E. Kerangka Berfikir
F. Hipotesis
1. Pola topografi pewarnaan TZ berkorelasi dengan tolok ukur viabilitas 2. Pola topografi pewarnaan TZ berkorelasi dengan tolok ukur vigor
3. Pola topografi pewarnaan TZ sebagai tolok ukur viabilitas dan vigor
berkorelasi dengan pertumbuhan tanaman di media tanam Proses sertifikasi benih pepaya membutuhkan waktu lama
sedangkan masa simpan benih singkat sehingga mempengaruhi masa peredaran benih
Pengguna benih memerlukan informasi mutu benih yang cepat dan akurat berkorelasi tinggi dengan tegakan tanaman di lapang
Penggunaan metode uji tetrazolium sebagai metode uji cepat viabilitas benih
Klasifikasi Pola topografi pewarnaan TZ sebagai tolok ukur viabilitas Klasifikasi Pola topografi pewarnaan TZ sebagai tolok ukur vigor
Evaluasi pola topografi pewarnaan TZ sebagai tolok ukur vigor benih yang dapat digunakan untuk pendugaan pertumbuhan tanaman di media tanam
Perhitungan kebutuhan benih dapat lebih tepat sehingga menekan kerugian akibat buruknya performa tanaman
Pola topografi pewarnaan TZ sebagai tolak ukur vigor yang berkorelasi dengan pertumbuhan tanaman
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga Desember 2014 di Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura BBPPMBTPH, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih pepaya yang berasal dari Pusat Kajian Hortikultura Tropis PKHT IPB. Bahan lain
yang digunakan yaitu media perkecambahan yang terdiri dari tanah, pupuk kandang, kertas CD, larutan GA3, larutan 2,3,5-trifenil tetrazoliumklorida,
plastik.
2. Peralatan yang digunakan yaitu: box plastik untuk perkecambahan, pinset, termohygrometer, Germinator elektrik, nampan plastik, alat siram
sprayer, grinding mill, cawan, pencapit, oven, desikator, timbangan analitik, scapel, kaca pembesar, inkubator, mikroskop.
C. Pelaksanaan Penelitian
Sumber Benih Pepaya dan Mutu Benih pada Awal Penelitian Benih pepaya varietas Callina yang digunakan merupakan benih baru
panen yang diperoleh dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika PKHT, Institut Pertanian Bogor, yang berasal dari tiga lokasi panen yang berbeda,
yaitu Ciseeng Lot A, Rancamaya Lot B dan Cicurug Lot C. Ketiga lot tersebut dikemas dengan plastik PE 0.08 mm dan disimpan pada ruangan
dengan RH 40-50 dan suhu 20
o
C. Hasil uji mutu benih awal yang dilakukan pada Agustus 2014 menunjukkan lot A memiliki kadar air KA
10.6 dan berat 1000 butir 1.64 g, sedangkan lot B memiliki KA 10.5 dan
17
commit to user
berat 1000 butir 1.68 g dan lot C memiliki KA 10.1 dan berat 1000 butir 1.66 g Lampiran 1. Penelitian dilakukan dalam 4 empat tahap percobaan
yaitu pengembangan metode pengujian daya berkecambah dan pengujian tetrazolium percobaan pendahuluan, penentuan pola topografi pewarnaan
TZ sebagai tolok ukur viabilitas percobaan 1 dan selanjutnya sebagai tolok ukur vigor baik secara laboratoris percobaan 2 dan berdasarkan pengamatan
di media tanam percobaan 3.
Gambar 2. Diagram alur penelitian pendahuluan
Percobaan Pendahuluan I Pengembangan metode
pengujian daya berkecambah Percobaan Pendahuluan II
Pengembangan metode pengujian tetrazolium
Penggunaan media pasir Petak
utama :
Perlakuan pendahuluan P
Anak petak : Suhu perkecambahan T
Penggunaan media kertas Petak utama : Perlakuan
pendahuluan P Anak petak : Suhu
perkecambahan T
Waktu perendaman t dalam larutan TZ:
1. t1 2 jam 2. t2 4 jam
3. t3 9 jam 4. t4 12 jam
5. t5 18 jam
Waktu perendaman terbaik Penentuan waktu pengamatan awal dan
pengamatan akhir pada pengujian daya berkecambah
Pengamatan DB, tinggi kecambah dn BSTT Pengamatan DB dan TZ
Output : Metode pengujian daya
berkecambah Output :
Metode pengujian tetrazolium
Percobaan 1
commit to user
Gambar 3. Diagram alur penelitian uji tetrazolium sebagai tolok ukur vigor benih pepaya Carica papaya
1. Percobaan Pendahuluan I : Pengujian Daya Berkecambah
Tahap I : Pengujian daya berkecambah menggunakan media pasir Pengujian dilakukan di ruang terkontrol menggunakan unit
percobaan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial, terdiri atas 2 faktor perlakuan yaitu :
Faktor I adalah perlakuan pendahuluan P, terdiri atas : P1 : Tanpa perlakuan pendahuluan
Percobaan 1 Percobaan 2
Percobaan 3
Uji viabilitas : Uji DB dan TZ
Uji vigor : Uji IV, Kct, AA, LPK, TZ
Pengujian di media tanam
Klasifikasi pola topografi viabilitas
laboratoris Klasifikasi pola
topografi vigor laboratoris
Klasifikasi pola topografi vigor
Output : Pola topografi pewarnaan TZ vigor
lebih spesifik dibandingkan viabilitas Output :
Pola topografi pewarnaan TZ sebagai tolok ukur vigor yang
berkorelasi dengan pertumbuhan
Output Akhir : Pola topografi pewarnaan TZ untuk tolok ukur vigor yang
berkorelasi dengan pertumbuhan tanaman
commit to user
P2 : Perendaman dalam air selama 16 jam P3: Perendaman dalam air selama 16 jam; substrat perkecambahan
dilembabkan dengan 0.05 larutan GA3 larutan dibuat dengan mencampurkan 500 mg GA3 dalam 1 liter air dan dituang dalam media.
Faktor II adalah suhu perkecambahan, terdiri atas : T1 : Suhu 25
o
C menggunakan germinator kabinet T2 : Suhu 20
30
o
C menggunakan germinator elektrik T3 : Suhu 25 – 34
o
C menggunakan laboratorium rumah kasa Pasir yang digunakan dalam percobaan memiliki ukuran partikel
yang seragam yaitu 90 partikel lolos saringan ukuran 0.8 mm, memiliki nilai pH 6.5 dan nilai konduktivitas 20.3 mSm. Air yang digunakan
adalah air yang sudah di mineralisasi, bersih, bebas dari senyawa organik dan anorganik, pH antara 6,0 – 7,5. Percobaan menggunakan 50 benih
sebanyak 4 ulangan. Pengamatan dan penghitungan kecambah normal dilakukan pada hari ke- 15 dan ke-30.
Tahap II : Pengujian daya berkecambah menggunakan media kertas CD
Pengujian dilakukan di ruang terkontrol menggunakan unit percobaan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial, terdiri atas 2 faktor
perlakuan yaitu : Faktor I adalah perlakuan pendahuluan D, terdiri atas :
D1 : Tanpa perlakuan pendahuluan D2 : Perendaman dalam air selama 16 jam
D3 : Perendaman dalam air selama 16 jam; substrat perkecambahan
dilembabkan dengan 0.05 larutan GA3 larutan dibuat dengan mencampurkan 500 mg GA3 dalam 1 liter air dan dituang dalam
media.
Faktor II adalah suhu perkecambahan, terdiri atas : T1 : Suhu 25
o
C menggunakan germinator kabinet T2 : Suhu 20
30
o
C menggunakan germinator elektrik Kertas yang digunakan dalam percobaan adalah kertas CD,
memiliki nilai pH 6.5 dan nilai konduktivitas 333 µScm. Air yang perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
digunakan adalah air yang sudah di mineralisasi, bersih, bebas dari senyawa organik dan anorganik, pH antara 6,0 – 7,5. Percobaan
menggunakan 50 benih sebanyak 4 ulangan.
Pengamatan dan penghitungan kecambah normal dilakukan pada hari ke- 15 dan ke-30.
Tahap III : Penentuan waktu pengamatan pertama dan pengamatan akhir
pengujian daya berkecambah pada media pasir dan media kertas
Perlakuan tahap I media pasir dan tahap II media kertas yang terbaik diuji kembali pada tahap III dengan menggunakan tiga lot benih A,
B dan C. Percobaan menggunakan 50 benih sebanyak 8 ulangan. Pengamatan dan penghitungan kecambah normal dilakukan pada setiap
hari sampai hari ke-30. Penentuan waktu pengamatan pertama diperoleh berdasarkan titik maksimum pada kurva hasil pengamatan kecambah
normal tiap hari.
Penentuan waktu pengamatan akhir diperoleh berdasarkan titik konstan pada kurva hasil akumulasi pengamatan
kecambah normal tiap hari. Rancangan Percobaan
Pada tahap I dan II digunakan Rancangan Acak Lengkap menggunakan analisis sidik ragam ANOVA kemudian dilanjutkan
dengan uji Duncan Multiple Range Test DMRT 5.
2. Percobaan Pendahuluan II : Pengujian Tetrazolium
Pada pengujian TZ, benih dilembabkan dalam air selama 18 jam pada suhu 20
o
C. Selanjutnya endosperma dipotong secara longitudinal untuk mengeluarkan embrio benih, kemudian direndam dalam larutan
tetrazolium klorida 1 pada suhu 30
o
C selama 2, 4, 9, 12 dan 18 jam pada kondisi gelap ISTA, 2014. Pengujian DB dilakukan pada media pasir di
rumah kasa. Kriteria kecambah normal adalah hipokotil lurus dan sehat, kotiledon telah terbuka sempurna disertai tunas yang sehat. Pengamatan
commit to user
hitungan pertama dilakukan pada 10 hari setelah tanam HST dan hitungan kedua pada 21 HST.
Rancangan Percobaan Uji pendahuluan menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu
faktor sebanyak 8 empat ulangan masing-masing 50 butir. Hasil uji TZ dianalisis korelasi dengan hasil uji DB. Hasil yang memberikan koefisien
determinasi dan koefisien korelasi yang tertinggi mendekati 1 adalah kriteria yang dipilih untuk metode pengujian tetrazolium benih.
3. Percobaan 1 : Uji Viabilitas
Pengujian viabilitas benih menggunakan uji DB dan TZ. Pada pengujian TZ, benih dilembabkan dalam air selama 18 jam pada suhu
20
o
C. Selanjutnya endosperma dipotong secara longitudinal untuk
mengeluarkan embrio benih, kemudian direndam dalam larutan tetrazolium klorida 1 pada suhu 30
o
C selama 18 jam pada kondisi gelap. Uji DB dilakukan pada media pasir di rumah kaca dengan data suhu dan
kelembaban pada Lampiran 2. Kriteria kecambah normal adalah hipokotil lurus dan sehat, kotiledon telah terbuka sempurna disertai tunas yang sehat.
Pengamatan hitungan pertama dilakukan pada 10 hari setelah tanam HST dan hitungan kedua pada 21 HST. Pengamatan dilakukan dengan
mengelompokkan benih sesuai dengan pola topografi dan pewarnaan yang terbentuk. Kemudian persentase benih dalam tiap pola dihitung.
Penentuan pola topografi dan pewarnaan TZ untuk tolok ukur viabilitas benih didasarkan pada perhitungan Root Mean Square RMS
antara hasil uji DB dan hasil uji TZ Kuo et al. 1996 dan Pant et al., 1999, dimana G adalah persentase hasil uji DB, P adalah persentase hasil uji TZ
dalam suatu pola atau kombinasi beberapa pola dan N adalah jumlah lot dalam penelitian ini tiga lot. Indeks angka menunjukan lot 1=lot A,
2=lot B dan 3=lot C. Nilai G dan P merupakan rata-rata dari delapan ulangan pada suatu lot.
commit to user
Tiga pola topografi dengan nilai RMS terkecil diuji lanjut dengan analisis regresi dan korelasi untuk menentukan pola topografi yang paling
sesuai dengan sebagai tolok ukur viabilitas benih. Nilai koefisien
determinasi R
2
dan koefisisen korelasi r yang tertinggi digunakan sebagai kriteria pemilihan pola topografi yang paling sesuai. Model
persamaan regresi yang digunakan adalah y = a + bx. Rancangan Percobaan
Untuk pengujian viabilitas benih, digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor yaitu lot benih yang terdiri atas tiga taraf
lokasi panen. Setelah dianalisis sidik ragam ANOVA dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test DMRT 5. Analisis ini
untuk melihat perbedaan DB antar lot.
4. Percobaan 2 : Uji Vigor
Tolok ukur pengujian vigor benih di laboratorium yang digunakan adalah accelerated aging AA, indeks vigor IV, kecepatan tumbuh Kct
dan kecepatan tumbuh relatif, laju pertumbuhan kecambah LPK dan uji TZ. Uji AA dilakukan dengan mengecambahkan benih yang telah didera
pada suhu 41
o
C dan RH tinggi selama 72 jam ISTA 2004. Nilai IV adalah persentase kecambah normal pada hitungan pertama dalam DB
Copeland dan McDonald 1995. Dalam uji Kct dan Kct relatif
penghitungan kecambah normal dilakukan setiap hari hingga hari ke-21 atau hingga semua kecambah dapat identifikasi sebagai kecambah normal,
abnormal dan mati. Nilai Kct relatif dihitung sebagai Netmal dibagi Kct maksimal. Bobot Kering Kecambah Normal BKKN, yang
ditunjukkan dengan kemampuan mengoptimalkan cadangan makanan dalam benih ke dalam bentuk akumulasi bobot kering kecambah.
Pengujian dilakukan di akhir pengamatan. Seluruh kecambah normal perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
dicabut, dibungkus dengan aluminium foil dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60
o
C selama 3 hari, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator + 30 menit kemudian ditimbang. Uji LPK mgkecambah
normal dilakukan dengan mengeringkan kecambah normal hasil uji DB pada 80
o
C selama 24 jam Copeland dan McDonald 1995. Pengujian- pengujian tersebut menggunakan 50 benih dengan delapan ulangan.
Penentuan pola topografi dan pewarnaan TZ untuk tolok ukur viabilitas benih didasarkan pada perhitungan Root Mean Square RMS
antara tolok ukur vigor dan hasil uji TZ Kuo et al. 1996 dan Pant et al.1999, dimana G adalah persentase hasil uji DB, P adalah persentase
hasil uji TZ dalam suatu pola atau kombinasi beberapa pola dan N adalah jumlah lot dalam penelitian ini tiga lot. Indeks angka menunjukan lot
1=lot A, 2=lot B dan 3=lot C. Nilai G dan P merupakan rata-rata dari delapan ulangan pada suatu lot.
Tiga pola topografi dan pewarnaan dengan nilai RMS terkecil pada tiap tolok ukur vigor diuji lanjut dengan analisis regresi dan korelasi untuk
menentukan pola yang paling sesuai sebagai tolok ukur vigor benih. Khusus untuk LPK, BKKN dan Kct tidak dilakukan perhitungan RMS
karena mempunyai satuan yang berbeda sehingga langsung dianalisis regresi dan korelasi. Analisis regresi dan korelasi dilakukan setelai nilai
LPK dan Kct ditransformasi ke nilai Z baku untuk memperoleh perbandingan relatifnya. Menurut Walpole 1993 suatu pengamatan x
dari suatu populasi yang mempunyai nilai tengah µ dan simpangan baku σ, mempunyai nilai Z yang didefinisikan sebagai :
Z = x - µ σ
commit to user
Rancangan Percobaan Untuk pengujian vigor benih di laboratorium, digunakan Rancangan
Acak Lengkap dengan satu faktor yaitu lot benih yang terdiri atas tiga taraf umur simpan. Setelah dianalisis sidik ragam ANOVA dilakukan uji
lanjut dengan Duncan Multiple Range Test DMRT 5. Analisis statistik ini digunakan untuk melihat perbedaan hasil pengujian antar lot.
5. Percobaan 3 : Hubungan antara uji tetrazolium dan pertumbuhan tanaman pepaya di media tanam
Penanaman dilakukan dengan menanam benih di polybag. Pengamatan pertumbuhan hingga 8 delapan minggu setelah tanam.
Setiap ulangan terdiri dari 10 polybag. Polybag yang digunakan
berukuran 20 x 20 cm dan diletakkan dibawah naungan plastik bening, sehingga tidak terpapar hujan. Sebelum digunakan, bagian bawah polybag
tersebut diberi lubang-lubang kecil tempat pembuangan air. Selanjutnya polybag diisi dengan campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1 Jalie, 1998. Benih ditanam sedalam 12 cm, satu benih di tiap polybag.
Selama pengujian tidak dilakukan penyulaman. Pengamatan dilakukan pada daya tumbuh DT minggu ke-2, ke-3 dan ke-
4, persentase tanaman yang hidup berumur dua bulan DT total, tinggi tanaman minggu ke-2, ke-3 dan ke-4. Persentase DT dihitung berdasarkan
jumlah kecambah dengan satu daun trifoliate telah muncul dan terbuka diatas permukaan tanah.
Setiap fase pertumbuhan yang diamati dianalisis regresi dan korelasi dengan pola topografi yang merupakan tolok ukur viabilitas dan pola
topografi yang merupakan tolok ukur vigor. Semua data
ditransformasikan ke nilai Z skor baku, kecuali data DT. Rancangan Percobaan
Untuk pengujian di polybag digunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan 3 level faktor yaitu lot benih. Setiap lot terdiri atas 8
delapan ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan Lampiran 3. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman dan daya tumbuh. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada 5 tanaman per ulangan
sehingga terdapat 120 satuan pengamatan. Setelah dianalisis sidik ragam ANOVA dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test
DMRT 5 untuk melihat perbedaan antar lot. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Pendahuluan I : Pengujian Daya Berkecambah
Uji pendahuluan tahap I dilakukan untuk melihat apakah benih yang akan digunakan dalam percobaan mengalami dormansi atau tidak. Jika
mengalami dormansi maka dibutuhkan metode untuk pematahan dormansi. Rekapitulasi hasil analisis ragam percobaan pengaruh perlakuan pendahuluan
P dan suhu perkecambahan T serta interaksinya DxT terhadap daya berkecambah, tinggi kecambah dan benih segar tidak tumbuh pada media
pasir terlihat pada Tabel 3. Perlakuan pendahuluan P berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur daya berkecambah DB, tinggi kecambah TK dan
benih segar tidak tumbuh BSTT. Pada perlakuan suhu perkecambahan T berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur daya berkecambah DB, tinggi
tanaman TT dan benih segar tidak tumbuh BSTT.
Tabel 3. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan pendahuluan, suhu perkecambahan dan interaksinya terhadap tolok ukur DB, tinggi
kecambah dan benih segar tidak tumbuh BSTT pada media pasir Tolok ukur
Perlakuan KK
P T
Interaksi PT
Daya Berkecambah 12.10
Tinggi Kecambah tn
19.58 Benih Segar Tidak Tumbuh
13.98
Keterangan : tn = tidak pengaruh nyata, = berpengaruh sangat nyata pada uji DMRT 1
Interaksi perlakuan antara perlakuan pendahuluan D dan suhu perkecambahan T berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur daya
berkecambah DB dan benih segar tidak tumbuh BSTT. Pada tolok ukur tinggi kecambah tidak berpengaruh nyata Tabel 4..
27
commit to user
Tabel 4. Pengaruh interaksi perlakuan pendahuluan P dan suhu perkecambahan T terhadap DB dan benih segar tidak tumbuh
BSTT pada media pasir Tolok
Ukur Perlakuan Pendahuluan
Suhu Perkecambahan T 25
o
C T1
25 = 30
o
C T2
25 – 34
o
C T3
DB Tanpa Perlakuan P1
5,0d 77.5ab
85.0a Perendaman air 24 jam P2
7.0d 73.0b
73.0b Perendaman air 24 jam +
media dilembabkan dengan GA3 0.05 P3
29.5c 85.0a
80.5ab
BSTT Tanpa Perlakuan P1
91.0d 13.5b
1.0 a Perendaman air 24 jam P2
87.0d 9.5 b
2.0 a Perendaman air 24 jam +
media dilembabkan dengan GA3 0.05 P3
61.0c 3.0 a
2.0 a
Keterangan : Nilai pada masing-masing tolok ukur pada kolom dan baris yang berbeda yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT 1
Metode perkecambahan terbaik dengan media pasir pada Tabel 5. adalah benih yang ditumbuhkan pada suhu 25-34
o
C T3, tanpa perlakuan P1 dan pada suhu 25 = 30
o
C T2, dengan perlakuan pendahuluan perendaman air 24 jam + media dilembabkan dengan GA3 0.05 P3.
Dengan metode tersebut benih menghasilkan persentase daya berkecambah tertinggi dan persentase BSTT rendah.
Benih yang digunakan tidak mengalami masa dormansi karena benih tanpa perlakuan pada suhu 25-34
o
C dapat tumbuh maksimum dengan peresentase BSTT terendah. Sedangkan
untuk benih pepaya yang mengalami mengalami dormansi dapat dilakukan validasi metode dengan menggunakan metode perkecambahan suhu 25 =
30
o
C T2, dengan perlakuan pendahuluan perendaman air 24 jam + media dilembabkan dengan GA3 0.05 P3.
commit to user
Tabel 5. Pengaruh tunggal perlakuan pendahuluan dan suhu perkecambahan terhadap tolok ukur DB, TK dan BSTT benih pepaya pada media
pasir Perlakuan
Tolok Ukur DB
TK cm BSTT
Perlakuan pendahuluan Tanpa perlakuan
55.83b 4.44b
35.17b Perendaman air 24 jam
51.00b 4.66b
32.83b Perendaman air 24 jam + media
dilembabkan dengan GA3 0.05 65.00a
10.17a 22.00a
Suhu Perkecambahan Suhu 25
o
C 13.83b
4.68b 79.67c
Suhu 25 = 30
o
C 78.50a
7.34a 8.67b
Suhu 25 – 34
o
C 79.50a
7.25a 1.67a
Keterangan : Nilai pada masing-masing tolok ukur pada kolom dan baris yang berbeda yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT 1
Hasil penelitian menunjukan perlakuan perendaman air 24 jam + media dilembabkan dengan GA3 0.05 dapat meningkatkan nilai DB dan
TK dan menurunkan jumlah BSTT. Menurut Subedi dan Bhattarai 2003 GA3 mempercepat hidrolisis pati menjadi gula larut dengan meningkatkan
enzim hidrolitik seperti amilase α-, β-amilase, pada proses perkecambahan.
Daya berkecambah yang dihasilkan benih pepaya pada suhu 25 – 34
o
C dan suhu 20 30
o
C lebih tinggi dibandingkan pada suhu 25
o
C. Kecepatan perkecambahan benih tergantung dari suhu melalui kecepatan
penyerapan air, kecepatan difusi gas untuk respirasi dan kecepatan reaksi kimia yang terlibat dalam metabolisme benih. Pada suhu rendah, kecepatan
perkecambahan akan rendah dan meningkat apabila terjadi kenaikan suhu sampai batas tertentu. Bila melewati batas tertentu perkecambahan akan
terhambat BPMBTPH, 2012. Pada penelitian ini perkecambahan benih perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
pepaya dengan media pasir optimum pada suhu 25 – 34
o
C dan suhu 20
30
o
C. Tinggi kecambah yang dihasilkan dengan perlakuan perendaman
benih selama 24 jam dan media perkecambahan yang dilembabkan dengan larutan GA3 0.05 lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perlakuan dan
dengan perendaman benih selama 24 jam. Meningkatnya kandungan giberelin biasanya didahului oleh menurunnya kandungan inhibitor. Diduga
perlakuan suhu pada benih yang digunakan untuk mengatasi dormansi menyebabkan bertambahnya level promotor endogenus pada benih, dan
mengurangi level inhibitor BBPPMBTPH, 2012.
Tabel 6. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan pendahuluan, suhu perkecambahan dan interaksinya terhadap tolok ukur DB, tinggi
tanaman dan benih segar tidak tumbuh BSTT pada media kertas Tolok ukur
Perlakuan KK
P T
Interaksi PT
Daya Berkecambah 17.44
Tinggi Kecambah tn
24.73 Benih
Segar Tidak
Tumbuh 21.41
Keterangan : tn = tidak pengaruh nyata, = berpengaruh sangat nyata pada uji DMRT 1
Rekapitulasi hasil analisis ragam percobaan pengaruh perlakuan pendahuluan P dan suhu perkecambahan T serta interaksinya DxT
terhadap daya berkecambah, tinggi kecambah dan benih segar tidak tumbuh pada media kertas terlihat pada Tabel 6. Perlakuan pendahuluan P
berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur daya berkecambah DB, tinggi kecambah TK dan benih segar tidak tumbuh BSTT. Pada perlakuan suhu
perkecambahan T berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur daya berkecambah DB, tinggi tanaman TT dan benih segar tidak tumbuh
BSTT. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Interaksi perlakuan antara perlakuan pendahuluan P dan suhu perkecambahan T berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur daya
berkecambah DB dan benih segar tidak tumbuh BSTT. Pada tolok ukur tinggi kecambah tidak berpengaruh nyata. Metode perkecambahan terbaik
dengan media kertas pada Tabel 7. adalah benih yang ditumbuhkan pada suhu 25 = 30
o
C T3, Perendaman air 24 jam + media dilembabkan dengan GA3 0.05 P3. Dengan metode tersebut benih menghasilkan persentase
daya berkecambah tertinggi 84 dan persentase BSTT terendah 0.
Tabel 7. Pengaruh interaksi perlakuan pendahuluan P dan suhu perkecambahan T terhadap DB dan benih segar tidak tumbuh
BSTT pada media kertas
Tolok Ukur Perlakuan Pendahuluan Suhu Perkecambahan T
25
o
C T1
25 = 30
o
C T2
DB Tanpa Perlakuan P1
1.0 c 29.5 b
Perendaman air 24 jam P2 6.5 c
40.0 b Perendaman air 24 jam +
media dilembabkan dengan GA 0.05 P3
79.5 a 84.0 a
BSTT Tanpa Perlakuan P1
48 d 32.25c
Perendaman air 24 jam P2 45.25d
27.75b Perendaman air 24 jam +
media dilembabkan dengan GA 0.05 P3
0.75 a a
Keterangan : Nilai pada masing-masing tolok ukur pada kolom dan baris yang berbeda yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT 1
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pengaruh tunggal perlakuan perendaman air 24 jam + media kertas dilembabkan dengan GA3 0.05
dapat meningkatkan nilai DB dan menurunkan jumlah BSTT. Pengaruh tunggal perlakuan suhu 25 = 30
o
C dengan menggunakan media kertas dapat meningkatkan nilai DB dan TK serta menurunkan jumlah BSTT Tabel
8.. Nerson 2007 menyatakan bahwa suhu yang tepat kemungkinan menjadi perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
faktor yang paling penting, tetapi perubahan komposisi gas, potensial air dan hormon juga termasuk faktor yang mengatur perkecambahan.
Tabel 8. Pengaruh tunggal perlakuan pendahuluan dan suhu perkecambahan terhadap tolok ukur DB, TK dan BSTT benih pepaya pada media
kertas Perlakuan
Tolok Ukur DB TK cm BSTT
Perlakuan pendahuluan Tanpa perlakuan
15.25c 3.33c
35.17b Perendaman air 24 jam
23.25b 5.99a
32.83b Perendaman air 24 jam + media
dilembabkan dengan GA3 0.05 82.25a
5.74a 22.00a
Suhu Perkecambahan Suhu 25
o
C 29.00b
2.45b 79.67c
Suhu 25 = 30
o
C 51.50a
7.58a 8.67b
Keterangan : Nilai pada masing-masing tolok ukur pada kolom dan baris yang berbeda yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT 1
Pengamatan pertama daya berkecambah ke tiga lot benih A, B dan C dengan media pasir memperoleh kurva dengan titik maksimum yaitu pada
hari ke-10 Gambar 4.. Pengamatan akhir daya berkecambah ke tiga lot benih A, B dan C dengan media pasir memperoleh kurva dengan titik konstan
yaitu pada hari ke-21 Gambar 5.. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4. Grafik perhitungan pengamatan pertama pengujian daya berkecambah pada media pasir
Gambar 5. Grafik perhitungan pengamatan akhir pengujian daya berkecambah pada media pasir
commit to user
Gambar 6. Grafik perhitungan pengamatan pertama pengujian daya berkecambah pada media kertas
Gambar 7. Grafik perhitungan pengamatan akhir pengujian daya berkecambah pada media kertas
Pengamatan pertama daya berkecambah ke tiga lot benih A, B dan C dengan media kertas memperoleh beberapa kurva rata-rata dengan titik
maksimum yaitu pada hari ke-18 dan pada hari ke-21 Gambar 6.. Grafik yang naik turun menggambarkan kemampuan daya kecambah benih yang
tidak seragam, hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh media kertas yang kurang optimal untuk pertumbuhan benih pepaya. Pengamatan akhir daya
commit to user
berkecambah ke tiga lot benih A, B dan C dengan kertas memperoleh kurva dengan titik konstan yaitu pada hari ke-30 Gambar 7..
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada uji pendahuluan I untuk pengujian daya berkecambah diperoleh bahwa benih pada lot A, B dan C
tidak mengalami dormansi, sehingga pada tahap selanjutnya untuk uji daya berkecambah menggunakan metode dengan media pasir, pada suhu 25-34
o
C T3, tanpa perlakuan P1. Pengamatan pertama pada hari ke-10 dan
pengamatan akhir pada hari ke-21.
B. Uji Pendahuluan II : Pengujian Tetrazolium