Gambaran pemberian antibiotik oral oleh dokter gigi di praktek Kota Medan Tahun 2015

(1)

LAMPIRAN 1

Nama Lengkap : Nurlina Binti Hasan Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Malaysia/6 Febuari Kewarganegaraan : Malaysia

Agama : Islam

Alamat : Jln. Kamboja, Setia Budi Telepon/HP : 083197025941

Email : bungakareena@gmail.com

PENDIDIKAN

2001-2006 : Sekolah Kebangsaan Puchong 2007-2009 : Sekolah Menengah Puchong 2010-2011 : UiTM Shah Alam


(2)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Salam Hormat,

Saya yang bernama Nurlina Binti Hasan, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU, ingin melakukan penelitian tentang “Gambaran Pemberian Antibiotik Oral Oleh Dokter Gigi di Praktek Kota Medan Tahun 2015”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian antibiotik oral yang sering digunakan oleh dokter gigi di praktek Kota Medan beserta alasan pemilihan antibiotik tersebut.

Manfaat penelitian ini agar Bapak/Ibu dapat mengetahui informasi data tentang penggunaan antibiotik dalam kalangan dokter gigi di praktek. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini diperkirakan 10 menit dan biaya penelitian sepenuhnya ditanggung oleh peneliti sendiri.

Pada penelitian ini, Bapak/Ibu diminta untuk mengisi kuesioner yang akan diberikan kepada Bapak/Ibu. Jika Bapak/Ibu bersedia, surat pernyataan kesediaan menjadi subjek penelitian terlampir harap ditBapak/Ibutangani secara sadar dan tanpa paksaan dan dikembalikan kepada pihak peneliti.

Tidak ada efek samping yang akan terjadi sepanjang penelitian ini berlangsung. Perlu diketahui bahwa rahasia jawaban kuesioner Bapak/Ibu berikan tetap terjaga dan surat kesediaan tersebut tidak mengikat, Bapak/Ibu dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja selama penelitian ini berlangsung. Jika ada terdapat masalah, silalah hubungi no telefon saya, 083197025941 atau alamat No E2 Kompleks Permata Jalan Kamboja, Setia Budi, Tanjung Rejo Medan.


(3)

Demikian, mudah-mudahan keterangan di atas dapat dimengerti. Sebagai ungkapan terima kasih saya atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini, saya akan memberikan hadiah yang nilainya tidak seberapa.

Peneliti, Nurlina


(4)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertBapak/Ibutangan di bawah ini: Nama:

Praktek:

Setelah membaca dan mendapatkan penjelasan serta memahami sepenuhnya mengenai apa yang akan dilakukan dan didapatkan pada penelitian yang berjudul:

“Gambaran Pemberian Antibiotik Oral Oleh Dokter Gigi di Praktek Kota Medan Tahun 2015”

Maka saya menyatakan bersedia ikut berpartisipasi menjadi salah satu subjek penelitian untuk mengisi kuesioner yang diberikan kepada saya. Pernyataan ini saya buat dalam keadaan sedar tanpa paksaan.

Medan,………

Yang menyetujui, Subjek penelitian


(5)

LAMPIRAN 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nomor : Tanggal :

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015

PETUNJUK PENGISIAN :

1. Pengisian kuesioner dilakukan oleh dokter gigi di praktek dokter gigi di Kota Medan.

2. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan melingkari jawaban yang dianggap benar

3. Semua pertanyaan harus dijawab

4. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

5. Bila ada pertanyaan yang kurang mengerti silahkan ditanyakan kepada peneliti.


(6)

LINGKARI JAWABAN PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA

1) Menurut Bapak/Ibu, pada kasus apa antibiotik sering diberikan pada pasien?

a) Abses Odontogenik b) Pasca Ekstraksi Gigi

c) Profilaksis Sebelum Pencabutan

d) Gingivitis Ulseratif Nekrose Akut (GUNA) e) Lain-lain

2) Jenis antibiotik apa yang paling sering Bapak/Ibu resepkan ?

a) Metronidazol

b) Amoksisilin c) Eritromisin

d) Klindamisin e) lain-lain

3) Apakah alasan Bapak/Ibu dalam memilih jenis antibiotik?

a) Aktivitas spektrum

b) Kurangnya insiden resisten

c) Efektif mengisolasi infeksi rongga mulut. d) Ekonomis (harga terjangkau pasien) e) Tiada riwayat alergi

4) Menurut Bapak/Ibu berapa dosis yang sering Bapak/Ibu beri kepada pasien?


(7)

b) Klindamisin 150-450mg/6 jam c) Siproflosaksin 250-500 mg/12jam d) Metronidazol 250mg-750mg/8 jam e) lain-lain

5) Apakah alasan pemilihan dosis diatas? a) Mengikut berat badan & umur pasien b) Sesuai dosis yang berlaku

c) Aktivitas kerja antibiotik d) Profil farmakokinetik e) Lain-lain

6) Apakah jenis pemilihan antibiotik untuk kasus infeksi Odontogenik ?

a) Amoksisilin b) Klindamisin c) Siproflosaksin d) Metronidazol e) Lain-lain

7) Apakah jenis pilihan antibiotik yang Bapak/Ibu berikan sebagai antibiotik profilaksis?

a) Amoksisilin b) Klindamisin c) Sefalosporin d) Klaritomisin e) Lain-lain


(8)

8) Apakah jenis antibiotik yang dapat diberikan sebagai pilihan alternatif apabila pasien alergi penisilin?

a) Eritromisin b) Metronidazol

c) Sefalosporin d) Klindamisin e) Lain-lain

9) Apakah alasan pemilihan jenis antibiotik diatas? a) Tidak alergi

b) Harga terjangkau

c) Aktivitas spektrum yang sama d) Bersifat bakteriostatik

e) Bukan golongan penisilin


(9)

LAMPIRAN 5

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

”Gambaran Pemberian Antibiotik Oral Oleh Dokter Gigi di Praktek Kota Medan

Tahun 2015”

Besar biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian ini sebesar dengan rincian sebagai berikut:

1. Biaya pembuatan kuesioner Rp 300,000 2. Biaya alat tulis, kertas, printer, tinta printer Rp 300,000 3. Biaya penjilidan dan penggBapak/Ibuan proposal Rp 200,000 4. Biaya ucapan terima kasih Rp 1 000,000

5. Biaya lain-lain Rp 1 000,000

Total Rp 2 800,000

Rincian biaya ditanggung oleh peneliti sendiri.

Peneliti Nurlina


(10)

LAMPIRAN 6

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN TAHUN 2015

No. Kegiatan

WaktuPenelitian

Augustus September Oktober November Disember Januari 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Penyusunan proposal

2. Seminar proposal

3. Pengumpulan data

4. Pengolahan dan analisis data


(11)

i LAMPIRAN 7 Frequencies tatistics Jenis kasus antibiotik diberikan Jenis antibiotik yang sering diresepkan Alasan pemilihan antibiotik Berapa dosis yang sering diberikan kepada pasien Alasan dalam memilih dosis

N Valid 104 104 104 104 104

Missing 0 0 0 0 0

Statistics Jenis pemilihan antibiotik untuk kasus infeksi odontogenik Jenis pilihan antibiotik sebagai antibiotik profilaksis Jenis antibiotik sebagai pilihan alternatif apabila pasien alergi penisilin Alasan dalam memilih antibiotik alternatif tersebut

N Valid 104 104 104 104


(12)

i

Frequency Table

Jenis kasus antibiotik diberikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Abses Odontogenik 54 51.9 51.9 51.9

Pasca Ekstraksi Gigi 19 18.3 18.3 70.2

Profilaksis Sebelum Pencabutan

17 16.3 16.3 86.5

GUNA 6 5.8 5.8 92.3

Lain-lain 8 7.7 7.7 100.0

Total 104 100.0 100.0

Jenis antibiotik yang sering diresepkan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Metronidazol 2 1.9 1.9 1.9

Amoksisilin 69 66.3 66.3 68.3

Eritromisin 3 2.9 2.9 71.2

Klindamisin 20 19.2 19.2 90.4

Lain-lain 10 9.6 9.6 100.0


(13)

i

Alasan pemilihan antibiotik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Aktivitas spektrum 64 61.5 61.5 61.5

Kurangnya insiden resisten 1 1.0 1.0 62.5

Efekstif mengisolasi infeksi rongga mulut

11 10.6 10.6 73.1

Ekonomis 17 16.3 16.3 89.4

Tiada riwayat alergi 11 10.6 10.6 100.0

Total 104 100.0 100.0

Alasan dalam memilih dosis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Mengikut BB dan umur

pasien

24 23.1 23.1 23.1

sesuai dosis yang berlaku 31 29.8 29.8 52.9

Aktivitas kerja antibiotik 29 27.9 27.9 80.8

Profil farmakokinetik 7 6.7 6.7 87.5

lain-lain 13 12.5 12.5 100.0


(14)

i

Berapa dosis yang sering diberikan kepada pasien

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Amoksisilin 250-500mg/8jam 67 64.4 64.4 64.4

klindamisin 150-450mg/6 jam

13 12.5 12.5 76.9

siproflosaksin 250-500mg/12 jam

2 1.9 1.9 78.8

Metronidazol 250mg-750mg/8 jam

3 2.9 2.9 81.7

lain-lain 19 18.3 18.3 100.0

Total 104 100.0 100.0

Jenis pemilihan antibiotik untuk kasus infeksi odontogenik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Amoksisilin 37 35.6 35.6 35.6

Klindamisin 32 30.8 30.8 66.3

Siproflosaksin 5 4.8 4.8 71.2

Metronidazol 7 6.7 6.7 77.9

Lain-lain 23 22.1 22.1 100.0


(15)

i

Jenis pilihan antibiotik sebagai antibiotik profilaksis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Amoksisilin 64 61.5 61.5 61.5

klindamisin 7 6.7 6.7 68.3

sefalosporin 9 8.7 8.7 76.9

Klaritromisin 4 3.8 3.8 80.8

Lain-lain 20 19.2 19.2 100.0

Total 104 100.0 100.0

Jenis antibiotik sebagai pilihan alternatif apabila pasien alergi penisilin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Eritromisin 22 21.2 21.2 21.2

metronidazol 14 13.5 13.5 34.6

sefalosporin 21 20.2 20.2 54.8

klindamisin 30 28.8 28.8 83.7

lain-lain 17 16.3 16.3 100.0


(16)

i

Alasan dalam memilih antibiotik alternatif tersebut

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak alergi 23 22.1 22.1 22.1

harga terjangkau 4 3.8 3.8 26.0

Aktivitas spektrum yang sama

36 34.6 34.6 60.6

Bersifat bakteriostatik 6 5.8 5.8 66.3

Bukan golongan penisilin 35 33.7 33.7 100.0


(17)

i


(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Haveles EB. Applied pharmacology for the dental hygienist. 5th ed. Missouri: Mosby Elsevier, 2007: 123-35.

2. Syarif A. Estuningtyas A. Setiawati A. Muchtar A.H. dkk. Farmakologi dan terapi. Ed 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Jakarta. 2007.

3. Roda RP, Bagán JV, Bielsa JMS, Pastor EC. Antibiotic use in dental practice. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2007; 12: E186-92.

4. Jayadev M. Karunakar P, Vishwanath B, Chinmayi S.S. dkk. Knowledge and pattern of antibiotik non narcotic analgesic prescription for pulpal and periapical pathologies- a survey among dentists. Journal of Clinical and Diagnostic Research.2014; Vol 8: 10-14.

5. Iqbal A. The attitudes of dentists towards the prescription of antibiotics during endodontic treatment in North of Saudi Arabia. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2015; Vol 9(5): 82-84.

6. Nilesh K. Kelekar S. Malik A.N, Patil P. dkk. Knowledge and pattern of antimicrobial prescriptions by dental practitioners : a questionnaire based study. 2015: 12-17.

7. Vlcek D. Razavi A. Kutten-Berger J.J. Antibiotics in third molar surgery. Swiss Dental Journal.2014; Vol 124: 294-301.

8. Kementerian Kesehatan Indonesia. Berita negara indonesia. 2011; No 874: 29-38.

9. Jawetz. Melnick. Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Alih Bahasa. Nugroho A.W. dkk. ed 25. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2012: 354-386. 10.Varley A.J. Sule J. Absalom AR. Principles of antibiotic therapy. Oxford

journals.2009; Vol 9: 184-188.

11.Yagiela J.A. Dowd F.J. Johnson B.S. Mariotti A.J. dkk. Pharmacology and therapeutics for dentistry. 6th ed. US: Mosby Elsevier, 2011: 600-37.

12.Kee. Hayes. Pharmacology: A patient centered nursing process approach. 5th ed. United States: Elsevier Saunders, 2015: 324-343.


(19)

13.Tjay T.H. Rahardja K. Obat-obat penting khasiat, efek dan penggunaannya. Ed 6. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2007: 68-73.

14.Neal M.J. At a glance farmakologi medis. Alih Bahasa. Ed 5. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006: 37-40.

15.Katzung BG. Pharmacology examination and board review. 10th ed. San Francisco: Lange, 2013: 383-411.

16.Becker D.E. Antimikrobial drugs. American Dental Society of Anesthesiology. 2013; 60: 111-123.

17.Robinson J.L. Hameed T. Carr S.Practical aspects of choosing an antibiotic for patients with reported allergy to an antibiotic. Oxford journal. 2015: 1-6. 18.Pedersen G.W. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih Bahasa. Purwanto

Basoeseno. Ed 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG, 2013: 198-202. 19.Gour P.R. Kohli S. Advani U. Kulshreshtha S. dkk. Prescription pattern of

antimicrobial agents by dental practioners: a questionnaire based study. International Journal of Basic Pharmacology.2013; Vol2: 311-313.

20.Tripathi K.D. Essentials for farmacology in Dentistry. New Delhi :Jaypee, 2005: 400-408.

21.Mitchell D.A. Mitchell L. Oxford handbook of clinical dentistry. 6 th ed; United Kingdom: Oxford University Press; 2014: 566-567.

22.Jas A. Perihal Resep & Dosis. Ed 2. Medan: USU Press; 2009: 83.

23.Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Ed 3. Penerbit Salemba Medika, 2013: 147-148. 24.Dar Odeh N.S. Abu Hammad O.A. Omiri M.A. Khairasat A.S. dkk. Antibiotic

prescribing practices by dentist: a review. Therapeutics and clinical risk management. 2010; 6: 301-306.

25.Brunton L.L. Parker K.L. Lazo J.S. The pharmacological basic of therapeutics. 11th ed; United States: Mc Graw Hill; 2006: 1127-1136.

26.Kaur S.P. Rao R. Nanda S. Amoxicillin: a broad spectrum antibiotic. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. India, 2011: 30-37.


(20)

27.Winter. Use and abuse of antibiotics. American Association of Endodontics. 2012: 2-7.

28.Craig C.R. Stitzel R.E. Modern pharmacology with clinical application. 5th ed. United States. Lippincott Williams& Wilkins: 2004, 510-512.

29.Gregoire C. How are odontogenic infections best managed. Journal Canada Dental Assosiation. 2010; Vol 76: 114-116.

30.Addy L.D. Martin M.V. Clindamisin and dentistry. British Dental Journal. 2005; Vol 199: 23-26.


(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei untuk menggambarkan tentang penggunaan antibiotik oral di praktek dokter gigi di Kota Medan

3.2. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di semua praktek dokter gigi di Kota Medan pada 14 Desember 2015 sehingga selesai.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh dokter gigi yang berpraktek di Kota Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah dokter gigi yang berpraktek di Kota Medan dan setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Metode pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara simple random sampling. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Jadi disini proses memilih sejumlah sampel n dari populasi N yang dilakukan secara random sampai memperoleh sampel sebanyak 95 orang. Untuk mengantisipasi dropout, maka di tambah 10% sehingga jumlah sampel menjadi 104 orang.23


(22)

Keterangan:

n= ��2. .

d2

n= (1.962)(0.452) (0.548) 0.12

n= 95.15 n= 95 sampel

dimana:

α = Skor ditentukan derajat kepercayaan (confidence level) 95 %=1.96

P = Proporsi kasus penelitian sebelum ini = 45.2% (Penelitian Azhar Iqbal, 2015)

d = Persisi mutlak 10% Q = 1-P

n = Jumlah sampel

3.4 Variabel penelitian dan Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional

Antibiotik Zat yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang menghambat pertumbuhan mikroba jenis lain

Indikasi pemberian profilaksis

Suatu bentuk pencegahan yaitu mencegah terjadinya infeksi bakteri.

-Terdapat dua kategori pasien yang memerlukan antibiotik profilaksis yaitu:

(1) untuk mencegah bakteri lokal minor yang menyebabkan infeksi serius misalnya immunokompromis.

(2) untuk mencegah komplikasi septik lokal misalnya prosedur ekstraksi gigi molar tiga.


(23)

Infeksi odontogenik Infeksi odontogenik biasanya dimulai dengan terjadinya kematian pulpa, invasi bakteri dan perluasan proses infeksi kearah periapikal.

 Terjadinya peradangan yang terlokalisir

 Kerusakan pada ligamentum periodontium memberikan kemungkinan masuknya bakteri dan akhirnya terjadi abses periodontal akut.

 Apabila gigi tidak dapat erupsi dengan sempurna, maka mukosa yang menutupi sebagian gigi mengakibatkan terkumpulnya bakteri sehingga menyebabkan abses perikoronal.

Dosis terapi Penisilin Penisilin V

Dewasa: 250-500mg/6jam anak-anak 250-500mg/6 jam Amoksisilin

Dewasa: 250-500mg/8jam anak-anak 20-40mg/8 jam Amoksisilin-klavulanat

Dewasa: 250-500mg/8jam anak-anak 25-40mg/8 jam Diklosasilin

Dewasa: 125-500mg/6jam anak-anak 50-100mg/8 jam Sefalezin

Dewasa: 125-1000mg/6jam anak-anak 25-100mg Sefradin

Dewasa: 250-1000mg/8jam anak-anak 25-100mg Makrolida

Eritromisin

Dewasa: 250-500mg/6 jam anak-anak 30-50mg/6 jam Azitromisin

Dewasa: 500mg/12 jam anak-anak 5-12mg Klaritromisin


(24)

Dewasa: 250-500mg/12 jam anak-anak 7.5mg/2 Kali sehari Antibiotik lain-lain

Klindamisin

Dewasa: 150-450mg/6jam anak-anak 8-20 mg/3-4 dosis Metronidazol

Dewasa: 250-750mg/8 jam Siproflosaksin

Dewasa: 250-500mg/12jam anak-anak 25mg/12 jam Dosisiklin

Dewasa: 200 mg hari pertama(100 mg/12 jam) anak-anak 4.4mg/per hari/2 kali

Dosis profilaksis Amoksisilin 2 g 50mg/kg Sefalezin 2g 50mg/kg Klindamisin 600mg 20mg/kg Azitromisin 500mg 15mg/kg

3.5 Metode Pengambilan Data

Data dikumpulkan dengan cara pemberian kuesioner kepada responden yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dilakukan dan diisi secara langsung oleh responden setelah peneliti menjelaskan tata cara pengisian. Data yang telah didapat dikumpulkan lalu diolah dan dianalisa.

3.6 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Alat tulis

2. Kuesioner

3.7 Pengolahan Data

Data diolah secara manual dengan sistem komputerisasi dan disajikan dalam bentuk tabel dan Gambar maupun diagram.


(25)

3.8 Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif yaitu data univarian dan dihitung dalam bentuk persentase. Hasil dari data disajikan dalam bentuk tabel dan gambar untuk melihat pemberian antibiotik oral oleh dokter gigi di Kota Medan.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini akan mendapat persetujuan dari komisi etik (health Research Ethical Committee of North Sumatera). Sebelum penelitian berjalan, responden akan diberikan penjelasan mengenai manfaat dan risiko dari penelitian.


(26)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian yang dilakukan di praktek sekitar Kota Medan, diperoleh data dari 104 dokter gigi yang mengisi kuesioner secara langsung mengenai pemberian antibiotik kepada pasien di praktek dokter gigi.

4.1 Jenis kasus yang Diberikan Antibiotik Kepada Pasien

Dari 104 dokter gigi yang mengisi kuesioner didapatkan data tentang pemberian antibiotik pada kasus berikut. Abses odontogenik merupakan kasus paling sering diindikasikan oleh dokter gigi di Kota Medan.

Gambar 6. Distribusi kasus dalam pemberian antibiotik. Abses

odontogenik, 51.9% pasca

pencabutan gigi, 18.3% profilaksis,

16.3% GUNA 5.8%

lain-lain, 7%

Kasus

Abses odontogenik pasca pencabutan gigi profilaksis

Gingivitis ulseratif nekrose akut (GUNA)


(27)

4.2 Frekuensi Pemberian Jenis Antibiotik Kepada Pasien

Distribusi pemberian antibiotik oleh dokter gigi di praktek mendapatkan jenis amoksisilin merupakan pilihan utama yaitu sebanyak 66% dan hanya 2% yang memilih pemberian metronidazol.

Gambar 7. Distribusi jenis antibiotik yang diberikan oleh dokter gigi 4.3 Alasan dalam pemilihan antibiotik

Dari hasil penelitian yang diperolehi, 61.5% dokter gigi berpendapat alasan pemilihan antibiotik adalah karena aktivitas spektrumnya. 16.3% dokter gigi memilih karena harga antibiotik tersebut terjangkau pasien dan 10.6% memilih efektivitas antibiotik di rongga mulut. Hanya 1% memilih resistensi obat dan sisanya yaitu 10.6% karena pasien tiada riwayat alergi.

Tabel 5. Alasan dokter gigi dalam memilih jenis antibiotik

Alasan Frekuensi Persentasi

Aktivitas Spektrum 64 61.5%

Resistensi 1 1%

Efektivitas Di Rongga Mulut 11 10.6%

Ekonomis 17 16.3%

Tiada Riwayat Alergi 11 10.6%

Total 104 100%

2% 66% 3% 19% 10% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

Metronidazol Amoksisilin Eritromisin Klindamisin Lain-lain

Distribusi Antibiotik Metronidazol Amoksisilin Eritromisin Klindamisin Lain-lain


(28)

4.4 Frekuensi dosis yang diberikan kepada pasien

Distribusi dosis yang sering diberikan kepada pasien mendapatkan 64.4% dokter gigi lebih sering memberikan amoksisilin dengan dosis 250-500mg per 8 jam sehari, 12.5% klindamisin dengan dosis 150-450mg per 6 jam, 1.9% siproflosaksin 250-500 per 12 jam, metronidazol 250-750mg per 8 jam sebanyak 2.9% dan dosis lain-lain 18.3%.

Tabel 6. Distribusi frekuensi dosis yang sering diberikan kepada pasien.

Dosis Frekuensi Persentasi

Amoksisilin 250-500mg/8 jam 67 64.4% Klindamisin 150-450mg/6 jam 13 12.5% Siproflosaksin 250-500mg/12 jam 2 1.9% Metronidazol 250-750mg/8 jam 3 2.9%

Lain-lain 19 18.3%

total 104 100%

4.5 Alasan dalam memberikan dosis antibiotik kepada pasien

Alasan dalam menentukan dosis yang akan diberi kepada pasien seperti terlampir pada tabel berikut.

Tabel 7. Distribusi alasan pemberian dosis antibiotik oleh dokter gigi kepada pasien.

Alasan Frekuensi Persentasi

Mengikut berat badan & umur 24 23.1%

Sesuai dosis resep 31 29.8%

Aktivitas kerja antibiotik 29 27.9%

Profil farmakokinetik 7 6.7%

Lain-lain 13 12.5%


(29)

4.6 Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi untuk kasus odontogenik

Distribusi pemberian antibiotik oleh dokter gigi untuk kasus odontogenik seperti terlampir pada gambar berikut. Amoksisilin adalah antibiotik yang sering diresepkan.

Gambar 8. Distribusi frekuensi jenis antibiotik untuk kasus odontogenik.

4.7 Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi sebagai antibiotik profilaksis

Distribusi pemberian antibiotik oleh dokter gigi sebagai antibiotik profilaksis seperti terlampir pada gambar berikut. Amoksisilin adalah antibiotik yang sering diresepkan pada hasil penelitian ini.

Gambar 9. Distribusi frekuensi jenis antibiotik sebagai antibiotik profilaksis. 35.6%

30.8%

4.8% 6.7%

22.1% 0% 10% 20% 30% 40% Antibiotik Odontogenik amoksisilin klindamisin siproflosaksin metronidazol Lain-lain 61.5%

6.7% 8.65% 3,85%

19.23% 0% 20% 40% 60% 80% Antibiotik profilaksis amoksisilin klindamisin sefalosporin klaritromisin Lain-lain


(30)

4.8 Distribusi jenis antibiotik alternatif yang diberikan dokter gigi pada pasien alergi

Distribusi jenis antibiotik alternatif yang diberikan dokter gigi pada pasien alergi seperti terlampir pada gambar berikut. Klindamisin merupakan antibiotik yang menjadi pilihan dokter-dokter gigi di Kota Medan.

Gambar 10. Distribusi frekuensi jenis antibiotik alternatif pasien alergi penisilin 4.9 Alasan memilih jenis antibiotik tersebut sebagai alternatif jika pasien alergi pada penisilin.

Alasan pemilihan antibiotik alternatif yang diberikan dokter gigi pada pasien alergi seperti terlampir pada tabel berikut.

Tabel 8. Distribusi alasan pemilihan antibiotik alternatif pasien alergi penisilin Eritromisin, 21.2% Metronidazol, 13.5% sefalosporin, 20.2% klindamisin, 28.8% Lain-lain, 16.3%

Antibiotik alternatif alergi penisilin

Eritromisin Metronidazol sefalosporin klindamisin Lain-lain

Alasan Frekuensi Persentase

Tidak Alergi 23 22.1%

Ekonomis 4 3.8%

Aktivitas Spektrum 36 34.6%

Bersifat Bakteriostatik 6 5.8%

Bukan Golongan Penisilin 35 33.7%


(31)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian tentang gambaran pemberian antibiotik oral oleh dokter gigi di praktek sekitar Kota Medan diperoleh 104 dokter gigi yang menjawab kuesioner. Dari 104 dokter gigi tersebut, 51.9% memilih abses odontogenik sebgai kasus yang sering diberikan antibiotik, 18.3% untuk pengobatan pasca pencabutan gigi, 16.3% sebagai antibiotik profilaksis, 5.8% memilih gingivitis ulseratif nekrose akut (GUNA) dan 7.7% menjawab lain-lain (Gambar 6). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umumnya dokter gigi mengetahui indikasi penggunaan antibiotik untuk infeksi oral. Menurut Najla Saeed, Osama,Mahmoud, Ameen dkk pada tahun 2010, situasi klinis yang membutuhkan terapi antibiotik hanya pada beberapa kasus dan salah satunya termasuk infeksi oral yang disertai peningkatan suhu badan dan kondisi sistemik. Selulitis merupakan salah satu kondisi penyakit yang memerlukan pemberian antibiotik karena kemungkinan dapat menginfeksi saluran darah dan septikemia. Selain itu, terdapat juga infeksi oral terlokalisir yang diindikasikan antibiotik yaitu gingivitis ulseratif akut (GUNA), abses dan perikoronitis.19,24

Pemberian antibiotik oleh dokter gigi pada pasien dalam penelitian ini mendapatkan pemberian antibiotik amoksisilin sebanyak 66%. 19% klindamisin, 2% metronidazol, 3% memilih eritromisin dan 10% memilih antibiotik jenis lain (Gambar 7). Alasan pemilihan amoksisilin adalah karena antibiotik tersebut stabil dari segi keasaman selain absorbsinya itu tidak dipengaruhi dengan konsumsi makanan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian bahwa amoksisilin efektif untuk infeksi oral dan beradaptasi baik dari segi bioabilitas serta diabsorbsi lebih banyak dibandingkan ampisilin. 25

Penelitian oleh Nilesh, Kelekar, A Malik, Patil dkk di pada tahun 2014 di Maharashtra, India menyatakan antibiotik yang paling sering diresepkan untuk infeksi mulut adalah amoksisilin (77%).6 Hasil tersebut sama dengan hasil penelitian ini dimana amoksisilin merupakan pilihan pertama dokter gigi di Kota Medan. Amoksisilin merupakan penisilin berspektrum luas dan aktif melawan bakteri gram


(32)

positif dan gram negatif. 26 Selain itu, antibiotik ini dikategorikan ekonomis dan harga terjangkau oleh pasien dibandingkan klindamisin dan amoksisilin yang dikombinasikan dengan asam klavulanat oleh karena biaya yang lebih mahal. Menurut Azhar Iqbal pada tahun 2015 kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat dianggap kombinasi pilihan terbaik untuk infeksi odontogenik.1

Sementara alasan dokter gigi dalam pemilihan antibiotik adalah sebanyak 61.5% responden memilih aktivitas spektrumnya, 16.3% menyatakan karena biaya yang terjangkau, 10.6% karena efektivitas antibiotik, 10.6% karena tidak ada alergi yang terjadi dan 1% memilih kurangnya insiden resistensi yang terjadi (Tabel 4). Berdasarkan pemilihan di gambar 7, dokter gigi memilih amoksisilin oleh karena jenis antibiotik ini memiliki spektrum luas. Antibiotik spektrum luas seringkali dipakai untuk mengobati infeksi dimana mikroorganisme yang menyerang belum diidentifikasi pembiakan dan sensitivitas.12 Pengkulturan bakteri agak sukar dilakukan terutama di praktek dokter gigi karena ia mengambil waktu yang agak lama dan sulit untuk diaplikasikan pada semua pasien.1

Distribusi pemberian dosis antibiotik oleh dokter gigi pada pasien mendapatkan hasil sebanyak 64.4% memilih amoksisilin dengan dosis 250-500mg per 8 jam sehari, 12.5% klindamisin dengan dosis 150-450mg per 6 jam, 1.9% siproflosaksin 250-500 per 12 jam, metronidazol 250-750mg per 8 jam sebanyak 2.9% dan dosis lain-lain 18.3% (Tabel 5). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umumnya dokter gigi memilih dosis antibiotik dengan melihat gejala klinik dan jenis bakteri yang ada. Untuk menghindari terjadinya resisten, pemberian dosis harus sesuai.2 Faktor utama dalam keberhasilan klinis untuk kebanyakan antibiotik adalah tinggi konsentrasi obat dan jumlah yang dihasilkan pada jaringan terinfeksi. Selain itu, semakin singkat waktu terapi, semakin rendah risiko pasien alergi.27

Dari segi alasan pemilihan dosis, sebanyak 29.8% menyatakan karena mengikut ketetapan dosis yang berlaku, 23.1% dokter gigi menyatakan dosis diberikan sesuai berat badan dan umur pasien, 27.9% dokter gigi menyatakan atas alasan aktivitas spektrum antibiotik tersebut jumlah dosis yang diberikan, 6,7% karena profil farmakokinetik dan 12.5% lain-lain alasan(Tabel 6). Konsentrasi obat


(33)

dalam tubuh pasien ditentukan oleh dosis yang diberikan dan juga profil farmakokinetik obat tersebut. Konsentrasi obat dalam darah penting untuk mengetahui apakah antibiotik tersebut dapat membunuh bakteri atau dapat mendapat toksisitas pada pasien jika konsentrasi terlalu tinggi.28

Faktor yang mempengaruhi pemberian obat antaranya adalah berat badan pasien yaitu gemuk atau kurus dan usia pasien terdiri anak-anak, dewasa dan geriatrik. Hal ini ditambah dengan patofisiologis tubuh yaitu fungsi atau keadaan tubuh pasien menurun. Pengurangan dosis bagi pasien usia lanjut disebabkan kemampuan metabolisme sudah menurun sehingga pemberian dosis tinggi kemungkinan besar akan menjadi toksisitas. Selain itu, respon tubuh anak-anak dan dewasa tidak sama. Hal ini menyebabkan biotransformasi obat terganggu sehingga obat terakumulasi kearah organ tubuh lainnya. 22

Hasil penelitian juga menunjukkan jenis antibiotik yang sering diberikan dokter gigi untuk kasus odontogenik. Sebanyak 35.6% dokter gigi memberi amoksisilin untuk pengobatan, 30.8% pula memilih klindamisin, 6.7% memilih metronidazol ,4.8% memilih siproflosaksin dan 22.1% memilih antibotik jenis lain (Gambar 8). Menurut Dr Gregoire Curtis tahun 2010, kebanyakan infeksi odontogenik dijumpai lebih dari 1 spesis bakteri yang biasanya ada di rongga mulut. Secara umum 50% disebabkan bakteri anaerobik sahaja, 44% disebabkan kombinasi bakteri aerob dan anaerob dan 6% aerob sahaja. Amoksisilin berspektrum luas tetapi untuk kasus odontogenik penisilin V lebih baik digunakan untuk pengobatan. Namun, dosis amoksisilin dan kemampuan absorbsinya bersama asupan makanan menyebabkan antibiotik ini menjadi pilihan terbaik untuk pasien dalam menghasilkan efek yang optimal.29

Menurut Addy.L.D dan Martin M.V pada tahun 2005 menyatakan klindamisin mempunyai spektrum khusus untuk melawan infeksi anaerobik. Walaupun klindamisin bertindak sebagai bakteriostatik, aktivitas bakterisidal dapat dicapai pada dosis tertentu. Survei menyatakan klindamisin kurang sering di berikan di UK dan kurang populer di Kanada. Hal ini berkaitan dengan publisitas di literatur-literatur


(34)

dalam merekommendasikan klindamisin sebagai pilihan utama untuk perawatan infeksi odontogenik.30

Menurut Azhar Iqbal pada tahun 2015, metronidazol merupakan agen antibiotik yang efektif melawan mikroba anaerob tetapi tidak efektif terhadap anaerob fakultatif. Oleh itu metronidazol harus direkomendasikan sebagai obat tambahan untuk meningkatkan efek amoksisilin.5 Siproflosaksin diabsorbsi dengan baik di rongga mulut dan bioabilitasnya mencapai 90%. Namun, asupan makanan dapat memperlama penyerapan konsentrasi siproflosaksin. Pemakaian kuinolon tidak dianjurkan untuk infeksi odontogenik melainkan setelah kultur dan sensitivitas dilakukan karena pilihan obat yang lain telah tersedia.11

Persentase dokter gigi memilih antibiotik profilaksis adalah sebanyak 61.5% untuk amosisilin, 6.7% untuk klindamisin, 8.7% antibiotik golongan sefalosporin, 3.8% klaritromisin dan sisanya 19.2% antibiotik jenis lain (Gambar 9). Profilaksis dalam kedokteran gigi adalah pemberian obat antimikroba untuk mencegah infeksi. Dalam arti yang lain, profilaksis juga mencakup penggunaan antimikroba segera setelah masuknya mikroorganisme patogenik misalnya fraktur tetapi sebelum timbul tanda-tanda infeksi. 9 Antibiotik yang dianjurkan untuk profilaksis adalah amoksisilin dan bagi yang alergi penisilin bisa diberikan klindamisin, sefalosporin dan azitromisin. Banyak literatur menyebut penisilin yang diberikan sebelum dilakukan prosedur yang menyebabkan bakteremia akan menurunkan jumlah bakteri dalam beberapa waktu selepas dilakukan prosedur tersebut. Namun, berdasarkan mekanisme kerja B-laktam yaitu secara perlahan membunuh bakteri dengan menghambat dinding bakteri sulit dipahami bagaimana hal ini dapat menurunkan jumlah bakteri sesaat setelah prosedur perawatan.11

Beberapa tahun sebelum tahun 1990, dosis tinggi eritromisin direkomendasikan sebagai alternatif pasien yang alergi penisilin untuk pencegahan endokarditis. Namun pilihan ini berubah kepada klindamisin karena dianggap tidak sesuai dan mempunyai efek samping. 30 Azitromisin mempunyai indikasi klinik serupa dengan klaritromisin. Namun, bioabilitas klaritromisin tidak banyak


(35)

terpengaruh oleh adanya makanan dalam lambung berbanding azitromisin yang terganggu jika diberikan bersama makanan. 2

Hasil penelitian juga menunjukkan sebannyak 21.2% dokter gigi memberikan eritromisin pada pasien yang alergi penisilin sebagai pilihan alternatif, 28.8% klindamisin, 20.2% jenis antibiotik sefalosporin, 13.5% antibiotik metroniazol dan antibiotik jenis lain sebanyak 16.35% (Gambar 10). Penisilin merupakan antara golongan obat antimikroba yang paling toksisitas dan menimbulkan reaksi alergi. Reaksi alergi penisilin paling berbahaya tergantung kegunaannya. Beberapa hasil penelitian tentang efek penisilin, didapatkan 5% hingga 10% pasien yang mengkonsumsi penisilin menyebabkan reaksi alergi. Namun, alergi penisilin oral lebih sedikit dibandingkan melalui paraentral. Pada awal infeksi terjadi, pasien yang alergi penisilin direkomendasikan untuk diberikan klindamisin dan eritromisin. Pada infeksi yang sudah kronis, metronidazol dan klindamisin dianjurkan.1

Pada hasil penelitian ini , di dapatkan 20.2% dokter gigi memilih sefalosporin. Hal ini bertentangan dengan beberapa literatur yang menyebutkan golongan sefalosporin dapat menyebabkan reaksi alergi dan bisa terjadi sensitivitas silang terhadap penisilin. Alasan pemilihan ini mungkin karena sefalosporin mempunyai mekanisme kerja serta farmakologi yang sama dengan penisilin. Kedua-duanya merupakan golongan B-laktam dan antibiotik ini memiliki struktur cincin B-laktam. 1,15,17

Namun, alergi yang terjadi dengan sefalosporin lebih rendah dibandingkan penisilin dimana terdapat beberapa kasus yang berhasil dirawat dengan menggunakan antibiotik golongan sefalosporin. Walaupun begitu, bagi pasien yang mempunyai riwayat alergi penisilin tidak direkomendasikan pemberian sefalosporin.15

Alasan pemilihan antibiotik alternatif untuk pasien alergi penisilin oleh dokter gigi diperoleh sebanyak 22.1% dokter gigi menyatakan karena antibiotik tersebut tidak ada riwayat alergi, 34.6% memilih antibiotik karena aktivitas spektrum yang sama, 5.8% karena sifat bakteriostatik dan 3.8% karena harga antibiotik yang ekonomis. Selebihnya, 33.7% dokter gigi memberi alasan karena bukan daripada golongan penisilin (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa dokter gigi memilih antibiotik yang mempunyai spektrum yang sama dengan penisilin. Misalnya


(36)

eritromisin yang mempunyai spektrum antibakteri sama dengan benzilpenisilin.14 Antibiotik klindamisin menyerupai mekanisme kerja eritromisin yaitu spektrum antimikroba dan lokasi reseptor ribosom tetapi memiliki struktur kimia yang berbeda.9

Selain dapat melihat distribusi pemberian antibiotik oleh dokter gigi, penelitian ini juga memperlihat alasan pemilihan antibiotik oleh dokter gigi. Dari hasil penelitian 104 dokter gigi, amoksisilin dipilih sebagai antibiotik yang sering diresepkan. Alasan pemilihan antibiotik tersebut selain harga ekonomis, adalah karena spektrumnya yang luas dan keupayaan diabsorbsi dengan baik melalui rongga mulut. Namun, pemberian antibiotik yang lain juga dapat dipertimbangkan berdasarkan spektrum kerja, resistensi dan toksisitas yang dimiliki.1,9,11


(37)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Amoksisilin adalah antibiotik paling sering diberikan dalam kebanyakan kasus. Alasan pemilihan antibiotik disebabkan aktivitas spektrum antibiotik dan harga yang terjangkau oleh pasien.

2. Kasus abses odontogenik merupakan pilihan yang utama untuk diberikan antibiotik diberikan oleh dokter gigi

3. Bagi pasien alergi penisilin, dokter gigi memilih klindamisin dan eritromisin sebagai alternatif pengganti penisilin. Alasan memilih antibiotik tersebut karena bukan termasuk dari golongan penisilin dank arena aktivitas spektrumnya sama atau mendekati dengan golongan penisilin.

6.2 Saran

1. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi dan perlu dilakukan penelitian lanjut untuk penggunaan antibiotik yang lebih baik maupun antibiotik kombinasi. 2. Diharapkan kepada dokter gigi agar dapat mengetahui golongan antibiotik

yang dapat menyebabkan toksisitas dan antibiotik yang mempunyai toksisitas yang rendah.

3. Diharapkan adanya hubungan dokter gigi di praktek Kota Medan dan Dinas Kesehatan bagi mengetahui perkembangan antimikroba terbaru.


(38)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi

Infeksi mikroba terjadi apabila mikroba mampu melewati barrier mukosa atau kulit lalu menembus jaringan tubuh. Pada dasarnya, tubuh akan melawan mikroba dengan respon imun yang dimiliki, tetapi bila mikroba berkembang biak lebih cepat daripada aktivitas respon imun maka akan terjadi penyakit infeksi yang disertai dengan tanda-tanda inflamasi. Infeksi yang salah satunya terjadi adalah infeksi dibidang kedokteran gigi yaitu infeksi gigi. Salah satu terapi yang dilakukan adalah dengan pemberian antibiotik.8

2.2 Antibiotik

Era modern antimikroba dimulai pada tahun 1935 dengan ditemukannya sulfonamida. Pada tahun 1940, didapatkan bahwa penisilin yang ditemukan pada tahun 1929, dapat menjadi substansi terapeutik yang efektif. Setelah 25 tahun kemudian, ditemukan hasil penelitian mengenai agen kemoterapi terutama yang berpusat pada zat-zat yang berasal dari mikroba yang disebut antibiotik. Isolasi, konsentrasi, pemurnian, dan produksi massal penisilin diikuti oleh penemuan streptomisin, tetrasiklin, kloramfenikol dan banyak agen lainnya.9

2.2.1 Definisi Antibiotik

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi yang dapat menghambat mikroba jenis lain.2 Antibiotik dapat didefinisikan sebagai agen farmakologis yang selektif membunuh atau menghambat pertumbuhan sel mikroba. Antibiotik ada yang bersifat bakteriostatik atau bakterisida. Bakteriostatik adalah zat antibiotik yang bersifat mencegah replikasi lebih lanjut dari mikroba yang bergantung pada sistem imunitas tubuh untuk membersihkan infeksi, sedangkan bakterisida merupakan zat antibiotik yang bersifat membunuh mikroba.10


(39)

2.2.2 Mekanisme Kerja dan Aktivitas 2.2.2.1 Prinsip Kerja

Antibiotik diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu, menghambat sintesis atau merusak dinding sel mikroba, memodifikasi atau menghambat sintesis protein, mengganggu keutuhan membran sel mikroba dan mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat. Berdasarkan sasaran tindakan antibiotik terhadap mikroba maka antibiotik dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu: 9

1. Antibiotik yang merusak dinding sel mikroba

Mikroba memiliki lapisan luar yang kaku, yaitu dinding sel yang mempertahankan bentuk dan ukuran mikroorganisme. Dinding sel mempertahankan bentuk dan ukuran mikroorganisme yang memiliki tekanan osmotik internal tinggi. Kerusakan pada dinding sel dapat menyebabkan lisis sel. Dalam suatu lingkungan hipertonik, kerusakan pada dinding sel akan menyebabkan terbentuknya bakteri berbentuk sferis, protoplas atau sferoplas tersebut dibatasi oleh membran sitoplasma yang rapuh. Contoh agen-agen yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin dan sikloserin.9

2. Antibiotik yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein

Bakteri dan sel mamalia memiliki ribosom yang berbeda dari segi subunit tipe ribosom, susunan kimia dan spesifikasi fungsional. Hal ini dapat menjelaskan mengapa obat antimikroba dapat menghambat sintesis protein pada ribosom bakteri tanpa menyebabkan efek yang signifikan pada ribosom mamalia. Pada sintesis protein mikroba yang normal, pesan mRNA “dibaca” secara simultan oleh beberapa ribosom yang membentang di sepanjang rantai mRNA. Susunan ribosom tersebut dinamakan polisom.Contoh obat yang bekerja dengan menghambat sintesis protein adalah eritromisin, linkomisin, tetrasiklin, glisilsiklin, aminoglikosida dan kloramfenikol.9

3. Antibiotik mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat

Contoh obat-obatan yang bekerja menghambat sintesis asam nukleat adalah golongan kuinolon, pirimetamin, rifampin, sulfonamida, trimetoprim dan


(40)

trimetreksat. Rifampin menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat kuat polimerase RNA bergantung-DNA (DNA-dependent RNA polymerase) milik bakteri. Dengan demikian, rifampin menghambat sintesis RNA bakterial. Semua kuinolon dan fluorokuinolon menghambat sintesis DNA mikroba dengan cara menyekat DNA girase. P-aminobenzoic acid (PABA) merupakan metabolit esensial bagi banyak mikroorganisme.

PABA berperan dalam sintesis asam folat, suatu prekursor penting bagi sintesis asam nukleat. Sulfonamida merupakan analog struktural PABA yang menghambat dihidroptereroat sintetase. Sulfonamida dapat masuk ke reaksi tersebut menggantikan PABA dan bersaing memperebutkan sisi aktif enzim. Akibatnya terbentuk analog asam folat yang nonfungsional sehingga pertumbuhan bakteri terhambat.9

4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel

Sitoplasma pada semua sel hidup dibungkus oleh membran sitoplasma yang berperan melakukan fungsi transportasi aktif dan mengatur komposisi internal sel. Jika integritas fungsional membran sitoplasma terganggu, makromolekul dan ion-ion akan keluar dari sel, dan kemudian terjadi kerusakan atau kematian sel. Sejumlah antibiotik secara spesifik menggangu fungsi biosintesis membran sitoplasma misalnya asam nalidiksat, polimiksin.9

2.2.2.2 Aktivitas dan Spektrum 1. Agen Antimikrobial

Beberapa obat bakteriostatik dapat berubah menjadi bakterisida pada konsentrasi tinggi. Hal ini tergantung kepada konsentrasi tempat yang terinfeksi dan juga organisme penyebab tertentu.11 Bakterisida ialah antibiotik yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau permeabilitas yang membunuh mikroorganisme sedangkan bakteriostatik hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau menganggu proses multiplikasi mikroba.1

Antibiotik yang termasuk golongan bakterisida antara lain penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid dan lain-lain


(41)

sedangkan antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik antara lain: sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, klindamisin, dan lain-lain.1

2. Berdasarkan Spektrum kerja

Spektrum kerja bermaksud nilai aktivitas sesuatu obat. Berdasarkan perbedaan sifat spektrum kerjanya, antibiotik dibagi dua yaitu antibiotik spektrum sempit dan spektrum luas.1 Antibiotik berspektrum sempit efektif melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritomisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. 12

Antibiotik berspektrum luas seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organism baik gram positif maupun gram negatif. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organism tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas. Antibiotik spektrum luas seringkali dipakai untuk mengobati infeksi dimana mikroorganisme yang menyerang belum diidentifikasi pembiakan dan sensifitas.12

2.2.3 Klasifikasi Antibiotik

Antibiotik digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau sebagai prevensi infeksi misalnya pembedahan besar. Secara profilaksis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum dilakukan pencabutan gigi. Antibiotik terbagi kepada beberapa golongan yaitu; B-laktam, tetrasiklin, sulfonamid, kuinolon, nitroimidazol, kloramfenikol, aminoglikosida, makrolida dan linkosamid, 13,14

2.2.3.1 Antibiotik β-laktam

Antibiotik ini dibagi kepada kelompok penisilin dan sefalosporin. Antibiotik β-laktam mempunyai struktur yang mengandung cincin beta-laktam yang dapat menghambat sintesis sel dinding suatu mikroorganisme.15,16 Mereka bertindak dengan menghalang sintesis dinding sel dengan langkah-langkah berikut:


(42)

(1) mengikat obat pada enzim tertentu yang terletak dalam sistoplasmik membran mikroba

(2) penghambatan reaksi transpeptida pada rantai linear peptidoglikan dari dinding sel (3) pengaktifan enzim autolitik yang menyebabkan lesi di dinding sel mikroba.15

Gambar 1. Obat antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel: penisilin, sefalosporin dan vankomisin14

1. Penisilin

Benzilpenisilin adalah antibiotik yang mempunyai spektrum sempit melawan organisme gram positif. Benzilpensilin labil dalam asam sehingga absorpsinya oralnya buruk. Benzilpenisilin diberikan melalui suntikan intramuskular, tetapi dosis besar menyebabkan nyeri dan diberikan secara intravena. Fenoksimetilpenisilin mempunyai spektrum yang sama dengan benzilpenisilin, tetapi kurang aktif. Fenoksimetilpenisilin stabil dalam asam dan diberikan secara oral tetapi absorpsinya bervariasi dan hanya berguna untuk organisme yang sensitif, dimana kerja cepat tidak diperlukan. 14

a) Penisilin spektrum luas

Penisilin ini dipakai baik untuk mengobati gram positif maupun gram negatif. Contoh-contoh dari kelompok ini adalah amoksisilin, ampisilin. Amoksisilin adalah derivat pensilin yang paling sering diresepkan untuk orang dewasa dan anak-anak.12


(43)

Ampisilin dan amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak menghasilkan B-laktamase, dan karena obat tersebut berdifusi ke dalam bakteri gram negatif lebih mudah daripada benzilpenisilin.

Untuk pemberian oral, amoksisilin merupakan obat pilihan karena di absorpsi lebih baik daripada ampisilin, yang seharusnya diberikan paraentral.14 Amoksisilin sering dipakai karena frekuensi pemakaian obat lebih rendah yaitu 3 kali sehari berbanding ampisilin 4 kali sehari. Amoksisilin dan ampisilin menghasilkan reaksi hipersensitivitas yang mana ampisilin lebih sering menimbulkan alergi.1

Dalam menangani endokarditis bakteri sebagai antibiotik profilaksis, amoksisilin merupakan antibiotik pilihan.1 Amoksisilin dan ampisilin diinaktivasi oleh bakteri penghasil penisilinase. Banyak B-laktamase bakteri dihambat oleh asam klavulanat, dan campuran inhibitor ini dengan amoksisilin(ko-amoksiklav) menyebabkan antibiotik menjadi efektif melawan organisme penghasil penisilinase. 14

b) Penisilin resisten penisillinase

Flukloksasilin diindikasikan pada infeksi yang disebabkan oleh stafilokokus penghasil penisilinase yang resisten terhadap penisilin. Kelompok ini tidak efektif dalam melawan organisme gram negatif.12 Flukloksasilin diabsorpsi dengan baik secara oral, tetapi pada infeksi berat harus diberikan melalui suntikan dan tidak digunakan sebagai obat tunggal. 14

c) Penisilin Antipseudomonas

Merupakan kelompok obat baru dari penisilin berspektrum luas. Obat-obat ini juga berguna dalam melawan banyak organisme gram negatif. Kerja farmakologiknya mirip aminoglikosida tetapi kurang toksik dibandingkan dengan aminoglikosida.12 Contoh kelompok obat ini adalah piperasilin dan tikarsilin yang diberikan melalui suntikan.14

Penisilin merupakan antara golongan obat antimikroba yang paling toksisitas dan menimbulkan reaksi alergi.1 Jika pasien mempunyai riwayat alergi dengan penisilin maka alergi juga dapat terjadi dengan amipisilin dan amoksisilin karena


(44)

kedua-duanya mempunyai cincin B-laktam.17 Antibiotik yang dianjurkan sebagai pilihan alternatif penisilin adalah :

Gambar 2. Antibiotik alternatif jika pasien alergi pada penisilin1

2. Sefalosporin

Sefalosporin hampir menyerupai penisilin secara struktural dan farmakologis.15,18 Sefalosporin bersifat bakterisid terhadap sebagian besar jenis Stereptococcus dan Staphylococcus tetapi kurang efektif terhadap sebagian kokkus gram negatif.18 Namun, sefalosporin memiliki kepekaan yang lebih rendah terhadap beta laktamase berbanding penisilin13. Diperkirakan pasien yang alergi terhadap penisilin bisa juga bereaksi terhadap sefalosporin karena mempunyai mekanisme kerja serta farmakologi yang sama.2

Terdiri dari empat generasi. Tiap generasi memiliki desain dan mekanisme antibiotik yang berbeda kegunaanya secara klinis.15 Generasi pertama sefalosporin memiliki aktivitas spektrum yang mencakup penisilin V untuk mikroba odontogenic. Sefalosporin juga aktif terhadap sebagian besar strain S aureus berbanding penisilin karena tidak rentan terhadap laktamase beta diproduksi oleh spesis ini. Generasi kedua dan ketiga sefalosporin mempunyai spektrum yang lebih luas dan resistensi yang kuat pada beta laktamase.16 Terakhir generasi keempat yaitu sangat resisten terhadap beta laktamase dan juga aktif sekali pada pseudomonas.13

Pasien alergi penisilin

Infeksi awal

Eritromisin Klindamisin

Infeksi kronis


(45)

Semua sefalosporin mempunyai spektrum aktivitas antimikroba yang sama luas, meskipun obat-obat individual mempunyai aktivitas berbeda melawan mikroba tertentu.22 Sefadroksil diberikan secara oral dan digunakan pada infeksi saluran kemih. Absorpsinya kurang cepat berbanding yang lain tetapi sefadroksil terabsorsi dengan baik walaupun dengan asupan makanan.11

3. Antibiotik B-laktam yang lainnya

Meropenem adalah karbapenem, suatu struktur yang sama dengan penisilin, tetapi sangat resisten terhadap B-laktamase. Meropenem mempunyai spektrum aktivitas yang lebar, tetapi tidak aktif melawan beberapa strain Psedomonas dan MRSA. Meropenem diberikan melalui suntikan intravena. 14

4. Vankomisin

Vankomisin adalah antibiotik bakterisidal yang tidak diabsorpsi secara oral. Vankomisin bekerja dengan menghambat pembentukan peptidoglikan dan aktif melawan sebagian besar organisme gram positif. Vankomisin intravena penting untuk terapi pasien dengan septikemia dan endokarditis akibat strain Stafilokokus aureus yang resisten metisilin.14

Gambar 2 Obat antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat: sulfonamida. Trimetoprim, kuinolon dan nitrimidazol.14


(46)

2.2.3.2 Kuinolon

Kuinolon adalah antibiotik yang efektif melawan mikroorganisme staphylococcus aureus, P.aeruginosa dan S.pneumoniae.11` Fluorokuinolon adalah sintetik dan agen antibakterial yang mempunyai spektrum yang luas dengan menghambat DNA girase, suatu enzim yang terlibat dalam replikasi, transkripsi DNA mikroba.16 Kuinolon generasi awal (asam nalidiksat, asam oksolinat dan sinoksasin) tidak mencapai kadar antibakterial sistemik pada asupan per oral sehingga hanya bermanfaat sebagai antiseptik saluran kemih. 9

Turunan terfluorisasi mereka (misalnya siproflksasin, norfloksasin dan lain-lain) memiliki antibakteril yang lebih besar serta toksisitas yang lebih rendah serta mencapai kadar yang bermanfaat secara klinis di dalam jaringan.9 Siprofloksasin mempunyai substituent 6-fluoro yang sangat memperkuat potensi antimikroba melawan organisme gram negatif dan gram positif. Siprofloksasin diabsorpsi dengan baik secara oral dan dapat diberikan secara intravena. Norfloksasin tidak mempunyai aktivitas sistemik dan obat ini terkonsentrasi dalam urin.14

2.2.3.3 5-Nitroimidazol

Metronidazol merupakan suatu obat yang mempunyai efek pada toksin radikal dalam mikroba anaerob. Toksin radikal ini menghancurkan DNA dan senyawa penting lainnya yang ada, sehingga efek bakterisida lebih efektif melawan sebagian organisme anaerob. Alasan ini, menjadikan metronidazol sangat berguna untuk mengobati infeksi odontogenik dan periodontal yang parah di mana anaerob mampu berkembang.19

Hal ini tidak dianjurkan sebagai monoterapi untuk infeksi oral, karena tidak aktif melawan aerobik dan streptokokus fakultatif.19 Metronidazol diabsoprsi dengan baik secara oral dan dapat diberikan secara intravena. Efek samping meliputi gangguan gastrointestinal. Tinidiazol mempunyai kerja yang sama dengan metronidazol, tetapi mempunyai durasi kerja lebih panjang. Tiniazol berguna pada giardiasis dimana metronidazol dosis tinggi mungkin tidak ditoleransi dengan baik.14


(47)

2.2.3.4 Sulfonamida

Sulfonamida dahulu digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih tetapi banyak strain E.coli yang resisten. Sulfadiazin misalnya diabsorpsi dengan baik setelah pemberian secara oral. Efek samping paling sering adalah reaksi alergi dan meliputi ruam kulit. Trimetoprim diabsorpsi dengan baik secara oral dan efektif pada sebagian besar pasien dengan infeksi saluran kemih.14

Gambar 3. Obat antimikroba yang menghambat sintesis protein: amninoglikosida,tetrasiklin, makrolida dan kloramfenikol. 14

2.2.3.5 Makrolida

Makrolida digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh mikroba gram-positif yang resisten terhadap penisilin atau tetrasiklin. Pada pasien yang alergi terhadap penisilin dapat digunakan eritromisin sebagai obat alternatif. Antibiotik makrolida meliputi eritromisin, klaritromisin dan azitromisin. 16 Makrolida memiliki spektrum antimikroba yang sama dengan benzilpenisilin yaitu spektrum sempit dan biasanya diberikan secara oral. Namun, makrolida efektif melawan beberapa organisme yang tidak umum dan diindikasikan spesifik pada Mycoplasma pneumonia.14


(48)

1. Eritromisin

Eritromisin aktif terhadap sebagian mikroba aerob gram-positif dan aerob gram negatif tetapi tidak efektif pada mikroba anaerob yang terdapat pada infeksi gigi seperti bacteroides. Eritromisin biasanya bakteriostatik dan menyebabkan gangguan sintesis protein. Eritromisin tidak efektif terhadap infeksi yang disebabkan oleh mikroba anaerob obligat yang terlibat dalam beberapa infeksi gigi sehingga eritromisin merupakan pilihan kedua obat antibiotik pada infeksi gigi anaerob setelah penisilin. 1

2. Klaritromisin dan Azitromisin

Klaritromisin dan azitromisin merupakan azalida yang struktur kimianya mirip eritromisin.Seperti eritromisin, kedua-keduanya aktif terhadap stafilokok dan streptokok. Bakteri yang resisten terhadap eritromisin juga resisten terhadap klaritromisin dan azitromisin.9

2.2.3.6 Linkosamida

Klindamisin dan linkomisin merupakan antibiotik linkosamida. Kedua antibiotik ini menyerupai mekanisme kerja eritromisin yaitu spektrum antimikroba dan lokasi reseptor ribosom tetapi memiliki struktur kimia yang berbeda. Klindamisin aktif terhadap bacterocides dan bakteri anaerob lainnya. Obat-obat tersebut stabil terhadap asam dan dapat diberikan secara per oral dan intravena.9 Namun, klindamisin diabsorpsi lebih baik daripada linkomisin melalui saluran gastrointestinal dan kadar obat dalam serum dipertahankan lebih tinggi. 12

2.2.3.7 Aminoglikosida

Aminoglikosida tidak diabsorpsi secara oral dan harus diberikan melalui suntikan. Aminoglikosida mempunyai indeks terapeutik yang sempit dan semuanya berpotensi toksik. 14Yang termasuk antibiotik golongan ini adalah streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin dan lain-lain. Aminoglikosida paling banyak digunakan untuk mengatasi bakteri gram negatif atau jika ada kecurigaan sepsis. Manfaat klinis aminoglikosida telah


(49)

berkurang dengan ditemukannya sefalosporin dan kuinolon tetapi mereka tetap digunakan dalam kombinasi.9

Gentamisin adalah aminoglikosida paling penting, penggunaan utamanya pada terapi infeksi Gram negatif akut yang mengancam jiwa. Gentamisin bisa mempunyai aksi antimikroba yang sinergis dengan penisilin dan vankomisin, dan kombinasi dengan salah satu obat-obat ini digunakan pada terapi endorkaditis streptokokus. Netilmisin dilaporkan kurang toksik dibandingkan gentamisin. Akan tetapi neomisin pula terlalu toksik untuk penggunaan paraentral. 14

2.2.3.8 Tetrasiklin

Tetrasiklin biasanya diberikan secara oral, tetapi bisa diberikan melalui suntikan. Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas, tetapi terdapat obat-obat yang lebih cocok untuk sebagian besar infeksi Akan tetapi, tetrasiklin merupakan obat pilihan untuk mengobati beberapa infeksi yang disebabkan oleh organisme intraselular karena tetrasiklin menembus makrofag dengan baik misalnya Chlamydia.14

2.2.3.9 Antibiotik lain

Kloramfenikol diberikan secara oral atau melalui suntikan intravena. Kloramfenikol efektif melawan spektrum organisme yang luas. Namun antibiotik ini mempunyai efek samping yang serius termasuk aplasia sumsum tulang. Streptogramin yaitu quinupristin dan dalfopristin merupakan peptida siklik dan bekerja mirip dengan makrolida. Obat ini diberikan secara kombinasi karena kurang efektif bila diberikan secara individual. Obat ini diberikan melalui intravena dan efektif melawan organisme gram positif. 14

2.2.4 Penggunaan antibiotik di bidang kedokteran gigi

Dokter gigi meresepkan obat untuk infeksi terutama yang melibatkan orofasial. Karena sebagian besar infeksi orofasial manusia berasal dari infeksi odontogenik maka pemberian antibiotik oleh dokter gigi menjadi aspek penting di


(50)

praktek dokter gigi.11,20 Dalam kedokteran gigi, hanya beberapa jenis antibiotik yang biasa digunakan diantaranya amoksisilin, klindamisin, eritromisin, siprofloksasin, metronidazol, sefalosporin dan lain-lain.1

Infeksi orofasial seringkali didominasi oleh bakteri anerob dan terdapat juga berbagai mikroorganisme yang lain.11 Pengobatan yang melibatkan oral, antibiotik diresepkan dengan tujuan tertentu. Antaranya adalah sebagai pengobatan untuk infeksi odontogenik dan juga antibiotik profilaksis melawan infeksi fokal (endorkaditis) maupun lokal serta penyakit sistemik dalam pembedahan melibatkan oral.3

Tabel 1. Antibiotik yang digunakan di kedokteran gigi.1 Infeksi Jenis antibiotik

Penyakit periodontal • GUNA (gingivitis ulseratif nekrose akut)

 Amoksisilin  Metronidazol  Penisilin V  Tetrasiklin

• Abses periodontal  Amoksisilin

 Penisilin V  Tetrasiklin • Localized juvenile

periodontitis

 Amoksisiklin+ metronidazol  Amoksisiklin+klavulanat  Azitromisin

 Doksisiklin,  Tetrasiklin • Periodontitis pada

dewasa

• Tidak indikasi antibiotik, klindamisin jika perlu • Generalised aggressive

atau Periodontitis agresif

 Amoksisiklin+ metronidazol  Siproflosaksin+metronidazol


(51)

 Doksisiklin  Tetrasiklin  klindamisin Infeksi oral

• Infeksi jaringan lunak (abses, selulitis fasial, pasca-bedah,

perikoronitis)

 Penisilin V  Amoksisilin  Dosisiklin  Klindamisin  Sefalosporin  tetrasiklin

• Osteomyelitis  Penisilin V

 Amoksisilin  Klindamisin  sefalosporin

Infeksi campuran yang tidak sensitif terhadap penisilin • Infeksi akibat mikroba

aerob

 Amoksisilin  Sefalosporin  Sulfonamida  tetrasiklin • Infeksi akibat mikroba

anaerob dan infeksi kronis  Metronidazol  Klindamisisn  Sefalosporin  Amoksisilin+klavulanat  Metronidazol+penisilin 2.2.4.1 Infeksi Odontogenik

Infeksi odontogenik biasanya dimulai dengan terjadinya kematian pulpa, invasi bakteri dan perluasan proses infeksi kearah periapikal. Terjadinya peradangan yang terlokalisir (osteitis periapikal kronis) atau abses periapikal akut, tergantung dari virulensi bakteri dan efektivitas pertahanan hospes. Kerusakan pada ligamentum periodontium memberikan kemungkinan masuknya bakteri dan akhirnya terjadi abses periodontal akut. Selain itu, apabila gigi tidak dapat erupsi dengan sempurna, maka


(52)

mukosa yang menutupi sebagian gigi mengakibatkan terkumpulnya bakteri sehingga menyebabkan abses perikoronal.18

2.2.4.2 Antibiotik profilaksis

Profilaksis adalah suatu bentuk pencegahan. Antibiotik profilaksis digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri dan bukannya merawat infeksi yang sudah terjadi. Terdapat dua kategori pasien yang memerlukan antibiotik profilaksis yaitu: (1) untuk mencegah bakteri lokal minor yang menyebabkan infeksi serius misalnya immunokompromis, (2) untuk mencegah komplikasi septik lokal misalnya prosedur ekstraksi gigi molar tiga.21 Antibiotik diberikan untuk mencegah proliferasi bakteri dan penyebaran dari luka pembedahan. 3

Pada kasus rongga mulut, antibiotik di indikasikan untuk pasien sehat hanya pada ekstraksi gigi impaksi, pembedahan periapikal, pembedahan tulang, pembedahan implan, bone graft dan pembedahan berkaitan tumor. Untuk kasus yang melibatkan pasien dengan penyakit sistemik, antibiotik harus diberi sebelum melakukan sebarang perawatan. Namun, kegunaan antibiotik pada perawatan endodontik hanya pada pasien yang menunjukkan tanda infeksi lokal, malaise dan demam.3

Tabel 2. Antibiotik profilaksis sebelum prosedur perawatan gigi berisiko.11

Antibiotik dewasa Anak-anak

Oral Amoksisilin Sefalezin Klindamisin azitromisin

2 g 2 g 600 mg 500 mg

50mg 50 mg 20 mg 15 mg


(53)

2.2.5 Dosis antibiotik

Jumlah atau takaran obat yang diberikan kepada pasien dalam satuan berat, isi(volume) atau unit. Kecuali bila dinyatakan lain yang dimaksud dengan dosis ialah jumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada pasien.22 Faktor yang mempengaruhi pemberian obat antaranya adalah berat badan pasien yaitu gemuk atau kurus dan usia pasien terdiri anak-anak, dewasa dan geriatrik. Meningkatnya kerentanan terhadap aktivitas farmakologik atau toksik obat pada pasien yang berusia sangat muda atau sangat tua dibandingkan dengan dewasa muda Hal ini karena dengan patofisiologis tubuh yaitu fungsi atau keadaan tubuh pasien menurun.15,22 Beberapa hal yang penting diperhatikan ialah :

 Dosis yang diberikan harus cukup tinggi untuk menghindarkan terjadinya seleksi mutan yang resisten

 Bila tidak ada indikasi untuk memberi antibiotik kombinasi, selalu harus diupayakan untuk memberi kombinasi tunggal

 Upayakan memberi antibiotik sesingkat mungkin (tidak lebih 7hari) kecuali beberapa infeksi yang membutuhkan waktu lama misalnya endokarditis. 2

Tabel 3. Rekomendasi dosis sebagian antibiotik.11 Antibiotik Dosis

B-laktam

Penisilin V Dewasa: 250-500mg/6jam (<12tahun)anak-anak 250-500mg/6 jam

Amoksisilin Dewasa: 250-500mg/8jam anak-anak (<20kg)20-40mg/kg per8 jam atau6.7-13.3 mg/kg setiap 8jam Amoksisilin-klavulanat Dewasa: 250-500mg/8jam anak-anak 25-40mg/kg/8

jam atau 6.6-13.3 mg/kg setiap 8 jam.

Diklosasilin Dewasa: 125-500mg/6jam anak-anak (<20kg) 50-100mg/6 jam


(54)

Sefalezin Dewasa: 125-1000mg/6jam anak-anak 25-100mg/kg/hari dalam 4 kali dosis per hari

Sefradin Dewasa: 250-1000mg/6jam anak-anak 25-100mg/kg/hari dalam 2 atau 4 kali dosis per hari Makrolida

Eritromisin Dewasa: 250-500mg/6 jam anak-anak 30-50mg/6 jam

Azitromisin Dewasa: 500mg/12 jam anak-anak 5-12mg/kg/hari Klaritromisin Dewasa: 250-500mg/12 jam anak-anak 7.5mg/kg 2

Kali sehari Antibiotik lain-lain

Klindamisin Dewasa: 150-450mg/6jam anak-anak 8-20 mg/kg/hari/3-4 dosis

Metronidazol Dewasa: 250-750mg/8 jam, tidak melebihi 4g dalam sehari

Siproflosaksin Dewasa: 250-500mg/12jam anak-anak 25mg/kg/hari dalam12 jam

Dosisiklin Dewasa: 200 mg hari pertama(100 mg/12 jam) anak-anak 4.4mg/per hari/2 kali

2.2.6 Penggunaan dan pemilihan antibiotik 1. Indikasi

Untuk memutuskan perlu tidaknya pemberian antibiotik pada suatu infeksi, perlu diperhatikan gejala klinik, jenis dan patogenisitas mikrobanya, serta kesanggupan mekanisme daya tahan tubuh hospes. Karena antibiotik hanya mempercepat penyembuhan penyakit infeksi, maka hanya diperlukan bila infeksi berlangsung lebih dari beberapa hari dan menimbulkan akibat cukup berat dengan komplikasi penyakit jantung di kemudian hari. 2


(55)

2. Pemilihan antibiotik

Langkah berikutnya adalah memilih jenis antibiotik yang tepat, serta menentukan dosis dan cara pemberiannya. Dalam memilih jenis antibiotik yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas mikroba terhadap antibiotik, keadaan tubuh pasien dan faktor biaya pengobatan.2

Gambar 4. biaya obat antibiotik dalam kedokteran gigi 1 Sangat mahal Augmentin

Seforozim Sederhana Siprofloksasin

Klindamisin Murah Amoksisilin

Sefaleksin Dosisiklin Eritromisin Metronidazol Penisilin V Tetrasiklin


(56)

2.4 Kerangka Teori

Antibiotik

Definisi Mekanisme Kerja dan

aktivitas

Klasifikasi Antibiotik

Dosis Antibiotik

Penggunaan Antibiotik di Bidang Kedokteran

Gigi.

Penggunaan dan Pemilihan Antibiotik


(57)

2.5 Kerangka Konsep

Penggunaan antibiotik di bidang kedokteran

gigi.

 Jenis antibiotik yang digunakan.  Alasan memilih

antibiotik  Dosis antibiotik

yang di berikan

Pemberian antibiotik oleh dokter gigi di praktek Kota


(58)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO infeksi adalah suatu keadaan dimana mikroba masuk ke dalam tubuh manusia sehingga menyebabkan penyakit. Salah satu infeksi yang terjadi merupakan infeksi gigi. Pada awalnya, infeksi gigi hanya meliputi gram-positif cocci seperti S. viridians atau hemolitik streptococci, kemudian infeksi mulai melibatkan gram positif dan gram negatif organisme anaerobik. Salah satu perawatan untuk merawat infeksi adalah antibiotik. 1

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama zat yang dapat menghambat mikroba jenis lain.2 Pemberian antibiotik kepada pasien infeksi gigi tergantung lokasi infeksi dan mikroba yang terlibat. Jika infeksi masih awal maka organisme yang mungkin terlibat adalah gram-positif cocci.1 Dalam bidang kedokteran gigi, antibiotik diindikasikan untuk pengobatan infeksi odontogenik, infeksi oral non-odontogenik, dan sebagai profilaksis melawan infeksi secara fokal dan lokal.3

Pada survei yang dilakukan oleh M.Jayadev, P Karunakar, B Vishwanath, Chinmayi dkk pada tahun 2014 di Hyderabad, India untuk perawatan pulpa dan patologi periapikal mendapatkan hasil bahwa amosiksilin merupakan pilihan pertama pada pasien bukan alergi dan bagi pasien alergi golongan penisilin adalah eritromisin.4 Berdasarkan penelitian oleh Azhar Iqbal pada tahun 2015 menunjukkan jenis antibiotik yang telah diresepkan oleh dokter gigi untuk perawatan endodontik. 5

Obat yang paling diresepkan oleh dokter gigi adalah kombinasi amoksisilin bersama asam klavulanat yaitu 45,2%, amoksisilin 33,7% dan amoksisilin kombinasi dengan metronidazol sebanyak 15%. Kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat dianggap sebagai kombinasi pilihan terbaik untuk infeksi odontogenik karena kombinasi ini memiliki spektrum antibiotik yang luas dan insiden resistensi mikroba yang rendah.5


(59)

Metronidazol merupakan agen antibiotik yang efektif melawan mikroba anaerob tetapi tidak efektif terhadap anaerob fakultatif. Oleh itu metronidazol harus direkomendasikan sebagai obat tambahan untuk meningkatkan efek amoksisilin apabila penggunaan amoksisilin saja tidak efektif setelah 2-3 hari penggunaannya.5

Penelitian Nilesh, Kelekar, A Malik, Patil dkk di Maharashtra pada tahun 2014 menyatakan 90% pasien diberi antibiotik sebagai pengobatan untuk kasus estraksi gigi, 60% untuk perawatan endodontik dan 57% untuk skeling subgingiva. Antibiotik yang paling sering diresepkan untuk infeksi mulut adalah amoksisilin (77%), metronidazol (11%), amoksisilin kombinasi dengan asam klavulanat (7%) dan sefalosporin (8%).6

Hasil penelitian yang dilakukan Vlcek, Razavi dan Johannes di Switzerland pada tahun 2013 terhadap 3288 dokter gigi yang melakukan ekstraksi gigi molar tiga dengan pembedahan menunjukkan 18.6% menggunakan antibiotik sebagai rutin. Amoksisilin paling sering digunakan yaitu 45.7% dan klindamisin sebanyak 14.5%. Empat orang telah meresepkan penisilin atau tetrasiklin dan dua orang memilih kotrimozaxol dan spyramisin.7

Pentingnya pengetahuan tentang pemberian antibiotik dalam bidang kedokteran gigi membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian bagi mengetahui jenis antibiotik oral yang banyak diresepkan oleh dokter gigi di praktek sekitar Kota Medan serta mengetahui alasan mengapa jenis antibiotik tersebut yang diberikan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah jenis antibiotik oral yang sering digunakan oleh dokter gigi di praktek dokter gigi di Kota Medan?

2. Apakah alasan pemilihan jenis antibiotik oral yang sering digunakan oleh dokter gigi di praktek dokter gigi di Kota Medan?


(60)

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pemberian antibiotik oral yang sering digunakan di praktek dokter gigi di Kota Medan beserta alasan pemilihan antibiotik tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi rumah sakit, sebagai informasi data tentang penggunaan antibiotik oral dalam kalangan dokter gigi di praktek.

2. Bagi pendidikan, sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya mengenai penggunaan antibiotik oral dalam bidang kedokteran gigi.

3. Bagi peneliti, dapat mengetahui pemberian antibiotik oral yang sering digunakan di praktek dokter gigi di Kota Medan.


(61)

KOTA MEDAN TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

NURLINA BINTI HASAN NIM: 120600168

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(62)

Tahun 2016

Nurlina Binti Hasan

Gambaran pemberian antibiotik oral oleh dokter gigi di praktek Kota Medan Tahun 2015.

viii + 43 halaman

Antibiotik dapat didefinisikan sebagai agen farmakologis yang selektif membunuh atau menghambat pertumbuhan sel mikroba. Pada tahun 1940, didapatkan bahwa penisilin yang ditemukan pada tahun 1929, dapat menjadi substansi terapeutik yang efektif. Setelah 25 tahun kemudian, ditemukan hasil penelitian mengenai agen kemoterapi terutama yang berpusat pada zat-zat yang berasal dari mikroba yang disebut antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemberian antibiotik oral oleh dokter gigi di praktek sekitar Kota Medan pada tahun 2015. Penelitian ini dilakukan melalui survei deskriptif. Data didapatkan melalui kuesioner yang diisi oleh dokter gigi yang berpraktek di Kota Medan. Data yang didapat dari

hasil pengisian formulir kuesioner diolah secara sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik distribusi frekuensi sederhana disertai dengan perhitungan berupa persentase. Persentase dokter yang memberikan antibiotik jenis amoksisilin adalah 66% dan 19% memberikan klindamisin. Sebanyak 3% dokter gigi memberikan antibiotik eritromisin, 2% metronidazol dan sisanya 10% antibiotik


(63)

(64)

Proposal ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji proposal

Medan, 26 Januari 2016

Pembimbing: Tanda tangan

Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM ………. NIP : 19840724 200801 2 006


(65)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 26 Januari 2016

TIM PENGUJI

KETUA : Isnandar drg.,Sp.BM.

ANGGOTA : 1. Rahmi Syaflida, drg., Sp. BM 2. Abdullah, drg.


(66)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda Hasan Hj Abu Bakar dan Ibunda Noormah Binti Ahmad atas segala doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis hingga saat ini.

2. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan, penjelasan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi sampai dengan selesai.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara khususnya di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial.

6. Keluarga yang senantiasa mendukung dan memberikan kasih sayang kepada penulis, Nurhaliza, Nurizzati dan Mohd Danish.

7. Sahabat terbaik penulis yaitu Siti shahirah Atiqah Binti dan Nurdiana Binti Sulaiman yang menemani penulis ke praktek-praktek dokter gigi di Kota Medan.

8. Teman-teman serumah Anis Fatin Farhah, Nurhani Binti Harun, Sara Hisamudin dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.


(67)

10 Teman-teman seperjuangan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU, Anis Fatin, Wendy ezwara, Syed Atiff dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat.

Medan, 26 Januari 2016 Penulis,

(Nurlina Binti Hasan) NIM: 100600168


(68)

iv

Halaman

HALAMAN JUDUL………

HALAMAN PERSETUJUAN……….

HALAMAN TIM PENGUJI………... KATA PENGANTAR...……….

DAFTAR ISI……… iv

DAFTAR TABEL……… vii

DAFTAR GAMBAR……… viii

DAFTAR LAMPIRAN……… ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Rumusan Masalah………. 2

1.3 Tujuan Penelitian……….. 3

1.4 Manfaat Penelitian……… 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi ...……… 4

2.2 Antibiotik………. 4

2.2.1 Definisi Antibiotik ...………. 4

2.2.2 Mekanisme Kerja ...……….. 5

2.2.2.1 Prinsip Kerja ……… 5

2.2.2.2 Aktivitas spektrum ………. 6

2.2.3 Klasifikasi Antibiotik………...……….. 7

2.2.4.1 Antibiotik B-Laktam………..………… 7

2.2.3.2 Kuinolon... 11

2.2.3.3 5-Nitroimidazol... 12

2.2.3.4 Sulfonamida ... 12

2.2.3.5 Makrolida………... 13

2.2.3.6 Linkosamida.………... 14

2.2.3.7 Aminoglikosida…...………. 14


(69)

v

2.2.4.2 Antibiotik profilaksis... 17

2.2.5 Dosis Antibiotik... ……… 18

2.3.6 Penggunaan dan pemilihan antibiotik ……… 20

2.4 Kerangka Teori……….. 21

2.5 Kerangka Konsep……….. 22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian………. 23

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………. 23

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian………. 23

3.4 Variabel dan Definisi Operasional………... 24

3.5 Metode Pengambilan Data ... 27

3.6 Alat dan Bahan Penelitian……….. 27

3.7 Pengolahan dan ………. 28

3.8 Analisis data……….. 28

3.9 Etika Penelitian……….. 28

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Jenis kasus yang diberikan antibiotik kepada pasien...29

4.2 Frekuensi pemberian jenis antibiotik kepada pasien...30

4.3 Alasan dalam pemilihan antibiotik...30

4.4 Frekuensi dosis yang diberikan kepada pasien...31

4.5 Alasan dalam memberikan dosis antibiotik kepada pasien...32

4.6 Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi untuk kasus odontogenik... 32

4.7 Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi sebagai antibiotik profilaksis... 33

4.8 Distribusi jenis antibiotik alternatif yang diberikan dokter gigi pada pasien alergi... 33

4.9 Alasan memilih jenis antibiotik tersebut sebagai alternatif jika pasien alergi pada penisilin...34


(70)

vi

6.2 Saran...41 DAFTAR PUSTAKA


(71)

vii

Tabel Halaman

1. Antibiotik yang digunakan di kedokteran gigi…………... 16

2. Antibiotik profilaksis sebelum perawatan gigi berisiko……… 18

3. Rekomendasi dosis antibiotik………... 19

4. Alasan dalam pemilihan antibiotik……… 30

5. Frekuensi dosis yang diberikan kepada pasien………. 31

6. Distribusi alasan dalam memberikan dosis antibiotik kepada pasien…. 31


(72)

viii

Gambar Halaman

1. Obat antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel…….. 8

2. Antibiotik alternatif pasien alergi pada penisilin……….... 10

3. Obat antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat…. 11

4. Obat antimikroba yang menghambat sintesis protein………... 13

5. Biaya obat antibiotik dalam kedokteran gigi……….. 20

6. Jenis kasus yang diberikan antibiotik kepada pasien... 29

7. Frekuensi pemberian jenis antibiotik kepada pasien... 30

8. Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi untuk kasus 32

odontogenik... 9. Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi sebagai antibiotik profilaksis... 32

10. Distribusi jenis antibiotik alternatif yang diberikan dokter gigi pada pasien alergi penisilin... 33


(73)

ix 1. Daftar riwayat hidup

2. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian

3. Lembar Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Consent) 4. Kuesioner

5. Rincian Biaya Penelitian 6. Jadwal Penelitian

7. SPSS


(1)

iv DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………

HALAMAN PERSETUJUAN……….

HALAMAN TIM PENGUJI………... KATA PENGANTAR...……….

DAFTAR ISI……… iv

DAFTAR TABEL……… vii

DAFTAR GAMBAR……… viii

DAFTAR LAMPIRAN……… ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Rumusan Masalah………. 2

1.3 Tujuan Penelitian……….. 3

1.4 Manfaat Penelitian……… 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi ...……… 4

2.2 Antibiotik………. 4

2.2.1 Definisi Antibiotik ...………. 4

2.2.2 Mekanisme Kerja ...……….. 5

2.2.2.1 Prinsip Kerja ……… 5

2.2.2.2 Aktivitas spektrum ………. 6

2.2.3 Klasifikasi Antibiotik………...……….. 7

2.2.4.1 Antibiotik B-Laktam………..………… 7

2.2.3.2 Kuinolon... 11

2.2.3.3 5-Nitroimidazol... 12

2.2.3.4 Sulfonamida ... 12

2.2.3.5 Makrolida………... 13

2.2.3.6 Linkosamida.………... 14

2.2.3.7 Aminoglikosida…...………. 14


(2)

v

2.2.3.9 Antibiotik lain...……….. 15

2.2.4 Penggunaan Antibiotik Di Bidang Kedokteran Gigi... 15

2.2.4.1 Pada Infeksi Odontogenik... 17

2.2.4.2 Antibiotik profilaksis... 17

2.2.5 Dosis Antibiotik... ……… 18

2.3.6 Penggunaan dan pemilihan antibiotik ……… 20

2.4 Kerangka Teori……….. 21

2.5 Kerangka Konsep……….. 22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian………. 23

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………. 23

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian………. 23

3.4 Variabel dan Definisi Operasional………... 24

3.5 Metode Pengambilan Data ... 27

3.6 Alat dan Bahan Penelitian……….. 27

3.7 Pengolahan dan ………. 28

3.8 Analisis data……….. 28

3.9 Etika Penelitian……….. 28

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Jenis kasus yang diberikan antibiotik kepada pasien...29

4.2 Frekuensi pemberian jenis antibiotik kepada pasien...30

4.3 Alasan dalam pemilihan antibiotik...30

4.4 Frekuensi dosis yang diberikan kepada pasien...31

4.5 Alasan dalam memberikan dosis antibiotik kepada pasien...32

4.6 Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi untuk kasus odontogenik... 32

4.7 Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi sebagai antibiotik profilaksis... 33

4.8 Distribusi jenis antibiotik alternatif yang diberikan dokter gigi pada pasien alergi... 33

4.9 Alasan memilih jenis antibiotik tersebut sebagai alternatif jika pasien alergi pada penisilin...34


(3)

vi BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan...41 6.2 Saran...41 DAFTAR PUSTAKA


(4)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Antibiotik yang digunakan di kedokteran gigi…………... 16

2. Antibiotik profilaksis sebelum perawatan gigi berisiko……… 18

3. Rekomendasi dosis antibiotik………... 19

4. Alasan dalam pemilihan antibiotik……… 30

5. Frekuensi dosis yang diberikan kepada pasien………. 31

6. Distribusi alasan dalam memberikan dosis antibiotik kepada pasien…. 31


(5)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Obat antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel…….. 8

2. Antibiotik alternatif pasien alergi pada penisilin……….... 10

3. Obat antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat…. 11

4. Obat antimikroba yang menghambat sintesis protein………... 13

5. Biaya obat antibiotik dalam kedokteran gigi……….. 20

6. Jenis kasus yang diberikan antibiotik kepada pasien... 29

7. Frekuensi pemberian jenis antibiotik kepada pasien... 30

8. Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi untuk kasus 32

odontogenik... 9. Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi sebagai antibiotik profilaksis... 32

10. Distribusi jenis antibiotik alternatif yang diberikan dokter gigi pada pasien alergi penisilin... 33


(6)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar riwayat hidup

2. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian 3. Lembar Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Consent) 4. Kuesioner

5. Rincian Biaya Penelitian 6. Jadwal Penelitian

7. SPSS