lanjut untuk klasifisikasi pola 6 apakah dapat digunakan sebagai indikasi dalam mendeteksi jumlah benih yang terinfeksi penyakit.
D. Percobaan 2 : Uji Vigor
Istilah vigor dalam viabilitas digunakan untuk menggambarkan karakteristik fisiologis benih yang mengontrol kemampuan untuk
berkecambah dalam tanah dengan cepat dan mentolerir berbagai faktor lingkungan yang kebanyakan merupakan faktor negatif. Untuk menentukan
pola topografi dan pewarnaaan yang menunjukkan vigor benih yang kuat dihitung nilai RMS antara pengujian vigor dilaboratorium yaitu AA, IV dan
Kcr relatif dengan hasil uji TZ. Dari hasil pengujian AA dan IV Tabel 15. terdapat tiga tingkat vigor benih dari tiga lot benih yang digunakan, yaitu lot
B AA = 90 , IV = 84.5 dalam kelompok vigor yang tinggi, lot C AA = 83, IV = 79 dalam kelompok vigor menengah dan lot A AA = 77,
IV= 73 dalam kelompok vigor yang rendah. Pengujian kecepatan tumbuh memberikan hasil lot B Kct relatif = 86.67 dan Kct = 8.601 Netmal
berbeda nyata dengan lot A Kct relatif = 78.96 dan Kct = 7.895Netmal dan lot C Kct relatif = 77.38 dan Kct = 7.814Netmal. Lot C tidak
berbeda nyata dengan lot A. Pengujian LPK tidak dapat membedakan ketiga lot benih yang digunakan. Namun, berat kering rata-rata kecambah normal
lot B 4.469 g berbeda dengan lot A 3.677 g, tetapi tidak dengan lot C 4.147 g, dan lot C tidak berbeda dengan lot B.
Berdasarkan Tabel 15, lot B merupakan benih yang memiliki vigor tinggi karena memiliki hasil tertinggi pada semua indikator vigor benih. Hal
ini sesuai dengan Justice dan Bass 2002 bahwa bobot kering kecambah normal BKKN merupakan salah satu indikator vigor benih, tingginya nilai
BKKN menunjukkan tingginya vigor benih. Sadjad et al. 1999 mengemukakan bahwa kemampuan berkecambah suatu benih berhubungan
dengan banyaknya cadangan makanan yang dikandungnya. Indeks vigor atau kecepatan tumbuh merupakan indikasi waktu yang diperlukan benih untuk
tumbuh serempak selama proses perkecambahan. Semakin cepat waktu yang perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
dibutuhkan maka kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa semakin baik sehingga dapat diduga potensi hasil Andi et al., 2012. Pada
lot A dan lot C memiliki kecepatan tumbuh yang lebih rendah menunjukkan lambatnya pertumbuhan kecambah yang mengindikasikan lemahnya vigor
kekuatan tumbuh.
Tabel 15. Hasil pengujian untuk parameter vigor benih Tolok ukur
Lot A Lot B
Lot C Accelerated ageing
77c 90a
83b Indeks vigor
73c 84.5a
79b Kecepatan tumbuh Netmal
7.895b 8.601a
7.814b Kecepatan tumbuh relatif Netmal
78.96b 86.67a
77.38b Berat kering kecambah normal g
3.677b 4.469a
4.147ab Laju pertumbuhan kecambah g
0.092a 0.102a
0.099a
Keterangan : Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5
Pada pengujian AA, benih didera pada kondisi suhu tinggi 41
o
C dan RH tinggi selama 72 jam. Benih yang bervigor tinggi akan tetap memiliki
nilai perkecambahan yang tinggi setelah didera, sedangkan benih yang bervigor rendah akan mengalami penurunan hasil nilai perekecambahan yang
didera.
Indeks vigor menunjukkan jumlah kecambah normal pada hitungan pertama yaitu hari ke-10. Nilai Kct relatif merupakan perbandingan antara
nilai Kct yang diperoleh dengan Kct maksimalnya. Nilai Kct maksimal merupakan nilai dugaan, yaitu bila semua benih telah menjadi kecambah
normal pada hari ke-10, karena pada hari ke-8 dan ke-9 telah berkecambah tetapi belum menjadi kecambah normal. Nilai Kct dengan satuan Netmal
menunjukkan jumlah benih yang tumbuh menjadi normal setiap 24 jam. Pada lot A dengan nilai Kct 7.895Netmal berarti untuk mencapai
perkecambahan hingga 100, lot A membutuhkan waktu 1007.895 atau 12.7 perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
hari, lot B 11.6 hari dan lot C 12.8 hari. Semakin tinggi nilai Kct semakin cepat benih tersebut tumbuh menjadi kecambah normal.
Tabel 16. Nilai RMS untuk pola vigor pada pola topografi pewarnaan tetrazolium 1,2,3,4,7
Pola berkemungkinan vigor Nilai RMS
AA IV
Kct relatif 1
10.023 5.661
8.204 1,2
3.948 3.536
3.013 1,3
6.705 2.923
5.230 1,4
8.089 3.992
6.194 1,7
6.871 3.747
6.236 1,2,3
3.342 6.331
4.495 1,2,4
3.473 5.282
3.412 1,2,7
4.036 6.961
5.884 1,3,4
4.985 2.712
3.651 1,3,7
4.345 4.208
5.109 1,4,7
5.230 3.620
5.012 1,2,3,4
4.750 8.390
6.139 1,2,3,7
10.822 17.596
14.791 1,2,4,7
9.155 15.397
12.533 1,3,4,7
6.466 9.750
9.042 1,2,3,4,7
14.029 21.120
17.796
Hasil perhitungan RMS antara TZ-AA, TZ-IV dan TZ-Kct relatif memberikan nilai yang berbeda. Namun pada pola 1,2 memberikan nilai
yang hampir sama yaitu 3.948, 3.536 dan 3.013 Tabel 16.. Nilai RMS TZ- AA antara 3-14, RMS TZ-IV antara 2-21 dan TZ-Kct relatif antara 3-17.
Nilai RMS yang tinggi menunjukkan selisih antara kedua tolok ukur yang diuji adalah tinggi.
commit to user
Tabel 17. Hasil analisis regresi dan korelasi antara hasil uji tetrazolium dan uji vigor laboratoris
Pola vigor a
B R
2
r TZ-AA
1,2 -34.36
1.450 0.695
0.8341 1,2,3
-36.39 1.414
0.689 0.8306
1,2,4 -44.43
1.534 0.701
0.8374 TZ-IV
1,2 -55.23
1.651 0.827
0.9096 1,3
-12.07 1.173
0.471 0.6868
1,3,4 -1.723
1.012 0.349
0.5909 TZ-KCT relatif
1,2 -13.17
1.160 0.574
0.7580 1,2,4
-21.00 1.225
0.576 0.7592
1,3,4 31.76
0.618 0.183
0.4284 TZ-KCT
1,2 -
- 0.546
0.7391 1,2,4
- -
0.588 0.7668
1,3,4 -
- 0.232
0.4824 TZ-BKKN
1,2 -
- 0.811
0.9949 1,2,3
- -
0.784 0.9898
1,2,3,7 -
- 0.554
0.7448 TZ-LPK
1,2 -
- 0.678
0.8235 1,3
- -
0.490 0.7001
1,2,3 -
- 0.607
0.7794
Keterangan : a: intersep, b: koefisien regresi, R2 : koefisien determinasi, r: koefisien korelasi, data ditransformasikan ke nilai Z baku
Hubungan yang paling erat antara hasil uji TZ dengan AA, IV dan Kct relatif dan LPK berbeda-beda sesuai dengan yang ditunjukkan oleh nilai
korelasi yang tinggi Tabel 17. Kombinasi gabungan pola yang memberikan nilai R
2
dan r tertinggi pada AA adalah pola 1,2,4 R
2
=0.701 dan r=0.8374, pada IV pola 1,2 R
2
=0.827 dan r=0.9096, dan Kct relatif pola 1,2 R
2
=0.576 perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
dan r=0.7592. Nilai R
2
dan r tertinggi pada Kct yang ditransformasikan ke nilai Z baku adalah pada pola 1,2,4 R
2
=0.588 dan r=0.7688 dan LPK pada pola 1,2 R
2
=0.678 dan r=0.8235. Asumsi yang digunakan adalah bila nilai koefisien determinasi lebih dari 0.3 maka antar variabel mempunyai
hubungan yang signifikan dan bila lebih dari 0.63 maka variabel x dianggap sebagai alat prediksi terbaik untuk variabel y Kulik dan Yaklich, 1982.
Nilai koefisien determinasi dan korelasi yang diperoleh signifikan memperlihatkan adanya hubungan antara variabel yang diuji.
Berdasarkan hasil analisis regresi dan korelasi antara hasil uji tetrazolium dan uji vigor laboratoris, pola topografi 1,2 merupakan pola yang
mempunyai hubungan signifikan pada setiap parameter uji vigor. Maka pola yang berkemungkinan besar menjadi tolok ukur vigor adalah pola 1,2 sesuai
dengan Baskin, et al 1986 yang menyatakan hasil pewarnaan TZ pada benih yang menunjukkan vigor kuat adalah terwarnai sepenuhnya, atau hanya
sebagian kecil bagian yang tidak terwarnai di bagian kotiledon yang berlawanan dengan radikula, dengan warna merah yang cerah dan merata,
tidak terlalu gelap, jaringan terlihat kuat dan bagian ujung radikula berwarna lebih tua dibandingkan kotiledon. Pola-pola lainnya memiliki kelemahan
yang menunjukkan benih bervigor menengah, rendah atau tidak vigor. Pola 1,2 memberikan nilai koefisien determinasi dan korelasi tertinggi pada
analisis TZ-IV dan TZ-BKKN .
E. Percobaan 3 : Hubungan Antara Uji tetrazolium dan pertumbuhan tanaman pepaya di polybag