Responden yang mengetahui tentang fenomena perubahan iklim yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SD ada sebesar 5,36, tamat SMP sebesar
10, tamat SMA sebesar 57,14 dan tamat S1 sebesar 50. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin baik pengetahuannya mengenai
fenomena perubahan iklim.Hal ini disebabkan karena responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi tamat SMA dan S1 memiliki kemampuan memahami
informasi baru dengan lebih baik Notoadmojo, 2003.
4.3 Iklim Desa Cibodas
Hasil pengolahan data curah hujan selama 20 tahun terakhir, menunjukan bahwa di Desa Cibodas sudah terjadi perubahanpergeseran tipe iklim Tabel 4.9.
Fenomena tersebut disebabkan oleh perubahan pola dan distribusi hujan sehingga menyebabkan ketidakpastian musim.
Tabel 4.9 Pergeseran tipe iklim selama tahun 1991-2011
No Tahun
Bulan Basah
Bulan Kering
Nilai Q Tipe
Iklim Ket.
1 1991-1994
7.5 3.75
50.0 C
Agak Basah 2
1995-1998 8.5
1.75 20.6
B Basah
3 1999-2002
6.75 3.5
51.9 D
sedang 4
2003-2006 7.25
3.75 51.7
D sedang
5 2007-2011
9.25 1.75
18.9 B
Basah
Sumber: Stasiun Margahayu II Atas Balitsa, data sekunder diolah, 2012
Gambar 4.3 menginformasikan suhu rata-rata tahunan yang cenderung mengalami kenaikan pada satu dekade terakhir. Suhu naik sekitar 0,2°C dari
19,8°C pada tahun 2000 menjadi 20,02°C tahun 2011Stasiun Margahayu II Atas,
2012. Suhu tahunan rata-rata mengalami fluktuasi yang cukup mencolok antara tahun 2002 dan 2003, yaitu sebesar 0,5°C.
Gambar 4.3 Grafik kecenderungan peningkatan suhu dan fluktuasi suhu rata-rata per tahun di Desa Cibodas dan sekitarnya, Tahun 2000-2011
Sumber: Stasiun Margahayu II Atas Balitsa, data sekunder diolah, 2012
Penurunan suhu secara mencolok pada 2002-2003 diduga berkaitan dengan kondisi Indonesia secara umum, dimana terjadi kemarau panjang pada
periode tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Dirpertan Ditjen Perlindungan Tanaman dalam Julian 2009 yang menyatakan pada tahun 2003 terjadi El Nino
kuat yang menyebabkan musim kemarau berlangsung sangat lama. Pada musim kemarau energi panas bumi dilepaskan pada malam hari tanpa halangan, sehingga
menurunkan suhu udara. Kemudian musim hujan terjadi seperti tahun-tahun sebelumnya, sehingga suhu tahun 2004 naik kembali, meskipun suhunya masih di
bawah suhu rata-rata Tahun 2000. Pada musim hujan, pelepasan energi bumi terhalang oleh awan menyebabkan terjadinya kenaikan suhu Katamsi, 2011.
Gambar 4.4. Grafik Suhu rata-rata bulanan di Desa Cibodas Tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011
Sumber: Stasiun Margahayu II Atas Balitsa, data sekunder diolah, 2012
Gambar 4.4 menunjukkan suhu rata-rata bulanan di Desa Cibodas. Puncak suhu rata-rata bulanan tertinggi dan terendah di Desa Cibodas terjadi pada bulan
Agustus dan Oktober 2008. Suhu rata-rata bulanan tertinggi yang terjadi pada bulan Agustus 2008 mencapai 22,8°C dan terus turun pada bulan berikutnya
hingga mencapai 19,1°C pada bulan Oktober 2008. Tahun 2008 merupakan tahun dengan cuaca yang ekstrim, hal ini didukung oleh pernyataan Juaeni 2009 yang
menyatakan bahwa pada tahun 2008 suhu muka bumi global mendapat peringkat ke delapan terpanas selama kurun waktu 128 tahun, dengan kenaikan mencapai
0,49°C lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata suhu selama 20 abad. Secara umum pada Gambar 4.4 juga menggambarkan bahwa selama tahun
2007-2011 suhu rata-rata bulanan yang tinggi terjadi pada bulan Juli dan Agustus yang merupakan awal dari musim hujan, dan pada bulan Mei yang merupakan
puncak musim kemarau. Suhu rata-rata bulanan relatif rendah terjadi pada bulan
Oktober yang merupakan puncak musim hujan dan bulan April pada masa peralihan musim hujan ke musim kemarau.
Gambar 4.5 Kondisi kelembaban relatif dan kecepatan angin pada tahun 2007 sampai 2011 di Desa Cibodas
Sumber: Stasiun Margahayu II Atas Balitsa, data sekunder diolah, 2012
Gambar 4.5 menunjukan kondisi kelembaban relatif RH dan kecepatan angin di Desa Cibodas pada tahun 2007 sampai 2011. Kelembaban relatif dan
kecepatan angin di Desa Cibodas menunjukan nilai yang fluktuatif. Puncak kelembaban relatif tertinggi dicapai pada tahun 2009, bersamaan dengan tingginya
curah hujan tahunan pada tahun tersebut. Kondisi curah hujan yang tinggi dan kelembaban yang juga tinggi berpotensi untuk meningkatkan siklus hidup
organisme tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Susanti, dkk. 2009 yang menyatakan bahwa fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat
yang merupakan pengaruh dari perubahan iklim dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT yang akan berdampak buruk terhadap pertanian di
Indonesia. Kecepatan angin di Desa Cibodas pada tiga tahun terakhir menunjukan kecenderung yang meningkat. Responden menyatakan bahwa angin yang datang
saat pergantian musim saat pancaroba terkadang berdampak pada kerusakan tanaman karena kecepatan anginnya yang besar.
Berdasarkan data-data tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi perubahan iklim di Desa Cibodas. Hal-hal yang dapat menjadi bukti telah
terjadi perubahan iklim di antaranya adalah: perubahan curah hujan, pergeseran musim, perubahan pada suhu udara, kelembaban, dan kecepatan angin serta
seringnya kejadian iklim ekstrim BMKG, 2011. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Suhardi 2011 yang menyatakan bahwa perubahan iklim dapat
dikenali dengan munculnya ketidakpastian musim, peningkatan suhu dan serta peningkatan kejadian banjir dan kekeringan yang berkepanjangan.
4.4 Pengetahuan Petani tentang Fenomena Perubahan Iklim