Perempuan Citra Perempuan Dalam Iklan di Media Massa

Seksualitas dapat diekspresikan melalui kontak fisik langsung tetapi juga bisa sugestif atau stimulatif. Kadang perilaku bisa begitu sugestinya sehingga ada yang menganggapnya pornografi. Beberapa fungsi yang disajikan oleh Sexuality Explisit Materials antara lain yaitu, menyediakan fantasi, informasi, stimulasi seksual dan penyajian penampilan tubuh beserta praktek-praktek yang dapat dilakukan tubuh tersebut, menyediakan fasilitas pengkomunikasian antar partner seksual.

2.2 Perempuan

Perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin manusia, satunya lagi adalah lelaki atau pria. Berbeda dengan wanita istilah “perempuan” dapat merujuk kepada orang yang telah dewasa maupun yang masih anak- anak.httpid.wikipedia.orgwikiperempuan. Dalam banyak hal, kaum perempuan dihadapkan pada situasi yang sulit. Disatu sisi perempuan memiliki keinginan untuk maju dalam edukasi dan karir. Demikian pula perempuan banyak dituntut untuk menjaga serta mengurusi sektor domestik. Pada saat dia meraih semua itu sukses non domestik, maka ada semacam invisible hand yang “mewajibkan” perempuan itu kembali mengurusi sektor domestik. Inilah yang membuat kaum hawa ini menjadi plin-plan, ragu dan selalu cemas. http:dunia perempuan.com

2.3 Citra Perempuan Dalam Iklan di Media Massa

Keindahan perempuan dan kekaguman lelaki terhadap perempuan adalah cerita klasik dalam sejarah umat manusia. Dua hal itu pula menjadi dominan dalam inspirasi banyak pekerja seni dari masa ke masa. Namun ketika perempuan menjadi simbol dalam seni-seni komersial, maka kekaguman-kekaguman terhadap perempuan itu menjadi sangat diskriminatif, tendensius dan bahkan menjadi sub ordinasi dari simbol-simbol kekuatan laki-laki. Bahkan terkadang mengesankan perempuan menjadi simbol kelas sosial dan kehadirannya dalam kelas tersebut hanya karena kerelaan yang dibutuhkan laki-laki Bungin, 2005:100. Saat ini, ketika karya-karya seni kreatif seperti iklan menjadi konsumsi masyarakat dalam berbagai media massa, posisi perempuan ini menjdi sangat potensial untuk dikomersilkan dan dieksploitasi, karena posisi perempuan menjadi sumber inspirasi dan juga tambang uang yang tak habis-habisnya. Bungin, 2005:100. Eksploitasi perempuan dalam pencitraan perempuan media massa tidak saja karena kerelaan perempuan, namun juga karena kebutuhan kelas sosial itu sendiri, sehingga mau ataupun tidak kehadiran perempuan menjadi sebuah kebutuhan dalam kelas sosial tersebut. Sayangnya kehadiran perempuan dalam kelas sosial itu masih menjadi bagian dari refleksi relitas sosial masyarakatnya. Bahwa perempuan selalu menjadi subordianat kebudayaan laki-laki. Karenanya tetap saja perempuan di media massa adalah “perempuannya lelaki” dalam realitas sosialnya. Namun dalam konteks perempuan, terkadang perempuan tampil dalam bentuk yang lebih keras dan keluar dari stereotip perempuan sosok lembut dan tak berdaya. Perempuan juga tampil sebagai perayu, penindas dan bahkan sebagai pecundang. Sosok perempuan ini banyak ditemukan dalam iklan media, sekaligus merupakan rekonstruksi terhadap dunia realitas perempuan itu sendiri. Bungin, 2005:100. Menurut Bungin 2005:108 perdebatan mengenai erotisme di media massa bukan saja persoalan eksploitasi perempuan, namun persoalan yang lebih besar adalah sebuah tindakan yang menabrakkan antara kepentingan media massa dan urusan-urusan agama, kepantasan dan keprihatinan terhadap pendidikan masyarakat secara luas, sehingga banyak kalangan menempatkan erotisme media massa sebagai bentuk pathologi sosial lainnya yang timbul di masyarakat, kehadiran problem sosial tersebut karena kebutuhan masyarakat itu sendiri. Menurut Tomagola dalam Bungin, 2005:103, secara spesifik stereotip pencitraan perempuan dalam media massa dapat dikategorikan dalam iklan sebagai citra pigura, citra pilar, citra pinggan, citra peraduan dan citra pergaulan. Walaupun citra semacam ini banyak ditemukan dalam iklan-iklan media televisi, namun citra perempuan tersebut juga terdapat pada iklan cetak di majalah dan hampir semua di media massa. Dalam citra pigura, perempuan digambarkan sebagai makhluk yang harus memikat. Untuk itu, ia harus menonjolkan ciri biologis tertentu, seperti buah dada, pinggul, dan seterusnya, maupun ciri kewanitaan yang dibentuk budaya, seperti rambut panjang, betis ramping mulus, dan sebagainya. Sedangkan pada citra pilar, perempuan digambarkan sebagai pengurus utama keluarga. Pengertian budaya yang dikandungnya adalah bahwa lelaki dan perempuan itu sederajat, tapi kodratnya berbeda. Karena itulah wilayah kegiatan dan tanggung jawabnya berbeda pula. Citra peraduan menganggap perempuan adalah obyek pemuasan laki-laki, khususnya pemuasan seksual. Sehingga seluruh kecantikan perempuan, baik kecantikan alamiah maupun buatan melalui kometik, disediakan untuk dikonsumsi laki-laki melalui kegiatan komsumtif, misalnya rabaan lembut atas rambut yang telah di cuci dengan sampo tertentu dan lain sebagainya. Untuk citra pinggan, digambarkan bahwa betapapun tingginya perempuan dalam memperoleh gelar pendidikan dan sebesar apa pun penghasilannya, kewajibannya adalah di dapur. Tapi berkat teknologi kegiatan di dapur itu tidak lagi berat dan membosankan. Sebab telah ada kompor gas, mesin cuci, bahan masakan instant, dan lain sebagainya. Dengan cara ini, iklan menawarkan produk tertentu untuk para istri. Setelah meyakinkan bahwa kegiatan di dapur tidak harus menyiksa, tapi justru bisa menyenangkan, lebih jauh diingatkan bahwa para suami lebih suka masakan istri. Terakhir dalam citra pergaulan, perempuan digambarkan sebagai makhluk yang selalu khawatir tidak tampil memikat dan menawan, tidak presentable atau acceptable. Untuk dapat diterima, perempuan perlu physically presentable. Bentuk dan lekuk tubuh, aksentuasi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan komestik dan aksesoris yang selaras sehingga seorang perempuan bisa anggun menawan, mengundang pesona, dan unggah-ungguh fisik perlu dijaga sedemikian rupa agar menarik dan tidak membawa implikasi rendah diri di arena pergaulan luas

2.4 Komunikasi Sebagai Suatu Proses Simbolik

Dokumen yang terkait

PENDAHULUAN ESTETIKA IKLAN TELEVISI DJARUM BLACK (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Estetika Iklan Televisi Djarum Black periode 2001 - 2011).

0 2 32

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ESTETIKA IKLAN TELEVISI DJARUM BLACK (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Estetika Iklan Televisi Djarum Black periode 2001 - 2011).

0 3 18

PENUTUP ESTETIKA IKLAN TELEVISI DJARUM BLACK (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Estetika Iklan Televisi Djarum Black periode 2001 - 2011).

0 2 21

PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “JIN TAKUT ISTRI” (Studi Semiotik Terhadap Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Jin Takut Istri” di Televisi).

0 1 127

PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “JIN TAKUT ISTRI” (Studi Semiotik Terhadap Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Jin Takut Istri” di Televisi).

0 2 127

PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “TERDAMPAR” (Studi Semiologi Tentang Pemaknaan Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Terdampar” di Televisi).

1 13 94

Studi Semiotika Iklan Djarum 76 Versi So

0 0 1

PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “TERDAMPAR” (Studi Semiologi Tentang Pemaknaan Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Terdampar” di Televisi)

0 0 16

PEREMPUAN DALAM IKLAN DJARUM VERSI DJARUM BLACK DAN DJARUM SPECIAL (Studi Semiotik Tentang Representasi Perempuan Dalam Iklan Djarum versi Djarum Black dan Djarum Special di Majalah Penthouse) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh

0 1 12

PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “JIN TAKUT ISTRI” (Studi Semiotik Terhadap Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Jin Takut Istri” di Televisi)

0 0 20