti dikutip oleh (Hardywinoto, 2007), bertambahnya umur harapan hidup seseorang merupakan hasil dari perkembangan di bidang kedokteran dan teknologi modern, yaitu dengan penemuan teknik pengobatan terhadap penyakit ganas, teknik dan alat-alat bedah/operasi


(27)

modern, dan alat diagnosis (a), Penuaan alamiah/fisiologis harus dibedakan dari penuaan patologis. Penurunan fungsi tidak hanya disebabkan faktor penuaan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor patologis. Penurunan fungsi karena faktor patologis bukan penuaan, yang norma dan (b), tidak satu teori pun mampu menjelaskan penuaan secara universal. Meskipun penuaan merupakan proses yang universal, tidak seorang pun mengetahui penyebabnya atau mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda.

Untuk menghasilkan penduduk Lansia yang sehat tidaklah mudah dan memerlukan kerja sama para pihak antara lain para Lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat, pemerintah, organisasi dan kelompok pemerhati kesejahteraan Lansia serta profesi di bidang kesehatan. Kerja sama ini menyangkut penyediaan dana, sarana serta sumber daya manusia profesional. Tidak kalah pentingnya adalah peran aktif dari Lansia dan keluarganya dalam melaksanakan gaya hidup sehat serta perawatan diri Lansia itu sendiri (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Perlindungan kesehatan bagi Lansia dilaksanakan oleh pihak pemerintah dengan peran aktif dari swasta, institusi pemerhati kesejahteraan Lansia dan masyarakat, dengan mempertahankan nilai-nilai budaya. Perlindungan kesehatan Lansia diawali dengan dilaksanakannya pendataan ini bertujuan agar Lansia memperoleh nomor identitas perorangan dan layak untuk mendapatkan kartu peserta jaminan kesehatan Lansia. Dari identifikasi ini dapat ditetapkan apakah pembayaran preminya, oleh yang bersangkutan/keluarganya, dominasi dari pihak swasta baik melalui institusi maupun perorangan atau melalui bantuan sosial dari pemerintah.


(28)

Dengan memiliki kartu peserta jaminan kesehatan Lansia maka yang bersangkutan dapat memperoleh pelayanan kesehatan bilamana memerlukan. Pelayanan kesehatan diberikan secara komprehensif dan berjenjang melalui mekanisme rujukan (Departemen Kesehatan RI, 2005).

2.1.3. Kebutuhan Hidup Orang Lansia

Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang Lansia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup Lansia antara lain makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh Lansia agar dapat mandiri.

Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang dikutip oleh (Hutahuruk, 2005) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi (1), Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya (2), Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3), Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban,


(29)

organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobi dan sebagainya (4), Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar.

Kebutuhan tersebut diantaranya orang Lansia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang Lansia, keluarga dan lingkungannya. Jika kebutuhan kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang Lansia yang akan menurunkan kemandiriannya.

2.1.4. Jenis Kelamin

Di Asia Tenggara jumlah penduduk Lansia wanita umumnya lebih banyak dibanding pria. Hal ini dapat dilihat dari persentase pria dan wanita serta rasio jenis kelamin dari penduduk Lansia pria dan wanita. Persentase penduduk Lansia 60+ di Asia Tenggara dan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.


(30)

Tabel 1: Persentase Penduduk Lansia 60+ di Asia Tenggara dan Indonesia pada Tahun 1970, 1995, 2025, dan 2050

1970 1995 2025 2050 Negara/

Kawasan Wanita Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita Pria

Asia Tenggara Indonesia 5.7 5.5 4.9 4.9 7.2 7.2 6.0 6.3 13.3 13.8 10.9 11.6 21.7 23.1 18.3 20.0

Sumber: Hardywinoto, 2007

Tabel 2: Ratio Jenis Kelamin (Sex Ratios) Pria Per 100 Wanita dari Jumlah Penduduk Lansia di Dunia Kawasan Maju, Kawasan Kurang Maju dan

Indonesia, 1980-2005

Tahun Negara/

Kawasan 1980 2000 2025

Dunia Kawasan Maju Kawasan kurang maju

Indonesia 73 62 87 84 79 67 90 82 84 73 89 80 Sumber: Hardywinoto, 2007

2.1.5. Status Perkawinan

Mengingat umur harapan hidup pada Lansia wanita lebih tinggi dari pada pria, jumlah penduduk Lansia wanita yang mempunyai status menikah lebih kecil dari pada penduduk Lansia pria. Menurut Email Salim (1984), yang dikutip oleh (Hardywinoto, 2007), jumlah penduduk Lansia wanita yang berstatus menikah hanya 25%, dibandingkan dengan penduduk Lansia pria yang besarnya 84%, karena tingkat


(31)

pendidikan mereka rendah dan partisipasi angkatan kerja golongan ini tidak tinggi, mereka harus menanggung beban ekonomi lebih berat setelah suaminya meninggal. Banyak di antara mereka tidak dapat hidup secara mandiri lagi dan terpaksa menjadi tanggungan anak serta keluarganya.

2.1.6. Pendidikan

Menurut data yang dikumpulkan Depertemen Sosial Republik Indonesia (1996), yang dikutip oleh (Hardywinoto, 2007), tingkat pendidikan penduduk Lansia di Indonesia masih belum baik. Hal ini terlebih-lebih terlihat pada penduduk Lansia wanita yang tidak bersekolah, seperti dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3: Penduduk Lansia Pria dan Wanita yang Tidak Bersekolah Penduduk Lansia Persentase Pria Wanita Bersekolah

Tidak lulus SD Tamat SD Di atas SD

60.0% 23.3% 14.1% < 5.0%

40.3% 31.7% 20.8%

72.8% 16.5% 8.1%

Sumber: Hardywinoto, 2007

Rendahnya tingkat pendidikan ini mengakibatkan mereka sulit menerima penyuluhan yang diberikan oleh tenaga penyuluh. Di samping itu, hal ini akan menyulitkan mereka manakala mereka bekerja atau mencari pekerjaan. Tingkat pendidikan Lansia pada umumnya sangat rendah. Menurut Sedarmayanti (2001), yang dikutip oleh Hardywinoto (2007), pekerjaan yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan mendorong kemajuan setiap usaha sehingga dapat


(32)

meningkatkan pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif yang mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan psikologis, kelemahan fisik. Jadi jika Lansia dengan kondisi yang serba menurun bekerja sudah tidak efektif lagi ditinjau dari proses dan hasilnya.

2.1.7. Pekerjaan

Menurut Biro Pusat Statistik (1990), tingkat partisipasi angkatan kerja pada penduduk Lansia 60 hingga 64 tahun besarnya 59.9% dan pada usia 65 tahun 40.5%. di perkotaan bahkan tingkat pengangguran penduduk Lansia yang berusia 65 tahun keatas hanya 2.2%. tingkat partisipasi angkatan kerja pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan dan pada penduduk Lansia pria, tingkatnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan wanita. Tingginya tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Lansia ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain proses penuaan, struktur penduduk, tingkat sosial ekonomi masyarakat yang membaik, umur harapan hidup penduduk Lansia yang bertambah panjang, jangkauan pelayanan kesehatan serta status kesehatan penduduk Lansia yang bertambah baik. Alasan penduduk Lansia untuk bekerja antara lain disebabkan oleh jaminan sosial dan kesehatan yang masih kurang.

Penghasilan yang diterima oleh angkatan kerja Lansia sayangnya tidaklah tinggi. Berdasarkan data yang dikumpulkan Sakernas (1991), yang dikutip oleh Hardywinoto (2007), ternyata masih banyak angkatan Lansia yang menerima gaji atau


(33)

upah sebanyak Rp. 100 ribu sebulan dan lebih dari separo angkatan kerja Lansia di perkotaan dan pedesaan menerima gaji atau upah sebesar Rp. 50 ribu hingga Rp. 100 ribu.

2.1.8. Dukungan Keluarga dan Masyarakat

Dukungan keluarga dan masyarakat bagi Lansia, keluarga merupakan sumber kepuasaan. Data awal yang diambil oleh peneliti terhadap Lansia berusia 50, 60 dan 70 tahun di Kelurahan Jambangan menyatakan bahwa mereka ingin tinggal di tengah-tengah keluarga. Mereka tidak ingin tinggal di Panti Werdha. Para Lansia merasa bahwa kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai kakek, dan nenek. Mereka dapat berperan dengan berbagai gaya, yaitu gaya formal, gaya bermain, gaya pengganti orang tua, gaya bijak, gaya orang luar, di mana setiap gaya membawa keuntungan dan kerugian masing-masing. Akan tetapi keluarga dapat menjadi frustasi bagi orang Lansia. Hal ini terjadi jika ada hambatan komunikasi antara Lansia dengan anak atau cucu di mana perbedaan faktor generasi memegang peranan Sistem pendukung Lansia ada tiga komponen.

Menurut Joseph J Gallo (1998), yang dikutip oleh Hardywinoto (2007), yaitu jaringan-jaringan informal, sistem pendukung formal dan dukungan-dukungan semiformal. Jaringan pendukung informal meliputi keluarga dan kawan-kawan. Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial setempat, program-program medikasi dan kesejahteraan sosial.


(34)

2.2. Posyandu Lansia

Posyandu Lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap Lansia di tingkat desa/kelurahan dalam masing-masing di wilayah kerja Puskesmas. Keterpaduan dalam Posyandu Lansia berupa keterpaduan pada pelayanan yang dilatarbelakangi oleh kriteria Lansia yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan Posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama Lansia (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Posyandu juga merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk bersama-sama masyarakat menghimpun seluruh kekuatan dan kemampuan masyarakat untuk melaksanakan, memberikan serta memperoleh informasi dan pelayanan sesuai kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum.

Posyandu juga merupakan wahana pelayanan dari berbagai program sehingga penyelenggaraan kegiatan revitalisasi Posyandu harus menyertakan aspek pemberdayaan masyarakat secara konsisten. Pemberdayaan masyarakat menjadi tumpuan upaya revitalisasi Posyandu. Namun dalam pelaksanaannya, bantuan teknis pemerintah tetap di perlukan dengan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak seperti, LSM (lembaga swadaya masyarakat), lembaga-lembaga donor, swasta dan dunia usaha (Departemen Kesehatan N.A.D., 2006).

Sasaran Posyandu Lansia dapat dibagi menjadi dua kelompok di mana kelompok yang pertama adalah sasaran langsung meliputi kelompok virilitas/pra senilis adalah usia 45 s.d 59 tahun dan kelompok Lansia 60 s.d 69 tahun, dan


(35)

kelompok Lansia risiko tinggi yaitu usia lebih dari 70 tahun. Dan kelompok sasaran tidak langsung adalah, keluarga yang mempunyai Lansia, masyarakat di lingkungan Lansia berada, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan Lansia, masyarakat luas (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Penilaian keberhasilan upaya pembinaan Lansia melalui kegiatan pelayanan kesehatan di Posyandu dilakukan dengan menggunakan data pencatatan, pelaporan, pengamatan khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari (a), meningkatnya sosialisasi masyarakat Lansia dengan berkembangnya jumlah organosasi masyarakat Lansia dengan berbagai aktivitas pengembangannya (b), berkembangya jumlah lembaga pemerintah/swasta yang memberikan pelayanan kesehatan bagi Lansia (c), berkembangnya jenis pelayanan kesehatan pada lembaga (d), berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi Lansia, dan (e), penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada Lansia.

Kader Posyandu adalah seorang atau tim sebagai tenaga pelaksana Posyandu yang berasal dari dan dipilih oleh masyarakat setempat yang memenuhi ketentuan dan diberi tugas serta tanggung jawab untuk pelaksanakan, pemantauan, dan memfasilitasi kegiatan lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Dalam keadaan tertentu, terutama di daerah perkotaan karena kesibukan yang dimiliki, tidak mudah mencari anggota masyarakat yang bersedia aktif secara sukarela sebagai kader Posyandu. Kriteria tenaga professional tersebut antara lain adalah sebagai berikut (a), diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat (b), berpendidikan sekurang-kurangnya SMP (c), bersedia dan mau bekerja secara


(36)

purna/paruh waktu untuk mengelola Posyandu (d), berusia dewasa (e), sehat jasmani dan rohani (f), menguasai bahasa Indonesia dan bahasa setempat dengan benar (g), berminat dan mampu melaksanakan tugas sebagai kader Posyandu, dan (h), memahami tatacara, adat, budaya, kepercayaan, kebiasaan dan etika masyarakat setempat (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Kader selain mempunyai tugas dan fungsinya ia juga harus mampu berkomunikasi dengan efektif baik dengan individu, kelompok maupun masyarakat, kader juga harus dapat membina kerjasama dengan semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan Posyandu, serta dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan Lansia pada hari buka Posyandu yaitu pendaftaran, penimbangan, pencatatan/ pengisian KRS, penyuluhan dan pelayanan kesehatan sesuai kewenangannya, dan pemberian PMT, serta dapat melakukan rujukan jika diperlukan (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Untuk meningkatkan citra diri kader maka harus diperhatikan (a), meningkatkan kualitas diri sebagai orang yang dianggap masyarakat dapat memberi informasi terkini tentang kesehatan (b), melengkapi diri dengan keterampilan yang memadai dalam pelayanan di Posyandu (c), membuat kesan pertama yang baik dan memperhatikan citra yang positif (d), menetapkan dan memutuskan perhatian lebih cermat pada kebutuhan masyarakat (e), menampilkan diri sebagai bagian dari anggota masyarakat itu sendiri, dan (f) mendorong keinginan masyarakat untuk datang ke Posyandu (Departemen Kesehatan RI, 2006).


(37)

Jumlah kader di setiap kelompok tergantung pada jumlah anggota kelompok, volume dan jenis kegiatan yaitu sedikitnya 3 orang. Kader sebaiknya berasal dari anggota kelompok sendiri atau bilamana sulit mencari kader dari anggota kelompok dapat saja diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader. Persyaratan untuk menjadi kader adalah (a), dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi setempat (b), mau dan mampu bekerja secara sukarela (c), bisa membaca dan menulis huruf latin. (d), sabar dan memahami usia lanjut, dan (e), minimal pendidikannya sekurang-kurangnya SMP (Departemen Kesehatan RI, 2006).

2.3. Landasan Teori

Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga tergantung pada predisposisi keluarga mencakup karakteristik keluarga cenderung menggunakan pelayanan kesehatan meliputi variabel demografi (seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan), variabel struktur sosial (seperti pendidikan, pekerjaan kepala keluarga, suku bangsa) serta kepercayan dan sikap terhadap perawatan medis, dokter dan penyakit (termasuk stress serta kecemasan yang ada kaitannya dengan kesehatan) (Muzaham, 1995).

Meskipun keluarga memberikan predisposisi untuk pemanfaatan pelayanan kesehatan namun ada beberapa faktor harus tersedia untuk menunjang pelaksanaan yaitu faktor kemampuan baik dari keluarga misalnya (penghasilan, simpanan asuransi, atau sumber-sumber lainnya) dan dari komunitas misalnya tersedianya


(38)

fasilitas dan tenaga pelayanan kesehatan, lamanya menunggu pelayanan serta lamanya waktu yang digunakan untuk mencapai fasilitas pelayanan tersebut (Muzaham, 1995).

Fungsi pelayanan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan tidak dapat lagi seluruhnya ditangani oleh para dokter saja. Apalagi kegiatan itu mencakup kelompok masyarakat luas. Para dokter memerlukan bantuan tenaga paramedik, sanitasi, gizi, ahli ilmu sosial dan juga anggota masyarakat (tokoh masyarakat, kader) untuk melaksanakan program kesehatan. tugas tim kesehatan ini dapat dibedakan menurut tahap/jenis program kesehatan yang dijalankan, yaitu promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Peran anggota masyarakat (kader) adalah sebagai motivator atau penyuluh kesehatan yang membantu para petugas kesehatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perlunya hidup sehat dan memotivasi mereka untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit dengan menggunakan sarana kesehatan yang ada. Di samping kader kesehatan, masyarakat memiliki pula kelompok yang berpotensi untuk membantu menyehatkan penduduk, yaitu para pengobatan tradisional (traditional healers) (Sarwono, 2004).

Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan kesehatan harus memiliki persyaratan pokok yaitu (a), tersedia dan berkesinambungan (b), mudah dicapai (c), mudah dijangkau (d), dapat diterima dan wajar (e), bermutu (Azwar, 1996).

Menurut Reinke (1994), yang dikutip oleh Hutahuruk (2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan adalah


(39)

(1), faktor regional (2), faktor dan sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan yaitu tipe dari organisasi, misalnya rumah sakit, puskesmas dan fasilitas pelayanan lainnya, (3), faktor adanya fasilitas kesehatan lain (4), faktor-faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan yaitu faktor sosio psikologis yang meliputi sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan.

Menurut Andersen (1968), ada delapan faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayan kesehatan yaitu: faktor Demografi, (yaitu jumlah, penyebaran, kepadatan, pertumbuhan, struktur umur, dan rasio jenis kelamin), tingkat pendapatan, faktor sosio budaya (tingkat pendidikan dan, status kesehatan), aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan, avaibilitas, produktivitas, tekhnologi kesehatan.

Menurut Departemen Kesehatan RI, (2002), rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Jarak yang jauh (faktor geografi).

2. Tidak tau adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi). 3. Biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi).

4. Tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (faktor budaya).

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti dapat merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:


(40)

Variabel Bebas Variabel Terikat

(Independen) (Dependen)

Karakteristik struktur sosial - Pendidikan

- Pekerjaan

Faktor penunjang pelaksana - Kualitas pelayanan - Jarak

- Petugas kesehatan - Jumlah kader Karakteristik Demografi

- Umur

- Jenis kelamin - Status Perkawinan

Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Teori Muzaham, 1995.


(41)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan (Explanatory research) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Waktu penelitian yang dilakukan mulai dari persetujuan judul penelitian, studi pendahuluan, studi kepustakaan, konsultasi, kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil dan komprehensif membutuhkan waktu 11 (sebelas) bulan dimulai dari bulan Oktober 2007 sampai dengan Agustus 2008.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Lansia yang umur 45 tahun keatas yang datang ke Posyandu Lansia pada bulan Juni tahun 2008 di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur yang berjumlah 462 orang.


(42)

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2005). Tehnik pengambilan sampel dilakukan secara simpel random sampling (sampel acak sederhana), yaitu setiap anggota dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Lemeshow, 1997).

Langkah-langkah dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan daftar subjek yaitu daftar nama ibu/bapak yang berusia 45 tahun keatas yang datang ke Posyandu pada bulan Juni 2008.

2. Memberi nomor urut subjek anggota populasi, penomoran dilakukan sesuai alpabet nama.

3. Menyiapkan potongan kertas.

4. Menulis nama dan nomor dari masing-masing anggota populasi.

Randomisasi dengan mengocok undian, proses ini dilakukan sampai didapat besar sampel yang diinginkan (Praktiknya, 1993).

Besar sampel dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis satu sampel (Lemeshow, 1997).

{ Z – /2 √ P (1 - Po) + Z - √ Pa (1 – Pa) }² n =

(Pa – Po)² Keterangan:


(43)

= 5% = 0,05 maka Z – /2 = 1,96

Po =20% = Proporsi Lansia yang berkunjung ke Posyandu Lansia Pa = 30 % = P – P = 10%, P = 30%

Power (kekuatan uji) = 80%

Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah sampel yang diteliti sebesar 137 orang

Tabel 4: Jumlah Sampel yang Diteliti di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur

Nama Puskesmas Jumlah

Populasi

Rekapitulasi Perhitungan Sampel

Jumlah Sampel Puskesmas Birem

Bayeun 102 102/462 x 137 = 30,24 30

Puskesmas Perlak

Kota I 51 51/462 x 137 = 15,12 15

Puskesmas Perlak

Kota II 32 32/462 x 137= 9,48

9 Puskesmas RT.

Panjang Perlak 93 93/462 x 137 = 27,57

28 Puskesmas Idi

Rayeuk 50 50/462 x 137 = 14,82 15

Puskesmas

Nurussalam 42 42/462 x 137 = 12,45 13

Puskesmas Julok 60 60/462 x 137 = 17,79 18

Puskesmas Simp.

Ulim 32 32/462 x 137 = 9,48 9

Jumlah 462 Jumlah 137

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari Lansia dengan bertanya melalui pengukuran dengan kuisioner untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas


(44)

Kabupaten Aceh Timur. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan dan laporan Puskesmas Kabupaten Aceh Timur untuk mengetahui jumlah Lansia yang di bina di wilayah kerja Puskesmas.

3.4.1. Uji Validitas

Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen sebagai alat ukur penelitian yang dapat diukur apa yang ingin diukur dan sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data, koefisien korelasi dikatakan valid jika nilai r hitung > dari r tabel, dan berdasarkan tabel dengan taraf kepercayaan 95% dengan responden 20 orang nilai tabel adalah 0,468 (df = n – 2). Berdasarkan hasil hitung dapat disimpulkan semua pertanyaan dalam instrumen penelitian valid karena semua hasil dari nilai r hitung > dari 0,468. Nilai r dapat dilihat pada lampiran colom corrected item-total correlation (Hastono, 2001).

3.4.2. Pengujian Reliabilitas

Pengujian reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen penelitian yang tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama, koefisien korelasi dikatakan valid dan reliabel jika nilai r hasil hitung > dari r tabel, dan berdasarkan tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan responden 20 orang nilai r tabel adalah 0,468 (df = n – 2). Dapat disimpulkan semua pertanyaan dalam instrumen penelitian


(45)

ini reliabel karena nilai r hitung > 0,468. Nilai r dapat dilihat pada lampiran colon cronbach’s alpha (Hastono, 2001).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Variabel dependen (variabel terikat): pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia.

2. Variabel independen (variabel bebas): karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader).

3.5.2. Definisi Operasional

1. Umur adalah ulang tahun terakhir yang diperoleh saat pengisian kuisioner. 2. Jenis Kelamin adalah laki-laki dan perempuan.

3. Status perkawinan apabila responden sudah kawin atau tidak kawin.

4. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh responden dikelompokkan dalam katagori, yaitu: a) SD/SMP, b) SMA/D-III dan Perguruan Tinggi.

5. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh responden sehari-hari di luar rumah untuk memperoleh penghasilan tetap. Dikelompokkan menjadi 2


(46)

katagori, yaitu (a), bekerja (apabila responden menghasilkan sejumlah uang sebagai hasil pekerjaannya) (b), tidak bekerja (apabila responden tidak menghasilkan sejumlah uang sebagai hasil pekerjaannya).

6. Pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang membuat Lansia tertarik untuk kembali lagi ke Posyandu Lansia. 7. Jarak adalah jauhnya perjalanan yang ditempuh oleh Lansia untuk mencapai

ke fasilitas pelayanan Posyandu.

8. Petugas kesehatan adalah kesan dari masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh petugas dalam pelaksanaan Posyandu Lansia.

9. Jumlah kader adalah jumlah tenaga sukarelawan yang dipilih oleh masyarakat dari masyarakat untuk kegiatan Posyandu Lansia.

10.Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia adalah Lansia yang datang atau tidak datang ke Posyandu Lansia.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Variabel Bebas (Independen)

Metode pengukuran terhadap variabel bebas (independen) karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak tempuh, petugas kesehatan, jumlah kader). dengan menggunakan sistem pembobotan dan mengkatagorikan hasil ukur, seperti pada Tabel 5.


(47)

Tabel 5: Metode Pengukuran terhadap Variabel Independen

No Variabel Jumlah

Indikator Kategori

Bobot Nilai Bobot Nilai Indikator Bobot Nilai Variabel Seluruh Indikator

Alat ukur Skala Ukur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Umur Jenis kelamin Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan Pelayanan kesehatan Jarak Petugas kesehatan Jumlah Kader 9 5 5 1

a. (45-59 thn) b. (60-69 thn) c. (≥ 70 thn) a. Laki-laki b. Perempuan a. Kawin b.Tidak kawin a. Dasar b. Lanjut a. Bekerja b. Tidak bekerja a. Baik b. Tidak baik a. Dekat b. Jauh a. Baik b. Tidak baik a. Cukup ≥ 3 b. Tidak cukup ≤3 0 1 2 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 9 0 5 0 5 0 1 0 1 - 9 0 1-5 0 1-5 Kuisioner Kuisioner Kuisioner Kuisioner Kuisioner Kuisioner Kuisioner Kuisioner Kuisioner Ordinal Nominal Nominal Ordinal Nominal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Keterangan

1. Variabel Umur

Untuk mengetahui umur responden didasari pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel umur yaitu sebagai berikut:

a. (45-59 thn).

b. (60-69 thn). c. (≥ 70 thn).


(48)

2. Variabel Jenis Kelamin

Untuk mengetahui jenis kelamin responden didasari pada skala nominal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel jenis kelamin yaitu sebagai berikut:

a. Laki-laki. b. Perempuan.

3. Variabel Status Perkawinan

Untuk mengetahui status perkawinan responden didasari pada skala nominal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel status perkawinan yaitu sebagai berikut:

a. Kawin. b. Tidak kawin.

4. Variabel Pendidikan

Untuk mengetahui pendidikan responden didasari pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel pendidikan yaitu sebagai berikut:

a. Dasar, jika pendidikan responden SD/SMP.


(49)

5. Variabel Pekerjaan

Untuk mengetahui pekerjaan responden didasari pada skala nominal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel pekerjaan yaitu sebagai berikut:

a. Bekerja. b. Tidak bekerja.

6. Variabel Pelayanan Kesehatan

Untuk mengetahui pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah (a), baik, diberi nilai 0 (nol) (b) Tidak baik, diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:

1. “Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 9 x 0 = total nilai 0, nilai baik, (0).

2. “Tidak baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 9 x 1 = total nilai 9, rentan nilai kurang baik, antara 1 – 9

Pertanyaan untuk Pelayanan Kesehatan no 1 s/d 9 (Arikunto S, 2005).

7. Variabel Jarak

Untuk mengetahui Jarak Lansia ke Posyandu didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk


(50)

tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah: a) Dekat, diberi nilai 0 (nol), b) jauh, diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:

1. “Dekat”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 0 = total nilai 0, nilai Dekat, (0).

2. “Jauh”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 1 = total nilai 5, rentan nilai Jauh, antara 1 – 5.

Pertanyaan untuk Jarak tempuh no 1 s/d 5 (Arikunto S, 2005).

8. Variabel Petugas Kesehatan

Untuk mengetahui Petugas Kesehatan di Posyandu Lansia didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah (a), Baik, diberi nilai 0 (nol), (b), tidak Baik, diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:

1. “Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 0 = total nilai 0, nilai baik, (0).

2. “Tidak Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 1 = total nilai 5, rentan nilai kurang baik, antara 1 – 5.


(51)

9. Variabel Jumlah Kader

Untuk mengetahui jumlah kader di Posyandu Lansia didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah (a) cukup, diberi nilai 0 (nol), (b) tidak cukup, diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:

1. “Cukup”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 1 x 0 = total nilai 0, nilai baik, (0).

2. “Tidak cukup”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 1 x 1 = total nilai 1, rentan nilai kurang baik, adalah 1.

Pertanyaan untuk Jumlah Kader no 1 s/d 5 (Arikunto S, 2005).

3.6.2. Variabel Terikat (Dependen)

Sedangkan cara pengukuran terhadap variabel terikat (dependen) dilakukan dengan menggunakan skala nominal, kemudian dikatagorikan menjadi 2 (dua) katagori. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6: Metode Pengukuran terhadap Variabel Terikat (Dependen)

No Variabel Jumlah

Indikator Kategori

Bobot Nilai Bobot Nilai Indikator Bobot Nilai Variabel Seluruh Indikator

Alat Ukur Skala Ukur 1 Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia 1 a. Memanfaat-kan b. Tidak memanfaatkan 0 1 0 1 0 1 Kuesioner Nominal


(52)

Keterangan:

1. Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Untuk mengetahui pemanfaatan pelayanan di Posyandu Lansia didasarkan pada skala nominal di mana diperoleh Lansia yang datang ke Posyandu pada bulan juni dan tidak datang lagi bulan juli.

3.7. Metode Analisa Data

Keseluruhan variabel dibuat standarisasi dengan pemberian kode di setiap item pertanyaan, data diolah dan dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat dengan uji regresi logistik ganda. Jelasnya adalah sebagai berikut:

3.7.1. Analisis Univariat

a. Untuk menjelaskan variabel independen yaitu menilai karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak tempuh, petugas kesehatan, jumlah kader) yang dibuat dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.

b. Untuk menjelaskan variabel dependen yaitu Pemanfaatan pelayanan di Posyandu Lansia yang dibuat dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.

3.7.2. Analisis Bivariat

Penelitian ini ingin mengetahui adalah pengaruh variabel independen dengan variabel dependen serta menguji perbedaan proporsi/persentase antara kelompok data


(53)

dan kedua variabel tersebut dalam bentuk kategori maka uji statistik yang digunakan adalah uji Chi square pada tingkat kepercayaan 95% dengan menggunakan program komputer (software), di mana taraf signifikan sebesar 0,05, sehingga bila ditemukan hasil analisis statistik p<0,05 maka variabel di atas dinyatakan berhubungan secara signifikan.

3.7.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas dengan Pemanfaatan pelayanan di Posyandu Lansia dan dilakukan pengujian sekaligus variabel yang mempunyai kemaknaan statistik pada analisis bivariat, dengan menggunakan uji regresi logistik berganda dengan ketentuan jika variabel mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat.

p

In { } = + b1 X1 + b2 X2 +... + bk Xk 1- p

dan

1 P =

1 + e – (a + b1 X1 + b2 X2 +... + bk X)

Keterangan:

a = Konstanta,

b1, b2,....bk = Koefisien regresi variabel independen, x1, x2,....Xk = Koefisien prediktor yang pengaruhinya,


(54)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu kabupaten dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai 21 kecamatan, 487 desa dengan luas wilayah 6.040,60 km² (10,52%) dari luas wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kabupaten Aceh Timur terletak antara 04°09’21,08” - 05°06’02,16” Lintang Utara dan 97°15’22,07” - 97°34’47,22” Bujur Timur.

Batas-batas wilayah Kabupaten Aceh Timur adalah sebelah Utara dengan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, sebelah Timur dengan Selat Malaka dan Kota Langsa, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Aceh Tengah.

Kabupaten Aceh Timur adalah beriklim tropis dengan musim antara bulan Maret-Agustus dan musim hujan antara bulan September-Februari, suhu maksimum rata-rata perbulan 30°C, suhu minimum rata-rata perbulan 26°C, kelembaban udara relatif rata-rata perbulan 70% serta kondisi ketinggian rata-rata 0-308 m di atas permukaan laut dan luas wilayah 6040,60 mk².

Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Timur tahun 2007 adalah 312.274 jiwa, dan jumlah penduduk miskin 245.563 jiwa. Komposisi penduduk Kabupaten Aceh Timur dirinci menurut kelompok umur dan jenis kelamin, menunjukkan penduduk


(55)

laki-laki maupun perempuan terbanyak berada pada kelompok umur 5 s.d. 9 tahun, 10 s.d. 14 tahun dan 15 s.d. 19 tahun. Penduduk menurut kelompok umur menunjukkan bahwa 33,06% penduduk Kabupaten Aceh Timur berusia muda (umur 0 s.d. 14 tahun), 64,54% berusia produktif (umur 15 s.d. 44 tahun), dan hanya 23,36%, Lanjut Usia 45 s.d. 59 sebanyak 6,56%, Usia 60 s.d. 69 sebanyak 3,69%, dan Usia > 70 tahun keatas 1,85%.

Jumlah tenaga kesehatan yang bekerja di Kabupaten Aceh Timur tahun 2007 sebanyak 1.289 orang (termasuk tenaga honor daerah dan PTT). Proporsi jenis tenaga kesehatan terbesar adalah bidan D1 dan DIII 503 orang (39,02%), perawat 393 orang (30,48%), dan dokter umum 34 orang (2,63%) dan tenaga kesehatan lainnya yang tidak dirinci pendidikannya sebesar 359 orang (27,85%).

Distribusi pembangunan Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dasar tahun 2007 telah lebih merata. Pada pertengahan tahun 2007 telah diaktifkan (tiga) Puskesmas yaitu Puskesmas Peureulak Timur di Kecamatan Peureulak Timur, Puskesmas Idi Tunong di Kecamatan Idi Tunong dan Puskesmas Peudawa di Kecamatan Peudawa sehingga jumlah Puskesmas aktif menjadi 22 Puskesmas yang tahun sebelumnya hanya 19 Puskesmas. Pada pertengahan tahun tersebut juga telah diresmikan berdirinya Rumah Sakit Umum Daerah Idi yang terletak di Kecamatan Idi Rayeuk. Pada tahun 2007 sudah direalisasikan pembangunan Puskesmas Simpang Jernih sebagai peningkatan Pustu Simpang Jernih di Kecamatan Simpang Jernih dan Puskesmas Darul Ikhsan terletak di Kecamatan Darul Ikhsan.


(56)

4.2. Analisis Univariat

Analisis Univariat yaitu untuk memperoleh gambaran distribusi frekwensi dan presentasi dari variabel yang diteliti baik variabel independen maupun variabel dependen yang meliputi karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), faktor penunjang pelaksanaan (kualitas pelayanan, jarak tempuh, petugas kesehatan, jumlah kader) dan pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia.

Tabel 7: Distribusi Frekwensi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur

Variabel Independen Frekwensi (N) Persentase (%) Umur

1 45 – 59 30 21,9 2 60 – 69 75 54,7

3 > 70 32 23,4 Jumlah 137 100%

Jenis Kelamin

1. Laki – laki 36 26,3

2. Perempuan 101 73,7 Jumlah 137 100%

Status Perkawinan

1. Kawin 66 48,2

2. Tidak kawin 71 51,8 Jumlah 137 100%

Tingkat Pendidikan

1. SD - SMP 88 64,2

2. SMA/D3 – SI 49 35,8 Jumlah 137 100%

Pekerjaan Frekwensi (N) Persentase( % ) 1. Bekerja 39 28,5

2. Tidak Bekerja 98 71,5 Jumlah 137 100%


(57)

Kualitas Pelayanan

1. Baik 100 73,0 2. Tidak Baik 37 27,0 Jumlah 137 100% Jarak

1. Dekat 83 60,6

2. Jauh 54 39,4 Jumlah 137 100%

Petugas Kesehatan

1. Baik 92 67,2

2. Tidak Baik 45 32,8 Jumlah 137 100%

Jumlah Kader

1. Cukup 79 57,7

2. Tidak cukup 58 42,3 Jumlah 137 100%

Variabel dependen

1. Memanfaatkan 86 62,8

2. Tidak Memanfaatkan 51 37, Jumlah 137 100%

Lanjutan Tabel 7

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa berdasarkan kelompok umur terdapat 54,7% berusia 60 s.d. 69 tahun, dan 23,4% berusia > 70 tahun, dan 21,9 % berusia 45 s.d. 59 tahun, dengan jenis kelamin perempuan 73,7%, dan laki-laki 26,3%, dan dengan status perkawinan kawin 48,2%, dan tidak kawin 51,8%, dan dengan tingkat pendidikan SD-SMP 64,2%, dan pendidikan SMA, D3-S1 35,8%), dan pekerjaan tidak bekerja 28,5%, dan bekerja 71,5%, dan dengan kualitas pelayanan tidak baik 27,0%, dan baik 73,0%, dan dengan jarak tempuh jauh 39,4%, dan dekat 60,6 %, dan dengan petugas kesehatan tidak ada 32,8%, dan ada 67,2%, dan dengan jumlah kader tidak cukup 42,3%, dan cukup 57,7 %, serta variabel dependen (Pemanfaatan


(58)

pelayanan Posyandu Lansia) yang tidak memanfaatkan 37,2%, dan memanfaatkan 62,8%.

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, kualitas pelayanan, jarak tempuh, petugas kesehatan, jumlah kader) dengan variabel dependen (pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia). Pengujian analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi-square, secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8: Distribusi Pengaruh Karakteristik Demografi dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur

Pelayanan Posyandu Lansia Tidak

Memanfaatkan Memanfaatkan Total No

Karakteristik Demografi

n % n % n %

X (p Value) 1 Umur

a. 45-59 tahun b. 60-69 tahun c. >70 tahun

11 26 14 36,7 34,7 43,8 19 49 18 63,3 65,3 56,2 30 75 32 100 100 100 0,797 ( 0,671)

Total 51 37,3 86 62,7 137 100

2 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 14 37 38,9 36,6 22 64 61,1 63,4 36 101 100 100 0,058 (0,810)

Total 51 37,3 86 62,7 137 100

3 St. Perkawinan a. Kawin

a. Tidak kawin

21 30 31,8 42,3 45 41 68,2 57,7 66 71 100 100 1,594 (0,207)


(59)

a. Distribusi dan Pengaruh Umur dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada memanfaatkan usia 60 s.d. 69 tahun (65,3%), dibandingkan dengan usia 45 s.d. 59 tahun (63,3 %), dan usia > 70 tahun (56,2%). Hasil uji Chi-Square menunjukkan Probabilitas

(p>0,05), (0,671 > 0,05) berarti Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh umur terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh Timur.

b. Distribusi dan Pengaruh Jenis Kelamin dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada memanfaatkan yaitu perempuan (73,7%), dibandingkan laki-laki (26,3%). Hasil uji statistik dengan

Chi-Square menunjukkan probabilitas (p>0,05), (0,810 > 0,05) berarti Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh Timur.

b. Distribusi dan Pengaruh Status Perkawinan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang memanfaatkan yaitu status kawin (68,2%), dibandingkan tidak kawin (57,7%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan probabilitas (p<0,05), (0,207 < 0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh status perkawinan terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh Timur.


(60)

Tabel 9: Distribusi Pengaruh Karakteristik Struktur Sosial dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur

Pelayanan Posyandu Lansia Tidak

Memanfaatkan Memanfaatkan Total No Karakteristik

Struktur Sosial

n % n % n

X (p Value) 1 Pendidikan

a. SD-SMP b. SMA, D3-S1

32 19 36,4 38,8 56 30 63,6 61,2 88 49 100 100 0,078 (0,780)

Total 51 37,3 86 62,7 137 100

2 Pekerjaan a. Bekerja b. Tidak bekerja

10 41 25,6 41,8 29 57 74,4 58,2 39 98 100 100 3,131 (0,077)

Total 51 37,3 86 62,7 137 100

a. Distribusi dan Pengaruh Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang memanfaatkan yaitu pendidikan SD-SMP (63,6%), dibandingkan dengan pendidikan SMA, D3-S1 (61,2%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan

Probabilitas (p>0,05), (0,780 > 0,05) berarti Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh Pendidikan terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.

b. Distribusi dan Pengaruh Pekerjaan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang memanfaatkan yaitu bekerja (74,4%), dibandingkan dengan tidak bekerja (58,2%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan probabilitas (p<0,05), (0,077 <


(61)

0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pekerjaan terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh Timur.

Tabel 10: Distribusi Pengaruh Faktor Penunjang Pelaksana dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur

Pelayanan Posyandu Lansia Tidak

Memanfaatkan Memanfaatkan Total No

Faktor Penunjang

Pelaksana

n % n % n X (p Value) 1 Kualitas pelayanan

a. Baik b. Tidak baik

22 29 22 78,4 78 8 90,7 21,6 100 37 100 100 36,735 (0,000)

Total 51 37,3 86 62,7 137 100

2 Jarak a. Dekat b. Jauh 13 38 15,7 70,4 70 16 84,3 29,6 83 54 100 100 41,901 (0,000)

Total 51 37,3 86 62,7 137 100

3 Petugas Kesehatan a. Ada

b. Tidak Ada

21 30 22,8 66,7 71 15 77,2 33,3 92 45 100 100 24,854 (0,000)

Total 51 37,3 86 62,7 137 100

3 Jumlah Kader a. Cukup

b. Tidak Cukup

30 21 38 36,2 49 37 62 63,7 79 58 100 100 0,045 (0,833)

Total 51 37,3 86 62,7 137 100

a. Distribusi dan Pengaruh Kualitas Pelayanan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang memanfaatkan yaitu kualitas pelayanan yang tidak baik (21,6%), dibandingkan dengan yang baik (90,7%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan probabilitas (p<0,05), (0,000 < 0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan


(62)

bahwa ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh Timur.

b. Distribusi dan Pengaruh Jarak dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang memanfaatkan yaitu jarak yang jauh (29,6%), dibandingkan dengan yang dekat (84,3%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan probabilitas (p<0,05), (0,00 < 0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh jarak terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh Timur.

c. Distribusi dan Pengaruh Petugas Kesehatan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang memanfaatkan yaitu petugas kesehatan yang Tidak baik (33,3%), dibandingkan dengan yang baik (77,2%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan probabilitas (p<0,05), (0,00 < 0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh petugas kesehatan terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh Timur.

d. Distribusi dan Pengaruh Jumlah Kader dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang memanfaatkan yaitu jumlah kader yang cukup (62%), dibandingkan dengan jumlah kader yang tidak cukup (63,7%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan probabilitas (p>0,05), (0, 833 > 0,05) berarti Ho diterima. Hal ini menunjukkan


(63)

bahwa tidak ada pengaruh jumlah kader terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh Timur.

4.4. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen secara bersamaan dengan menggunakan uji regresi logistik ganda (multiple logistik regression) untuk mencari faktor yang dominan terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh Timur, dengan melalui beberapa langkah, yaitu:

1. Melakukan analisis pada model deskriptif pada setiap variabel dengan tujuan untuk mengestimasi peranan variabel masing-masing.

2. Melakukan pemilihan variabel yang potensial dimasukkan dalam model. Variabel yang dipilih atau dianggap signifikan yaitu yang mempunyai nilai p kurang dari 0,25 (p<0,025).

3. Setelah diidentifikasi variabel yang signifikan, selanjutnya dilakukan pengujian secara bersamaan dengan metode enter untuk mengidentifikasi faktor paling dominan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia pada nilai p < 0,05 dan dimasukkan dalam metode persamaan regresi logistik berganda.

Dalam penelitian ini terdapat 5 variabel yang diduga berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia yaitu status perkawinan, pekerjaan, kualitas


(64)

pelayanan, jarak dan petugas kesehatan. Tahap selanjutnya kelima variabel ini dimasukkan sebagai kandidat untuk dilakukan analisis multivariate.

Analisis multivariate bertujuan untuk mendapatkan model yang terbaik dalam menentukan variabel dominan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia. Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dimasukkan secara bersama-sama, kemudian variabel yang memiliki nilai p-value >0,25 akan dikeluarkan secara bertahap (backward selection) seperti terlihat pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11: Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang Akan Masuk dalam Model

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig Exp(B)

Step STKWN 1 PEKERJN KUALPEL JARAK PETGAS Constant -,491 1,397 1,807 1,926 1,002 -2,610 ,533 ,609 ,589 ,510 ,516 ,619 ,851 5,253 9,398 14,258 3,769 17,784 1 1 1 1 1 1 ,356 ,022 ,002 ,000 ,052 ,000 ,612 4,043 6,090 6,861 2,724 ,074 a. variable (s) entered on step 1 : STKWN, PEKERJN, KUALPEL, JARAK, PETGAS

Setelah dikeluarkan variabel dengan nilai p ≥ 0,05 secara bertahap, maka didapatkan 3 variabel yang akan masuk sebagai kandidat model yaitu Pekerjaan, kualitas pelayanan, jarak dan petugas kesehatan. Dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini.


(65)

Tabel 12: Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Pengaruh untuk Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig Exp(B)

Step PEKERJN 1 KUALPEL

JARAK Constant 1,167 1,830 2,052 -2,194 ,563 ,532 ,480 ,514 4,292 11,816 18,270 18,223 1 1 1 1 ,038 ,001 ,000 ,000 3,213 6,236 7,784 ,111 a. variable (s) entered on step 1 : PEKERJN, KUALPEL, JARAK.

1 P =

_ [a + b1 (pekerjaan) + b2 (kualitas pelayanan) + b3 (jarak) 1 + e

1 =

_ [-2,194 + 1,167 (1) + 1,830 (1) + 2,052 (1) 1 + e

= 0,9793 Artinya:

Individu yang tidak bekerja, mendapatkan kualitas pelayanan tidak baik, dan jarak jauh memiliki probabilitas untuk tidak memanfaatkan pelayanan Posyandu Lansia sebesar 97,93%.

Untuk mengetahui kemungkinan probabilitas yang tidak memanfaatkan pelayanan Posyandu Lansia dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dikemukakan kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur, sebagai berikut:

1. Ada pengaruh yang signifikan antara pekerjaan, status perkawinan, kualitas pelayanan, petugas kesehatan, dan jarak dengan pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.

2. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara umur, jenis kelamin,

pendidikan, dan jumlah kader dengan pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disarankan:

1. Dilihat dari hasil penelitian, diketahui bahwa tingkat pemanfaatan pelayanan Posyandu masih sangat rendah, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pemanfaatan pelayanan Posyandu melalui promosi dan penyuluhan tentang manfaat Posyandu, serta meningkatkan kualitas pelayanan


(2)

di Posyandu sehingga para lansia termotivasi untuk mengunjungi Posyandu setiap bulannya.

2. Tempat pelaksanaan Posyandu diadakan disentral pemukiman masyarakat agar mudah terjangkau oleh masyarakat setiap diadakan kegiatan Posyandu. 3. Bagi tenaga kesehatan agar lebih ramah dan mempunyai rasa simpati terhadap

masyarakat dalam memberikan pelayanan di Posyandu.

4. Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan dasar yang berhadapan langsung dengan masyarakat, agar dapat memfasilitasi serta mendukung semua kegiatan yang diadakan di Posyandu Lansia sehingga Posyandu dapat berjalan seperti yang diharapkan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ade. 2004. Sikap Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Andersen. 1968. A. Behavior Model of Families Use of Health Services. Chicago: University Press Chicago.

Arikunto. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar. A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, ed ke-3. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Baroroh. A. 2008. Trik-trik Analisis Statistik dengan SPSS 15. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Biro Pusat Statistik. 1990. Sensus Penduduk Indonesia. Jakarta: EGC. _______. 2000. Sensus Penduduk Indonesia. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI, 2001. Pedoaman Penatalaksanaan Masalah Menopause

dan Andropause bagi Petugas di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.

Jakarta: Bina Kesehatan Masyarakat Depertemen Kesehatan.

_______. 2002. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas

Kesehatan. Jakarta: Bina Kesehatan Masyarakat Depertemen Kesehatan. _______. 2003. Pedoman Pemantauan dan Penilaian Program Kesehatan Usia

Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta: Bina Kesehatan Masyarakat

Depertemen Kesehatan.

_______. 2004. Pedoman Puskesmas Santun Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Bina Kesehatan Masyarakat Depertemen Kesehatan.

_______. 2005. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Bina Kesehatan Masyarakat Depertemen Kesehatan. _______. 2005. Panduan Pelatihan Kader Posyandu, Jakarta: Bina Kesehatan


(4)

_______. 2005. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Bina Kesehatan Masyarakat Depertemen Kesehatan. _______. 2006. Saya Bangga Menjadi Kader Posyandu. Jakarta: Bina Kesehatan

Masyarakat Depertemen Kesehatan.

_______. 2006. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: Bina Kesehatan Masyarakat Depertemen Kesehatan.

Dinas Kesehatan Provinsi N.A.D., 2006. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam. Banda Aceh: Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

_______. 2006. Standar Revitalisasi Posyandu. Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Banda Aceh: Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

_______. 2007. Laporan Tahunan Provinsi Nanggoe Aceh Darussalam. Banda Aceh: Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. 2006. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten

Aceh Timur. Aceh Timur: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur.

_______. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. Aceh Timur: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur.

_______. Laporan Bulanan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. Aceh Timur: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur.

Ediyana. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Green, et.al. 1990. Community Health, 7 th ed. Amerika: Mosby Year Book. Hardywinoto, Setiabudhi. 2007. Panduan Gerontologi. Jakarta: Pustaka Utama. Harianto. 2004. Penigkatan Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Bina Rupa.

Hastono, Priyo. S. 2001. Analisis Data. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.


(5)

Hutahuruk, Agustina. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Posyandu

Lanjut Usia. Medan: Tesis Program Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara.

Lemeshow, S., Hosmer Jr., and D.W. Lwanga. S.K. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: UGM Press.

Muzaham, F. 1995. Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia. Notoatmodjo. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurhayati. 2007. Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Pemanfaatan Posyandu dan Hubungannya dengan Kemandirian Usia Lanjut di Pukesmas Helvetia. Medan: Tesis Program Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara.

Pudjiastuti, Utomo. 2000. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC.

Riduwan. 2008. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfa Beta.

Pasuraman. 1985. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pohan. 2006. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Praktiknya, A.W. 1993. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sarwono, Solita. 2004. Sosiologi Kesehatan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Sarwono, Solita. 2004. Sosiologi Kesehatan, ed ke-3. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sulistiadi, Agus. 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Ibu. Jakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia.

Santoso, S. 2006. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 14. Jakarta: Elex Media Komputindo.


(6)

Universitas Sumatera Utara. 2006. Panduan Praktis Penulisan Proposal dan Tesis. Medan. Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara.

U,S.Census Bureau. 2002. Mid Year Population by Age and Sex.


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014

11 94 129

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Tanggul Kabupaten Jember

1 3 22

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat

0 4 70

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN LANJUT USIA KE POSYANDU LANJUT USIA Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Lanjut Usia Ke Posyandu Lanjut Usia Desa Tegalgiri Nogosari Boyolali.

0 0 18

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN LANJUT USIA KE POSYANDU LANJUT USIA Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Lanjut Usia Ke Posyandu Lanjut Usia Desa Tegalgiri Nogosari Boyolali.

0 4 16

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS SEKSUAL PADA LANJUT USIA DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS ANDALAS PADANG TAHUN 2010.

0 0 10

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS SEKSUAL PADA LANJUT USIA DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS ANDALAS PADANG TAHUN 2010.

0 0 6

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat

0 0 9

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat

0 0 1

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat

0 0 5