Tabel 11. Koefisien korelasi antara data rata-rata yang diperoleh dari pengujian daya berkecambah dan pengujian viabilitas
menggunakan metode tetrazolium pada tiga lot benih A, B dan C pada berbagai waktu perendaman
Waktu Perendaman R
2
r 2 jam
0.249 0.442
4 jam 0.349
0.495 9 jam
0.646 0.786
12 jam 0.769
0.833 18 jam
0.888 0.916
Keterangan : R
2
: koefisien determinasi, r : koefisien korelasi, = berpengaruh nyata pada uji DMRT 5 , = berpengaruh sangat nyata pada uji DMRT
1
Waktu pewarnaan tidak mutlak harus dilaksanakan, karena dapat beragam sesuai dengan kondisi benihnya.
Pengalaman menunjukkan evaluasi dapat dipercepat atau diperlambat. Waktu pewarnaan mungkin
diperpanjang jika benih belum terwarnai dengan sempurna untuk membuktikan apakah pewarnaan yang kurang dari sebagaimana mestinya
disebabkan oleh lambatnya penyerapan garam tetrazolium atau merupakan indikasi kekurangankerusakan didalam benih. Namun pewarnaan yang
berlebihan harus dihindari karena hal ini dapat menyamarkan perbedaan pola pewarnaan yang disebabkan benih lemah dan kerusakan spesifik seperti
akibat pembekuan ISTA, 2014.
C. Percobaan I : Uji Viabilitas
Pada tahap uji viabilitas menghasilkan 12 dua belas pola topografi dan pewarnaan TZ yang dibedakan berdasarkan daerah yang terwarnai pada
radikula dan kotiledon, di mana pola topografi benih viabel dan nonviabel ditampilkan Gambar 8.. Setelah semua lot benih melalui pewarnaan,
dengan mengacu pada referensi ISTA 2014 untuk menentukan prinsip- prinsip klasifikasi, dalam hasil penelitian ini dirangkum ke dalam 12 pola
commit to user
topografi dan pewarnaan TZ. Pola diurutkan berdasarkan kemungkinan pola tersebut menjadi pola viable. Pola 1-3 yang diperoleh pada penelitian ini
adalah viable karena area pada radikula hampir terwarnai seluruhnya dan bagian kotiledon hampir terwarnai seluruhnya.
Pewarnaan embrio benih pepaya dengan tetrazolium memberikan pola topografi yang berbeda, pola pewarnaan embrio jenis pertama seluruh embrio
yang berwarna merah cerah seragam. Pola 2 seluruh embrio berwarna merah seragam. Pola 3 Embrio berwarna gradasi merah cerah – merah muda. Dari
ketiga pola 1, 2 dan 3 terkadang pada ujung radikula kurang dari 13 berwarna sangat merah sangat muda atau tidak ada pewarnaan. Mernurut
evaluasi dalam pedoman ISTA hal tersebut tidak mempengaruhi dan tidak diklasifikasikan secara terpisah. Pola 4 seluruh jaringan embrio berwarna
merah terang transparan. Pola 5 lebih dari 13 radikula tidak terwarnai, kotiledon berwarna merah cerah. Pola 6 Pelukaan pada seluruh embrio yang
berwarna merah muda sangat pucat. Pola 7. seluruh embrio berwarna merah buram. Pola 8. Radikula tidak terwarnai. Pola 9 kotiledon tidak terwarnai.
Pola 10 bagian dasar radikula dan kotiledon berwarna merah muda pucat. Pola 11 lebih dari 13 kotiledon tidak terwarnai. Pola 12 seluruh embrio tidak
terwarnai, seluruh jaringan embrio berwarna putih, beberapa radikula berwarna merah muda yang sangat terang.
commit to user
Keterangan : Pola viable 1-3 :
Pola1.Seluruh embrio berwarna merah cerah Pola2.Seluruh embrio berwarna merah
Pola3.Embrio berwarna gradasi merah cerah – merah muda
termasuk jika kurang dari 13 radikula atau jika kurang dari 13 radikula kotiledon tidak terwarnai
Pola nonviable 4-12 : Pola4.Seluruh embrio berwarna merah terang
tranparan Pola5.Lebih dari 13 radikula tidak terwarnai,
kotiledon berwarna merah cerah Pola6.Pelukaan lunak berwarna merah muda pucat
Pola7. Seluruh embrio berwarna merah buram Pola8. Radikula tidak terwarnai
Pola9. Kotiledon tidak terwarnai Pola10. Bagian dasar radikula dan kotiledon
berwarna merah muda pucat Pola11.Lebih dari 13 kotiledon tidak terwarnai
Pola12.Seluruh Embrio tidak terwarnai
Pola 1 Pola 2
Pola 3 Pola 4
Pola 5 Pola 6
Pola 7 Pola 8
Pola 9 Pola 10
Pola 11 Pola 12
Gambar 8. Pola topografi pewarnaan tetrazolium yang terbentuk pada percobaan I uji viabiltas benih pepaya varietas Callina
39
Pola topografi yang diperoleh dalam penelitian memberikan hasil yang sama pada beberapa pola dalam penelitian yang dilakukan oleh Shie dan
Kuo 1999. Dalam penelitiannya dikemukakan bahwa pola 1, 2 dan 3 merupakan pola yang dianggap viable. Penggunaan uji tetrazolium untuk
menilai viabilitas, benih diklasifikasikan sebagai viable atau nonviable menurut pola pewarnaan. Embrio tidak harus benar-benar terwarnai untuk
digolongkan sebagai benih viable dan Aturan ISTA memberikan rincian mengenai dari daerah maksimum jaringan yang tidak terwarnai, lunak atau
nekrotik yang masuk dalam kategori dalam benih viable. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam uji TZ adalah evaluasi pola topografi
perwarnaan untuk menentukan benih viable dan nonviable. Benih viabel menunjukkan pewarnaan pada seluruh jaringan benih yang diperlukan untuk
perkembangan kecambah yang normal. Daerah tak berwarna dengan luasan terkecil pada beberapa bagian jaringan dapat diterima, tergantung pada
spesies.
Benih viable menunjukkan adanya aktifitas biokhemis yang potensial untuk menghasilkan kecambah normal.
Benih nonviable menunjukkan defisiensi dan atau keabnormalan dari sifat alami yang dapat
menghambat perkembangannya menjadi kecambah normal ISTA, 2014. Warna merah pada pola pertama memiliki perbedaan yang tipis dengan pola
7. Pola topografi yang diperoleh dalam percobaan, daerah yang tak terwarnai dengan luasan kurang dari 13 pada bagian jaringan radikula dan kotiledon
dapat diterima sebagai benih viable.
Beberapa pola pewarnaan benih dikategorikan viable bila terwarnai seluruhnya, kerusakan kecil kurang dari 50 pada kotiledon, tetapi bukan
pada bagian penghubung antara kotiledon dan radikula dan bukan pada daerah satu sisi dengan hilum, kerusakan kecil kurang dari 50 pada
radikula, tetapi bukan pada bagian ujung atau pada bagian penghubung antara kotiledon dan radikula. Bagian dalam kotiledon berwarna merah atau
bergradasi secara teratur dari merah di bagian tepi dan memudar di bagian tengah suatu kondisi yang wajar akibat berkurangnya penetrasi larutan
tetrazolium di bagian dalam. Benih dikategorikan nonviable bila tidak perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
terwarnai seluruhnya, sebagian besar kotiledon tidak terwarnai, sebagian besar radikula tidak terwarnai, kerusakan lain spot busuk, bagian luar
berwarna merah, tetapi bagian dalam kotiledon terlihat adanya batas yang nyata daerah yang tidak terwarnai spot putih Dina, 2006.
Dari dua belas pola topograpi pewarnaan benih pepaya, dapat dikelompokkan ke dalam 2 dua kelompok yaitu benih viable dan benih
nonviable Gambar 9. . Benih pepaya dikategorikan viable bila : 1. Terwarnai seluruhnya.
2. Kerusakan kecil kurang dari 13 pada kotiledon, tetapi bukan pada
bagian penghubung antara kotiledon dan radikula. 3. Kerusakan kecil kurang dari 13 pada radikula, tetapi bukan pada
bagian penghubung antara kotiledon dan radikula. 4. Kombinasi 2 dan 3
Sedangkan, benih dikategorikan nonviable bila : 5. Tidak terwarnai seluruhnya
6. Lebih dari 13 kotiledon tidak terwarnai 7. Lebih dari 13 radikula tidak terwarnai
8. Kombinasi 6 dan 7 9. Kerusakan lain seperti busuk
Pengujian TZ memerlukan keahlian dan pelatihan yang intensif. Keahlian ini dibutuhkan agar dapat mengevaluasi benih dengan tepat dalam
menentukan intensitas warna dan pola pewarnaan yang terbentuk. ISTA sebagai organisasi pengujian benih internasional yang menentukan metode
berdasarkan reprodusibilitas dan lebih ditujukan untuk persyaratan perdagangan, telah menentukan persyaratan dalam evaluasi uji TZ. Namun
pada pelaksanaan pengujian TZ dibutuhkan suatu pengetahuan tentang benih dan struktur benih, reaksi yang menyebabkan pewarnaan pada benih serta
kemampuan dalam menginterpretasikan pola pewarnaan dan topografi yang terbentuk. Pada penelitian ini dibutuhkan identifikasi jaringan-jaringan
spesifik yang penting untuk perkembangan kecambah normal. Pada benih perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
viable, jaringan tersebut harus berespirasi sehingga terwarnai. Bila jaringan penting tidak terwarnai benih dikelompokkan nonviable.
Persentase lot benih di setiap kategori disajikan pada Tabel 12. Pola 1 merupakan pola mayoritas yang ditemukan pada tiap lot benih yang diuji
yaitu lot A 70, lot B 76 dan lot C 76. Pola 2 dan 3 berjumlah 8-12, pola 6 dan 7 berjumlah 8-12, pola 4, 5, 8, 9, 10 dan 12 berjumlah 4-6.
Jika hanya pola 1 saja yang dijadikan perbandingan sebagai daya berkecambah, secara subtansial menghasilkan viabilitas yang terlalu rendah.
Sesuai dengan prinsip pedoman metode pewarnaan tetrazolium, jenis pola 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12 maka sudah dipastikan sebagai pola nonviable, namun
pola yang lain adalah lebih sulit untuk dievaluasi. Oleh karena itu, nilai yang dicari adalah perhitungan RMS untuk pola 1,2,3,4,7 yaitu sebanyak 25
kombinasi pola. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 14 pola kemungkinan benih dianggap viable Tabel 13.. RMS yang dihasilkan lebih
tinggi dari 10, menunjukkan bahwa perwakilan pola pewarnaan benih dianggap non-viabel tidak masuk dalam Tabel 13.
Tabel 12. Persentase masing-masing pola topografi pewarnaan tetrazolium
pada setiap lot benih Pola
Lot A Lot B
Lot C 1
70 76
76 2
8 8
5 3
4 4
3 4
3 2
1 5
1 1
6 9
5 6
7 3
3 6
8 1
9 1
10 1
11 1
12 1
1 perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
eberapa kombinasi gabungan antar pola yang memberikan RMS terkecil yaitu antara 1.08 – 8.57 seperti yang tertera pada Tabel 13. Pada saat persentase
viabilitas tiga kategori dijumlahkan, potensi viabilitas adalah sebanding dengan daya berkecambah benih di semua lot benih yang digunakan. Tiga
pola dengan RMS terkecil adalah pola 1,2,3 RMS = 1.08, pola 1,2,4 RMS = 1.44, dan pola 1,2,7 RMS = 2.35. Pola yang memiliki koefisien
determinasi R
2
dan koefisien korelasi r tertinggi adalah kombinasi pola 1,2,3 R
2
=0.782 dan r=0.885 Tabel 14.. Pola 1,2,3 ini disebut pola topografi TZ untuk tolok ukur viabilitas benih pepaya.
Tabel 13. Nilai RMS pola viable pada pola topografi pewarnaan tetrazolium Pola kemungkinan viable
RMS Pola kemungkinan viable
RMS 1,2,3
1.08 1,3,4
4.62 1,2,4
1.44 1,4,7
4.81 1,2,7
2.35 1,2,4,7
6.33 1,2,3,4
2.95 1,3
6.73 1,2
3.07 1,7
6.84 1,3,7
3.82 1,4
8.11 1,3,4,7
4.19 1,2,3,7
8.57
Berdasarkan hasil perhitungan RMS dan analisis regresi serta korelasi, pola 1,2,3 adalah pola yang menunjukkan benih viable. Apabila pola lain
ditambahkan pada kombinasi tersebut atau salah satu dari pola 1,2 atau 3 dihilangkan, nilai RMS akan meningkat.
Nilai RMS yang tinggi menunjukkan terdapat selisih yang tinggi antar jumlah benih viable dan
jumlah kecambah normal yang menyebabkan kesalahan viabilitas benih Pant et al. 1999. Nilai koefisien determimasi dan korelasi pola 1,2,3 0.782 dan
0.885 dan pola 1,2,4 0.745 dan 0.863 lebih tinggi dari pada pola 1,2,7 0.547 dan 0.740 Tabel 14.
commit to user
Tabel 14. Hasil analisis regresi dan korelasi antara uji tetrazolium dan uji daya
berkecambah pada tiga kombinasi dengan nilai RMS terkecil
Kombinasi Pola a
b R
2
r 1,2,3
26.23 0.695
0.782 0.885
1,2,4 -14.37
1.181 0.745
0.863 1,2,7
32.81 0.623
0.547 0.740
Keterangan : a : intersep, b : koefisien regresi r, R
2
: koefisien determinasi, r : koefisien korelasi
Koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan keeratan hubungan antara variabel x dan y. Nilai koefisien determinasi tertinggi yang diperoleh
adalah 0.78, hal ini berarti 78 titik-titik pengamatan berada di sekitar garis regresi Gambar 9. Ketiga pola viable tersebut mempunyai hubungan yang
signifikan dengan nilai DB. Nilai koefisien korelasi pola 1,2,3 dan pola 1,2,4 mempunyai hubungan yang lebih erat dibandingkan pola 1,2,7.
Nilai koefisien yang diperoleh adalah 0.88 dan 0.86 yang berarti variabel y
dipengaruhi variabel x sebanyak 88 dan 86. Nilai RMS pola 1,2,3 dan pola 1,2,4 mempunyai hubungan yang lebih kecil dibandingkan pola 1,2,7
yang berarti selisih persentase DB dengan jumlah benih pada pola tersebut lebih rendah dibandingkan selisih DB dengan pola 1,2,7. Evaluasi pewarnaan
TZ menggunakan nilai RMS
berhasil dilakukan pada benih Carica papaya Shie dan Kuo, 1995, Salvia splendens and S. farinacea Kuo et al., 1996
and Dendrocalamus strictus Pant et al., 1999. Hasil penelitian Aslam, et al., 2010 menyatakan adanya korelasi yang erat antara pengujian TZ
dengan pengujian daya berkecambah pada benih Pinus wallichiana dengan nilai RMS terkecil sebesar 4.69.
commit to user
Gambar 9. Grafik regresi antara uji tetrazolium dan uji daya berkecambah pada tiga kombinasi dengan nilai RMS terkecil
Nilai RMS pola viable 1,2,7 memiliki nilai RMS dalam kategori tiga terendah. Namun demikian, pola 7 tidak dapat dimasukkan sebagai pola
viabel karena kotiledon berwarna tua. Pewarnaan merah tua menunjukkan kurang hermetis dan penetrasi yang cepat dari larutan tetrazolium melalui
tegument dan jaringan sel-sel dengan struktur seminal yang berbeda. Sebagai
a
b
c
commit to user
konsekuensi dari hilangnya selektif permeabel, dimana membran sel tidak lagi menjadi penghalang untuk penetrasi tetrazolium. Hal ini juga
menunjukkan aktivitas pernafasan yang intensif disebabkan oleh terjadinya deteriorasi
Craviotto et al, 2008. Kebocoran membran tersebut dapat
disebabkan oleh kondisi benih yang sudah menua. Hal tersebut merupakan kerusakan kritikal sehingga tidak dapat menghasilkan kecambah normal.
Rata-rata kecambah normal DB dan benih viable TZ pada pola 1,2,3, berturut-turut pada lot A 80.5 dan 82, lot B 88 dan 88 dan lot
C 83.5 dan 84. Pada Lot B nilai DB dan benih viable memiliki nilai yang sama sedangkan pada lot A dan lot C memiliki selisih sebesar 1.5 dan
0.5. Penentuan pola topografi dengan metode RMS dapat memberikan hasil analisis yang obyektif Kuo et al, 1995. Namun jika metode ini digunakan
dalam perhitungan pada benih yang mengalami dormansi maka dapat memberikan hasil analisis yang salah. Menurut ISTA 2014, viabilitas secara
nyata tidak tergantung pada realisasi perkecambahan. Namun demikian, tidak akan ada perbedaan yang nyata antara viabilitas dan persentase
perkecambahan bila : 1 benih tidak dalam kondisi dorman atau tidak sebagai benih keras atau sudah diberi perlakuan untuk pematahan dormansi
dan kekerasan benih 2 benih tidak terinfeksi atau telah sudah didesinfektan 3 tidak disemprot sewaktu di lapang ataupun tidak diberi perlakuan bahan
kimia berbahaya selama pengolahan benih, 4 belum difumigasi, 5 belum mengalami kemunduran selama waktu yang diperlukan untuk pengujian daya
berkecambah, serta 7 benih berkecambah dibawah kondisi optimum.
Pada pola 6 seluruh embrio berwarna merah yang sangat muda, dominan putih dan pucat. Pola ini menunjukkan kurang sempurnanya
aktivitas metabolik yang berkaitan dengan respirasi sel, kondisi yang tidak sehat atau kematian jaringan. Pada umumnya disertai dengan kurangnya
turgiditas pada sebagian atau seluruh jaringan
Craviotto et al, 2008.
Kondisi yang tidak sehat dapat disebabkan oleh serangan hama atau penyakit. Jumlah pola 6 pada lot A 9, lot B 5 dan lot C 6. Perlu pengkajian lebih
commit to user
lanjut untuk klasifisikasi pola 6 apakah dapat digunakan sebagai indikasi dalam mendeteksi jumlah benih yang terinfeksi penyakit.
D. Percobaan 2 : Uji Vigor