Uji Tetrazolium Uji Tetrazolium Sebagai Tolok Ukur Viabilitas Dan Vigor Benih Pepaya Carica Papaya L abstrak

sarkotesta benih pepaya dapat menghalangi benih untuk tumbuh berkecambah. Pengaruh Giberelin terhadap biji dapat mendorong pemanjangan sel sehingga radikula dapat menembus endosperm kulit biji atau kulit buah yang membatasi pertumbuhannya Salisbury and Ross, 1995. GA3 dapat mempercepat perkecambahan biji duku Pinta et al., 2008 dan bibit kina Mayerni, 2008.

D. Uji Tetrazolium

Pengujian tetrazolium adalah suatu pengujian biokemis yang digunakan untuk membuat penilaian viabilitas benih secara cepat. Pengujian TZ hanya membutuhkan waktu kurang lebih 22 jam, sehingga dapat mempercepat proses benih pepaya. Pengujian TZ sudah secara luas dikenal sebagai metode yang akurat untuk mengestimasi viabilitas benih dan disebut sebagai “uji cepat”. Metode ini dikembangkan pertama kali di Jerman pada awal tahun 1940 oleh Prof. George Lakon yang mencoba membedakan benih hidup dan mati dengan menggunakan garam Selenium. Pengujian TZ merupakan suatu langkah maju dalam teknologi benih. Impian F. Nobbe untuk dapat mengetahui nilai perkecambahan tanpa harus mengecambahkan benih telah terwujud melalui uji TZ ISTA, 2003. Pengujian ini dapat digunakan bila benih harus segera ditabur setelah dipanen, atau benih dengan dormansi cukup lama, maupun benih yang menunjukkan perkecambahan benih yang lambat, maupun pada kasus diperlukan pendugaan yang sangat cepat untuk potensi perkecambahan. Selain itu, pengujian tetrazolium dapat juga digunakan sebagai berikut : 1. Untuk menentukan viabilitas individu pada akhir pengujian daya berkecambah, khususnya bila benih diduga dormansi; 2. Untuk mendeteksi adanya gejala pertumbuhan kecambah dan berbagai jenis kerusakan akibat pemanenan dan atau pengolahan benih kerusakan yang disebabkan panas, kerusakan mekanis, kerusakan oleh serangga; 3. Untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pengujian perkecambahan sebagai contoh jika alasan penyebab abnormal tidak jelas commit to user dan diduga dilakukan perlakuan dengan pestisida dan sebagainya ISTA, 2014. Menurut Copeland dan Mc Donald 1995 kelebihan pengujian vigor dibandingkan pengujian daya berkecambah adalah : 1. Definisi perkecambahan benih menekankan bahwa analis benih memfokuskan pada struktur esensial yang akan menghasilkan tanaman normal. Penekanan pada morfolosi kecambah sedikit korelasinya dengan kecepatan tumbuh, yang merupakan kriteria utama bagi keberhasilan pertanaman. 2. Metode untuk uji daya berkecambah distandarisasi sehingga hasil uji dapat diulang di dalam dan diantara laboratorium pengujian benih. Kondisi optimum digunakan untuk mendapatkan hasil uji yang seragam. Uji ini harus dilakukan pada media standar yang steril dalam ruangan lembab dengan suhu terkontrol, suatu kondisi buatan yang jarang berkorelasi dengan kondisi lapang. Pada dasarnya uji daya berkecambah menunjukkan kemampuan maksimal suatu lot benih untuk menghasilkan tanaman. Nilai daya berkecambah umumnya lebih besar dari pemunculan bibit di lapang. 3. Uji daya berkecambah dirancang untuk memberikan hasil penghitungan pertama dan kedua. Penghitungan pertama pada dasarnya bertujuan mengeluarkan benih yang telah berkecambah normal. Penghitungan terakhir dirancang untuk memberikan cukup waktu sehingga benih yang kurang vigor dapat berkecambah dengan normal. Dengan demukian persentase perkecambahan merupakan gabungan kecambah kuat dan lemah. Kecambah lemah jarang menjadi bibit yang bagus di lapang karena adanya cekaman lingkungan. 4. Berdasarkan definisi, perkecambahan tidak berskala. Sebutir benih dinilai germinable atau non-germinable, tidak ada pemisahan kecambah kuat dan lemah. Benih yang dinilai germinable dapat bervariasi di lapang robust. Uji daya berkecambah tidak dapat menduga sifat progesif deteriorasi benih yang berdampak pada tegakkan tanaman. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Dalam uji TZ, larutan 2,3,5-trifenil tetrazoliumklorida atau bromide digunakan sebagai indikator sel hidup yang ditandai dengan reaksi reduksi. Indikator ini diimbibisi oleh benih dan pada jaringan benih akan bereaksi dengan proses reduksi dalam jaringan hidup Gambar 1. Indikator tersebut akan menerima hydrogen dari enzim dehidrogenasi sehingga terbentuk garam trifenil formazan yang berwarna merah, stabil dan tidak larut air. Letak dan ukuran daerah yang terwarnai dan juga intensitas pewarnaan biasa disebut pola topografi menentukan klasifikasi benih viable atau nonviable ISTA, 2004. Gambar 1. Reaksi tetrazolium dalam jaringan hidup Franca et al., 1998 Prosedur pengujian tetrazolium pada benih tanaman budidaya dan hortikultura dapat dilihat pada Tabel 2. TZ untuk parameter viabilitas suatu spesies benih, dilakukan dengan melihat hubungan uji TZ dan daya berkecambah. Pada beberapa penelitian tentang korelasi antara uji TZ dan daya berkecambah, metode yang digunakan adalah mengelompokkan pola topografi dalam berbagai kriteria dan diuji dengan mencari koefisien determinasi dan koefisien korelasi antara hasil uji daya berkecambah dengan masing-masing pola seperti pada benih kedelai Marjuni, 1995 dan Dina, 2006, benih sengon dan lamtoro Karim, 1995, benih cabai Sunaryati, 1995, benih jagung Rofiah, 1996, benih padi gogo Loekman, 1997 dan kacang panjang Muchlis, 1995. Metode pengujian tetrazolium benih pepaya dengan benih direndam pada suhu 30 o C selama 24 jam lalu dilepaskan testa dan endospermanya, kemudian direndam dalam 0.5 larutan tetrazolim selama 3 jam pada suhu 37.5 o C menghasilkan 12 kategori pewarnaan embrio perpustakaan.uns.ac.id commit to user benih pepaya Shie dan Kuo, 1999. Pola yang memberikan koefisien determinasi dan koefisien korelasi yang tertinggi mendekati 1 adalah kriteria yang dipilih untuk penentuan viabilitas benih. Tabel 2. Prosedur pengujian tetrazolium pada benih tanaman budidaya dan hortikultura No. Spesies Pelembaban Persiapan Sebelum pewarnaan Pewarnaan Persiapan evaluasi Jaringan Non Viabel yang diperbolehkan Tipe Waktu Minimu m Persentase Larutan Waktu Optimum Jam 1 Amaranthus sp A 18 Tusuk benih dekat mikrofil 1 20 Potong benih secara longitudinal 13 radikula diukur dari ujung, 13 dari ujung distal kotiledon 2 Capsicum sp A 18 Potong dengan irisan kecil kulit benih di dekat dasar benih, hanya untuk membuka rongga embrio 1 6 Poting benih pada sisi datar menjadi 2 bagian dan amati embrio dan endosperm - 3 Hordeum vulgare A 4 Keluarkan embrio dengan skutellumnya 1 3 Amati permukaan eksternal embrio dan bagian belakang skutellum Daerah akar kecuali satu inisial akar, 13 dari ujung skutellum 4 Oryza sativa A 18 Potong membujur melalui embrio dan ¾ endosperm 1 2 Amati permukaan potongan 23 radikula 5 Phaseolus AK 18 - 1 18 Kupas kulit benih untuk membuka embrio 23 radikula diukur dari ujung radikel, ½ daerah distal kotiledon, ¼ distal plumula Sumber : ISTA, 2014 commit to user

E. Kerangka Berfikir